Hernia bawaan, atau hernia kongenital, merupakan kondisi medis yang terjadi sejak lahir akibat kegagalan penutupan struktur anatomi tertentu selama perkembangan janin. Kondisi ini mencakup spektrum luas, mulai dari benjolan kecil yang tidak berbahaya hingga cacat serius yang mengancam nyawa. Pemahaman mendalam tentang jenis, gejala, dan penanganan spesifik sangat penting untuk memastikan intervensi yang tepat dan hasil jangka panjang yang optimal bagi pasien anak.
Secara umum, hernia didefinisikan sebagai penonjolan organ atau jaringan melalui dinding rongga yang secara normal menahannya. Dalam konteks bawaan, ini berarti defek struktural tersebut sudah ada sebelum atau pada saat lahir.
Mayoritas hernia bawaan terjadi karena proses embriogenesis yang tidak sempurna. Selama perkembangan janin, tubuh mengalami serangkaian penutupan dan pergeseran organ. Jika proses penutupan jalur atau dinding otot tertentu, seperti kanal inguinalis atau diafragma, gagal tuntas, akan tercipta titik lemah (defek) yang memungkinkan jaringan (misalnya usus atau lemak) menonjol keluar.
Hernia inguinalis tidak langsung adalah jenis hernia bawaan yang paling umum terjadi pada anak, terutama pada bayi prematur dan laki-laki. Kondisi ini memerlukan penanganan yang cermat karena risiko komplikasi serius.
Gambar 1: Representasi skematis defek pada dinding abdomen yang memungkinkan tonjolan jaringan (hernia).
Selama perkembangan janin, testis pada anak laki-laki turun dari abdomen ke skrotum melalui sebuah jalur yang disebut kanal inguinalis. Jalur ini dilapisi oleh kantung peritoneum yang dikenal sebagai processus vaginalis. Secara normal, setelah testis turun, processus vaginalis akan menutup dan menghilang sepenuhnya sebelum atau segera setelah kelahiran.
Pada hernia inguinalis bawaan, proses penutupan ini gagal atau tidak tuntas. Kantung terbuka yang tersisa menjadi jalan bagi organ intra-abdomen, paling sering usus halus atau omentum, untuk turun ke skrotum atau labia mayora, membentuk kantung hernia.
Gejala utama adalah adanya benjolan atau pembengkakan di daerah selangkangan (inguinalis) atau skrotum. Benjolan ini memiliki karakteristik sebagai berikut:
Pada bayi perempuan, ovarium atau tuba falopi dapat menjadi isi dari kantung hernia. Benjolan mungkin terlihat seperti pembengkakan di labia mayora. Meskipun risiko inkarserasi usus lebih rendah, ovarium yang terperangkap (inkarserasi) merupakan kondisi darurat karena risiko iskemia (kekurangan suplai darah) pada organ reproduksi tersebut.
Komplikasi ini adalah alasan utama mengapa hernia inguinalis bawaan dianggap sebagai kondisi bedah elektif mendesak (semi-emergensi).
Diagnosis hernia inguinalis pada anak umumnya bersifat klinis. Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dengan fokus pada daerah inguinal dan skrotum:
Penanganan definitif untuk hernia inguinalis bawaan adalah bedah (herniorafi). Karena tingginya risiko inkarserasi (terutama pada bayi di bawah 1 tahun), operasi biasanya dijadwalkan segera setelah diagnosis ditegakkan, kecuali jika ada kontraindikasi medis akut.
Tujuan utama prosedur ini adalah ligasi tinggi kantung hernia (high ligation of the hernial sac) dan penutupan processus vaginalis yang paten.
Beberapa pusat bedah anak menggunakan teknik laparoskopi. Keuntungannya meliputi insisi yang lebih kecil, pemulihan yang lebih cepat, dan yang terpenting, kemampuan untuk memeriksa sisi yang berlawanan secara bersamaan (untuk mendeteksi processus vaginalis paten kontralateral) tanpa perlu membuat insisi kedua.
Pasien biasanya pulang pada hari yang sama atau setelah observasi singkat. Aktivitas normal (merangkak, berjalan) biasanya dapat dilanjutkan dalam beberapa hari. Prognosis jangka panjang sangat baik, dengan tingkat kekambuhan yang sangat rendah (di bawah 1%).
Hernia umbilikalis adalah defek yang sering ditemukan dan jauh lebih tidak berbahaya dibandingkan hernia inguinalis atau diafragmatika. Kondisi ini terjadi ketika usus menonjol melalui cincin umbilikalis yang tidak tertutup sempurna.
Pada masa kehamilan, pembuluh darah dan duktus (saluran) nutrisi janin melewati cincin umbilikalis. Penutupan cincin ini biasanya terjadi setelah kelahiran. Jika penutupan fasia perut di sekitar cincin tidak lengkap, terciptalah defek.
Faktor risiko meliputi:
Gejala berupa benjolan lunak di atau dekat pusar, yang menjadi lebih menonjol ketika bayi menangis atau batuk.
Tidak seperti hernia inguinalis yang memerlukan intervensi segera, hernia umbilikalis pada anak kecil seringkali dapat diatasi secara konservatif.
Penutupan spontan sering terjadi. Cincin umbilikalis pada banyak anak akan menutup secara alami seiring dengan pertumbuhan dan penguatan otot perut, biasanya pada usia:
Indikasi bedah meliputi:
Prosedurnya relatif sederhana: insisi kecil di bawah pusar, isi kantung didorong kembali, dan defek fasia dijahit untuk menutup lubang. Prosedur ini sangat efektif dengan tingkat kekambuhan minimal.
Hernia Diafragmatika Bawaan (CDH) adalah cacat bawaan yang jauh lebih parah dan mengancam jiwa. Kondisi ini terjadi ketika diafragma—otot tipis yang memisahkan rongga dada dari rongga perut—gagal berkembang atau menutup sepenuhnya, memungkinkan organ perut (lambung, usus, hati) bermigrasi ke rongga dada.
Masalah utama pada CDH bukanlah hernia itu sendiri, melainkan konsekuensi yang diakibatkannya pada paru-paru. Karena organ perut menempati ruang di rongga dada selama perkembangan janin (terutama trimester kedua), paru-paru di sisi yang terkena (biasanya kiri) tidak dapat mengembang dan berkembang secara normal. Ini disebut Hipoplasia Paru.
Selain ukuran paru yang kecil, pembuluh darah paru juga mengalami kelainan, menyebabkan Hipertensi Paru Persisten (PPHN). Ini adalah kondisi yang sangat berbahaya di mana pembuluh darah paru menyempit, membatasi aliran darah, dan menyebabkan kegagalan pernapasan segera setelah lahir.
CDH sering didiagnosis melalui Ultrasonografi (USG) rutin kehamilan, biasanya setelah minggu ke-20.
Penanganan prenatal difokuskan pada perencanaan kelahiran di pusat medis tersier yang memiliki tim bedah anak dan unit perawatan intensif neonatus (NICU) yang siap untuk PPHN.
Dalam kasus CDH yang sangat parah, prosedur eksperimental yang disebut Oklusi Trakea Endoskopik Fetal (FETO) dapat dipertimbangkan. Balon sementara ditempatkan di trakea janin untuk memungkinkan paru-paru mengembang sebelum lahir. Prosedur ini berisiko tinggi dan hanya dilakukan di pusat-pusat khusus.
Bayi yang lahir dengan CDH memerlukan manajemen agresif segera setelah lahir, bahkan sebelum operasi dilakukan. Stabilisasi adalah prioritas mutlak.
Operasi CDH (Hernia Diafragmatika Repair) dilakukan setelah bayi stabil, bukan segera setelah lahir. Stabilitas biasanya berarti kadar oksigen yang memadai dan tekanan darah yang terkontrol tanpa dukungan vasopresor yang berlebihan (sering kali 48 hingga 72 jam setelah lahir).
Prosedur:
Organ perut ditarik kembali ke rongga perut, dan defek pada diafragma dijahit. Jika defeknya terlalu besar, tambalan sintetis (patch) mungkin diperlukan. Operasi dapat dilakukan melalui sayatan abdomen atau, pada kasus tertentu, melalui laparoskopi/torakoskopi.
Angka kelangsungan hidup CDH telah meningkat secara signifikan tetapi tetap bergantung pada tingkat keparahan hipoplasia paru. Bayi yang berhasil bertahan hidup sering menghadapi masalah kesehatan jangka panjang, termasuk:
Gambar 2: Skema Hernia Diafragmatika Bawaan, menunjukkan organ perut yang bermigrasi ke rongga dada, menghambat perkembangan paru.
Meskipun hernia inguinalis, umbilikalis, dan diafragmatika mendominasi, terdapat beberapa defek bawaan lain pada dinding abdomen yang memiliki mekanisme patofisiologi serupa.
Hernia epigastrik terjadi di garis tengah perut, antara pusar dan tulang dada. Defek ini biasanya melibatkan lemak (omentum) yang menonjol melalui garis putih (linea alba) yang gagal menutup sepenuhnya. Berbeda dengan hernia umbilikalis, hernia epigastrik jarang menutup secara spontan dan sering memerlukan perbaikan bedah elektif.
Keduanya adalah defek dinding perut yang jauh lebih masif daripada hernia sederhana, tetapi sering diklasifikasikan bersama dalam kategori cacat bawaan abdomen.
Kedua kondisi ini memerlukan penanganan segera setelah lahir di NICU, seringkali menggunakan prosedur bertahap yang disebut ‘Silo’ untuk mengembalikan organ secara perlahan ke rongga perut, diikuti dengan perbaikan dinding akhir.
Jenis hernia yang sangat jarang, terjadi melalui defek pada aponeurosis Spigelian (fasia antara otot rektus abdominis dan otot oblikus). Karena lokasinya yang dalam, hernia ini sulit didiagnosis secara fisik dan sering memerlukan pencitraan (USG atau CT scan) untuk konfirmasi. Penanganan selalu bedah.
Manajemen hernia bawaan, terutama pada populasi neonatus dan anak, memerlukan keahlian khusus, tidak hanya dalam teknik bedah tetapi juga dalam manajemen anestesi dan perawatan intensif.
Anestesi pada bayi, terutama prematur, memiliki tantangan unik. Risiko utama meliputi:
Tim bedah dan anestesi pediatrik terlatih harus memastikan stabilitas suhu, glukosa darah, dan pernapasan selama seluruh prosedur.
Karena banyak hernia bawaan (terutama inguinalis) didiagnosis di luar rumah sakit, deteksi dini oleh orang tua sangatlah penting. Orang tua harus segera melaporkan tonjolan yang:
Dokter anak harus secara rutin memeriksa area inguinal dan umbilikalis pada setiap kunjungan kesehatan anak, terutama saat anak menangis.
Penting untuk membedakan hernia dari kondisi lain yang mungkin tampak serupa:
Meskipun sebagian besar hernia bawaan bersifat sporadis, beberapa faktor risiko telah teridentifikasi, mengarahkan pada pentingnya pemantauan prenatal yang cermat.
Terdapat kecenderungan genetik pada pembentukan hernia. Riwayat keluarga dengan hernia inguinalis sering meningkatkan risiko pada keturunan. Meskipun tidak ada gen tunggal yang bertanggung jawab, poligenik dan interaksi lingkungan diduga berperan besar.
Bayi prematur memiliki insiden hernia inguinalis bawaan yang jauh lebih tinggi (hingga 30% pada bayi sangat prematur) dibandingkan bayi cukup bulan. Hal ini disebabkan oleh waktu yang tidak cukup bagi processus vaginalis untuk menutup secara sempurna sebelum kelahiran.
Beberapa kondisi medis dan sindrom sering dikaitkan dengan peningkatan risiko hernia bawaan, menunjukkan masalah perkembangan dinding perut yang lebih luas:
Penelitian menunjukkan hubungan potensial antara faktor lingkungan maternal dan risiko hernia, meskipun buktinya bervariasi:
Pencegahan hernia bawaan sangat sulit karena sebagian besar terkait dengan perkembangan anatomi janin. Fokusnya adalah pada deteksi prenatal (khususnya CDH) dan intervensi bedah cepat untuk mencegah komplikasi yang mengancam jiwa.
Meskipun operasi hernia inguinalis dan umbilikalis memiliki prognosis yang sangat baik, ada beberapa potensi masalah jangka panjang yang perlu diperhatikan, terutama setelah hernia inkarserata atau perbaikan hernia yang rumit.
Anak-anak yang selamat dari CDH memerlukan dukungan medis multidisiplin seumur hidup. Kualitas hidup mereka sangat dipengaruhi oleh tingkat keparahan hipoplasia paru. Mereka sering membutuhkan tim perawatan yang meliputi pulmonolog, ahli gizi, dan terapis perkembangan. Manajemen refluks, kesulitan menaikkan berat badan, dan pemantauan perkembangan saraf menjadi komponen utama perawatan tindak lanjut.
Bagi anak yang menderita defek dinding abdomen yang lebih luas seperti Gastroskisis atau Omphalocele, atau CDH, mereka mungkin mengalami kekhawatiran terkait citra tubuh dan penyesuaian psikososial. Dukungan psikologis dan kelompok dukungan keluarga sangat penting untuk membantu adaptasi jangka panjang.
Kesimpulan Klinis: Hernia bawaan mewakili spektrum tantangan bedah pediatrik. Sementara hernia inguinalis dan umbilikalis adalah kondisi umum dengan hasil bedah yang sangat baik, Hernia Diafragmatika Bawaan tetap menjadi salah satu kegawatdaruratan neonatus paling kompleks yang memerlukan manajemen tim yang intensif dan multidisiplin untuk mencapai tingkat kelangsungan hidup yang optimal.
Pemahaman yang cermat tentang patofisiologi, diagnosis dini, dan penentuan waktu intervensi bedah yang tepat adalah kunci keberhasilan dalam mengelola semua bentuk hernia kongenital.
Mengingat dominasi dan risiko inkarserasi tinggi dari hernia inguinalis bawaan, penting untuk mengulas beberapa isu klinis lanjutan yang menjadi fokus diskusi di kalangan ahli bedah pediatrik.
Sekitar 10% sampai 20% anak yang didiagnosis dengan hernia di satu sisi (unilateral) juga memiliki processus vaginalis paten (PVP) di sisi yang berlawanan, meskipun saat pemeriksaan fisik sisi tersebut tidak menunjukkan benjolan (okultisme). Kontroversi muncul mengenai apakah sisi kontralateral yang asimtomatik harus dieksplorasi (dibuka) atau diperbaiki pada saat operasi pertama.
Tren modern, terutama dengan penggunaan laparoskopi, lebih condong ke arah memeriksa sisi kontralateral, terutama pada bayi yang sangat muda dan bayi prematur, di mana risiko inkarserasi lebih tinggi.
Ketika hernia inguinalis terjepit (inkarserata), langkah awal yang harus dilakukan adalah upaya reduksi manual yang dilakukan oleh dokter yang berpengalaman. Prosedur ini melibatkan pemberian sedasi yang memadai untuk merelaksasi otot, diikuti dengan tekanan yang lembut namun persisten pada kantung hernia.
Pada hernia meluncur (sliding hernia), salah satu dinding kantung hernia dibentuk oleh organ retroperitoneal, seperti usus besar (kolon) atau kandung kemih. Meskipun lebih sering terjadi pada hernia didapat dewasa, ini dapat terjadi pada anak. Identifikasi yang tepat saat operasi sangat penting, karena sayatan yang salah pada kantung hernia dapat melukai dinding organ tersebut. Penanganan bedah memerlukan teknik yang dimodifikasi untuk memastikan organ retroperitoneal tetap utuh saat kantung diikat.
Hidrokel adalah penumpukan cairan. Jika processus vaginalis tidak menutup sepenuhnya namun ukurannya sangat kecil, hanya cairan peritoneum (bukan usus) yang dapat mengalir masuk dan keluar dari skrotum, menyebabkan Hidrokel Komunikan.
Bagi anak-anak yang menderita bentuk hernia yang lebih parah, terutama CDH dan defek dinding abdomen luas, manajemen nutrisi yang agresif merupakan pilar perawatan pasca-operasi yang berkelanjutan. Gangguan gastrointestinal hampir universal pada kelompok pasien ini.
Anak dengan CDH sering mengalami:
Tujuan utama adalah memastikan pertumbuhan yang memadai (catch-up growth) tanpa memperburuk gejala paru atau refluks.
Bayi dengan riwayat CDH atau gastroskisis cenderung berada di bawah kurva pertumbuhan normal. Pemantauan ketat terhadap berat badan, panjang badan, dan lingkar kepala adalah standar perawatan. Intervensi nutrisi yang cepat, termasuk suplementasi, harus dilakukan segera setelah tren pertumbuhan melambat, untuk mencegah dampak jangka panjang pada perkembangan saraf.
Perkembangan teknologi telah secara signifikan meningkatkan keamanan dan efektivitas intervensi bedah untuk hernia bawaan, terutama melalui pendekatan invasif minimal.
Penggunaan laparoskopi telah menjadi game changer dalam penanganan hernia inguinalis pediatrik. Teknik utama yang digunakan adalah Ligasi Kantung Hernia Transabdominal melalui Laparoskopi (LPEC).
Meskipun memerlukan keahlian bedah khusus dan waktu operasi yang sedikit lebih lama, Laparoskopi semakin menjadi standar emas di banyak pusat bedah anak.
Kemajuan dalam teknologi pencitraan prenatal telah merevolusi diagnosis dan manajemen CDH. Pengukuran LHR (Lung-to-Head Ratio) dan penilaian volume paru menggunakan MRI fetal memungkinkan tim medis untuk memprediksi tingkat keparahan hipoplasia paru dengan akurasi tinggi. Prediksi ini memungkinkan orang tua untuk membuat keputusan tentang intervensi fetal atau perencanaan kelahiran yang optimal di pusat perawatan tersier.
Dalam manajemen CDH pasca-kelahiran, teknologi pemantauan canggih, seperti Near-Infrared Spectroscopy (NIRS), digunakan untuk memantau oksigenasi otak dan jaringan secara non-invasif. Hal ini membantu tim NICU untuk mengoptimalkan ventilasi dan penyesuaian ECMO, meminimalkan risiko cedera neurologis pada bayi yang sangat rentan.
Bidang penanganan hernia bawaan terus berkembang. Penelitian berfokus pada pemahaman yang lebih baik tentang genetik yang mendasari kegagalan penutupan dinding tubuh dan pengembangan teknik bedah yang semakin tidak invasif.
Dari hernia umbilikalis yang sering sembuh spontan hingga kerumitan multifaset CDH yang mengancam jiwa, hernia bawaan memerlukan pendekatan yang teliti dan berorientasi pada usia pasien. Keberhasilan dalam penanganan kondisi ini tidak hanya terletak pada keterampilan bedah semata, tetapi juga pada manajemen anestesi yang cermat, perawatan intensif neonatus yang superior, dan dukungan multidisiplin jangka panjang untuk memastikan bahwa anak-anak yang terkena dampak dapat mencapai potensi kesehatan dan perkembangan penuh mereka.
Setiap jenis hernia bawaan menuntut protokol penanganan yang unik, dan pemahaman orang tua serta penyedia layanan kesehatan terhadap tanda-tanda inkarserasi adalah garis pertahanan pertama yang vital.