Gambar 1: Skema umum mekanisme hernia akuisita, menunjukkan kelemahan struktural yang menyebabkan protrusi organ.
Hernia akuisita, atau hernia yang didapat, merupakan kondisi medis umum yang didefinisikan sebagai protrusi abnormal suatu organ atau jaringan (biasanya usus atau omentum) melalui kelemahan pada dinding rongga tempat organ tersebut berada. Berbeda dengan hernia kongenital yang sudah ada sejak lahir, hernia akuisita berkembang di kemudian hari akibat berbagai faktor yang melemahkan integritas struktural jaringan ikat dan otot, seringkali dipicu oleh peningkatan tekanan intra-abdomen kronis atau akut. Pemahaman mendalam tentang patogenesis, klasifikasi, dan penatalaksanaan hernia akuisita sangat penting karena kondisi ini dapat berkembang menjadi komplikasi fatal jika tidak ditangani dengan tepat.
Di antara semua jenis hernia, hernia inguinalis akuisita adalah yang paling sering terjadi, namun spektrum hernia yang didapat sangat luas, mencakup hernia insisional (akibat kegagalan penyembuhan luka bedah), hernia femoralis, umbilikalis, dan berbagai bentuk hernia abdomen yang langka. Penanganan definitif untuk hernia akuisita hampir selalu memerlukan intervensi bedah untuk menutup defek struktural dan mengembalikan anatomi yang normal, seringkali melibatkan penggunaan prostetik (mesh) untuk memperkuat dinding perut.
Istilah Hernia Akuisita secara tegas merujuk pada defek yang terjadi setelah perkembangan janin selesai, sebagai lawan dari hernia kongenital (seperti persistennya prosesus vaginalis pada hernia inguinalis tidak langsung kongenital). Pembentukan hernia akuisita adalah proses multifaktorial yang melibatkan interaksi antara kekuatan mekanis dan kelemahan biologis jaringan.
Dinding perut tersusun dari lapisan otot, fascia (jaringan ikat kuat), dan peritoneum. Fascia, yang kaya kolagen, adalah komponen kunci yang memberikan kekuatan tensil pada dinding. Pada hernia akuisita, terjadi ketidakseimbangan antara degradasi matriks ekstraseluler dan sintesis kolagen baru. Kelemahan ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor berikut:
Setelah kelemahan struktural terbentuk, tekanan internal yang berulang atau hebat akan mendorong organ melalui defek tersebut, membentuk kantung hernia (saccus hernialis). Sumber peningkatan TIA meliputi:
Konsep Kunci: Hernia akuisita merupakan hasil dari sinergi antara kelemahan intrinsik jaringan (faktor biologis) dan tekanan ekstrinsik (faktor mekanis). Salah satu faktor saja mungkin tidak cukup, tetapi kombinasi keduanya sangat meningkatkan risiko pembentukan hernia.
Hernia akuisita diklasifikasikan berdasarkan lokasi anatomis defek pada dinding perut atau diafragma. Meskipun hernia inguinalis adalah yang paling umum, hernia insisional memiliki morbiditas yang signifikan dan memerlukan penanganan yang lebih kompleks.
Hernia inguinalis adalah yang paling sering, mencakup sekitar 75% dari semua hernia dinding perut. Meskipun hernia inguinalis tidak langsung seringkali memiliki komponen kongenital (prosesus vaginalis yang paten), bentuk akuisita (baik langsung maupun tidak langsung) juga umum terjadi pada orang dewasa.
Hernia insisional adalah jenis hernia akuisita yang berkembang pada lokasi sayatan bedah sebelumnya. Ini adalah komplikasi serius dari pembedahan perut yang terjadi pada 10% hingga 20% pasien laparotomi (operasi perut terbuka).
Hernia ini terjadi di garis tengah (linea alba).
Hernia hiatal melibatkan protrusi bagian lambung melalui lubang esofagus (hiatus) di diafragma. Walaupun mekanisme pastinya kompleks, penuaan dan peningkatan tekanan (misalnya obesitas) melemahkan ligamentum fenoesofagus, menyebabkan defek ini sering dianggap sebagai bentuk akuisita yang berhubungan dengan usia.
Identifikasi faktor risiko sangat penting, tidak hanya untuk pencegahan tetapi juga untuk strategi pengelolaan pasca-operasi, karena beberapa faktor risiko juga meningkatkan peluang kekambuhan (re-herniasi).
Integritas dinding perut sangat bergantung pada kesehatan jaringan ikat, yang dipengaruhi oleh kondisi sistemik:
Gejala hernia akuisita bervariasi dari ketidaknyamanan ringan hingga nyeri akut yang mengancam jiwa (pada kasus komplikasi). Diagnosis biasanya didasarkan pada pemeriksaan fisik, tetapi pencitraan sering diperlukan untuk mengkonfirmasi jenis, isi, dan status vaskularisasi hernia.
Mayoritas hernia akuisita yang tidak terkomplikasi (reducible) memiliki presentasi yang serupa:
Diagnosis hernia akuisita sebagian besar bersifat klinis. Dokter akan melakukan inspeksi dan palpasi, seringkali meminta pasien untuk berdiri dan melakukan maneuver Valsalva (mengejan atau batuk) untuk meningkatkan tekanan intra-abdomen, yang membuat tonjolan lebih jelas. Untuk hernia inguinalis, tes reduksi manual dan penentuan apakah tonjolan muncul dari cincin internal (indirect) atau langsung ke posterior (direct) sangat penting.
Pencitraan diperlukan jika diagnosis klinis tidak jelas (misalnya pada pasien obesitas), untuk membedakan antara hernia dan massa lainnya (seperti limfadenopati), atau jika dicurigai adanya komplikasi.
Merupakan modalitas lini pertama yang non-invasif. USG sangat berguna untuk:
Diindikasikan terutama untuk hernia yang lebih kompleks, seperti hernia insisional besar atau hernia di lokasi yang jarang (lumbar, Spigelian), atau jika dicurigai adanya inkarserasi atau obstruksi usus. CT scan memberikan detail anatomi yang sangat baik, termasuk ukuran defek, isi kantung, dan kondisi jaringan di sekitarnya (seperti "Loss of Domain" pada hernia ventral raksasa).
Kadang-kadang digunakan untuk mengevaluasi defek dinding perut yang sangat kecil atau pada hernia atipikal (misalnya, Sports Hernia atau Atletic Pubalgia), di mana fokusnya adalah pada integritas otot dan fascia tanpa adanya tonjolan nyata yang jelas.
Komplikasi akut adalah alasan utama mengapa hernia akuisita, bahkan yang kecil, memerlukan perhatian bedah. Komplikasi ini timbul ketika isi kantung hernia terjebak dan tidak dapat didorong kembali ke rongga perut (non-reducible).
Inkarserasi adalah kondisi di mana isi kantung hernia terperangkap (terjebak) di luar cincin hernia. Meskipun tidak selalu berbahaya pada awalnya, inkarserasi menyebabkan nyeri hebat dan memerlukan penanganan segera karena berpotensi berkembang menjadi strangulasi.
Strangulasi adalah komplikasi paling fatal, terjadi ketika suplai darah ke isi kantung hernia (usus atau omentum) terputus oleh jepitan cincin hernia yang sempit dan kaku. Ini adalah kedaruratan bedah mutlak.
Terjadi ketika usus terjebak dalam kantung hernia, menghambat transit makanan dan feses. Ini sering menyertai inkarserasi tetapi mungkin ada tanpa strangulasi vaskular segera.
Penanganan definitif untuk hampir semua jenis hernia akuisita adalah bedah. Tujuan utama operasi hernia (Hernioplasti) adalah mengembalikan isi hernia ke posisi normal (reduksi) dan menutup atau memperkuat defek dinding perut untuk mencegah kekambuhan.
Ada dua pendekatan utama dalam herniorafi (perbaikan hernia):
Memerlukan sayatan di atas lokasi hernia. Metode ini telah menjadi standar selama puluhan tahun, dengan evolusi dari teknik "tension repair" (menjahit jaringan sendiri di bawah ketegangan) ke teknik "tension-free" (menggunakan mesh).
Dilakukan melalui beberapa sayatan kecil menggunakan kamera (laparoskop). Teknik ini menawarkan pemulihan yang lebih cepat dan nyeri pasca operasi yang minimal, terutama bermanfaat untuk hernia bilateral (dua sisi) atau hernia yang kambuh (recurrent).
Penggunaan mesh (jaring prostetik) telah merevolusi bedah hernia akuisita. Mesh bertindak sebagai perancah (scaffold) yang mendorong pertumbuhan jaringan ikat baru, menciptakan perbaikan yang jauh lebih kuat (tension-free) daripada sekadar menjahit jaringan yang sudah lemah.
Hernia insisional, terutama yang besar (disebut juga "Loss of Domain"), memerlukan perencanaan bedah yang rumit karena dinding perut kehilangan elastisitas dan jaringan parut masif. Tujuan utamanya adalah mengembalikan isi perut ke dalam rongga perut tanpa ketegangan ekstrem dan menutup defek fascia (penutupan midline).
Untuk hernia ventral raksasa, penutupan midline mungkin mustahil tanpa merobek jahitan karena ketegangan yang dihasilkan. CST adalah prosedur untuk memobilisasi dan meregangkan lapisan otot dinding perut secara alami, memungkinkan penutupan defek hingga 10-20 cm tanpa ketegangan.
Pendekatan minimal invasif kini semakin populer untuk hernia insisional. Teknik ini, terutama dengan bantuan robot (Robotic Surgery), memungkinkan ahli bedah untuk melakukan diseksi yang rumit dan menempatkan mesh secara intra-peritoneal (IPOM - Intraperitoneal Onlay Mesh) atau di ruang preperitoneal dengan presisi tinggi, mengurangi trauma jaringan dan mempercepat pemulihan.
Ketika pasien datang dengan hernia inkarserata atau strangulata, urgensi operasi meningkat tajam. Prioritas utamanya adalah menyelamatkan jaringan yang terjebak.
Dalam beberapa kasus hernia inkarserata yang baru dan tanpa tanda-tanda iskemia, upaya reduksi manual (dengan anestesi lokal dan sedasi yang memadai) dapat dicoba. Jika reduksi berhasil, operasi elektif dapat dijadwalkan. Jika gagal, operasi darurat harus dilakukan segera.
Operasi harus dilakukan segera. Pendekatan terbuka (laparotomi) sering diperlukan, terutama jika ada kecurigaan bahwa usus yang terjebak perlu dievaluasi atau direseksi (dipotong).
Tingkat kekambuhan hernia akuisita telah menurun drastis dengan adopsi mesh, namun tetap merupakan risiko yang signifikan, terutama pada hernia insisional kompleks. Pencegahan kekambuhan melibatkan manajemen perioperatif dan modifikasi gaya hidup jangka panjang.
Karena hernia akuisita berakar pada kelemahan jaringan dan tekanan, mengendalikan faktor risiko pasien adalah kunci:
Salah satu morbiditas utama pasca-herniorafi adalah nyeri kronis, yang dikenal sebagai Inguinodynia (untuk hernia inguinalis kronis), yang dapat sangat mempengaruhi kualitas hidup pasien.
Nyeri dapat disebabkan oleh beberapa faktor:
Penanganan nyeri kronis pasca hernia bersifat multidisiplin:
Bidang penanganan hernia akuisita terus berkembang, dengan fokus pada material yang lebih biokompatibel, teknik minimal invasif yang lebih baik, dan personalisasi perawatan berdasarkan risiko kekambuhan pasien.
Penelitian berfokus pada mesh yang memiliki bobot lebih ringan (lightweight mesh) atau mesh yang dapat diserap sebagian (partially absorbable) untuk mengurangi reaksi benda asing dan nyeri kronis, sambil tetap mempertahankan kekuatan mekanis yang diperlukan untuk mencegah kekambuhan. Pengembangan mesh biologis sintetis (bio-scaffold) yang dapat memicu regenerasi jaringan ikat alami tanpa risiko infeksi juga menjanjikan.
Pembedahan robotik menawarkan keuntungan ergonomi bagi ahli bedah dan meningkatkan kemampuan untuk melakukan diseksi dan penjahitan yang halus di ruang-ruang sempit (seperti pada TEP atau TAR), yang secara konsisten menghasilkan penempatan mesh dengan presisi yang optimal. Integrasi kecerdasan buatan (AI) dapat membantu dalam menilai risiko kekambuhan pra-operasi dan memandu ahli bedah dalam memilih material serta teknik yang paling sesuai untuk setiap kasus hernia akuisita.
Hernia akuisita adalah masalah kesehatan yang umum dan memerlukan pemahaman yang komprehensif tentang faktor risiko biomekanik dan biologis. Meskipun intervensi bedah modern (terutama dengan prinsip tension-free dan minimal invasif) menawarkan hasil yang sangat baik, kekambuhan dan nyeri kronis tetap menjadi tantangan.
Penatalaksanaan yang ideal tidak hanya melibatkan operasi yang sukses, tetapi juga memerlukan optimalisasi kondisi pasien—mengendalikan obesitas, menghentikan merokok, dan mengelola penyakit kronis—untuk memastikan integritas struktural jangka panjang dari perbaikan dinding perut. Edukasi pasien mengenai modifikasi gaya hidup adalah komponen esensial dalam pencegahan hernia akuisita, baik primer maupun sekunder (kekambuhan).
Setiap pasien yang didiagnosis dengan hernia akuisita harus didiskusikan mengenai risiko inkarserasi dan strangulasi, serta pentingnya perbaikan elektif yang tepat waktu untuk menghindari operasi darurat yang jauh lebih berbahaya dan kompleks.
Hernia inguinalis akuisita adalah domain yang sangat rinci dalam bedah umum. Memahami perbedaan antara hernia langsung (direct) dan tidak langsung (indirect) akuisita bukan hanya masalah akademis, tetapi krusial dalam perencanaan bedah, terutama dalam penentuan rute diseksi laparoskopik.
Kanal inguinalis adalah lintasan miring sepanjang 4 cm yang berfungsi sebagai jalur untuk korda spermatika pada pria atau ligamentum rotundum pada wanita. Hernia akuisita terbentuk ketika terjadi pelemahan lapisan pertahanan kanal tersebut.
Operasi hernia inguinalis harus selalu mempertimbangkan tiga saraf utama yang berisiko cedera atau penjepitan:
Ahli bedah yang modern sering melakukan identifikasi dan preservasi saraf secara rutin (atau bahkan neurectomy profilaktik pada kasus tertentu) untuk meminimalkan risiko inguinodynia pasca-operasi.
Hernia femoralis, meskipun kurang umum daripada inguinalis, memiliki karakteristik klinis yang membuatnya sangat berbahaya. Frekuensinya meningkat pada wanita dan orang tua.
Kanal femoralis adalah ruang kecil yang terletak lateral terhadap ligamentum lacunare (Gimbernat) dan medial terhadap vena femoralis. Ini adalah jalur alami untuk pembuluh limfatik. Cincin femoralis adalah pintu masuk, yang secara anatomi sempit, kaku, dan tidak elastis.
Sifat cincin femoralis yang kaku dan sempit berarti bahwa ketika usus atau omentum dipaksa masuk oleh tekanan intra-abdomen, cincin tersebut berfungsi sebagai guillotine yang memotong suplai darah dengan cepat. Hernia femoralis sering kali kecil dan sulit dipalpasi pada pasien obesitas, yang dapat menunda diagnosis hingga terjadinya strangulasi.
Perbaikan femoralis dapat dilakukan melalui pendekatan inguinalis (Lotheissen), femoralis langsung (Lockwood), atau preperitoneal (McVay). Pendekatan laparoskopik (TEP/TAPP) sangat efektif karena memungkinkan visualisasi yang superior dari ruang preperitoneal, memastikan mesh menutupi defek femoralis tanpa mengganggu struktur vital (seperti vena femoralis).
Hernia insisional mewakili kegagalan penyembuhan luka yang masif dan seringkali memerlukan rekonstruksi dinding perut, bukan hanya perbaikan hernia sederhana.
LOD terjadi ketika defek hernia sangat besar sehingga volume isi perut yang telah menonjol (protruded) melebihi 20-25% dari volume rongga perut yang tersisa. Ketika isi perut ini dikembalikan secara paksa, tekanan intra-abdomen dapat meningkat secara drastis (Sindrom Kompartemen Abdomen), menyebabkan kegagalan pernapasan (diafragma terdorong ke atas) dan iskemia organ (kompresi vaskular). Oleh karena itu, pasien LOD sering memerlukan persiapan pre-operatif yang ekstensif.
Teknik TAR (Transversus Abdominis Release) saat ini adalah pilihan utama untuk LOD, karena mencapai penutupan fasia midline yang optimal dengan menempatkan mesh pada lapisan paling kuat dan paling posterior (retro-muskular).
Selain kekambuhan dan nyeri kronis, terdapat beberapa komplikasi jangka panjang lainnya yang terkait dengan perbaikan hernia akuisita, khususnya penggunaan mesh.
Infeksi prostetik adalah komplikasi serius yang dapat terjadi segera atau bertahun-tahun pasca operasi. Karena mesh adalah benda asing, ia rentan terhadap kolonisasi bakteri. Infeksi mesh akut memerlukan debridement dan antibiotik intensif. Infeksi mesh kronis, yang resisten terhadap pengobatan, seringkali memerlukan pengangkatan mesh (excision) total, yang merupakan prosedur major dan meningkatkan risiko kekambuhan drastis.
Dalam kasus yang jarang, mesh dapat bermigrasi dari posisi awalnya, atau pada kasus yang lebih serius, dapat mengikis ke organ internal (usus, kandung kemih). Erosi usus sering kali menyebabkan fistula enterokutaneus atau enterik. Komplikasi ini memerlukan operasi ulang yang kompleks untuk pengangkatan mesh dan perbaikan organ yang rusak.
Seroma adalah penumpukan cairan serous di ruang operasi. Seroma kecil sering diserap tubuh sendiri. Namun, seroma kronis yang besar dapat menyebabkan ketidaknyamanan, bengkak, dan merupakan potensi tempat infeksi. Meskipun jarang memerlukan intervensi bedah, seroma kronis dapat menjadi masalah estetika dan fungsional yang mengganggu.
Meskipun hernia akuisita terjadi pada kedua jenis kelamin, terdapat perbedaan signifikan dalam frekuensi, jenis, dan risiko komplikasi yang terkait dengan anatomi yang berbeda.
Mayoritas (sekitar 90%) hernia inguinalis terjadi pada pria, terkait dengan jalur turunan testis (prosesus vaginalis) dan anatomi korda spermatika yang menciptakan titik kelemahan permanen di cincin interna dan dinding posterior.
Wanita memiliki risiko yang jauh lebih tinggi untuk hernia femoralis (yang berbahaya) dan hernia umbilikalis akuisita.
Diagnosis hernia pada wanita terkadang lebih menantang karena tonjolan lemak inguinal/femoral dapat meniru hernia, dan gejala nyeri panggul non-spesifik dapat mengaburkan presentasi klinis hernia yang sebenarnya.
Hernia akuisita tidak hanya merupakan masalah medis tetapi juga memiliki dampak ekonomi yang besar, baik bagi individu maupun sistem kesehatan secara keseluruhan.
Meskipun operasi hernia elektif memiliki waktu pemulihan yang relatif singkat (beberapa hari hingga beberapa minggu), pasien dengan hernia besar (insisional raksasa) atau mereka yang memerlukan operasi darurat karena strangulasi mungkin memerlukan rawat inap yang lama dan pemulihan yang berbulan-bulan, mengakibatkan kerugian signifikan dalam produktivitas kerja.
Biaya yang terkait dengan perbaikan hernia dapat sangat bervariasi:
Mengingat faktor-faktor risiko yang dapat dimodifikasi, peran pencegahan hernia akuisita terletak pada manajemen gaya hidup dan kondisi kronis oleh layanan kesehatan primer.
Pencegahan hernia akuisita harus proaktif dan terfokus pada pengurangan tekanan intra-abdomen kronis dan peningkatan integritas jaringan ikat:
Melalui pendekatan terpadu yang mencakup teknik bedah canggih dan optimalisasi kondisi pasien, prognosis untuk individu dengan hernia akuisita modern sangat baik, memungkinkan pemulihan yang cepat dan kualitas hidup yang ditingkatkan.