Hernia merupakan kondisi medis umum yang terjadi ketika organ atau jaringan lemak menonjol melalui titik lemah di dinding otot yang menahannya. Kondisi ini dapat menyebabkan rasa sakit, ketidaknyamanan, dan dalam kasus yang parah, dapat mengancam jiwa jika terjadi strangulasi. Hernioplasti adalah istilah medis yang merujuk pada prosedur bedah yang bertujuan untuk memperbaiki defek hernia dan memperkuat dinding perut guna mencegah kekambuhan. Prosedur ini tidak hanya terbatas pada menutup lubang, tetapi juga melibatkan rekonstruksi integral dari anatomi yang terkena.
Sejak diperkenalkan secara luas pada pertengahan abad ke-20, teknik hernioplasti terus berkembang, bergeser dari metode perbaikan dengan penjahitan sederhana (herniorafi) menuju penggunaan material prostetik, yang dikenal sebagai mesh, untuk mencapai perbaikan bebas tegangan (tension-free repair). Evolusi ini telah secara dramatis menurunkan angka kekambuhan dan mempercepat waktu pemulihan bagi pasien.
Untuk memahami hernioplasti, penting untuk menguasai anatomi dasar dinding perut. Dinding perut terdiri dari beberapa lapisan otot (oblik eksternal, oblik internal, transversus abdominis) dan fascia yang berfungsi menahan organ internal. Titik-titik lemah alami—seperti cincin inguinalis, daerah umbilikus, dan situs bekas operasi—adalah tempat paling umum terjadinya hernia.
Meskipun terdapat berbagai macam jenis hernia, mayoritas kasus hernioplasti melibatkan beberapa jenis utama:
Prinsip umum dalam manajemen hernia adalah bahwa hampir semua hernia simtomatik harus diperbaiki melalui bedah. Ini karena risiko komplikasi yang potensial, terutama inkarserasi dan strangulasi, jauh melebihi risiko operasi elektif.
Indikasi utama untuk hernioplasti adalah adanya hernia yang menimbulkan gejala (nyeri, rasa berat, ketidaknyamanan) atau adanya risiko komplikasi yang signifikan. Diagnosis biasanya bersifat klinis (pemeriksaan fisik), di mana dokter dapat meraba atau melihat tonjolan yang menghilang saat pasien berbaring (reduksi) dan muncul saat batuk atau berdiri (impuls batuk).
Kondisi Gawat Darurat (Bedah Segera): Hernia yang mengalami inkarserasi (tidak dapat dikembalikan secara manual) atau strangulasi (suplai darah terputus, menyebabkan iskemia jaringan) memerlukan hernioplasti darurat. Strangulasi adalah kondisi yang mengancam jiwa dan membutuhkan intervensi bedah dalam beberapa jam untuk mencegah nekrosis usus dan sepsis.
Kontraindikasi bedah hernioplasti umumnya bersifat relatif, berkaitan dengan kondisi kesehatan pasien secara keseluruhan. Operasi elektif dapat ditunda atau dihindari jika:
Namun, jika hernia berisiko tinggi untuk strangulasi, operasi tetap menjadi pilihan terbaik, seringkali setelah stabilisasi kondisi medis pasien semaksimal mungkin.
Sejarah perbaikan hernia dibagi menjadi dua era utama: herniorafi (perbaikan dengan jahitan) dan hernioplasti (perbaikan dengan material prostetik). Kehadiran material mesh pada tahun 1960-an merupakan revolusi, karena memungkinkan perbaikan yang tidak menggunakan tegangan (tension-free), yang sangat penting untuk mengurangi rasa sakit pasca-operasi dan, yang lebih penting, meminimalkan tingkat kekambuhan.
Teknik ini mengandalkan penjahitan jaringan tubuh pasien sendiri untuk menutup defek dan memperkuat dinding otot. Meskipun jarang digunakan untuk hernia inguinalis primer saat ini, teknik ini masih relevan dalam kasus tertentu, seperti pada pasien anak, pada kondisi infeksi yang mengharuskan material asing (mesh) dihindari, atau jika material mesh tidak tersedia. Contoh teknik herniorafi meliputi:
Hernioplasti kini menjadi standar emas (gold standard) untuk perbaikan hernia inguinalis dewasa. Mesh (jala bedah) berfungsi sebagai perancah (scaffold) untuk pertumbuhan jaringan ikat baru, menciptakan perbaikan yang kuat tanpa menarik jaringan di sekitarnya. Tiga pendekatan utama hernioplasti adalah operasi terbuka, laparoskopi, dan robotik.
Teknik Lichtenstein adalah yang paling umum dilakukan di seluruh dunia. Pendekatan ini menggunakan insisi di daerah selangkangan. Setelah kantong hernia diisolasi dan dikurangi, sepotong mesh polipropilena ditempatkan di atas defek dan dijahit ke jaringan di sekitarnya (tuberkulum pubis, ligamentum inguinalis) tanpa menciptakan ketegangan.
Detail Prosedur Lichtenstein: Prosedur dimulai dengan anestesi lokal, regional, atau umum. Sayatan dibuat, kanalis inguinalis dibuka, dan korda spermatika diidentifikasi. Kantong hernia direduksi. Setelah defek terlihat, sepotong mesh yang dipotong berbentuk kunci (untuk mengakomodasi korda spermatika) diletakkan di anterior dinding posterior. Mesh harus tumpang tindih secara signifikan (setidaknya 1-2 cm) dari tepi defek, memastikan area sekitarnya diperkuat. Mesh kemudian difiksasi dengan jahitan non-absorbable atau perekat bedah. Keunggulan utama teknik ini adalah kemudahan teknis, efektivitas yang terbukti, dan biaya yang relatif rendah.
Hernioplasti minimal invasif menggunakan pendekatan laparoskopi (lubang kunci) telah mengubah cara hernia diperbaiki. Pendekatan ini memungkinkan perbaikan dari sisi posterior (belakang) dinding perut, yang secara biomekanik lebih kuat. Keunggulan utamanya meliputi rasa sakit pasca-operasi yang lebih rendah, pemulihan yang lebih cepat, dan hasil kosmetik yang lebih baik. Dua teknik utama laparoskopi adalah TEP dan TAPP.
TAPP adalah teknik yang dilakukan dengan memasuki rongga peritoneum (rongga utama perut) terlebih dahulu. Ahli bedah membuat tiga sayatan kecil (5-10 mm). Setelah kamera dan instrumen dimasukkan, peritoneum dibuka, dan organ dikeluarkan dari kantong hernia. Mesh kemudian ditempatkan di ruang preperitoneal (antara peritoneum dan dinding otot). Peritoneum yang terbuka kemudian ditutup kembali (dijahit atau distapler) untuk mencegah kontak mesh dengan usus, meminimalkan risiko adhesi.
Kelebihan TAPP: Memberikan pandangan anatomi yang jelas dan luas dari dalam rongga perut, yang sangat berguna untuk kasus hernia yang rumit atau bilateral (kedua sisi).
TEP dianggap sebagai teknik yang lebih canggih dan lebih disukai oleh banyak ahli bedah. Teknik ini sepenuhnya dilakukan di ruang ekstraperitoneal (di luar rongga peritoneum) dan tidak pernah masuk ke rongga perut utama. Ini meminimalkan risiko cedera organ intra-abdomen (usus) dan menghilangkan kebutuhan untuk menjahit peritoneum.
Langkah Kunci TEP: Ahli bedah membuat ruang kerja balon di belakang otot perut. Dengan mempertahankan ruang ini, mesh ditempatkan di ruang preperitoneal. Fiksasi mesh mungkin menggunakan stapel (yang kini banyak dihindari) atau perekat fibril, atau mengandalkan tekanan intra-abdomen untuk menahan mesh di tempatnya (fiksasi bebas).
Meskipun keduanya memberikan hasil klinis jangka panjang yang serupa, TEP sering kali dikaitkan dengan pemulihan yang sedikit lebih cepat karena tidak mengganggu rongga peritoneum. Namun, TEP secara teknis lebih sulit dan memiliki kurva pembelajaran yang lebih curam bagi ahli bedah.
Hernioplasti robotik adalah perkembangan dari teknik laparoskopi, menggunakan sistem robot (seperti Da Vinci) yang memberikan visualisasi 3D yang ditingkatkan dan pergerakan instrumen yang lebih presisi (gelang tangan). Meskipun hasil jangka panjangnya serupa dengan laparoskopi tradisional, robotik sangat berguna dalam kasus hernia yang sangat besar, kompleks, atau untuk perbaikan hernia insisional/ventral yang rumit, di mana penjahitan atau diseksi yang tepat sangat diperlukan.
Material mesh adalah inti dari hernioplasti modern. Pilihan material memiliki dampak signifikan pada hasil jangka panjang pasien, termasuk risiko infeksi, nyeri kronis, dan kekambuhan.
Mesh dapat diklasifikasikan berdasarkan bahan dasar dan beratnya (densitas material).
Material ini terbuat dari zat yang secara bertahap larut dan diserap oleh tubuh (misalnya, Poliglekaprone, Polyglycolic acid). Material ini memberikan dukungan sementara dan digunakan dalam kasus di mana mesh permanen dikontraindikasikan (misalnya, infeksi, atau perbaikan sementara). Setelah diserap, kekuatan perbaikan hanya bergantung pada jaringan parut alami pasien.
Terbuat dari matriks jaringan (misalnya, kulit babi atau sapi yang diproses) atau material sintetis yang dapat diserap dengan matriks kolagen. Ini digunakan terutama dalam kasus hernia yang terkontaminasi atau terinfeksi parah, di mana mesh sintetis permanen memiliki risiko infeksi yang tidak dapat diterima.
Perkembangan penting dalam dekade terakhir adalah pergeseran dari mesh "berat" ke mesh "ringan" (lightweight).
Awalnya, fiksasi mesh dilakukan secara rutin menggunakan jahitan atau stapel. Namun, studi menunjukkan bahwa staples dan jahitan seringkali mengenai saraf dan menyebabkan nyeri kronis. Akibatnya, terjadi pergeseran menuju teknik fiksasi bebas (sutureless or tackless), terutama dalam laparoskopi TEP, mengandalkan tekanan intra-abdomen atau perekat bedah (sealant) untuk menjaga mesh tetap di tempatnya. Keputusan ini sangat bergantung pada ukuran dan lokasi hernia.
Keberhasilan hernioplasti tidak hanya bergantung pada keterampilan bedah tetapi juga pada persiapan pasien yang cermat dan pemilihan jenis anestesi yang tepat.
Setiap pasien harus menjalani penilaian menyeluruh, termasuk riwayat kesehatan lengkap, pemeriksaan fisik, dan tes darah. Faktor risiko seperti obesitas, merokok, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), dan penggunaan obat pengencer darah harus dikelola secara ketat sebelum operasi elektif. Perokok harus didorong untuk berhenti, karena merokok sangat meningkatkan risiko infeksi luka, kekambuhan hernia, dan komplikasi paru-paru pasca-operasi.
Pada hernia ventral atau insisional yang sangat besar (disebut loss of domain), terkadang pasien memerlukan persiapan yang lebih intensif, termasuk penggunaan Botox untuk melemaskan otot dinding perut atau terapi pneumoperitoneum progresif, untuk memastikan jaringan dapat direkatkan kembali tanpa tegangan berlebihan.
Pilihan anestesi bervariasi tergantung pada jenis operasi (terbuka vs. laparoskopi), lokasi hernia, dan preferensi pasien:
Fase pasca-operasi sangat krusial untuk mencegah komplikasi dan memastikan integrasi mesh yang efektif. Meskipun hernioplasti modern adalah operasi rawat jalan, pemantauan dan edukasi pasien yang cermat diperlukan.
Manajemen nyeri yang efektif sangat penting untuk pemulihan dini. Protokol modern mencakup pendekatan multimodal, menggabungkan obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAID), Asetaminofen, dan opioid dosis rendah (jika diperlukan). Penggunaan blok saraf lokal sebelum akhir operasi sangat membantu mengurangi kebutuhan opioid pasca-operasi.
Pasien didorong untuk berjalan dan bergerak sesegera mungkin (mobilisasi dini), biasanya beberapa jam setelah operasi. Ini membantu mencegah komplikasi seperti trombosis vena dalam (DVT) dan pneumonia. Namun, pembatasan aktivitas berat sangat penting:
Pasien harus menjaga sayatan tetap bersih dan kering. Infeksi luka adalah komplikasi serius, terutama pada operasi yang melibatkan material prostetik. Tanda-tanda infeksi (kemerahan yang meluas, drainase nanah, demam) harus segera dilaporkan. Teknik laparoskopi memiliki keuntungan karena sayatan yang sangat kecil, mengurangi risiko infeksi luka superfisial.
Meskipun hernioplasti umumnya aman, seperti prosedur bedah lainnya, ada risiko komplikasi yang perlu dipahami oleh pasien dan dokter. Komplikasi ini dibagi menjadi komplikasi dini (beberapa hari hingga minggu) dan komplikasi jangka panjang (bulan hingga tahun).
Komplikasi jangka panjang yang paling signifikan dan disorot dalam literatur bedah modern adalah nyeri kronis pasca-herniorafi/herniioplasti (CPIP), sering disebut inguinodynia.
Nyeri kronis didefinisikan sebagai rasa sakit yang menetap selama lebih dari 3 bulan setelah operasi dan membatasi kualitas hidup pasien. Meskipun tingkat kejadiannya bervariasi, berkisar antara 5% hingga 12% dari semua pasien hernioplasti. Penyebab utamanya adalah cedera atau terperangkapnya saraf di daerah inguinalis (seperti saraf ilioinguinalis, iliohipogastrik, atau genitofemoralis) selama diseksi, fiksasi mesh, atau karena reaksi peradangan kronis terhadap mesh itu sendiri (fibrosis yang berlebihan).
Untuk meminimalkan risiko ini, ahli bedah semakin berhati-hati dalam mengidentifikasi dan melindungi atau bahkan secara profilaksis mengorbankan (memotong) saraf kecil yang diketahui berada di jalur insisi, asalkan teknik ini dilakukan dengan cermat dan hanya bila diperlukan.
Penanganan inguinodynia sangat kompleks dan memerlukan pendekatan multidisiplin:
Kekambuhan terjadi ketika hernia muncul kembali di lokasi yang sama atau dekat dengan lokasi perbaikan sebelumnya. Tingkat kekambuhan sangat rendah dengan hernioplasti mesh (umumnya di bawah 2-3% untuk kasus primer) dibandingkan dengan perbaikan non-mesh. Faktor risiko kekambuhan meliputi obesitas, infeksi luka, PPOK kronis (karena batuk parah), kegagalan untuk mengidentifikasi hernia yang tidak terdeteksi saat operasi, dan defek dalam teknik penempatan mesh (misalnya, mesh terlalu kecil).
Perbaikan hernia inguinal primer umumnya memiliki hasil yang sangat baik. Namun, hernioplasti yang paling menantang seringkali adalah perbaikan hernia ventral (termasuk insisional) yang besar, terutama jika defeknya melebihi 10 cm.
Hernia insisional seringkali melibatkan hilangnya integritas dinding perut secara luas. Tujuannya bukan hanya menempatkan mesh, tetapi juga mengembalikan komponen anatomi ke garis tengah, memulihkan fungsi korset otot perut, dan mencegah sindrom kompartemen pasca-operasi.
Untuk hernia yang sangat besar di mana tepi otot perut (fascia rektus) tidak dapat disatukan tanpa tegangan, CST adalah prosedur yang digunakan. Teknik ini melibatkan pemotongan (melepaskan) salah satu lapisan otot perut lateral (oblik eksternal) untuk "membebaskan" lapisan otot yang lebih dalam, memungkinkan fascia rektus ditarik ke garis tengah untuk ditutup. CST dapat dilakukan secara terbuka, endoskopik, atau robotik. Ini adalah prosedur rekonstruktif yang kompleks, seringkali memerlukan penempatan mesh yang luas (mesh yang sangat besar) di ruang retrorektus (lapisan belakang otot rektus) atau bahkan intraperitoneal (di dalam rongga perut).
Pada hernia ventral, lokasi penempatan mesh sangat penting untuk mencegah kekambuhan:
Tujuan utama hernioplasti adalah mengembalikan pasien ke fungsi normal tanpa batasan fisik atau nyeri. Evaluasi kualitas hidup (QoL) pasca-herniioplasti menunjukkan bahwa mayoritas pasien mengalami peningkatan signifikan dalam kemampuan untuk beraktivitas dan penurunan rasa sakit.
Keberhasilan jangka panjang sangat dipengaruhi oleh:
Setelah hernioplasti yang berhasil, pasien tetap berisiko mengalami hernia di lokasi lain atau kekambuhan di lokasi yang sama. Strategi pencegahan meliputi:
Hernioplasti, dengan segala kompleksitas tekniknya dan evolusi material yang terus berlanjut, tetap menjadi salah satu prosedur bedah yang paling sering dilakukan. Peningkatan pemahaman tentang anatomi, pengembangan mesh ringan, dan adopsi teknik minimal invasif telah menjadikan perbaikan hernia sebagai prosedur yang sangat aman dan efektif, memungkinkan jutaan orang untuk kembali ke kehidupan normal dengan risiko minimal.
Keputusan mengenai teknik hernioplasti yang paling tepat (Lichtenstein, TEP, atau TAPP) harus disesuaikan dengan jenis hernia, kondisi kesehatan pasien, dan pengalaman spesifik ahli bedah. Bagi hernia inguinalis primer, hasil dari hernioplasti terbuka bebas tegangan (Lichtenstein) dan laparoskopi (TEP/TAPP) dianggap setara dalam hal kekambuhan, meskipun laparoskopi menawarkan keunggulan pemulihan nyeri yang lebih cepat di awal.
Dalam konteks hernia ventral dan insisional yang besar, fokus telah bergeser pada teknik rekonstruksi yang kompleks, seperti CST dan penempatan mesh underlay yang masif, untuk mencapai integritas dan kekuatan dinding perut jangka panjang.
Diskusi mengenai mesh dalam hernioplasti modern tidak akan lengkap tanpa mengulas interaksi mesh dengan jaringan tubuh, yang dikenal sebagai biokompatibilitas. Biokompatibilitas adalah kunci utama untuk meminimalisasi komplikasi jangka panjang, terutama pembentukan nyeri kronis dan penyusutan (shrinkage) mesh.
Ketika material asing (mesh polipropilena) dimasukkan ke dalam tubuh, terjadi respons benda asing. Respons ini idealnya harus menghasilkan kapsul fibrosa yang terkontrol di sekitar mesh, yang memberikan kekuatan permanen pada perbaikan. Namun, respons yang terlalu agresif dapat menyebabkan fibrosis berlebihan, kekakuan dinding perut, dan penyusutan mesh, yang semuanya berkontribusi pada nyeri.
Porositas Mesh: Ukuran pori (lubang) pada mesh sangat penting. Mesh dengan pori kecil (mikroporous) cenderung memicu respons benda asing yang lebih padat dan inflamasi kronis. Sebaliknya, mesh pori besar (makroporous), yang merupakan ciri khas mesh lightweight, memungkinkan makrofag dan sel lain menembus struktur, menghasilkan pembentukan kapsul fibrosa yang lebih lunak, elastis, dan fungsional. Inilah alasan utama mengapa mesh lightweight dikaitkan dengan insiden nyeri kronis yang lebih rendah.
Semua mesh sintetis, sampai taraf tertentu, mengalami penyusutan (kontraksi) setelah implantasi karena reorganisasi kolagen dan fibrosis pasca-bedah. Penyusutan dapat mencapai 20% hingga 40%. Jika penyusutan mesh signifikan, hal itu dapat menyebabkan ketegangan pada jahitan fiksasi, menyebabkan rasa tidak nyaman atau bahkan kegagalan perbaikan (kekambuhan). Strategi untuk memitigasi penyusutan meliputi penggunaan mesh yang lebih besar dari defek (tumpang tindih yang memadai) dan memilih material yang mempromosikan respons inflamasi yang lebih minimal (mesh ringan).
Untuk hernioplasti IPOM (Intraperitoneal Onlay Mesh), di mana mesh bersentuhan langsung dengan usus, mesh harus bersifat komposit. Mesh komposit memiliki dua sisi: satu sisi (biasanya PP) yang menghadap dinding perut untuk memicu pertumbuhan jaringan, dan sisi lain (misalnya, ePTFE, selulosa oksida teroksidasi yang diregenerasi, atau lapisan kolagen) yang menghadap usus untuk mencegah adhesi (perlekatan) usus yang dapat menyebabkan obstruksi atau fistula.
Kualitas dan durasi fungsi lapisan anti-adhesi ini menjadi subjek penelitian intensif, karena kegagalan lapisan ini dapat berakibat fatal.
Hernioplasti bukan hanya perbaikan mekanis; ini juga merupakan manajemen penyakit sistemik yang berkontribusi pada kelemahan dinding perut. Optimasi komorbiditas adalah elemen vital dalam bedah hernia elektif.
Merokok menghambat penyembuhan luka dan sintesis kolagen, yang sangat penting untuk integrasi mesh. Pasien yang merokok memiliki risiko infeksi luka, komplikasi paru, dan kekambuhan yang jauh lebih tinggi. Pemberhentian merokok minimal 4-6 minggu sebelum operasi adalah standar praktik terbaik. Demikian pula, status gizi yang buruk (malnutrisi, defisiensi protein) harus dikoreksi, terutama pada pasien yang menjalani perbaikan hernia ventral yang besar, karena mereka membutuhkan blok bangunan protein yang memadai untuk rekonstruksi dinding perut.
Penyebab utama hernia dan kekambuhan adalah tekanan intra-abdomen yang terus-menerus tinggi. Kondisi yang harus ditangani meliputi:
Kegagalan dalam mengelola faktor-faktor risiko ini sama merusaknya dengan kegagalan teknis dalam operasi itu sendiri.
Walaupun hernia inguinalis mendominasi, jenis hernia lain memerlukan nuansa bedah yang berbeda.
Karena risiko strangulasi yang sangat tinggi, hernia femoralis selalu merupakan indikasi bedah. Pendekatan perbaikan dapat dilakukan secara terbuka (menggunakan teknik yang mirip dengan Lichtenstein tetapi di lokasi femoralis) atau laparoskopi (TAPP/TEP). Laparoskopi sering disukai karena memberikan visualisasi superior dari defek femoralis yang kecil dan sulit diakses. Perbaikan ini biasanya selalu menggunakan mesh.
Hernia umbilikalis pada orang dewasa diperbaiki berdasarkan ukurannya. Untuk defek kecil (<1-2 cm), herniorafi (penutupan primer dengan jahitan) masih dapat diterima. Namun, untuk defek yang lebih besar, perbaikan dengan penempatan mesh sublay (di bawah otot) melalui sayatan kecil telah menjadi standar untuk meminimalkan kekambuhan, yang dapat tinggi jika hanya mengandalkan penjahitan primer.
Hernioplasti untuk hernia hiatus (perut naik melalui diafragma) berbeda secara fundamental. Perbaikan melibatkan penutupan defek diafragma (hiatus) dan seringkali dikombinasikan dengan fundoplikasi Nissen, suatu prosedur untuk membungkus bagian atas lambung di sekitar esofagus untuk menciptakan katup yang mencegah refluks asam (GERD). Prosedur ini hampir selalu dilakukan secara laparoskopi atau robotik karena lokasinya di rongga toraks dan abdomen atas.
Penutupan hiatus seringkali diperkuat dengan mesh (bio-absorbable atau non-absorbable) untuk mengurangi risiko kekambuhan. Penggunaan mesh dalam diafragma telah menjadi subjek perdebatan, tetapi mesh dianggap penting untuk hernia hiatus yang sangat besar atau rekuren.
Karena keunggulannya dalam pemulihan, penting untuk menguraikan secara rinci mengapa TEP dan TAPP sangat berbeda, terutama dari sudut pandang ahli bedah.
TEP adalah pendekatan yang benar-benar minimal invasif karena ia mempertahankan integritas peritoneum. Keuntungan besarnya adalah pasien cenderung memiliki insiden adhesi usus yang lebih rendah pasca-operasi. Namun, TEP dilakukan di ruang kerja yang sempit dan potensial (ruang preperitoneal), yang harus dibuat dan dipertahankan oleh gas CO2. Jika peritoneum robek selama diseksi, ruang kerja dapat hilang (deflasi) dan ahli bedah harus berjuang melawan visualisasi yang buruk.
Identifikasi Struktur: Dalam TEP, ahli bedah harus sangat terampil dalam mengenali landmark anatomi (vas deferens, pembuluh darah femoralis, pembuluh epigastrik inferior) tanpa bantuan visualisasi yang luas dari rongga perut. Ini memerlukan pengetahuan mendalam tentang anatomi lapisan dinding perut bagian belakang.
Laparoskopi unggul dalam perbaikan hernia bilateral (kedua sisi). Melalui sayatan yang sama, ahli bedah dapat memperbaiki kedua defek dalam satu waktu operasi, menempatkan dua potong mesh. Ini jauh lebih disukai daripada dua insisi terbuka di kedua selangkangan, yang akan memperpanjang waktu pemulihan secara signifikan.
Selain itu, laparoskopi sangat penting dalam mendiagnosis hernia yang tidak terlihat. Jika pasien memiliki hernia di satu sisi, laparoskopi memungkinkan ahli bedah untuk memeriksa sisi lain secara visual untuk hernia yang tidak terdiagnosis (kontralateral), yang dapat diperbaiki secara profilaksis, meskipun praktik ini masih diperdebatkan dan bergantung pada temuan selama operasi.
Bidang bedah hernia terus berinovasi, berfokus pada minimalisasi rasa sakit dan peningkatan durabilitas perbaikan.
Penelitian saat ini berfokus pada pengembangan mesh yang dapat menyerap sebagian (partially absorbable) yang memberikan kekuatan maksimal saat dibutuhkan (fase penyembuhan awal) dan kemudian melarutkan sebagian material polimer untuk mengurangi volume benda asing jangka panjang. Tujuannya adalah untuk meninggalkan hanya jaringan parut yang kuat namun elastis, mengurangi risiko inguinodynia.
Tren global adalah menghilangkan penggunaan stapel atau tacker untuk fiksasi mesh, terutama di ruang preperitoneal. Perekat bedah berbasis fibrin atau cyanoacrylate (lem bedah) kini semakin populer. Perekat ini menawarkan fiksasi yang kuat tanpa risiko cedera saraf yang ditimbulkan oleh stapel mekanis, yang merupakan langkah maju signifikan dalam pencegahan nyeri kronis.
Sistem robotik yang dilengkapi dengan visualisasi canggih dan alat bantu navigasi berbasis AI mulai diterapkan. Robot dapat membantu ahli bedah dalam mengidentifikasi pembuluh darah dan saraf kecil, mengurangi kesalahan teknis, dan menjamin penempatan mesh yang optimal, terutama dalam prosedur rekonstruksi dinding perut yang kompleks dan panjang.
Hernioplasti telah bertransformasi dari operasi yang sering menimbulkan nyeri dan kekambuhan menjadi prosedur yang sangat terstandarisasi dengan hasil yang luar biasa. Dengan terus berfokus pada teknik bebas tegangan, minimal invasif, dan pemilihan material yang bijak, masa depan perawatan hernia menjanjikan pemulihan yang semakin cepat dan kualitas hidup jangka panjang yang lebih baik bagi pasien.