Mata pencarian, atau yang sering didefinisikan secara akademis sebagai sarana untuk memperoleh nafkah hidup, merupakan inti dari eksistensi sosial dan ekonomi manusia. Konsep ini melampaui sekadar pekerjaan; ia mencakup seluruh mekanisme, sumber daya, keterampilan, dan jaringan sosial yang digunakan individu atau rumah tangga untuk menghasilkan pendapatan, memenuhi kebutuhan dasar, dan mencapai kesejahteraan. Mata pencarian adalah jembatan yang menghubungkan kemampuan personal dengan peluang pasar, serta menentukan posisi seseorang dalam struktur sosial ekonomi masyarakat.
Dalam konteks global yang terus bergejolak, pemahaman mendalam mengenai dinamika mata pencarian menjadi krusial. Sejak revolusi pertanian pertama hingga era informasi saat ini, cara manusia mencari nafkah terus bertransformasi secara radikal, dipicu oleh inovasi teknologi, perubahan iklim, dan pergeseran geopolitik. Keberlanjutan sebuah komunitas seringkali bergantung pada fleksibilitas dan diversifikasi mata pencarian anggotanya. Ketika sebuah sumber penghasilan tunggal (misalnya, pertanian monokultur) terancam oleh faktor eksternal (misalnya, kekeringan berkepanjangan), kerentanan ekonomi masyarakat tersebut akan meningkat secara eksponensial.
Secara historis, mata pencarian manusia dimulai dari sistem berburu dan meramu. Periode ini menuntut keterampilan adaptasi lingkungan yang tinggi dan mobilitas konstan. Transisi menuju revolusi pertanian—sekitar 10.000 tahun yang lalu—menandai perubahan fundamental. Manusia mulai menetap, menghasilkan surplus pangan, dan memungkinkan spesialisasi tenaga kerja. Inilah saat profesi non-pertanian mulai muncul, seperti pengrajin, pedagang, dan pemimpin spiritual. Spesialisasi ini adalah fondasi bagi sektor-sektor ekonomi yang kita kenal hari ini.
Era industrialisasi, yang puncaknya terjadi pada abad ke-18 dan ke-19, membawa mata pencarian ke dalam pabrik-pabrik besar. Tenaga kerja bergerak dari desa ke kota, dari pertanian ke manufaktur. Mata pencarian menjadi terstandarisasi, terstruktur dalam jam kerja yang tetap, dan bergantung pada upah. Meskipun menawarkan pendapatan yang lebih stabil bagi banyak orang, industrialisasi juga memperkenalkan isu-isu baru seperti eksploitasi tenaga kerja dan kesenjangan kekayaan yang tajam. Pergeseran ini menunjukkan bahwa mata pencarian tidak statis; ia adalah cerminan dari kemajuan teknologi dan struktur kekuasaan yang berlaku pada suatu zaman.
Fig. 1: Simbolisasi Sektor Primer dan Ketergantungan pada Alam.
Para ekonom membagi mata pencarian ke dalam lima sektor utama, yang mencerminkan tingkat kompleksitas ekonomi suatu negara. Pemahaman terhadap pembagian ini sangat penting untuk menganalisis pergerakan tenaga kerja dan tren investasi.
Sektor primer melibatkan ekstraksi dan pengumpulan bahan mentah dari alam. Ini adalah sektor yang paling rentan terhadap kondisi lingkungan dan fluktuasi harga komoditas global, tetapi tetap menjadi pondasi vital bagi keamanan pangan dan industri. Dalam konteks pembangunan, seringkali mata pencarian yang paling banyak dijumpai di negara berkembang berada dalam sektor ini.
Mata pencarian pertanian sangat beragam, mulai dari pertanian subsisten skala kecil hingga agribisnis korporat yang sangat terotomatisasi. Tantangan terbesar di sektor ini adalah perubahan iklim, degradasi lahan, dan persaingan harga global. Modernisasi pertanian (Pertanian 4.0) melalui penggunaan sensor, data besar, dan irigasi cerdas menjadi kunci untuk meningkatkan hasil dan keberlanjutan. Namun, transisi ini seringkali menimbulkan kekhawatiran mengenai hilangnya mata pencarian tradisional dan peningkatan kebutuhan modal.
Di wilayah pedesaan, mata pencarian seringkali tidak tunggal. Petani mungkin juga menjadi peternak, sekaligus mengolah produk pertanian menjadi produk bernilai tambah seperti keripik atau gula. Diversifikasi inilah yang memungkinkan rumah tangga bertahan dari kegagalan panen. Pendekatan ini dikenal sebagai "mata pencarian berkelanjutan ganda" dan menjadi model penting dalam studi pembangunan.
Perikanan mencakup penangkapan ikan (tangkap) dan budidaya (akuakultur). Seiring menipisnya stok ikan alam akibat penangkapan berlebihan, akuakultur telah muncul sebagai mata pencarian alternatif yang penting. Tantangannya meliputi penyakit ikan, pencemaran perairan, dan konflik penggunaan lahan pesisir. Mata pencarian kelautan juga diperluas ke bidang pariwisata bahari dan jasa pendukung logistik maritim.
Sektor ini, meskipun memberikan pendapatan nasional yang besar, seringkali mempekerjakan tenaga kerja dalam jumlah yang lebih kecil dibandingkan sektor lain, namun dengan risiko keselamatan yang tinggi. Transformasi energi global dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan (angin, surya) menciptakan mata pencarian baru (misalnya, teknisi panel surya, insinyur turbin angin) sekaligus mengancam mata pencarian tradisional di industri batu bara atau minyak. Transisi yang adil (Just Transition) menjadi isu sentral untuk memastikan pekerja di sektor lama memiliki peluang yang layak di sektor baru.
Sektor sekunder mengambil bahan mentah dari sektor primer dan mengubahnya menjadi barang jadi atau semi-jadi. Sektor ini secara historis menjadi mesin utama penciptaan pekerjaan massal di kota-kota besar selama abad ke-20. Mata pencarian di sini mencakup perakitan, pengawasan kualitas, dan manajemen rantai pasok.
Industri berat (baja, otomotif, kimia) membutuhkan modal besar dan keterampilan teknis yang tinggi. Sementara itu, industri ringan (tekstil, pakaian, elektronik konsumen) seringkali menjadi pintu masuk bagi tenaga kerja kurang terampil dalam skala besar. Mata pencarian dalam manufaktur kini sangat dipengaruhi oleh otomatisasi robotik dan kecerdasan buatan, yang meningkatkan efisiensi tetapi mengurangi permintaan akan buruh manual. Pekerja manufaktur harus beradaptasi dengan peran baru yang berfokus pada pemeliharaan mesin dan pemrograman sistem.
Sektor jasa adalah mesin pertumbuhan utama di negara maju dan merupakan sektor yang paling beragam. Mata pencarian di sektor ini tidak menghasilkan barang fisik, melainkan nilai melalui interaksi dan pengetahuan.
Dari pengecer kecil hingga raksasa e-commerce, perdagangan adalah mata pencarian yang melibatkan perantara produk. Logistik, yang mencakup pergudangan, transportasi, dan manajemen inventaris, telah menjadi sektor yang sangat kompleks berkat globalisasi dan permintaan pengiriman cepat. Pekerjaan kurir, operator gudang otomatis, dan manajer rantai pasok adalah contoh mata pencarian vital di sini.
Ini adalah mata pencarian berbasis pengetahuan dan keterampilan khusus, seperti dokter, pengacara, akuntan, dan konsultan teknologi. Sektor ini cenderung menawarkan upah tertinggi, namun membutuhkan investasi pendidikan yang signifikan. Penuaan populasi global juga telah menciptakan permintaan yang tak terpuaskan untuk mata pencarian di sektor kesehatan dan perawatan (geriatri).
Sektor kuarter melibatkan pengumpulan, pemrosesan, dan transmisi informasi. Ini adalah sektor pendorong inovasi, mencakup penelitian dan pengembangan (R&D), pendidikan tinggi, layanan data, dan media.
Mata pencarian di sini berpusat pada analisis data, pengembangan perangkat lunak, keamanan siber, dan pengajaran. Sektor ini adalah fondasi bagi 'Ekonomi Digital' dan sangat tahan terhadap otomatisasi fisik, namun rentan terhadap otomatisasi berbasis AI yang mampu menulis kode atau menganalisis data.
Sektor kuinari mewakili pengambilan keputusan tingkat tertinggi dalam masyarakat dan ekonomi, termasuk eksekutif puncak perusahaan besar, pejabat pemerintah, ilmuwan terkemuka, dan pemimpin nirlaba. Mata pencarian ini membutuhkan pengalaman, penilaian etis, dan pemikiran strategis jangka panjang.
Abad ke-21 ditandai oleh pergeseran tektonik yang didorong oleh internet, komputasi awan, dan kecerdasan buatan. Transformasi ini tidak hanya mengubah bagaimana pekerjaan dilakukan, tetapi juga mendefinisikan apa yang dianggap sebagai "pekerjaan" itu sendiri.
Fig. 2: Representasi Ekonomi Digital dan Platform Kerja.
Ekonomi gig, yang didorong oleh platform digital (aplikasi transportasi, pengiriman makanan, layanan freelance), telah mendefinisikan ulang hubungan tradisional antara pekerja dan pemberi kerja. Mata pencarian di sini dicirikan oleh fleksibilitas, pekerjaan berbasis tugas (task-based), dan status pekerja independen.
Meskipun menawarkan otonomi yang lebih besar, ekonomi gig juga memunculkan tantangan signifikan, terutama terkait dengan jaminan sosial, asuransi kesehatan, dan ketidakpastian pendapatan. Jutaan orang kini bergantung pada mata pencarian berbasis aplikasi, mulai dari pengemudi daring hingga desainer grafis yang bekerja untuk klien global dari rumah mereka. Perdebatan etika dan regulasi mengenai perlindungan pekerja gig menjadi topik hukum yang paling penting dalam beberapa waktu terakhir.
Penyebaran konektivitas internet memungkinkan pekerjaan yang sebelumnya terikat pada lokasi kantor kini dapat dilakukan dari mana saja di dunia. Mata pencarian remote worker tidak hanya terbatas pada sektor TI, tetapi juga meluas ke pemasaran, dukungan pelanggan, dan manajemen proyek. Fenomena ini telah mengubah demografi perkotaan, memungkinkan individu untuk tinggal di daerah dengan biaya hidup yang lebih rendah sambil tetap menerima gaji dari perusahaan di kota-kota mahal. Ini menciptakan diversifikasi mata pencarian di daerah yang sebelumnya hanya mengandalkan pertanian atau pariwisata lokal.
Ekonomi kreatif memposisikan kekayaan intelektual, seni, dan inovasi sebagai sumber utama nilai. Mata pencarian di sini mencakup pembuat konten (YouTuber, podcaster), seniman digital, pengembang game, dan penulis skenario. Nilai mata pencarian ini tidak hanya diukur dari jam kerja, tetapi dari kemampuan untuk menarik perhatian (attention economy) dan monetisasi audiens.
Model bisnis berbasis langganan, iklan digital, dan kemitraan merek memungkinkan individu menciptakan mata pencarian yang sepenuhnya mandiri, terlepas dari struktur pekerjaan formal. Namun, sektor ini sangat kompetitif dan membutuhkan adaptasi konstan terhadap algoritma platform dan selera publik yang berubah cepat. Kegagalan adaptasi bisa berarti hilangnya seluruh sumber pendapatan.
AI dan robotika tidak hanya memengaruhi sektor manufaktur, tetapi juga sektor jasa. Tugas-tugas kognitif yang rutin, seperti entri data, terjemahan dasar, atau analisis dokumen hukum sederhana, kini semakin banyak digantikan oleh algoritma. Perubahan ini mendikte bahwa mata pencarian masa depan harus menekankan pada keterampilan yang sulit diotomatisasi:
Oleh karena itu, mata pencarian yang paling aman di masa depan adalah mata pencarian yang menggabungkan keahlian teknologi dengan kemampuan soft skill manusia yang unik.
Adaptasi terhadap perubahan digital hanyalah satu sisi koin. Mata pencarian global menghadapi berbagai tantangan sistemik yang mengancam stabilitas ekonomi rumah tangga di seluruh dunia, membutuhkan intervensi kebijakan yang terkoordinasi.
Disrupsi teknologi cenderung memperburuk ketidaksetaraan upah. Pekerja berpendidikan tinggi dengan keterampilan teknologi (kognitif) melihat upah mereka melonjak, sementara pekerja berketerampilan rendah atau yang pekerjaannya rentan otomatisasi mengalami stagnasi atau penurunan pendapatan. Kesenjangan keterampilan ini menciptakan jurang pemisah, di mana peluang mata pencarian berkualitas hanya dapat diakses oleh segmen populasi yang kecil.
Di banyak negara, akses terhadap pendidikan vokasi dan pelatihan ulang yang relevan dengan kebutuhan industri 4.0 masih belum merata. Jika pemerintah tidak berinvestasi secara serius dalam program reskilling dan upskilling massal, masyarakat akan terpecah menjadi ‘kelas digital’ dan ‘kelas yang tertinggal’.
Transisi menuju pekerjaan non-standar (gig, freelance) meningkatkan kerentanan ekonomi. Pekerja informal seringkali tidak memiliki akses ke tunjangan pensiun, cuti sakit, atau kompensasi pengangguran. Ketika terjadi krisis kesehatan atau ekonomi, rumah tangga yang bergantung pada mata pencarian informal adalah yang paling cepat jatuh ke dalam kemiskinan.
Isu ini memaksa negara-negara untuk mempertimbangkan ulang model jaminan sosial tradisional yang dirancang untuk pekerjaan penuh waktu formal. Solusi inovatif, seperti skema asuransi mikro yang didukung pemerintah atau skema dana pensiun portabel yang dapat diikuti oleh pekerja gig, menjadi semakin mendesak.
Bagi miliaran orang yang bergantung pada sektor primer, perubahan iklim bukan hanya isu lingkungan, tetapi ancaman langsung terhadap mata pencarian mereka. Kenaikan permukaan air laut mengancam perikanan pesisir, sementara pola cuaca ekstrem (banjir, kekeringan) menghancurkan panen. Mata pencarian harus beradaptasi dengan ‘ekonomi hijau’ atau risiko migrasi massal akan meningkat.
Adaptasi memerlukan investasi besar dalam infrastruktur tahan iklim dan pengalihan mata pencarian ke sektor-sektor yang lebih berkelanjutan. Misalnya, mendorong petani subsisten untuk beralih ke praktik pertanian regeneratif atau memfasilitasi nelayan beralih ke ekowisata berbasis komunitas.
Untuk memastikan stabilitas sosial dan ekonomi di tengah badai disrupsi, diperlukan strategi multi-sektoral yang melibatkan pemerintah, sektor swasta, dan individu itu sendiri.
Pendidikan harus bergeser dari model hafalan menuju pengembangan kemampuan pemecahan masalah, literasi digital, dan berpikir kritis. Mata pencarian masa depan membutuhkan fleksibilitas kognitif, artinya pekerja harus mampu berpindah peran atau bahkan industri beberapa kali dalam karier mereka.
Pemberdayaan mata pencarian seringkali terkait dengan akses ke modal, pasar, dan layanan keuangan. Kewirausahaan, baik di sektor formal maupun informal, adalah kunci untuk menciptakan lapangan kerja, bukan hanya mencari pekerjaan.
Mikro-kredit dan fintech memainkan peran besar dalam mendanai usaha kecil yang menjadi tulang punggung banyak mata pencarian lokal. Dengan menggunakan platform pembayaran digital dan pinjaman peer-to-peer, hambatan tradisional untuk mengakses modal dapat diatasi, memungkinkan individu di daerah terpencil untuk memulai usaha mereka sendiri. Pengembangan ekosistem wirausaha yang kuat, termasuk inkubator bisnis dan mentor, sangat penting untuk meningkatkan tingkat keberhasilan usaha baru.
Fig. 3: Simbolisasi Pertumbuhan Ekonomi dan Adaptasi Strategis.
Pemerintah harus bertindak sebagai fasilitator adaptasi mata pencarian, bukan hanya sebagai penyedia lapangan kerja. Kebijakan yang mendukung perluasan infrastruktur digital (internet berkecepatan tinggi) di daerah pedesaan adalah prasyarat mutlak untuk memungkinkan pekerja berpartisipasi dalam ekonomi digital global.
Selain itu, regulasi harus diperbarui untuk mengatasi tantangan ekonomi gig. Ini termasuk menciptakan kerangka kerja hukum yang memberikan perlindungan dasar (seperti upah minimum dan hak tawar-menawar kolektif) tanpa menghilangkan fleksibilitas yang menjadi daya tarik utama dari model pekerjaan ini. Pajak atas robot atau pendapatan dari otomatisasi juga sering didiskusikan sebagai cara untuk mendanai Jaminan Pendapatan Dasar Universal (UBI) atau program pelatihan ulang yang masif.
Untuk memahami kompleksitas mata pencarian, penting untuk melihat bagaimana model ini dimanifestasikan dalam konteks yang berbeda, terutama antara lingkungan perkotaan yang padat teknologi dan lingkungan pedesaan yang berbasis sumber daya.
Di pusat-pusat ekonomi besar, mata pencarian didominasi oleh sektor jasa kuarter dan kuinari. Persaingan sangat ketat, dan nilai ekonomi sangat terikat pada spesialisasi yang mendalam. Rantai mata pencarian di kota-kota besar bersifat vertikal dan terintegrasi secara global.
Fintech adalah contoh sempurna mata pencarian masa depan. Industri ini membutuhkan insinyur perangkat lunak, spesialis keamanan siber, ahli kepatuhan regulasi, dan perancang pengalaman pengguna (UX designer). Mata pencarian ini tidak ada 20 tahun yang lalu, menunjukkan betapa cepatnya pasar tenaga kerja berevolusi. Keahlian ini bersifat sangat spesifik dan memiliki permintaan global, yang menjamin upah tinggi, namun juga menimbulkan tantangan bagi perusahaan untuk mempertahankan talenta tersebut.
Di daerah pedesaan, mata pencarian seringkali bersifat horizontal—artinya, individu atau rumah tangga memiliki beberapa sumber pendapatan yang relatif kecil dan saling melengkapi (misalnya, menanam padi, memelihara ayam, dan menjadi pemandu wisata lokal paruh waktu).
Beberapa wilayah pedesaan telah berhasil mengubah mata pencarian mereka dengan memanfaatkan teknologi. Dengan konektivitas yang memadai, komunitas pertanian dapat memotong perantara dengan menjual langsung hasil bumi mereka ke konsumen kota melalui aplikasi, meningkatkan margin keuntungan mereka secara signifikan. Selain itu, munculnya desa-desa yang berfokus pada penyediaan jasa remote (misalnya, BPO – Business Process Outsourcing) untuk perusahaan di kota besar, menunjukkan bahwa mata pencarian digital tidak lagi menjadi monopoli perkotaan.
Mata pencarian bukan hanya tentang uang, tetapi juga tentang identitas, status sosial, dan kontribusi komunitas. Hilangnya pekerjaan, terutama pekerjaan yang telah turun-temurun (seperti penambang batu bara atau pelaut), dapat menyebabkan krisis identitas yang mendalam, bahkan jika pendapatan alternatif tersedia. Oleh karena itu, strategi adaptasi harus mencakup dukungan psikososial dan pengakuan terhadap nilai non-moneter dari pekerjaan yang hilang.
Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, mata pencarian yang etis dan memberikan makna (purpose-driven livelihood) semakin dicari, terutama oleh generasi muda. Mereka cenderung memprioritaskan pekerjaan yang selaras dengan nilai-nilai pribadi, seperti pelestarian lingkungan atau keadilan sosial, bahkan jika imbalan finansialnya sedikit lebih rendah dari pekerjaan korporat tradisional.
Fenomena ini, di mana pekerja muda secara sadar memilih mata pencarian yang lebih bermakna (misalnya, menjadi petani organik muda, aktivis sosial, atau pengembang perangkat lunak untuk organisasi nirlaba), menunjukkan pergeseran filosofis dalam mendefinisikan kesuksesan hidup. Mata pencarian tidak lagi sekadar alat bertahan hidup, tetapi juga kendaraan untuk realisasi diri dan dampak positif.
Modal sosial—jaringan, kepercayaan, dan norma timbal balik dalam komunitas—adalah aset tak terlihat yang sangat penting bagi mata pencarian. Di daerah pedesaan, modal sosial dapat menjadi sistem jaring pengaman (safety net) yang kritis ketika terjadi krisis (misalnya, pinjaman tanpa bunga dari tetangga). Di lingkungan perkotaan, modal sosial (networking) adalah pintu gerbang menuju peluang kerja baru atau kemitraan bisnis.
Platform digital, paradoxically, kini menciptakan bentuk modal sosial virtual yang baru. Komunitas online para freelancer, misalnya, berfungsi sebagai sumber informasi, rujukan klien, dan dukungan emosional. Mata pencarian modern sangat bergantung pada kemampuan individu untuk menavigasi dan memanfaatkan baik modal sosial tradisional maupun digital.
Penguatan modal sosial dalam program pembangunan mata pencarian adalah suatu keharusan. Misalnya, program pelatihan vokasi tidak hanya mengajarkan keterampilan teknis, tetapi juga memfasilitasi pembentukan kelompok usaha bersama atau koperasi yang memungkinkan anggota berbagi risiko, membeli input dalam jumlah besar, dan mendapatkan harga jual yang lebih baik. Ini adalah contoh di mana pemberdayaan kolektif jauh lebih efektif daripada upaya individual dalam menjamin keberlanjutan mata pencarian.
Kondisi mata pencarian sangat erat kaitannya dengan kesehatan. Pekerjaan yang tidak stabil, berisiko tinggi (misalnya, pertambangan ilegal), atau yang menuntut jam kerja berlebihan (budaya ‘hustle’ dalam ekonomi gig) dapat memicu stres, kelelahan (burnout), dan masalah kesehatan mental. Kesejahteraan finansial yang tidak menentu adalah penyebab utama kecemasan, yang pada gilirannya dapat mengurangi produktivitas dan kemampuan individu untuk mencari mata pencarian yang lebih baik.
Oleh karena itu, kebijakan mata pencarian harus mempertimbangkan aspek keselamatan kerja, kesehatan fisik, dan dukungan psikologis. Perusahaan dan platform yang mempekerjakan (atau menggunakan jasa) pekerja gig memiliki tanggung jawab etis untuk menyediakan lingkungan kerja yang sehat, meskipun pekerja tersebut berstatus independen. Hal ini termasuk memastikan upah yang adil memungkinkan pekerja mendapatkan waktu istirahat yang cukup tanpa mengorbankan keamanan finansial mereka.
Pengaturan jam kerja yang fleksibel, sementara di satu sisi merupakan keuntungan dari ekonomi gig, di sisi lain dapat mengaburkan batas antara kehidupan pribadi dan profesional. Banyak pekerja freelance merasa tertekan untuk selalu siaga, yang secara substansial meningkatkan risiko kelelahan kronis. Mata pencarian yang berkelanjutan adalah mata pencarian yang memungkinkan individu untuk mencapai keseimbangan antara produktivitas ekonomi dan kualitas hidup pribadi.
Mata pencarian di masa depan akan dicirikan oleh volatilitas, kompleksitas, dan kebutuhan akan pembelajaran seumur hidup. Era di mana seseorang memasuki satu jalur karier setelah sekolah dan bertahan di sana hingga pensiun telah berakhir. Pekerja modern harus menjadi ‘portofolio pekerja’, mengelola berbagai sumber pendapatan dan menguasai serangkaian keterampilan yang terus diperbarui.
Transisi ini menuntut redefinisi peran semua aktor: individu harus proaktif dalam reskilling; perusahaan harus berinvestasi pada pekerja alih-alih hanya berfokus pada otomatisasi; dan pemerintah harus membangun jaring pengaman sosial yang fleksibel dan inklusif yang melayani pekerja formal, informal, dan gig.
Pada akhirnya, mata pencarian bukan hanya tentang bagaimana kita bertahan hidup, tetapi bagaimana kita mendefinisikan nilai kita dalam masyarakat. Menghadapi tantangan otomatisasi dan krisis global, mata pencarian yang paling tangguh adalah yang didasarkan pada kemampuan manusia yang unik: kreativitas, empati, dan kemampuan untuk berkolaborasi dan berinovasi di tengah ketidakpastian. Keberhasilan dalam abad ini adalah kemampuan untuk beradaptasi, berinovasi, dan memastikan bahwa transformasi ekonomi menciptakan peluang yang adil bagi semua orang.
"Kekayaan sejati suatu bangsa tidak diukur dari jumlah uangnya, tetapi dari kualitas dan keberlanjutan mata pencarian warganya."
Dengan fokus pada pendidikan adaptif, dukungan kewirausahaan, dan kebijakan sosial yang responsif, masyarakat dapat memastikan bahwa mata pencarian tetap menjadi pilar martabat dan kesejahteraan bagi generasi yang akan datang, terlepas dari kecepatan disrupsi teknologi.