Larutan kimia merupakan salah satu konsep fundamental yang mendasari hampir seluruh cabang ilmu kimia, mulai dari biokimia, kimia analitik, hingga kimia industri. Secara sederhana, larutan didefinisikan sebagai campuran homogen yang terdiri dari dua atau lebih zat. Homogenitas adalah kunci; ini berarti bahwa komposisi dan sifat fisik larutan seragam di seluruh volumenya hingga tingkat molekuler.
Pemahaman mengenai sifat, perilaku, dan interaksi komponen dalam larutan bukan hanya bersifat akademis, tetapi juga esensial dalam kehidupan sehari-hari dan proses industri. Mulai dari minuman yang kita konsumsi, darah yang mengalir dalam tubuh, hingga proses pemurnian logam di pabrik, semuanya melibatkan konsep larutan.
Sebuah larutan kimia selalu tersusun atas dua komponen utama yang berinteraksi erat: pelarut (solvent) dan zat terlarut (solute). Interaksi antara kedua komponen ini menentukan karakteristik akhir larutan, termasuk sifat termodinamika dan perilaku fisiknya.
Penting untuk dicatat bahwa definisi pelarut dan zat terlarut dapat menjadi ambigu ketika kedua komponen berada dalam jumlah yang hampir sama. Dalam kasus seperti ini, zat yang fasa akhirnya sama dengan fasa larutan sering dianggap sebagai pelarut.
Proses pelarutan terjadi melalui interaksi gaya antarmolekul. Aturan umum yang mengatur kelarutan adalah "like dissolves like" (sejenis melarutkan sejenis). Ini mengacu pada kesamaan polaritas antara pelarut dan zat terlarut.
Diagram molekuler sederhana yang menggambarkan proses solvasi ion dalam larutan.
Walaupun kebanyakan orang mengasosiasikan larutan dengan cairan, larutan dapat eksis dalam semua fasa materi:
| Fasa Pelarut | Fasa Zat Terlarut | Contoh Larutan |
|---|---|---|
| Cair | Padat | Air garam, larutan gula |
| Cair | Cair | Alkohol dalam air (Vodka) |
| Cair | Gas | Oksigen terlarut dalam air, minuman berkarbonasi |
| Gas | Gas | Udara (O₂ dalam N₂) |
| Padat | Padat | Aloi logam (Kuningan: Zn dalam Cu) |
Konsentrasi adalah ukuran kuantitatif yang menggambarkan jumlah zat terlarut yang ada dalam sejumlah tertentu pelarut atau larutan. Ekspresi konsentrasi sangat vital dalam kimia analitik dan preparatif karena menentukan reaktivitas dan sifat fisik larutan.
Molaritas didefinisikan sebagai jumlah mol zat terlarut per liter volume larutan. Ini adalah satuan konsentrasi yang paling umum digunakan dalam laboratorium karena kemudahannya dalam perhitungan stoikiometri reaksi yang melibatkan volume larutan.
$$ M = \frac{\text{Mol Zat Terlarut (n)}}{\text{Volume Larutan (L)}} $$
Molaritas sensitif terhadap perubahan suhu karena volume larutan dapat memuai atau menyusut. Dalam aplikasi yang memerlukan presisi tinggi di mana suhu tidak konstan, molaritas mungkin bukan pilihan terbaik.
Molalitas didefinisikan sebagai jumlah mol zat terlarut per kilogram massa pelarut. Keunggulan utama molalitas adalah sifatnya yang independen terhadap suhu, karena massa (baik zat terlarut maupun pelarut) tidak berubah dengan fluktuasi termal.
$$ m = \frac{\text{Mol Zat Terlarut (n)}}{\text{Massa Pelarut (kg)}} $$
Molalitas sering digunakan dalam studi sifat koligatif larutan, di mana hubungan antara konsentrasi dan sifat fisik harus bebas dari pengaruh termal.
Fraksi mol adalah rasio antara jumlah mol suatu komponen (zat terlarut atau pelarut) dengan jumlah total mol semua komponen dalam larutan.
$$ X_A = \frac{\text{Mol Komponen A}}{\text{Total Mol Semua Komponen}} $$
Fraksi mol adalah satuan tak berdimensi dan memiliki nilai antara nol dan satu. Total fraksi mol semua komponen dalam larutan harus selalu sama dengan satu ($X_{pelarut} + X_{terlarut} = 1$). Fraksi mol sangat penting dalam mempelajari tekanan uap dan kesetimbangan fasa.
Menggambarkan rasio massa zat terlarut terhadap massa total larutan, dikalikan seratus.
$$ \% \text{ Massa} = \frac{\text{Massa Zat Terlarut}}{\text{Massa Larutan}} \times 100\% $$Digunakan ketika zat terlarut dan pelarut keduanya berupa cairan.
$$ \% \text{ Volume} = \frac{\text{Volume Zat Terlarut}}{\text{Volume Larutan}} \times 100\% $$Digunakan untuk larutan yang sangat encer, biasanya dalam analisis lingkungan atau toksikologi. ppm setara dengan miligram zat terlarut per kilogram larutan (atau liter air, karena densitas air mendekati 1 kg/L).
$$ \text{ppm} = \frac{\text{Massa Zat Terlarut}}{\text{Massa Larutan}} \times 10^6 $$ $$ \text{ppb} = \frac{\text{Massa Zat Terlarut}}{\text{Massa Larutan}} \times 10^9 $$Sebagai contoh, batas aman timbal dalam air minum sering dinyatakan dalam ppb, menunjukkan tingkat sensitivitas pengukuran yang ekstrem diperlukan untuk mendeteksi kontaminan.
Sifat koligatif adalah sifat-sifat fisik larutan yang hanya bergantung pada jumlah partikel zat terlarut dalam pelarut, dan bukan pada identitas kimia zat terlarut itu sendiri. Keempat sifat koligatif utama memiliki aplikasi luas, terutama dalam penentuan massa molekul relatif zat yang tidak diketahui.
Ketika zat terlarut non-volatil ditambahkan ke dalam pelarut murni, partikel zat terlarut akan menempati sebagian permukaan larutan, menghalangi molekul pelarut untuk menguap ke fasa gas. Akibatnya, tekanan uap di atas larutan lebih rendah daripada tekanan uap pelarut murni pada suhu yang sama. Fenomena ini dijelaskan oleh Hukum Raoult:
$$ P_{larutan} = X_{pelarut} \cdot P^{\circ}_{pelarut} $$
Di mana $P_{larutan}$ adalah tekanan uap larutan, $X_{pelarut}$ adalah fraksi mol pelarut, dan $P^{\circ}_{pelarut}$ adalah tekanan uap pelarut murni. Penurunan tekanan uap ($\Delta P$) dihitung sebagai $P^{\circ}_{pelarut} - P_{larutan}$.
Hukum Raoult ideal berlaku untuk larutan ideal, di mana interaksi antar partikel zat terlarut-pelarut ($A-B$) sama kuatnya dengan interaksi pelarut-pelarut ($A-A$) dan zat terlarut-zat terlarut ($B-B$). Deviasi positif atau negatif dari Hukum Raoult menunjukkan interaksi yang lebih lemah atau lebih kuat dari interaksi ideal.
Penambahan zat terlarut menyebabkan titik didih larutan menjadi lebih tinggi daripada pelarut murni. Ini karena tekanan uap larutan yang lebih rendah memerlukan suhu yang lebih tinggi untuk mencapai tekanan atmosfer (atau tekanan eksternal). Perubahan ini dihitung menggunakan konstanta ebulioskopik ($K_b$):
$$ \Delta T_b = K_b \cdot m $$
Di mana $m$ adalah molalitas zat terlarut.
Partikel zat terlarut mengganggu pembentukan kisi kristal yang teratur dari pelarut saat pendinginan. Akibatnya, diperlukan suhu yang lebih rendah agar larutan membeku. Perubahan ini dihitung menggunakan konstanta krioskopik ($K_f$):
$$ \Delta T_f = K_f \cdot m $$
Aplikasi paling umum dari penurunan titik beku adalah penggunaan garam (NaCl atau CaCl₂) pada jalan bersalju untuk mencairkan es.
Osmosis adalah pergerakan spontan molekul pelarut melintasi membran semipermeabel dari daerah konsentrasi zat terlarut rendah ke daerah konsentrasi zat terlarut tinggi. Tekanan osmotik ($\Pi$) adalah tekanan yang diperlukan untuk menghentikan aliran pelarut melalui membran.
Tekanan osmotik dihitung menggunakan persamaan van 't Hoff, yang mirip dengan persamaan gas ideal:
$$ \Pi = M \cdot R \cdot T $$
Di mana $M$ adalah molaritas, $R$ adalah konstanta gas, dan $T$ adalah suhu dalam Kelvin.
Tekanan osmotik sangat penting dalam biologi, mengatur aliran cairan di dalam sel. Larutan dapat diklasifikasikan sebagai isotonik (tekanan osmotik sama), hipotonik (tekanan osmotik lebih rendah), atau hipertonik (tekanan osmotik lebih tinggi) dibandingkan dengan cairan sel.
Sifat koligatif yang dijelaskan di atas berlaku untuk larutan non-elektrolit (seperti gula), di mana satu mol zat terlarut menghasilkan satu mol partikel dalam larutan. Namun, zat elektrolit (seperti NaCl) berdisosiasi menjadi ion-ion, meningkatkan jumlah partikel efektif dalam larutan.
Faktor van 't Hoff ($i$) adalah rasio antara jumlah partikel aktual yang dihasilkan dalam larutan terhadap jumlah mol zat terlarut yang dilarutkan. Untuk elektrolit kuat, $i$ mendekati jumlah ion yang dihasilkan (misalnya, $i \approx 2$ untuk NaCl). Persamaan sifat koligatif kemudian dimodifikasi:
$$ \Delta T_b = i \cdot K_b \cdot m $$ $$ \Pi = i \cdot M \cdot R \cdot T $$
Dalam larutan nyata, $i$ seringkali sedikit lebih kecil daripada nilai teoretis karena adanya atraksi interionik, di mana ion-ion yang berlawanan muatan sementara saling 'berpasangan' (ion pairing), mengurangi jumlah partikel bebas yang efektif.
Klasifikasi larutan berdasarkan kemampuan menghantarkan listrik adalah fundamental. Kemampuan konduksi listrik bergantung pada keberadaan ion-ion bebas yang bergerak.
Kekuatan elektrolit ditentukan oleh derajat ionisasi ($\alpha$), yaitu fraksi molekul yang terionisasi:
Konsep larutan sangat erat kaitannya dengan kesetimbangan asam-basa, yang merupakan inti dari kimia air. Menurut teori Brønsted-Lowry, asam adalah donor proton (H⁺) dan basa adalah akseptor proton.
Keasaman dan kebasaan larutan diukur menggunakan skala pH dan pOH, yang merupakan fungsi negatif logaritma konsentrasi ion hidrogen ($[H^+]$) dan ion hidroksida ($[OH^-]$):
$$ pH = -\log[H^+] $$ $$ pOH = -\log[OH^-] $$Dalam air murni atau larutan encer pada 25°C, berlaku hubungan: $pH + pOH = 14$.
Untuk asam lemah (HA), proses ionisasi mencapai kesetimbangan yang dijelaskan oleh konstanta kesetimbangan asam ($K_a$):
$$ HA_{(aq)} \rightleftharpoons H^+_{(aq)} + A^-_{(aq)} $$ $$ K_a = \frac{[H^+][A^-]}{[HA]} $$Semakin besar nilai $K_a$, semakin kuat keasaman larutan tersebut (semakin banyak H⁺ yang dilepaskan).
Larutan penyangga adalah larutan yang mampu mempertahankan pH-nya relatif konstan meskipun ditambahkan sedikit asam atau basa kuat. Larutan penyangga sangat penting dalam sistem biologi (misalnya buffer bikarbonat dalam darah).
Larutan penyangga terdiri dari dua komponen:
Dalam larutan penyangga yang terdiri dari asam lemah (HA) dan basa konjugasinya (A⁻), jika ditambahkan asam kuat (H⁺), maka basa konjugasi (A⁻) akan bereaksi dengan H⁺ untuk membentuk asam lemah HA yang tidak terionisasi. Sebaliknya, jika ditambahkan basa kuat (OH⁻), asam lemah (HA) akan menetralkannya. Dengan demikian, perubahan drastis pada [H⁺] dapat diminimalisir.
Untuk menghitung pH larutan penyangga, digunakan Persamaan Henderson-Hasselbalch:
$$ pH = pK_a + \log \left( \frac{\text{[Garam (Basa Konjugasi)]}}{\text{[Asam Lemah]}} \right) $$Kapasitas buffer adalah ukuran efektivitas larutan penyangga, di mana buffer paling efektif ketika rasio konsentrasi garam terhadap asam adalah 1:1, atau $pH = pK_a$.
Hidrolisis adalah reaksi ion dari garam dengan air. Bergantung pada sifat asam dan basa pembentuknya, garam dapat bersifat netral, asam, atau basa dalam larutan air.
Kelarutan adalah konsentrasi maksimum zat terlarut yang dapat dilarutkan dalam sejumlah pelarut pada suhu tertentu untuk menghasilkan larutan jenuh. Larutan diklasifikasikan menjadi tak jenuh, jenuh, dan superjenuh.
Larutan jenuh adalah larutan yang berada dalam kesetimbangan dinamis, di mana laju pelarutan padatan sama dengan laju rekristalisasi. Untuk garam yang sukar larut (misalnya AgCl), proses kesetimbangan adalah:
$$ AgCl_{(s)} \rightleftharpoons Ag^+_{(aq)} + Cl^-_{(aq)} $$Hasil kali kelarutan ($K_{sp}$) adalah konstanta kesetimbangan yang menggambarkan konsentrasi ion-ion dalam larutan jenuh dari senyawa ionik yang sedikit larut.
Untuk reaksi umum $M_x A_y (s) \rightleftharpoons xM^{y+} (aq) + yA^{x-} (aq)$, $K_{sp}$ didefinisikan sebagai:
$$ K_{sp} = [M^{y+}]^x [A^{x-}]^y $$Nilai $K_{sp}$ yang sangat kecil menunjukkan bahwa senyawa tersebut sangat sedikit larut. $K_{sp}$ hanya bergantung pada suhu.
Kelarutan molar ($s$) adalah konsentrasi mol per liter zat yang terlarut. Untuk senyawa seperti $AgCl$, $s = [Ag^+] = [Cl^-]$, sehingga $K_{sp} = s^2$. Untuk senyawa seperti $PbI_2$, $K_{sp} = [Pb^{2+}][I^-]^2 = (s)(2s)^2 = 4s^3$. Hubungan ini memungkinkan prediksi kelarutan berdasarkan $K_{sp}$ atau sebaliknya.
Prinsip Le Chatelier menjelaskan bahwa jika konsentrasi salah satu ion produk ditambahkan ke dalam larutan jenuh, kesetimbangan akan bergeser ke kiri, menyebabkan presipitasi (pengendapan) zat padat dan mengurangi kelarutan garam tersebut. Ini dikenal sebagai efek ion senama.
Misalnya, jika ditambahkan NaCl ke dalam larutan jenuh AgCl, peningkatan konsentrasi ion $Cl^-$ akan menyebabkan AgCl mengendap, menurunkan kelarutan AgCl. Efek ini dimanfaatkan dalam analisis kualitatif untuk memisahkan ion-ion tertentu dari campuran.
Untuk menentukan apakah suatu endapan akan terbentuk ketika dua larutan dicampur, kita harus membandingkan Hasil Kali Ion ($Q$) dengan $K_{sp}$:
Proses pelarutan melibatkan perubahan energi yang signifikan, yang ditentukan oleh entalpi larutan ($\Delta H_{soln}$), entalpi pelarut ($\Delta H_{pelarut}$), dan entalpi zat terlarut ($\Delta H_{terlarut}$).
Perubahan entalpi total selama pelarutan adalah jumlah dari tiga langkah hipotetis yang melibatkan energi:
Jika $\Delta H_{soln}$ bernilai negatif (eksoterm), larutan akan terasa panas (misalnya pelarutan NaOH). Jika $\Delta H_{soln}$ bernilai positif (endoterm), larutan akan terasa dingin (misalnya pelarutan NH₄NO₃).
Entropi ($\Delta S$) adalah ukuran ketidakteraturan atau keacakan sistem. Ketika zat padat atau cairan larut dalam pelarut cair, umumnya entropi sistem meningkat ($\Delta S > 0$), karena partikel-partikel terdistribusi lebih acak. Peningkatan entropi ini sering kali menjadi faktor pendorong utama dalam proses pelarutan, bahkan jika proses tersebut bersifat endotermik (memerlukan energi).
Pengaruh suhu terhadap kelarutan dijelaskan oleh Prinsip Le Chatelier:
Pengecualian utama adalah kelarutan gas dalam cairan. Kelarutan gas selalu bersifat eksotermik. Oleh karena itu, peningkatan suhu selalu menyebabkan kelarutan gas menurun (misalnya, O₂ lebih sedikit larut dalam air panas daripada air dingin).
Di laboratorium, presisi dalam menyiapkan dan menganalisis larutan sangat menentukan validitas eksperimen. Dua proses kunci adalah pengenceran dan titrasi.
Pengenceran adalah proses menurunkan konsentrasi larutan dengan menambahkan lebih banyak pelarut. Jumlah zat terlarut (mol) sebelum dan sesudah pengenceran harus tetap sama. Prinsip ini diatur oleh rumus pengenceran:
$$ M_1 V_1 = M_2 V_2 $$
Di mana $M_1$ dan $V_1$ adalah molaritas dan volume larutan awal (pekat), dan $M_2$ serta $V_2$ adalah molaritas dan volume larutan akhir (encer). Pengenceran harus selalu dilakukan dengan menambahkan asam pekat ke dalam air, bukan sebaliknya, terutama untuk asam yang sangat eksotermik, untuk mencegah luapan mendadak akibat panas solvasi yang tinggi.
Untuk analisis kuantitatif, diperlukan larutan yang konsentrasinya diketahui dengan tepat, yang disebut larutan standar. Larutan baku primer adalah zat yang memenuhi kriteria kemurnian tinggi (stabil, tidak higroskopis, massa molekul relatif tinggi) sehingga dapat ditimbang secara akurat untuk membuat larutan standar dengan konsentrasi yang sangat pasti. Contohnya adalah kalium hidrogen ftalat (KHP) atau natrium karbonat.
Larutan baku sekunder (misalnya larutan NaOH) yang konsentrasinya tidak dapat ditentukan secara langsung melalui penimbangan harus distandardisasi menggunakan larutan baku primer melalui teknik titrasi.
Titrasi adalah prosedur analitik untuk menentukan konsentrasi suatu zat terlarut (analit) dengan mereaksikannya secara bertahap dengan volume larutan standar (titran) yang konsentrasinya diketahui.
Dalam titrasi asam-basa, titran (misalnya NaOH) ditambahkan ke analit (misalnya HCl) hingga mencapai titik ekivalen, yaitu titik di mana jumlah mol asam tepat bereaksi sempurna dengan jumlah mol basa.
Titik akhir titrasi, yang diamati melalui perubahan warna indikator, harus sedekat mungkin dengan titik ekivalen. Pemilihan indikator yang tepat sangat penting; indikator harus berubah warna pada pH yang sesuai dengan pH titik ekivalen larutan hasil reaksi.
Kurva titrasi (plot pH terhadap volume titran yang ditambahkan) adalah alat yang kuat untuk memvisualisasikan perubahan pH. Bentuk kurva ini berbeda secara signifikan tergantung apakah titrasi melibatkan asam kuat/basa kuat, asam lemah/basa kuat, atau kombinasi lainnya. Untuk titrasi asam kuat-basa kuat, titik ekivalen berada tepat di pH 7. Namun, untuk titrasi asam lemah dengan basa kuat, hidrolisis garam menghasilkan titik ekivalen di atas pH 7.
Konsep larutan tidak hanya terbatas pada skala lab, tetapi membentuk dasar bagi banyak aplikasi teknologi dan ilmiah yang kompleks.
Dalam upaya menuju "Kimia Hijau" (Green Chemistry), perhatian besar diberikan pada sifat pelarut. Pelarut tradisional, seperti benzena atau toluena, seringkali beracun, mudah menguap, dan sulit dibuang.
Inovasi dalam pelarut meliputi:
Tubuh manusia adalah koleksi kompleks larutan berbasis air. Keseimbangan ionik dan pH adalah vital:
Kontrol kelarutan dan kesetimbangan sangat penting dalam skala industri:
Proses ini digunakan untuk memurnikan zat padat. Senyawa dilarutkan dalam pelarut panas (larutan jenuh atau superjenuh) dan kemudian didinginkan secara perlahan. Karena kelarutan menurun seiring suhu, zat terlarut yang dimurnikan akan mengendap sebagai kristal murni.
Teknik ini memanfaatkan perbedaan kelarutan zat dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur (imiscible), biasanya pelarut organik dan air. Senyawa target akan berpindah dari satu fasa ke fasa lain berdasarkan koefisien partisinya. Ini banyak digunakan dalam industri farmasi untuk memisahkan produk yang diinginkan dari campuran reaksi.
Meskipun Hukum Raoult dan semua persamaan sifat koligatif didasarkan pada asumsi larutan ideal, banyak larutan di dunia nyata menunjukkan perilaku non-ideal, terutama pada konsentrasi tinggi. Pemahaman non-idealitas memerlukan peninjauan interaksi molekuler secara lebih mendalam.
Deviasi dari Hukum Raoult terjadi ketika kekuatan interaksi antara komponen berbeda secara signifikan:
Untuk menjelaskan perilaku non-ideal secara termodinamika, konsep konsentrasi diganti dengan aktivitas ($a$). Aktivitas adalah konsentrasi termodinamika efektif. Hubungan antara aktivitas dan konsentrasi (molaritas, $M$) diberikan oleh koefisien aktivitas ($\gamma$):
$$ a = \gamma M $$Dalam larutan ideal, $\gamma = 1$. Dalam larutan non-ideal, $\gamma$ bervariasi. Penggunaan aktivitas, bukan konsentrasi, memungkinkan persamaan-persamaan termodinamika (seperti $K_{eq}$ atau Hukum Raoult) untuk tetap valid meskipun larutan tersebut bersifat non-ideal.
Dalam larutan elektrolit, koefisien aktivitas ionik dipengaruhi secara kuat oleh kekuatan ionik larutan (jumlah total muatan ion dalam larutan). Semakin tinggi kekuatan ionik, semakin rendah koefisien aktivitas karena meningkatnya atraksi interionik, yang secara efektif mengurangi mobilitas dan "kebebasan" ion.
Meskipun sering dipelajari setelah larutan sejati, koloid dan suspensi merupakan bagian dari spektrum dispersi campuran. Larutan sejati memiliki ukuran partikel terlarut sangat kecil (< 1 nm), sementara koloid berada di tengah (1 nm hingga 1000 nm), dan suspensi memiliki partikel terbesar.
Sifat-sifat ini menegaskan bahwa larutan sejati merupakan kasus batas dari dispersi homogen di mana interaksi molekul dan homogenitas telah mencapai tingkat yang paling mendalam.
Keseluruhan studi tentang larutan kimia, dari perhitungan konsentrasi sederhana hingga aplikasi termodinamika kompleks pada larutan non-ideal, membuktikan bahwa larutan adalah medium tempat sebagian besar reaksi kimia, biologis, dan industri berlangsung. Kontrol dan pemahaman yang akurat terhadap parameter larutan adalah prasyarat untuk kemajuan ilmiah dan teknologi.
Representasi penurunan tekanan uap akibat adanya zat terlarut non-volatil.
Untuk mencapai pemahaman yang komprehensif, kita perlu menggali lebih dalam ke dalam aspek termodinamika dan kinetika yang mengatur perilaku larutan, melampaui konsep dasar yang telah dibahas sebelumnya.
Keseimbangan dalam larutan ideal dapat dijelaskan secara ketat menggunakan potensial kimia ($\mu$). Potensial kimia suatu komponen A dalam larutan didefinisikan sebagai energi bebas Gibbs parsial molar:
$$ \mu_A = \mu_A^{\circ} + RT \ln a_A $$Di mana $\mu_A^{\circ}$ adalah potensial kimia pada keadaan standar dan $a_A$ adalah aktivitas komponen A. Untuk larutan ideal, aktivitas digantikan oleh fraksi mol ($X_A$).
Pembentukan larutan spontan jika perubahan energi bebas Gibbs ($\Delta G_{soln}$) negatif. $\Delta G$ terkait dengan entalpi ($\Delta H$) dan entropi ($\Delta S$) melalui:
$$ \Delta G_{soln} = \Delta H_{soln} - T\Delta S_{soln} $$Bahkan ketika $\Delta H_{soln}$ positif (endoterm), pelarutan dapat terjadi secara spontan jika peningkatan entropi ($\Delta S_{soln}$) cukup besar. Misalnya, pelarutan amonium nitrat (dingin) adalah endotermik ($\Delta H > 0$), tetapi kelarutan terjadi karena ketidakteraturan molekul secara substansial meningkat ($\Delta S \gg 0$), menjadikan $\Delta G$ negatif secara keseluruhan pada suhu kamar.
Meskipun termodinamika menentukan apakah suatu zat *dapat* larut (kelarutan maksimum), kinetika menentukan seberapa cepat proses pelarutan *terjadi*.
Kelarutan gas dalam cairan diatur secara kuantitatif oleh Hukum Henry, yang menyatakan bahwa pada suhu konstan, jumlah gas yang terlarut dalam cairan sebanding dengan tekanan parsial gas di atas cairan.
$$ C = k_H P $$
Di mana $C$ adalah konsentrasi gas terlarut, $P$ adalah tekanan parsial gas, dan $k_H$ adalah konstanta Henry. Aplikasi penting dari hukum ini terlihat pada penyelam yang mengalami bends (penyakit dekompresi), di mana gas nitrogen terlarut dalam darah di bawah tekanan tinggi dan dilepaskan sebagai gelembung jika tekanan eksternal berkurang terlalu cepat.
Konstanta Henry, $k_H$, bersifat unik untuk setiap kombinasi gas-pelarut dan sangat bergantung pada suhu (seperti yang dijelaskan sebelumnya, kelarutan gas menurun drastis saat suhu naik).
Konsep larutan juga meluas ke fasa padat, yaitu aloi logam (larutan substitusi atau interstisial). Dalam larutan padat, atom salah satu komponen tersebar secara homogen dalam kisi kristal komponen lainnya.
Dalam kimia anorganik, ada pula senyawa yang menunjukkan non-stoikiometri, di mana rasio atomnya sedikit menyimpang dari rasio bilangan bulat sederhana (misalnya Fe₀.₉₈O). Materi ini dapat dianggap sebagai larutan padat di mana terjadi cacat kisi kristal (kekosongan atom atau atom berlebih) yang berfungsi sebagai "zat terlarut" di dalam struktur kristal utama. Perilaku non-stoikiometri ini sangat penting dalam sifat semikonduktor dan katalis padat.
Dalam hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah, penentuan pH memerlukan perhitungan yang lebih kompleks karena baik kation maupun anion mengalami hidrolisis. Reaksi simultan yang bersaing ini ditentukan oleh perbandingan antara konstanta hidrolisis kation ($K_h^+$) dan anion ($K_h^-$), yang masing-masing terkait dengan $K_b$ dan $K_a$ serta konstanta hasil kali ion air ($K_w$):
$$ K_h^- = \frac{K_w}{K_a} \quad \text{dan} \quad K_h^+ = \frac{K_w}{K_b} $$Jika $K_a$ lebih besar dari $K_b$, larutan akan bersifat asam; jika $K_b$ lebih besar dari $K_a$, larutan bersifat basa; dan jika keduanya setara, larutan akan netral. Perhitungan pH dalam kasus ini menggunakan rumus yang menyederhanakan interaksi tersebut, menunjukkan betapa rumitnya interaksi ionik dalam larutan air.
Meskipun $K_{sp}$ didefinisikan pada kondisi ideal (aktivitas = konsentrasi), dalam larutan nyata, terutama yang mengandung ion lain (bukan ion senama), kelarutan senyawa ionik yang sedikit larut dapat meningkat. Fenomena ini berlawanan dengan efek ion senama.
Peningkatan ini disebabkan oleh peningkatan kekuatan ionik larutan secara keseluruhan. Ion-ion asing ini bertindak sebagai "perisai" yang mengurangi atraksi efektif antara ion-ion yang ingin mengendap, sehingga memungkinkan lebih banyak garam larut. Ini adalah alasan mengapa kita harus menggunakan konsep aktivitas (seperti dibahas di bagian Larutan Non-Ideal) untuk perhitungan $K_{sp}$ yang sangat presisi.
Larutan kimia, sebagai campuran homogen, adalah jantung dari kimia, biologi, dan ilmu material. Dari interaksi molekuler sederhana yang diatur oleh polaritas, hingga perhitungan termodinamika yang melibatkan energi bebas Gibbs, setiap aspek larutan memberikan wawasan kritis tentang bagaimana materi berinteraksi.
Pemahaman mendalam tentang konsentrasi, sifat koligatif, kesetimbangan (asam-basa dan kelarutan), dan aspek non-ideal dari larutan memungkinkan para ilmuwan untuk merancang proses industri yang efisien, mengembangkan obat-obatan baru, memantau kualitas lingkungan, dan memahami mekanisme fundamental kehidupan itu sendiri. Larutan bukan sekadar wadah untuk reaksi, tetapi merupakan sistem dinamis di mana hukum fisika dan kimia bekerja secara harmonis untuk mencapai kesetimbangan.