Dalam perjalanan hidup, setiap insan pasti akan dihadapkan pada berbagai rintangan, cobaan, dan kesulitan. Ada kalanya kita merasa tak berdaya, seolah semua jalan telah tertutup dan harapan mulai memudar. Di saat-saat kritis seperti inilah, seorang mukmin diajarkan untuk kembali kepada Sang Pencipta, Allah SWT, satu-satunya sumber pertolongan dan kekuatan yang tak terbatas. Salah satu bentuk permohonan pertolongan yang sangat ditekankan dalam Islam adalah Istigasah.
Istigasah bukan sekadar doa biasa. Ia adalah bentuk permohonan yang lebih mendesak, lebih mendalam, dan seringkali dilakukan dalam situasi darurat atau ketika seseorang berada di puncak kesulitan. Dalam pengertian syar'i, Istigasah adalah memohon pertolongan dan penyelamatan kepada Allah SWT dari suatu kesulitan atau musibah yang sedang menimpa, atau dari bahaya yang dikhawatirkan akan datang. Artikel ini akan mengupas tuntas makna, dalil, adab, hukum, serta hikmah di balik praktik Istigasah, agar kita semua dapat memahami dan mengamalkannya dengan benar sesuai tuntunan syariat.
Secara etimologi, kata "Istigasah" (اِسْتِغَاثَةٌ) berasal dari akar kata bahasa Arab "ghawth" (غَوْثٌ) yang berarti 'pertolongan', 'bantuan', atau 'penyelamatan'. Bentuk "istif'al" (استفعل) dari kata dasar ini, yaitu "istaghasa" (استغاث), memiliki arti 'meminta pertolongan', 'memohon bantuan', atau 'menyelamatkan'. Jadi, secara harfiah, Istigasah adalah permohonan untuk mendapatkan pertolongan atau penyelamatan.
Para ahli bahasa Arab menjelaskan bahwa "ghawth" adalah seruan untuk meminta pertolongan pada saat kesulitan. Ketika seseorang mengucapkan "Ya Ghawthah!" (يا غوثاه!), itu berarti "Wahai Penolongku!" atau "Mintakanlah pertolongan untukku!". Makna ini menunjukkan adanya kebutuhan yang mendesak dan ketergantungan pada pihak lain untuk keluar dari kesulitan.
Dalam konteks syariat Islam, Istigasah didefinisikan sebagai memohon pertolongan dan bantuan kepada Allah SWT dalam menghadapi kesulitan, musibah, atau bencana yang besar. Para ulama seringkali membedakan Istigasah dengan doa secara umum dan istianah (memohon pertolongan umum).
Meskipun ada perbedaan nuansa, ketiganya (doa, istianah, istigasah) pada hakikatnya adalah bentuk ibadah dan pengakuan akan ketergantungan mutlak kepada Allah SWT. Istigasah adalah salah satu bentuk doa yang paling intens dan terfokus pada penyelamatan dari marabahaya.
Praktik Istigasah memiliki dasar yang kuat dalam Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Ayat-ayat Al-Qur'an secara eksplisit maupun implisit mendorong manusia untuk memohon pertolongan hanya kepada Allah, terutama di saat genting. Demikian pula, banyak hadits dan sirah Nabi yang menunjukkan bahwa beliau dan para sahabat melakukan Istigasah.
Banyak ayat dalam Al-Qur'an yang memerintahkan manusia untuk memohon pertolongan kepada Allah SWT, yang pada dasarnya mencakup makna Istigasah:
"Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.""
Ayat ini adalah perintah umum untuk berdoa, dan Istigasah adalah salah satu bentuk doa yang paling mendesak. Allah berjanji akan mengabulkan permohonan hamba-Nya.
"Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila dia berdoa kepada-Nya, dan menghilangkan kesusahan dan menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingat(Nya)."
Ayat ini secara langsung merujuk kepada orang yang dalam kesulitan (المُضْطَرّ), yang situasinya sangat cocok dengan kondisi saat seseorang melakukan Istigasah. Allah SWT menegaskan bahwa hanya Dia-lah yang mampu menghilangkan kesulitan tersebut.
"Dan mohonlah pertolongan (istainu) dengan sabar dan salat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk."
Meskipun menggunakan kata "istainu" (istianah), namun maknanya sangat dekat dengan Istigasah, terutama dalam konteks mencari kekuatan dan jalan keluar dari kesulitan melalui sabar dan salat. Salat itu sendiri adalah medium permohonan yang paling agung kepada Allah.
"(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan (tastaghisuna) kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: "Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.""
Ayat ini adalah dalil paling eksplisit yang menggunakan kata Istigasah (تَسْتَغِيثُونَ) dan menceritakan bagaimana Allah mengabulkan permohonan pertolongan para sahabat Nabi dalam Perang Badar. Ini adalah bukti nyata bahwa Istigasah adalah praktik yang diakui dan dikabulkan oleh Allah SWT.
Dari ayat-ayat di atas, jelas bahwa Allah SWT mendorong hamba-Nya untuk memohon pertolongan kepada-Nya dalam segala situasi, terlebih lagi saat kesulitan mendera. Ini menunjukkan keagungan Allah sebagai satu-satunya Penolong yang Maha Kuasa.
Banyak riwayat hadits dan kisah-kisah dalam sirah Nabawiyah yang menggambarkan praktik Istigasah oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya:
Sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Anfal: 9, Nabi Muhammad SAW secara intensif berdoa dan beristigasah kepada Allah SWT pada malam Perang Badar. Beliau berdiri lama dalam sujudnya, memohon pertolongan Allah untuk kaum Muslimin yang jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan pasukan Quraisy. Diriwayatkan bahwa beliau terus berdoa hingga selendangnya terjatuh dari bahunya, dan Abu Bakar ash-Shiddiq menenangkannya dengan berkata, "Cukup, wahai Rasulullah! Sesungguhnya Allah pasti akan memenuhi janji-Nya kepadamu."
Dari Umar bin Khattab RA, ia berkata: "Pada hari Perang Badar, Rasulullah SAW melihat kepada kaum musyrikin yang berjumlah seribu orang, sedangkan sahabatnya berjumlah tiga ratus sembilan belas orang. Maka beliau menghadap kiblat, kemudian menadahkan kedua tangannya dan terus menerus berdoa kepada Rabbnya seraya berkata: 'Ya Allah, penuhilah janji-Mu kepadaku. Ya Allah, berikanlah apa yang Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, jika pasukan Islam ini binasa, maka Engkau tidak akan disembah lagi di muka bumi.' Beliau terus menerus berdoa dan menadahkan tangannya menghadap kiblat hingga selendangnya terjatuh dari pundaknya..." (HR. Muslim).
Ini adalah contoh paling jelas dari Istigasah yang dilakukan oleh Nabi SAW sendiri dalam situasi yang sangat kritis.
Meskipun lebih dikenal sebagai doa Istisqa', namun secara esensi ia adalah bentuk Istigasah kepada Allah SWT untuk menghilangkan kekeringan dan mendatangkan hujan. Nabi SAW seringkali memimpin salat Istisqa' dan berdoa dengan sungguh-sungguh agar Allah menurunkan hujan.
Dalam hadits syafaat yang panjang, disebutkan bahwa manusia di hari Kiamat akan mencari pertolongan kepada para Nabi (Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa) untuk meminta syafaat kepada Allah agar segera mengadili mereka dari kesulitan Padang Mahsyar, hingga akhirnya mereka datang kepada Nabi Muhammad SAW. Ini menunjukkan bahwa konsep meminta pertolongan (Istigasah) dalam kesulitan sudah ada dan menjadi naluri manusia, meskipun yang paling sempurna adalah langsung kepada Allah dan melalui syafaat yang diizinkan-Nya.
Dari dalil-dalil ini, dapat disimpulkan bahwa Istigasah adalah praktik yang disyariatkan dan memiliki landasan yang kokoh dalam ajaran Islam, asalkan diarahkan hanya kepada Allah SWT.
Agar Istigasah seorang hamba diterima dan dikabulkan oleh Allah SWT, ada beberapa syarat dan adab yang perlu diperhatikan. Ini bukan sekadar formalitas, melainkan cerminan dari kesungguhan hati, keikhlasan, dan pengakuan akan kebesaran Allah.
Ini adalah syarat terpenting. Istigasah harus murni ditujukan kepada Allah SWT semata, tanpa menyekutukan-Nya dengan apapun atau siapapun. Keyakinan bahwa hanya Allah-lah yang Maha Kuasa untuk memberikan pertolongan dan menghilangkan kesulitan adalah fondasi utama.
"Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah." (QS. Al-Jinn: 18).
Meskipun ada pembahasan tentang Istigasah kepada makhluk (akan dibahas di bagian selanjutnya), namun secara hakikat, Istigasah yang menyelamatkan dari kesulitan mutlak adalah hanya dari Allah.
Orang yang beristigasah harus memiliki keyakinan penuh (husnudzan) bahwa Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui, dan Maha Kuasa untuk mengabulkan permohonannya, meskipun keadaannya tampak mustahil menurut akal manusia. Keraguan akan menghalangi terkabulnya doa.
Setelah beristigasah, serahkanlah segala urusan kepada Allah SWT. Berusaha semaksimal mungkin sesuai kemampuan (ikhtiar), lalu pasrahkan hasilnya kepada-Nya. Ini bukan berarti berdiam diri, melainkan melakukan yang terbaik sambil hati tetap bergantung kepada Allah.
Meskipun Allah Maha Pengampun dan Maha Penerima tobat, Istigasah yang dilakukan oleh hamba yang senantiasa menjaga ketaatan, menjauhi maksiat, dan makan dari rezeki yang halal lebih utama dan lebih besar peluangnya untuk dikabulkan. Namun, ini tidak berarti orang yang berdosa tidak boleh beristigasah; justru di saat sulit adalah momen terbaik untuk kembali dan bertaubat kepada Allah.
Mulailah Istigasah dengan memuji Allah SWT dengan nama-nama-Nya yang indah (Asmaul Husna) dan sifat-sifat-Nya yang mulia, kemudian bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Ini adalah kunci pembuka pintu doa.
Rasulullah SAW bersabda: "Apabila salah seorang dari kalian berdoa, maka hendaklah ia memulai dengan memuji Allah, kemudian bershalawat kepadaku, setelah itu baru ia berdoa dengan apa yang ia kehendaki." (HR. Tirmidzi).
Mengangkat kedua tangan saat berdoa, terutama saat Istigasah, adalah sunnah Nabi SAW yang menunjukkan kerendahan hati, kebutuhan, dan permohonan yang mendalam.
Disunnahkan menghadap kiblat saat berdoa, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi SAW dalam berbagai kesempatan, termasuk saat Istigasah di Perang Badar.
Berdoa dengan hati yang hancur, merendah di hadapan Allah, dan penuh khusyuk, menyadari betapa besar dosa dan betapa kecilnya diri di hadapan keagungan-Nya. Hadirkan hati dan fokuskan pikiran hanya kepada Allah.
Sertakan pengakuan akan dosa-dosa dan permohonan ampun (istigfar) kepada Allah SWT. Dosa bisa menjadi penghalang terkabulnya doa.
Jangan mudah putus asa. Ulangi permohonan dengan keyakinan, terkadang hingga tiga kali atau lebih, sebagaimana yang dilakukan Nabi SAW.
Pada umumnya, doa dianjurkan dengan suara lirih. Namun, dalam konteks Istigasah yang sangat mendesak dan jika dilakukan berjamaah, terkadang dibolehkan dengan suara yang lebih jelas agar jemaah dapat mengikutinya.
Jangan beranggapan bahwa doa tidak dikabulkan jika belum segera terlihat hasilnya. Tergesa-gesa dapat menghilangkan keberkahan doa. Allah mengabulkan doa dalam waktu dan cara terbaik menurut-Nya.
Seringkali terjadi kebingungan antara Istigasah dengan istilah lain seperti Istianah dan Tawassul. Meskipun ketiganya berhubungan dengan permohonan pertolongan kepada Allah, ada perbedaan mendasar dalam konteks dan fokusnya.
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, Istianah (استعانة) berarti 'memohon bantuan' atau 'meminta pertolongan' secara umum. Kata ini berasal dari akar kata 'aun' (عون) yang berarti 'bantuan'. Istianah mencakup segala bentuk permohonan bantuan, baik dalam urusan dunia maupun akhirat.
Sebagai analogi, jika Anda meminta bantuan teman untuk memindahkan meja, itu Istianah. Jika Anda terjebak di reruntuhan bangunan dan berteriak minta tolong, itu Istigasah. Dalam konteks syar'i, Istigasah adalah bentuk Istianah yang paling mendesak.
Ayat "Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in" (Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan) (QS. Al-Fatihah: 5) adalah perintah untuk Istianah secara umum hanya kepada Allah.
Tawassul (توسّل) berarti 'mendekatkan diri' atau 'mencari perantara' kepada Allah SWT untuk mengabulkan doa. Tawassul adalah upaya mencari jalan atau sarana yang dibenarkan syariat agar doa lebih mudah dikabulkan.
Ada beberapa jenis tawassul yang dibolehkan dalam Islam:
Berdoa dengan menyebut nama-nama Allah yang indah dan sifat-sifat-Nya yang mulia. Contoh: "Ya Rahman, Ya Rahim, rahmatilah aku," atau "Ya Hayyu, Ya Qayyum, dengan rahmat-Mu aku memohon pertolongan."
Berdoa dengan menyebutkan amal saleh yang pernah dilakukan, mengharap agar Allah mengabulkan doa berkat amal tersebut. Contohnya adalah kisah tiga orang yang terjebak dalam gua, mereka berdoa dengan menyebut amal saleh masing-masing dan gua pun terbuka.
Meminta seorang Muslim yang saleh dan masih hidup untuk mendoakan kita. Misalnya, seorang sahabat meminta Nabi SAW untuk mendoakannya. Ini dibolehkan karena orang saleh tersebut masih hidup dan mampu berdoa secara langsung.
Ada perbedaan pandangan ulama mengenai tawassul dengan kedudukan atau kehormatan Nabi Muhammad SAW atau para wali. Sebagian ulama membolehkan, sebagian lain melarang karena dianggap bisa menjurus pada syirik jika tidak dipahami dengan benar.
Perbedaan utamanya adalah:
Sebagai contoh, seseorang yang dalam kesulitan bisa beristigasah kepada Allah dengan bertawassul melalui nama-nama-Nya, "Ya Allah, Yang Maha Penolong, Yang Maha Menguasai segala urusan, dengan nama-Mu yang agung, selamatkanlah hamba dari kesulitan ini." Di sini, Istigasah adalah inti permohonan, dan Tawassul adalah cara menyampaikan permohonan tersebut dengan lebih baik.
Salah satu topik yang sering menimbulkan perdebatan dan kesalahpahaman adalah masalah Istigasah kepada selain Allah. Apakah ini diperbolehkan? Jika ya, dalam kondisi seperti apa? Dan kapan hal itu dapat dikategorikan sebagai syirik?
Prinsip fundamental dalam Islam adalah bahwa pertolongan yang hakiki, mutlak, dan tidak terbatas hanya datang dari Allah SWT. Hanya Dia yang memiliki kekuasaan penuh atas segala sesuatu, mampu memberikan manfaat dan menolak mudarat dalam segala keadaan.
"Jika Allah menimpakan suatu kemudaratan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Dia menghendaki kebaikan bagimu, maka tidak ada yang dapat menolak karunia-Nya." (QS. Yunus: 107).
Meminta pertolongan dari selain Allah dalam hal-hal yang hanya mampu dilakukan oleh Allah (seperti menciptakan, menghidupkan, mematikan, mengetahui hal gaib, mengabulkan doa dari jauh tanpa sebab material) adalah bentuk syirik besar (syirik akbar), karena itu berarti menyamakan makhluk dengan Khaliq dalam sifat-sifat ke-ilahian-Nya.
Namun, dalam batas-batas tertentu, Istigasah atau meminta bantuan kepada makhluk diperbolehkan dan bahkan dianjurkan, selama makhluk tersebut memenuhi tiga syarat:
Anda dapat meminta bantuan dari seseorang yang masih hidup. Meminta bantuan dari orang yang sudah meninggal adalah terlarang karena mereka sudah tidak memiliki kemampuan untuk menolong di alam dunia.
Permintaan bantuan harus kepada seseorang yang hadir di hadapan Anda, atau setidaknya berada dalam jangkauan komunikasi (telepon, internet, dll) sehingga dia mengetahui permohonan Anda.
Bantuan yang diminta harus sesuai dengan kemampuan manusiawi yang dimiliki oleh makhluk tersebut. Misalnya, meminta dokter untuk mengobati penyakit, meminta tukang bangunan untuk memperbaiki rumah, atau meminta teman untuk membantu mengangkat barang. Ini adalah bentuk kerja sama dan tolong-menolong antar sesama manusia yang diperintahkan dalam Islam.
Contoh: Ketika Anda terjebak dalam sumur, Anda berteriak "Tolong! Tolong!" kepada orang yang lewat di atas. Ini adalah Istigasah yang dibolehkan karena orang tersebut hidup, hadir, dan mampu memberikan pertolongan (misalnya dengan menarik Anda atau memanggil bantuan). Ini bukan syirik karena Anda tidak meyakini bahwa orang tersebut memiliki kekuatan gaib atau kekuasaan mutlak di luar batas kemampuannya sebagai manusia.
Dalil yang membolehkan hal ini adalah firman Allah SWT:
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." (QS. Al-Ma'idah: 2).
Ayat ini jelas menunjukkan kebolehan tolong-menolong antar sesama manusia dalam hal-hal yang bersifat kasat mata dan sesuai kemampuan.
Istigasah kepada selain Allah menjadi syirik (penyekutuan Allah) apabila:
Memohon pertolongan kepada para Nabi, wali, atau orang saleh yang sudah wafat, dengan keyakinan bahwa mereka memiliki kekuatan untuk menolong dari alam kubur atau alam gaib. Ini terlarang karena mereka sudah tidak memiliki kemampuan di dunia dan doa/permohonan kepada mereka adalah bentuk ibadah yang hanya layak ditujukan kepada Allah.
Memohon kepada seseorang yang hidup tetapi tidak hadir dan tidak mampu mendengar permohonan dari jarak jauh, atau meminta bantuan gaib kepada jin, setan, atau makhluk halus lainnya. Ini adalah bentuk syirik karena menganggap mereka memiliki kekuatan gaib yang hanya milik Allah.
Meminta rezeki, kesembuhan dari penyakit yang tak tersembuhkan, atau anak kepada selain Allah, padahal hanya Allah yang memiliki kekuasaan mutlak atas hal-hal tersebut. Jika seseorang meminta hal-hal tersebut kepada orang lain (hidup atau mati) dengan keyakinan bahwa orang tersebut mampu melakukannya secara mandiri (bukan sebagai sebab biasa), maka ini adalah syirik.
Penting untuk membedakan antara tawassul yang syar'i (seperti dengan doa orang saleh yang hidup) dengan Istigasah yang syirik. Dalam tawassul yang syar'i, permohonan hakiki tetap kepada Allah, sedangkan orang saleh hanyalah perantara doa. Dalam Istigasah yang syirik, permohonan langsung ditujukan kepada makhluk, seolah-olah makhluk tersebut adalah pemberi pertolongan hakiki.
Beberapa ulama, khususnya dari kalangan mazhab Syafi'i dan Hanafi, membolehkan Istigasah dengan makna tawassul, yaitu menyebut nama Nabi atau wali dalam doa kepada Allah, bukan meminta langsung kepada mereka. Namun, demi menjaga kemurnian tauhid dan menghindari kesalahpahaman, mayoritas ulama salaf dan ulama kontemporer dari mazhab Hanbali (termasuk Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan murid-muridnya) menekankan bahwa Istigasah dalam artian permohonan pertolongan langsung saat genting harus hanya kepada Allah semata. Istigasah kepada makhluk hanya boleh dalam batas kemampuan kasat mata makhluk tersebut.
Istigasah adalah ibadah yang memiliki banyak hikmah dan keutamaan, baik bagi individu maupun umat secara keseluruhan. Mengamalkan Istigasah dengan benar dapat membawa dampak positif yang mendalam.
Puncak dari Istigasah adalah pengakuan bahwa hanya Allah SWT satu-satunya yang Maha Kuasa dan Maha Penolong. Ketika seseorang berada di titik terendah dan menyadari bahwa tidak ada satupun makhluk yang mampu menolongnya secara hakiki, ia akan kembali dengan sepenuh hati kepada Allah. Ini mengokohkan tauhid uluhiyah (penyembahan hanya kepada Allah) dan tauhid rububiyah (pengakuan Allah sebagai satu-satunya Rabb yang mengatur alam semesta). Istigasah mengajarkan kita untuk tidak bergantung kepada selain-Nya, tetapi menjadikan Allah sebagai sandaran utama dalam segala hal.
Ketika seseorang memohon pertolongan kepada Allah dengan tulus, beban di hatinya akan terasa terangkat. Keyakinan bahwa ada Dzat Yang Maha Besar yang peduli dan mampu mengatasi segala masalah akan membawa ketenangan dan kedamaian. Rasa putus asa berganti menjadi harapan, kegundahan berganti menjadi optimisme. Ini adalah terapi spiritual yang sangat efektif.
"Tidaklah seorang hamba ditimpa suatu kesedihan atau kegundahan, kemudian ia berdoa: 'Ya Allah, aku adalah hamba-Mu, anak hamba-Mu, anak hamba perempuan-Mu. Ubun-ubunku di tangan-Mu, keputusan-Mu berlaku atasku, dan takdir-Mu adil bagiku. Aku memohon kepada-Mu dengan setiap nama yang Engkau miliki, yang Engkau namakan diri-Mu dengannya, atau Engkau turunkan dalam Kitab-Mu, atau Engkau ajarkan kepada salah seorang dari makhluk-Mu, atau yang Engkau simpan dalam ilmu gaib di sisi-Mu, agar Engkau menjadikan Al-Qur'an sebagai penyejuk hatiku, cahaya dadaku, penghilang kesedihanku, dan pelenyap kegundahanku,' kecuali Allah akan menghilangkan kesedihannya dan kegundahannya, serta menggantinya dengan kelapangan." (HR. Ahmad).
Proses Istigasah, yang melibatkan kerendahan hati, pengakuan dosa, dan permohonan yang tulus, secara otomatis meningkatkan kualitas ketakwaan seorang hamba. Semakin sering seseorang merasakan pertolongan Allah setelah beristigasah, semakin kuat imannya dan semakin dekat hubungannya dengan Sang Pencipta. Ia akan lebih giat dalam beribadah dan menjauhi maksiat sebagai bentuk syukur.
Istigasah juga melatih kesabaran. Terkadang, pertolongan tidak datang secepat yang kita harapkan. Allah mungkin menguji kesabaran kita, atau menunda pengabulan untuk waktu yang lebih tepat, atau menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik. Istigasah yang berulang dengan kesabaran akan membentuk karakter yang istiqomah dalam memohon dan menunggu keputusan Allah.
Sejarah Islam penuh dengan kisah-kisah di mana Allah SWT memberikan pertolongan yang tidak terduga setelah hamba-Nya beristigasah dengan sungguh-sungguh. Pertolongan bisa datang melalui cara-cara yang tak terpikirkan oleh akal manusia, seperti kisah pasukan malaikat di Perang Badar, atau Nabi Yunus yang diselamatkan dari perut ikan. Ini menunjukkan bahwa kekuatan Allah di luar batas pemahaman kita.
Istigasah adalah pengingat bahwa manusia adalah makhluk yang lemah dan terbatas. Meskipun kita diperintahkan untuk berusaha (ikhtiar), ada kalanya usaha kita tidak cukup, dan di sinilah kita harus mengakui keterbatasan diri dan memohon kepada Yang Maha Tak Terbatas. Ini melatih kerendahan hati dan menghilangkan kesombongan.
Dalam beberapa tradisi Muslim, Istigasah sering dilakukan secara berjamaah (Istigasah Kubra) di masjid atau lapangan terbuka, terutama saat menghadapi musibah besar seperti kekeringan, wabah, atau bencana. Praktik ini tidak hanya memperkuat ikatan spiritual antar individu dengan Allah, tetapi juga mempererat tali persaudaraan sesama Muslim, menumbuhkan rasa kebersamaan, dan menunjukkan kekuatan umat dalam menghadapi cobaan.
Doa bersama yang dipanjatkan oleh ribuan atau jutaan umat dengan hati yang tulus diharapkan dapat lebih mudah menembus 'arsy Allah, dan ini menjadi simbol persatuan serta kekuatan spiritual yang luar biasa.
Sepanjang sejarah Islam, banyak sekali contoh Istigasah yang dilakukan oleh para Nabi, orang-orang saleh, dan kaum Muslimin secara umum dalam menghadapi berbagai tantangan. Kisah-kisah ini menjadi inspirasi dan penguat keyakinan akan kekuatan Istigasah.
Contoh paling monumental adalah Istigasah Nabi SAW di Perang Badar, yang telah disebutkan di awal. Kesungguhan beliau dalam berdoa dan memohon pertolongan Allah adalah teladan agung bagi umatnya. Allah mengabulkan Istigasah tersebut dengan mengirimkan ribuan malaikat untuk membantu pasukan Muslimin. Ini adalah bukti nyata bahwa Istigasah bukanlah sekadar ritual, melainkan kekuatan spiritual yang dapat mengubah jalannya sejarah.
Selain itu, saat kaum Muslimin menghadapi kesulitan ekonomi yang parah di Madinah, Nabi SAW juga memanjatkan doa-doa dan Istigasah agar Allah melimpahkan rezeki. Dalam berbagai kesempatan, beliau mengajarkan para sahabat untuk selalu kembali kepada Allah dalam setiap urusan, besar maupun kecil.
Nabi Yunus AS adalah contoh Istigasah dalam kondisi yang sangat genting, yaitu ketika beliau berada di dalam perut ikan. Dalam kegelapan dan kesendirian, beliau memohon pertolongan kepada Allah dengan tulus:
"Tidak ada tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim." (QS. Al-Anbiya: 87).
Istigasah beliau yang tulus ini kemudian dikabulkan oleh Allah, dan beliau dikeluarkan dari perut ikan dalam keadaan selamat. Ini menunjukkan bahwa bahkan dari kedalaman penderitaan yang paling gelap sekalipun, cahaya pertolongan Allah dapat datang melalui Istigasah.
Dalam kehidupan modern, umat Muslim seringkali melakukan Istigasah secara berjamaah ketika menghadapi bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, banjir, atau kekeringan panjang. Salat Istisqa' adalah salah satu bentuk Istigasah untuk meminta hujan. Ketika wabah penyakit melanda, Istigasah juga dipanjatkan untuk memohon perlindungan dan kesembuhan dari Allah SWT.
Praktik Istigasah Kubra (bersama-sama) juga sering dilakukan di Indonesia dalam skala besar, di mana ribuan bahkan jutaan umat berkumpul untuk memohon pertolongan Allah dari berbagai krisis, baik spiritual maupun material. Ini menjadi simbol kekuatan kolektif dan pengakuan akan kekuasaan Allah yang tak terbatas.
Pada tingkat individu, Istigasah dapat diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan:
Setiap kali seorang mukmin merasa tak berdaya dan semua pintu seolah tertutup, Istigasah adalah kunci untuk membuka pintu rahmat dan pertolongan Allah. Ini adalah ekspresi tertinggi dari tawakal dan penyerahan diri kepada Sang Pencipta.
Meskipun Istigasah memiliki dasar yang kuat dalam syariat, terkadang muncul kesalahpahaman dalam praktiknya, terutama terkait dengan objek permohonan. Ini menekankan pentingnya pendidikan akidah (keyakinan dasar Islam) yang benar.
Kesalahpahaman dalam Istigasah dapat menjurus pada syirik. Syirik besar adalah menyamakan selain Allah dengan Allah dalam hal-hal yang menjadi kekhususan-Nya (seperti menciptakan, menghidupkan, mengetahui gaib, atau kemampuan menolong dari jauh tanpa sebab). Sedangkan syirik kecil bisa berupa riya' (pamer) dalam beribadah atau sumpah dengan selain nama Allah.
Praktik Istigasah kepada selain Allah dalam hal yang hanya Allah yang mampu melakukannya adalah syirik besar, yang dapat membatalkan keimanan seseorang. Oleh karena itu, umat Islam harus sangat berhati-hati dan memastikan bahwa permohonan pertolongan hakiki mereka hanya tertuju kepada Allah SWT.
Mencintai dan menghormati para Nabi, wali, atau orang saleh adalah bagian dari ajaran Islam. Kita diperintahkan untuk meneladani mereka dan mendoakan mereka. Namun, kecintaan dan penghormatan ini tidak boleh melampaui batas hingga menyerupai penyembahan atau permohonan hakiki yang hanya layak ditujukan kepada Allah. Batasan ini sangat tipis dan membutuhkan pemahaman akidah yang kuat.
Misalnya, membaca kisah para wali dan terinspirasi oleh kekaramaah mereka adalah hal yang baik. Namun, meminta langsung kepada wali yang sudah meninggal agar menyembuhkan penyakit atau memberikan rezeki adalah praktik yang terlarang dalam Islam.
Para ulama memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan bimbingan kepada umat mengenai Istigasah. Mereka harus menjelaskan secara gamblang perbedaan antara Istigasah yang syar'i (kepada Allah atau kepada makhluk dalam batas kemampuan) dan Istigasah yang syirik. Penjelasan ini harus didasarkan pada dalil-dalil Al-Qur'an dan Sunnah yang shahih, serta pendapat ulama salafush shalih.
Pendidikan akidah yang berkelanjutan di masjid-masjid, majelis taklim, dan lembaga pendidikan Islam akan membantu umat untuk memahami konsep tauhid dengan benar dan menghindari praktik-praktik yang dapat merusak akidah.
Dalam konteks Istigasah Kubra yang sering dilakukan di Indonesia, penting bagi penyelenggara untuk memastikan bahwa acara tersebut benar-benar memfokuskan permohonan hanya kepada Allah SWT. Pembacaan shalawat, zikir, dan doa-doa harus selalu diiringi dengan niat yang murni untuk mendekatkan diri kepada Allah, bukan kepada figur tertentu atau tempat tertentu secara berlebihan.
Moderasi dalam beragama dan pengamalan syariat adalah kunci. Mengamalkan Istigasah dengan pemahaman yang benar akan membawa keberkahan, sedangkan penyimpangan dapat membawa bahaya bagi akidah umat.
Istigasah adalah salah satu bentuk ibadah yang agung dalam Islam, yaitu memohon pertolongan dan penyelamatan kepada Allah SWT dalam menghadapi kesulitan atau musibah yang besar. Ia adalah seruan tulus dari hati seorang hamba yang merasa tak berdaya, mengakui kelemahan dirinya, dan menyerahkan sepenuhnya segala urusan kepada Sang Pencipta Yang Maha Kuasa.
Dasar hukum Istigasah sangat kuat dalam Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi SAW sendiri di medan perang Badar. Ketika dilakukan dengan ikhlas, yakin, tawakal, dan sesuai adab-adab yang diajarkan, Istigasah memiliki banyak hikmah, seperti menguatkan tauhid, menghilangkan kesedihan, meningkatkan ketakwaan, serta mendatangkan pertolongan Allah yang tak terduga.
Penting untuk diingat bahwa Istigasah yang hakiki dan mutlak harus ditujukan hanya kepada Allah SWT semata. Memohon pertolongan kepada selain Allah dalam hal-hal yang hanya Dia yang mampu melakukannya adalah syirik. Sementara itu, meminta bantuan kepada makhluk yang masih hidup, hadir, dan mampu menolong dalam batas kemampuan manusiawi adalah hal yang dibolehkan dan merupakan bagian dari tolong-menolong sesama manusia.
Sebagai seorang Muslim, mari kita jadikan Istigasah sebagai bagian tak terpisahkan dari perjalanan spiritual kita. Ketika kesulitan mendera, jangan pernah berputus asa dari rahmat Allah. Angkatlah tangan, hadirkan hati, dan panjatkan permohonan dengan penuh keyakinan kepada Allah SWT, karena Dialah satu-satunya Penolong yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui, dan Maha Mengabulkan doa hamba-hamba-Nya.
Semoga kita semua senantiasa diberikan kekuatan untuk beristigasah kepada-Nya dalam setiap keadaan, dan semoga Allah SWT selalu melimpahkan pertolongan, rahmat, dan keberkahan kepada kita semua. Aamiin ya Rabbal 'alamin.