I. Pengantar Mendalam Mengenai Leukimia
Leukimia, seringkali dikenal sebagai kanker darah, merupakan penyakit keganasan yang bermula di sumsum tulang, pusat produksi sel-sel darah. Inti dari penyakit ini adalah produksi sel darah putih (leukosit) yang abnormal, belum matang, dan tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Sel-sel ganas ini (disebut sel blast leukemik) berlipat ganda secara tak terkendali, memenuhi sumsum tulang, dan selanjutnya menyebar ke aliran darah serta organ vital lainnya.
Penyebaran sel leukemik ini mengganggu fungsi sumsum tulang yang sehat, menyebabkan kekurangan produksi komponen darah vital lainnya, yaitu sel darah merah (eritrosit) yang bertanggung jawab membawa oksigen, dan keping darah (trombosit) yang penting untuk pembekuan darah. Akibatnya, pasien mengalami anemia, rentan terhadap infeksi serius, dan mudah berdarah.
Mekanisme Dasar Pembentukan Sel Darah (Hematopoiesis)
Untuk memahami leukimia, kita harus memahami proses hematopoiesis normal. Hematopoiesis adalah proses teratur dan kompleks yang dimulai dari Sel Punca Hematopoietik (Hematopoietic Stem Cells – HSCs) pluripoten. HSCs ini berada di sumsum tulang dan memiliki kemampuan untuk memperbaharui diri (self-renewal) serta berdiferensiasi menjadi semua jenis sel darah.
- Garis Keturunan Limfoid: Menghasilkan limfoblas yang kemudian berkembang menjadi limfosit B, limfosit T, dan sel Natural Killer (NK). Jenis kanker yang berasal dari garis ini dikenal sebagai leukimia limfoblastik.
- Garis Keturunan Mieloid: Menghasilkan mieloblas yang kemudian berkembang menjadi eritrosit (sel darah merah), megakariosit (menghasilkan trombosit), dan berbagai jenis sel darah putih lainnya seperti neutrofil, monosit, eosinofil, dan basofil. Kanker yang berasal dari garis ini disebut leukimia mieloid.
Leukimia terjadi ketika mutasi genetik (yang bisa didapat atau diwariskan) mengganggu regulasi pembelahan dan pematangan sel punca, menyebabkan produksi sel ganas yang terhenti pada tahap perkembangan awal (blast) atau tahap akhir (maturasi), tergantung jenis leukimianya.
II. Klasifikasi Komprehensif Leukimia
Klasifikasi leukimia didasarkan pada dua kriteria utama: kecepatan perkembangan penyakit (akut atau kronis) dan jenis sel yang terpengaruh (limfoid atau mieloid). Kombinasi kriteria ini menghasilkan empat kategori utama yang memiliki prognosis dan strategi pengobatan yang sangat berbeda.
1. Leukimia Akut (Acute Leukemia)
Leukimia akut ditandai dengan pertumbuhan cepat sel-sel darah yang belum matang (sel blast). Sel-sel ini tidak dapat menjalankan fungsi normal dan menumpuk dengan cepat di sumsum tulang dan darah, menyebabkan gejala muncul mendadak dan membutuhkan penanganan medis segera.
A. Leukimia Limfoblastik Akut (Acute Lymphoblastic Leukemia – ALL)
ALL adalah keganasan limfoid yang melibatkan produksi berlebihan limfoblas. Ini adalah jenis leukimia paling umum pada anak-anak, meskipun juga menyerang orang dewasa.
- Patologi: Melibatkan progenitor limfoid B atau T yang abnormal. ALL-B cell adalah subtipe paling umum.
- Subtipe Genetik Kritis:
- Fusi Gen BCR-ABL1 (Kromosom Philadelphia): Meskipun lebih sering terkait CML, ia hadir pada sekitar 25% ALL dewasa dan 3% ALL anak. Kehadirannya menunjukkan prognosis yang lebih buruk dan memerlukan terapi targeted (penghambat tirosin kinase).
- Hiperdiploidi dan Hipodiploidi: Kelainan jumlah kromosom total yang memengaruhi risiko dan terapi.
- Translokasi spesifik (misalnya t(4;11), t(1;19)): Berfungsi sebagai penanda prognostik utama.
B. Leukimia Mieloid Akut (Acute Myeloid Leukemia – AML)
AML melibatkan pertumbuhan cepat sel mieloid yang belum matang (mieloblas). AML adalah jenis leukimia akut paling umum pada orang dewasa. AML memiliki heterogenitas genetik yang sangat tinggi, membuatnya sulit diobati.
- Klasifikasi WHO/FAB: Meskipun klasifikasi FAB (French-American-British) yang menggunakan morfologi (M0 hingga M7) masih dikenal, klasifikasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) saat ini lebih diutamakan karena mengintegrasikan temuan genetik dan molekuler.
- Subtipe Genetik Penting:
- AML dengan translokasi t(8;21), inv(16), atau t(15;17): Subtipe dengan prognosis yang relatif lebih baik. T(15;17) menyebabkan Leukimia Promielositik Akut (APL), yang diterapi secara unik dengan All-Trans Retinoic Acid (ATRA).
- Mutasi Gen FLT3 dan NPM1: Mutasi ini sangat memengaruhi risiko kekambuhan dan menjadi target utama terapi baru.
- AML Terkait Terapi (t-AML): Subtipe yang timbul sebagai efek samping kemoterapi atau radiasi sebelumnya, seringkali memiliki prognosis buruk.
2. Leukimia Kronis (Chronic Leukemia)
Leukimia kronis ditandai dengan penumpukan sel-sel darah yang lebih matang tetapi masih abnormal. Perkembangan penyakit biasanya lebih lambat, dan gejala mungkin ringan atau tidak ada pada tahap awal.
C. Leukimia Limfositik Kronis (Chronic Lymphocytic Leukemia – CLL)
CLL adalah jenis leukimia paling umum pada orang dewasa di negara Barat. Ini melibatkan penumpukan limfosit B yang matang tetapi tidak berfungsi di darah perifer, sumsum tulang, dan kelenjar getah bening. Perkembangannya sangat lambat, dan banyak pasien tidak memerlukan pengobatan segera (pendekatan ‘watch and wait’).
- Prognosis Variabel: Penyakit ini bervariasi dari sangat lambat hingga agresif. Faktor prognostik meliputi status mutasi gen IGHV (mutasi vs. non-mutasi) dan delesi kromosom 17p (prognosis buruk).
- Transformasi Richter: CLL dapat bertransformasi menjadi limfoma sel B agresif (Diffuse Large B-cell Lymphoma), sebuah komplikasi serius.
D. Leukimia Mieloid Kronis (Chronic Myeloid Leukemia – CML)
CML adalah keganasan klonal yang melibatkan proliferasi berlebihan sel-sel garis mieloid yang tampak matang. CML hampir selalu terkait dengan anomali genetik spesifik.
- Kromosom Philadelphia (Ph): CML didefinisikan oleh keberadaan Kromosom Philadelphia, yang merupakan translokasi resiprokal antara kromosom 9 dan 22 [t(9;22)]. Translokasi ini menghasilkan gen fusi BCR-ABL1.
- Protein BCR-ABL1: Protein ini adalah tirosin kinase yang selalu aktif, yang mendorong pembelahan sel yang tidak terkontrol.
- Fase Penyakit:
- Fase Kronis: Gejala ringan, mudah dikelola.
- Fase Akselerasi: Peningkatan jumlah sel blast, sulit dikendalikan.
- Fase Blast (Krisis Blast): Transformasi ke leukimia akut (AML atau ALL), sangat sulit diobati.
III. Etiologi, Faktor Risiko, dan Patogenesis Molekuler
Penyebab pasti leukimia pada sebagian besar kasus masih belum diketahui. Namun, para peneliti telah mengidentifikasi serangkaian faktor risiko dan mutasi genetik yang meningkatkan kerentanan individu terhadap perkembangan penyakit ini. Leukimia adalah hasil dari akumulasi kerusakan genetik pada sel punca hematopoietik.
Faktor Risiko yang Teridentifikasi
Meskipun paparan lingkungan seringkali tidak secara langsung menyebabkan leukimia, ia memainkan peran penting dalam memicu mutasi.
- Paparan Bahan Kimia: Paparan jangka panjang terhadap bahan kimia tertentu, terutama Benzena (ditemukan dalam industri karet, kilang minyak, dan beberapa pelarut), telah terbukti meningkatkan risiko AML dan Mielodisplasia.
- Kemoterapi dan Radioterapi Sebelumnya: Pasien yang telah menjalani pengobatan kanker sebelumnya (agen alkilasi atau inhibitor topoisomerase II) memiliki risiko lebih tinggi mengembangkan leukimia sekunder (t-AML).
- Paparan Radiasi Tingkat Tinggi: Korban selamat dari ledakan bom atom (seperti di Hiroshima dan Nagasaki) atau kecelakaan reaktor nuklir menunjukkan insiden leukimia (terutama CML dan AML) yang jauh lebih tinggi.
- Gangguan Genetik Bawaan: Sindrom genetik tertentu secara signifikan meningkatkan risiko leukimia:
- Sindrom Down (Trisomi 21): Peningkatan risiko 10-20 kali lipat untuk ALL dan AML.
- Anemia Fanconi dan Sindrom Bloom: Menyebabkan ketidakstabilan kromosom.
- Neurofibromatosis Tipe 1: Terkait peningkatan risiko AML.
- Riwayat Keluarga: Meskipun sebagian besar leukimia non-herediter, risiko sedikit meningkat jika ada kerabat tingkat pertama yang menderita leukimia.
- Merokok: Merokok aktif meningkatkan risiko AML karena inhalasi benzena dan karsinogen lainnya.
Patogenesis Molekuler: Mutasi dan Fusi Gen
Leukimia berakar pada kerusakan DNA sel punca yang menyebabkan gangguan dua jalur utama:
- Gangguan Pematangan (Differentiation Block): Sel blast terperangkap dalam keadaan belum matang.
- Proliferasi Tidak Terkontrol: Sel-sel terus membelah tanpa sinyal untuk berhenti.
Contoh Mutasi Kunci:
FLT3 (FMS-like tyrosine kinase 3): Mutasi internal tandem duplication (ITD) pada gen FLT3 adalah salah satu mutasi paling umum pada AML dan terkait dengan prognosis buruk. Mutasi ini menyebabkan aktivasi tirosin kinase secara konstitutif, mendorong proliferasi sel.
JAK2: Meskipun lebih dikenal dalam keganasan mieloproliferatif (MPN), mutasi pada jalur sinyal JAK-STAT juga berperan dalam beberapa jenis ALL dan AML.
NPM1: Mutasi yang sering terjadi pada AML dengan kariotipe normal. Mutasi ini menggeser lokasi protein dari nukleus ke sitoplasma, memengaruhi diferensiasi sel.
Pemahaman mengenai mutasi ini kini menjadi fundamental, tidak hanya untuk memprediksi prognosis tetapi juga untuk menentukan terapi targeted yang sangat spesifik dan personalisasi pengobatan leukimia.
IV. Gejala Klinis dan Manifestasi Leukimia
Gejala leukimia seringkali bersifat non-spesifik dan dapat menyerupai penyakit virus umum. Namun, karena gejala ini timbul dari kegagalan sumsum tulang, mereka bersifat persisten dan progresif. Manifestasi klinis dibagi berdasarkan dampak dari sitopenia (kekurangan sel darah) yang terjadi.
Manifestasi Akibat Kegagalan Sumsum Tulang
Sel leukemik mendominasi sumsum tulang, menghambat produksi sel darah normal, menghasilkan trias gejala utama:
- Anemia (Kekurangan Sel Darah Merah): Menyebabkan kelelahan ekstrem, pucat, sesak napas (dispnea), dan detak jantung cepat (takikardia). Kelelahan pada pasien leukimia akut biasanya jauh lebih parah daripada kelelahan biasa.
- Trombositopenia (Kekurangan Keping Darah): Menyebabkan gangguan pembekuan, manifestasinya meliputi:
- Mudah memar atau pendarahan tanpa sebab jelas (purpura atau ekimosis).
- Bintik-bintik merah kecil di kulit (petekie), terutama di kaki.
- Pendarahan hidung (epistaksis) atau gusi yang sulit berhenti.
- Netropenia (Kekurangan Neutrofil Fungsional): Meskipun jumlah leukosit total mungkin sangat tinggi, sebagian besar adalah sel blast non-fungsional. Ini menyebabkan imunosupresi, membuat pasien rentan terhadap infeksi bakteri dan jamur yang parah dan berulang, seringkali dengan demam persisten yang tidak responsif terhadap antibiotik standar.
Manifestasi Ekstrameduler (Di Luar Sumsum Tulang)
Sel leukemik dapat menyusup ke organ lain, terutama pada leukimia akut.
- Pembesaran Organ: Pembesaran hati (hepatomegali) dan limpa (splenomegali), yang dapat menyebabkan rasa penuh atau nyeri di perut kiri atas. Kondisi ini sangat umum pada CML dan ALL.
- Kelenjar Getah Bening: Pembengkakan kelenjar getah bening (limfadenopati), terutama di leher, ketiak, dan selangkangan, terutama pada CLL dan ALL.
- Sistem Saraf Pusat (SSP): Infiltrasi leukemik ke meningen (lapisan otak dan sumsum tulang belakang) dapat menyebabkan sakit kepala parah, muntah, perubahan penglihatan, atau kejang. Lebih sering terjadi pada ALL.
- Infiltrasi Gusi (Gingival Hyperplasia): Khususnya terlihat pada subtipe AML monositik (M4/M5), di mana gusi membengkak dan mudah berdarah.
- Kloroma (Sarcoma Mieloid): Massa padat sel mieloid yang terbentuk di luar sumsum tulang, seringkali di periosteum atau kulit.
Gejala Khusus dan Sindrom Kegawatdaruratan
Beberapa kondisi leukimia memerlukan perhatian medis darurat:
- Leukostasis: Terjadi ketika hitungan sel darah putih (blast) sangat tinggi (biasanya >100.000 sel/µL), menyebabkan darah menjadi kental (hiperviskositas). Hal ini dapat menyumbat pembuluh darah kecil, terutama di otak dan paru-paru, yang bermanifestasi sebagai perubahan status mental, stroke, atau gagal napas. Ini adalah keadaan darurat onkologi yang sering terjadi pada AML.
- Sindrom Lisis Tumor (Tumor Lysis Syndrome – TLS): Terjadi ketika sejumlah besar sel kanker mati secara cepat (baik spontan atau setelah dimulainya kemoterapi), melepaskan isi sel (asam urat, kalium, fosfat) ke dalam darah, yang dapat menyebabkan gagal ginjal akut, aritmia jantung, dan bahkan kematian jika tidak ditangani dengan agresif.
- Koagulopati: Pendarahan masif yang disebabkan oleh konsumsi faktor pembekuan (DIC), terutama pada Leukimia Promielositik Akut (APL).
V. Prosedur Diagnosis dan Penentuan Risiko
Diagnosis leukimia membutuhkan serangkaian tes laboratorium dan pencitraan yang komprehensif. Tujuan diagnosis tidak hanya untuk mengkonfirmasi keberadaan sel kanker tetapi juga untuk mengidentifikasi subtipe molekuler dan genetik yang menentukan strategi pengobatan.
1. Pemeriksaan Darah Lengkap (Complete Blood Count – CBC)
CBC adalah langkah awal. Pada pasien leukimia akut, CBC sering menunjukkan:
- Jumlah Sel Darah Putih (WBC): Bisa sangat tinggi, normal, atau bahkan rendah (aleukemik leukimia), tetapi biasanya ditemukan peningkatan proporsi sel blast.
- Anemia: Hemoglobin (Hb) rendah.
- Trombositopenia: Jumlah trombosit rendah.
2. Aspirasi dan Biopsi Sumsum Tulang
Ini adalah prosedur diagnostik definitif. Sampel sumsum tulang diambil dari tulang panggul (iliac crest) untuk diperiksa di bawah mikroskop.
- Diagnosis Akut: Dikonfirmasi jika sel blast leukemik mencapai 20% atau lebih dari sel berinti sumsum tulang (kriteria WHO).
- Morfologi: Memungkinkan identifikasi subtipe (misalnya, adanya Auer rods pada AML).
3. Sitometri Alir (Flow Cytometry)
Flow Cytometry adalah alat penting yang menganalisis penanda permukaan (antigen) pada sel leukemik. Ini sangat penting untuk membedakan antara sel mieloid dan limfoid, dan untuk mengidentifikasi garis keturunan spesifik (B-sel vs. T-sel pada ALL). Hasil dari flow cytometry adalah dasar untuk klasifikasi imunofenotipe.
4. Sitogenetika dan Analisis Molekuler
Ini adalah bagian terpenting dari diagnosis modern, karena menentukan prognosis dan terapi targeted.
- Kariotipe Konvensional: Mencari kelainan kromosom besar, seperti translokasi (e.g., t(9;22) pada CML) atau delesi (e.g., del(5q) pada AML).
- Fluorescence In Situ Hybridization (FISH): Menggunakan probe berfluoresensi untuk mendeteksi perubahan genetik spesifik yang mungkin tidak terlihat pada kariotipe konvensional.
- Sequencing Genetik (NGS): Menganalisis mutasi gen kunci seperti FLT3, NPM1, dan TP53. Hasil ini menentukan apakah pasien akan menerima obat targeted spesifik (misalnya, penghambat FLT3).
5. Pemeriksaan Cairan Serebrospinal (Lumbar Puncture)
Diperlukan, terutama pada ALL, untuk memeriksa apakah sel leukemik telah menyebar ke SSP. Jika positif, terapi intrathecal (obat yang disuntikkan langsung ke cairan tulang belakang) harus dimulai.
VI. Penatalaksanaan dan Strategi Terapi Terkini
Tujuan utama terapi leukimia adalah mencapai remisi lengkap (tidak ada bukti penyakit), mengeliminasi Penyakit Residu Minimal (Minimal Residual Disease – MRD), dan mencegah kekambuhan. Strategi sangat bervariasi tergantung jenis leukimia, usia pasien, dan profil genetik.
1. Terapi Leukimia Mieloid Akut (AML)
Pengobatan AML biasanya dibagi menjadi beberapa fase intensif.
A. Terapi Induksi
Tujuan: Menghancurkan sebagian besar sel leukemik untuk mencapai remisi. Regimen standar klasik adalah “7+3”:
- Cytarabine (selama 7 hari)
- Anthracycline (Doxorubicin atau Idarubicin, selama 3 hari)
Untuk pasien yang tidak fit (biasanya lansia), regimen hipometilasi (seperti Azacitidine atau Decitabine) atau terapi targeted yang kurang intensif digunakan.
B. Terapi Konsolidasi
Tujuan: Mengeliminasi sisa sel leukemik yang tidak terbunuh selama induksi (MRD). Biasanya melibatkan siklus Cytarabine dosis tinggi (HiDAC).
C. Terapi Targeted (Targeting Mutasi)
Perkembangan signifikan terjadi pada terapi yang menargetkan mutasi spesifik:
- Inhibitor FLT3 (e.g., Midostaurin, Gilteritinib): Digunakan bersama kemoterapi atau sebagai terapi tunggal pada pasien dengan mutasi FLT3-ITD.
- Inhibitor IDH1/IDH2 (e.g., Ivosidenib, Enasidenib): Digunakan untuk AML dengan mutasi Isocitrate Dehydrogenase 1 atau 2.
- Venetoclax: Inhibitor BCL-2 yang sangat efektif pada pasien AML lansia, sering dikombinasikan dengan agen hipometilasi.
D. Penanganan Leukimia Promielositik Akut (APL)
APL, subtipe AML t(15;17), merupakan pengecualian. Standar pengobatan saat ini adalah regimen bebas kemoterapi yang sangat efektif: kombinasi ATRA (All-Trans Retinoic Acid) dan Arsenic Trioxide (ATO). Pengobatan ini mendorong pematangan sel blast, bukan membunuhnya secara langsung, dan memiliki tingkat kesembuhan yang sangat tinggi.
2. Terapi Leukimia Limfoblastik Akut (ALL)
Terapi ALL lebih panjang dan kompleks, dibagi menjadi tiga fase utama dan sering kali berlangsung selama 2-3 tahun.
- Induksi: Menggunakan kombinasi obat multipel (Vincristine, Steroid, Asparaginase, Anthracycline) selama beberapa minggu.
- Konsolidasi/Intensifikasi: Serangkaian siklus obat untuk mencegah kekambuhan.
- Pemeliharaan (Maintenance): Kemoterapi oral dosis rendah (misalnya Mercaptopurine dan Methotrexate) yang berlangsung lama.
- Profilaksis SSP: Wajib dilakukan, melibatkan suntikan intrathecal untuk mencegah penyebaran ke otak.
Terapi Targeted ALL (Kromosom Philadelphia Positif)
Jika ALL memiliki Kromosom Philadelphia (Ph+ ALL), Penghambat Tirosin Kinase (Tyrosine Kinase Inhibitors – TKIs) seperti Imatinib, Dasatinib, atau Ponatinib harus ditambahkan ke rejimen kemoterapi standar. TKIs telah secara dramatis meningkatkan prognosis Ph+ ALL.
3. Terapi Leukimia Mieloid Kronis (CML)
Pengobatan CML telah merevolusi onkologi. CML hampir secara eksklusif diobati dengan TKIs, yang menargetkan protein BCR-ABL1.
- TKI Generasi Pertama (Imatinib): Standar emas awal.
- TKI Generasi Kedua (Dasatinib, Nilotinib): Lebih poten dan dapat mengatasi resistensi Imatinib.
- TKI Generasi Ketiga (Ponatinib): Efektif melawan mutasi T315I, yang kebal terhadap sebagian besar TKI lainnya.
Pasien CML yang diobati dengan TKI yang patuh pada pengobatan memiliki harapan hidup mendekati populasi umum. Pengobatan ini biasanya berlangsung seumur hidup, meskipun uji coba penghentian TKI sedang berlangsung pada pasien yang mencapai remisi molekuler mendalam.
4. Terapi Leukimia Limfositik Kronis (CLL)
CLL sering menggunakan pendekatan ‘watch and wait’ pada tahap awal asimtomatik. Pengobatan dimulai hanya ketika penyakit menjadi simtomatik atau progresif.
- Agen Targeted (Non-Kemoterapi):
- Inhibitor BTK (e.g., Ibrutinib, Acalabrutinib): Menghambat jalur sinyal B-cell Receptor, yang merupakan terapi lini pertama yang sangat efektif, terutama pada kasus risiko tinggi (del(17p)).
- Inhibitor BCL-2 (Venetoclax): Sangat efektif dalam menyebabkan kematian sel terprogram (apoptosis) pada limfosit CLL.
- Kemoterapi: Kemoterapi berbasis fludarabine dan siklofosfamid (FCR) kini semakin jarang digunakan, digantikan oleh terapi targeted yang lebih efektif dan kurang toksik.
VII. Transplan Sel Punca Hematopoietik (TSPH)
TSPH, yang sering dikenal sebagai transplantasi sumsum tulang, adalah modalitas terapi potensial kuratif untuk banyak jenis leukimia, terutama pada kasus risiko tinggi, kekambuhan, atau leukimia akut pada orang dewasa.
Jenis TSPH
- Allogenik (Allogeneic): Sel punca berasal dari donor yang sehat (saudara kandung, donor tak terkait, atau darah tali pusat). Ini adalah jenis yang paling sering digunakan untuk leukimia.
- Autologus (Autologous): Sel punca dikumpulkan dari pasien sendiri setelah remisi, dibekukan, dan diberikan kembali setelah kemoterapi dosis tinggi. Kurang umum untuk leukimia akut karena risiko kontaminasi sel kanker pada sel yang dikumpulkan.
Proses dan Indikasi TSPH Allogenik
Sebelum transplantasi, pasien menjalani regimen ablasi (myeloablative conditioning) menggunakan kemoterapi dosis sangat tinggi atau radiasi total tubuh untuk menghancurkan sumsum tulang pasien yang sakit. Sel punca donor kemudian diinfuskan. Setelah diinfus, sel punca bermigrasi ke sumsum tulang dan mulai memproduksi sel darah sehat.
Indikasi utama TSPH adalah:
- AML risiko tinggi dalam remisi pertama.
- AML atau ALL yang kambuh.
- CML pada pasien yang gagal atau resisten terhadap TKIs (meskipun kini jarang).
Komplikasi Utama
TSPH adalah prosedur berisiko tinggi dengan komplikasi serius:
- Penyakit Cangkok Lawan Penjamu (Graft-versus-Host Disease – GvHD): Sel imun donor menyerang jaringan pasien (kulit, hati, usus). GvHD adalah komplikasi jangka panjang yang paling mengancam jiwa.
- Infeksi: Pasien sangat rentan terhadap infeksi karena imunosupresi yang berkepanjangan.
- Kegagalan Cangkok: Sel donor tidak berhasil bersemayam atau berfungsi di sumsum tulang.
Efek Graft-versus-Leukemia (GvL): Di sisi lain, kehadiran sel imun donor yang menyerang sel leukemik pasien adalah efek yang diinginkan dari TSPH allogenik, yang berkontribusi pada tingkat kesembuhan yang tinggi.
VIII. Revolusi Imunoterapi dan Terapi Sel
Dalam dekade terakhir, imunoterapi telah muncul sebagai pilar keempat pengobatan kanker (selain operasi, radiasi, dan kemoterapi), menawarkan harapan baru, terutama untuk leukimia yang refrakter atau kambuh.
1. Terapi Antibodi Monoklonal
Antibodi monoklonal dirancang untuk mengenali protein spesifik pada permukaan sel kanker, memicu penghancuran sel tersebut oleh sistem imun.
- Rituximab: Antibodi anti-CD20 yang digunakan untuk CLL dan beberapa subtipe ALL yang mengekspresikan CD20.
- Blinatumomab (BiTE – Bispecific T-cell Engager): Antibodi unik yang memiliki dua lengan; satu lengan mengikat sel T pasien (CD3) dan lengan lainnya mengikat sel kanker (CD19). Ini menjembatani sel T dan sel kanker, menginduksi sel T untuk menyerang sel leukemik. Sangat efektif untuk ALL kambuh/refrakter.
- Inotuzumab Ozogamicin: Antibodi yang terkonjugasi obat (ADC) yang menargetkan CD22, membawa agen kemoterapi langsung ke sel ALL.
2. Terapi Sel T Reseptor Antigen Kimerik (CAR T-Cell Therapy)
Terapi CAR T adalah bentuk imunoterapi yang sangat personal dan revolusioner, terutama pada ALL kambuh/refrakter pada anak-anak dan dewasa muda.
- Pengumpulan: Sel T diambil dari darah pasien (leukapheresis).
- Modifikasi Genetik: Di laboratorium, sel T dimodifikasi genetiknya agar mengekspresikan reseptor antigen kimerik (CAR). Reseptor ini dirancang untuk mengenali protein spesifik pada sel kanker (misalnya, CD19 pada ALL).
- Proliferasi: Sel CAR T yang baru dimodifikasi ini diperbanyak hingga jutaan.
- Infus: Sel CAR T diinfuskan kembali ke pasien, di mana mereka dapat mengidentifikasi, mengikat, dan menghancurkan sel leukemik.
Meskipun sangat efektif, terapi CAR T dapat menyebabkan sindrom pelepasan sitokin (Cytokine Release Syndrome – CRS) dan neurotoksisitas, yang memerlukan pemantauan ketat di unit perawatan intensif.
IX. Pengelolaan Jangka Panjang dan Tantangan Pasca-Pengobatan
Perawatan leukimia tidak berakhir setelah remisi tercapai. Pengelolaan jangka panjang sangat penting untuk mengatasi kekambuhan dan mengatasi efek toksisitas pengobatan intensif.
1. Pemantauan Penyakit Residu Minimal (MRD)
MRD mengacu pada sejumlah kecil sel leukemik yang tersisa setelah pengobatan, yang tidak dapat dideteksi oleh pemeriksaan mikroskopis rutin. Deteksi MRD adalah prediktor paling kuat untuk kekambuhan.
- Metode Deteksi: PCR (Polymerase Chain Reaction) yang sangat sensitif atau Next-Generation Sequencing (NGS) digunakan untuk mencari penanda molekuler atau genetik spesifik dari leukimia awal.
- Implikasi Klinis: Pasien yang tetap MRD-positif setelah konsolidasi sering kali memerlukan intensifikasi terapi atau TSPH allogenik.
2. Kekambuhan (Relaps)
Leukimia yang kambuh adalah tantangan serius. Strategi pengobatan bergantung pada jenis leukimia, durasi remisi pertama, dan lokasi kekambuhan (sumsum tulang atau ekstrameduler).
- Leukimia Akut: Kekambuhan sering diobati dengan kemoterapi intensif garis kedua, diikuti oleh TSPH. Imunoterapi seperti Blinatumomab atau terapi CAR T kini menjadi pilihan penting untuk ALL kambuh.
- CML: Kekambuhan (didefinisikan sebagai hilangnya respons molekuler) ditangani dengan mengganti TKI ke generasi yang lebih baru atau lebih poten.
3. Efek Jangka Panjang Pengobatan (Late Effects)
Pasien yang selamat dari leukimia harus dipantau seumur hidup karena risiko efek samping dari terapi yang diterima.
- Efek Kardiovaskular: Anthracycline (bagian dari kemoterapi) dapat menyebabkan kerusakan jantung.
- Infertilitas: Kemoterapi dosis tinggi dan radiasi dapat menyebabkan infertilitas permanen, memerlukan konseling pembekuan sperma atau sel telur sebelum terapi.
- Kanker Sekunder: Peningkatan risiko mengembangkan keganasan sekunder (misalnya t-AML atau kanker padat) akibat paparan kemoterapi atau radiasi.
- Gangguan Kognitif: Beberapa pasien mengalami masalah dengan memori dan konsentrasi ("kemobrain").
4. Dukungan Psikososial
Diagnosis dan pengobatan leukimia menimbulkan beban psikologis yang signifikan pada pasien dan keluarga. Depresi, kecemasan, dan Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) umum terjadi. Dukungan psikologis, konseling, dan keterlibatan kelompok dukungan adalah komponen esensial dari perawatan holistik.
X. Prospek Masa Depan dan Arah Penelitian
Bidang penelitian leukimia terus berkembang pesat, berfokus pada peningkatan spesifisitas pengobatan dan pengurangan toksisitas jangka panjang.
1. Pengembangan Obat Targeted Generasi Baru
Penelitian terus berupaya mengidentifikasi mutasi langka dan mengembangkan molekul kecil yang dapat menghambat protein kanker dengan presisi tinggi. Contohnya adalah pengembangan penghambat menin-MLL yang menargetkan AML dengan translokasi MLL-r.
2. Optimasi Terapi Imunologi
Peneliti sedang berupaya mengatasi tantangan CAR T-cell therapy, termasuk:
- Mengembangkan CAR T yang menargetkan antigen selain CD19 (misalnya CD22 atau CD33) untuk mencegah kekambuhan akibat hilangnya antigen.
- Mengembangkan CAR T allogenik (off-the-shelf) yang tidak memerlukan pengumpulan sel dari pasien, sehingga prosesnya lebih cepat dan lebih murah.
3. Terapi Kombinasi untuk MRD
Meningkatkan sensitivitas deteksi MRD dan mengembangkan terapi yang dirancang khusus untuk pasien MRD-positif (disebut pre-emptive therapy) untuk mencegah kekambuhan sebelum penyakit menjadi jelas secara klinis.
4. Pengobatan Tanpa Kemoterapi (Chemo-Free Regimens)
Tren utama, terutama pada CLL, adalah menggantikan kemoterapi tradisional yang toksik dengan kombinasi terapi targeted (misalnya Venetoclax dan Ibrutinib) yang menawarkan remisi mendalam dengan efek samping yang lebih dapat ditoleransi.
Kesimpulan: Leukimia adalah kelompok penyakit yang kompleks dan heterogen. Berkat kemajuan dalam genetika, sitometri alir, dan khususnya imunoterapi serta terapi targeted, prognosis bagi banyak pasien, terutama anak-anak dengan ALL dan dewasa dengan CML, telah meningkat secara dramatis. Namun, AML dan leukimia pada lansia tetap menjadi tantangan, mendorong penelitian berkelanjutan untuk pengobatan yang lebih spesifik, efektif, dan minim toksisitas. Kesuksesan melawan leukimia di masa depan bergantung pada pendekatan yang sangat individual (precision medicine) berdasarkan profil molekuler unik setiap pasien.