Sejak peradaban manusia pertama kali mengangkat pandangan ke langit malam, Bulan telah menjadi subjek kekaguman, mitos, dan spekulasi ilmiah yang tak ada habisnya. Ketika teleskop pertama diarahkan ke permukaannya, para pengamat awal dikejutkan oleh dua jenis fitur kontras yang jelas: wilayah terang yang kasar dan bergunung-gunung, dan wilayah gelap, datar, dan relatif mulus. Wilayah gelap inilah yang kemudian dinamakan mare (jamak: *maria*), sebuah kata Latin yang berarti 'lautan'.
Nama ini, yang diberikan pada abad ke-17 oleh astronom seperti Giovanni Riccioli dan Francesco Grimaldi, merupakan salah pengertian kosmik yang indah. Mereka percaya bahwa wilayah gelap tersebut adalah lautan air yang besar, mirip dengan yang ada di Bumi, sebuah gagasan yang sejalan dengan pandangan kuno bahwa Bulan mungkin menampung kehidupan. Tentu saja, kita sekarang tahu bahwa maria bukanlah lautan air; melainkan hamparan luas bekuan lava basaltik yang telah menutupi sepertiga dari permukaan Bulan. Namun, terminologi tersebut tetap melekat, membawa serta nuansa romantis dari misteri angkasa luar.
Pemahaman modern tentang mare bukan hanya sekadar koreksi terminologis, tetapi merupakan jendela utama menuju sejarah geologi tata surya awal. Mereka menceritakan kisah tentang dampak dahsyat, volkanisme masif, dan evolusi termal Bulan. Mare adalah fitur geologis termuda di permukaan Bulan, dan studi komprehensif terhadap komposisi mineralogi, struktur, dan pola distribusinya memberikan wawasan kritis mengenai masa-masa awal pembentukan planetoid dan planet.
Perbandingan visual antara wilayah Mare (dataran lava gelap) dan Dataran Tinggi (wilayah terang, padat kawah).
Mare mendefinisikan sekitar 31% dari permukaan yang terlihat (sisi dekat) Bulan, namun hanya sedikit di sisi jauh. Mereka ditandai oleh warna yang lebih gelap dibandingkan dengan wilayah lain yang disebut *terrae* atau dataran tinggi, dan oleh kepadatan kawah yang jauh lebih rendah. Perbedaan kontras ini adalah hasil dari komposisi mineral yang sangat berbeda dan periode pembentukan yang terpisah jutaan tahun.
Penggunaan istilah ‘mare’ dimulai setelah Galileo Galilei menggunakan teleskopnya pada tahun 1609. Meskipun Galileo mencatat adanya wilayah gelap dan terang, ia tidak secara definitif menamakannya lautan. Penamaan formal sebagian besar dikaitkan dengan Riccioli dan Grimaldi, yang peta bulannya, Almagestum Novum (1651), menetapkan konvensi penamaan yang kita gunakan hingga hari ini. Nama-nama mare mencerminkan kondisi meteorologi, emosi manusia, atau ide abstrak, seperti *Mare Tranquillitatis* (Lautan Ketenangan), *Mare Imbrium* (Lautan Hujan), atau *Oceanus Procellarum* (Samudra Badai).
Kesalahpahaman bahwa wilayah ini adalah air tidak diperbaiki hingga abad ke-19, ketika pengamatan yang lebih cermat menunjukkan bahwa mereka tidak berubah seiring musim dan pasti merupakan padatan. Namun, hipotesis volkanisme sebagai asal muasal baru benar-benar diterima secara luas setelah misi Apollo membawa pulang sampel batuan pada akhir 1960-an dan awal 1970-an, mengkonfirmasi bahwa mare terdiri dari batuan beku yang dikenal sebagai basal.
Basalt mare sangat berbeda dari anorthosite yang membentuk dataran tinggi. Basalt adalah batuan beku mafik, kaya akan magnesium dan besi, memberikannya warna yang lebih gelap. Batuan ini terbentuk dari pendinginan cepat lava. Sampel Apollo menunjukkan bahwa basal mare memiliki kandungan besi (FeO) yang tinggi, antara 17% hingga 22%, jauh lebih tinggi daripada batuan terestrial. Selain itu, mereka mengandung olivin, piroksen, dan plagioklas kalsium tinggi.
Kepadatan material mare jauh lebih tinggi daripada dataran tinggi. Rata-rata, basal mare memiliki kepadatan sekitar 3.3 g/cm³, kontras dengan 2.9 g/cm³ pada dataran tinggi. Perbedaan kepadatan ini memiliki konsekuensi geofisika yang mendalam, terutama dalam pembentukan 'mascons' (konsentrasi massa) yang akan dibahas lebih lanjut. Analisis isotop menunjukkan bahwa basalt ini berasal dari lelehan parsial mantel Bulan, pada kedalaman sekitar 100 hingga 500 kilometer di bawah permukaan.
Komposisi unsur yang spesifik, terutama rasio isotop Thorium dan Uranium, telah memungkinkan para ilmuwan untuk membagi basal mare menjadi beberapa kategori, seperti basalt Ti tinggi, basalt Ti rendah, dan basalt VLT (Very Low Titanium). Variasi ini menunjukkan evolusi kimia yang kompleks dari interior Bulan selama periode eruptif miliaran tahun.
Pembentukan mare adalah kisah tentang geologi Bulan yang paling aktif, terjadi setelah era pengeboman berat yang membentuk sebagian besar dataran tinggi. Peristiwa ini berlangsung selama jangka waktu yang sangat panjang, mencakup miliaran tahun dalam sejarah tata surya.
Tahap awal sejarah Bulan (sekitar 4.5 hingga 3.9 miliar tahun yang lalu) didominasi oleh Pengeboman Besar (Late Heavy Bombardment - LHB). Selama LHB, Bulan diserang oleh benda-benda ruang angkasa yang menciptakan kawah-kawah tabrakan terbesar. Mare terbesar yang kita lihat hari ini, seperti Mare Imbrium dan Mare Serenitatis, sebenarnya adalah cekungan tabrakan raksasa yang terbentuk selama atau menjelang akhir periode Nectarian (sekitar 3.9 miliar tahun lalu).
Cekungan-cekungan ini, yang berdiameter ratusan hingga ribuan kilometer, tidak langsung terisi lava. Mereka adalah fitur topografi awal yang kemudian menjadi wadah bagi material cair yang naik dari mantel.
Periode vulkanik aktif utama terjadi selama Era Imbrian (sekitar 3.8 hingga 3.2 miliar tahun yang lalu). Inilah saat sebagian besar cekungan tabrakan besar mulai terisi oleh aliran lava. Proses ini adalah volkanisme perisai yang sangat luas, di mana lava dengan viskositas rendah membanjiri dataran rendah, mirip dengan aliran di Hawaii di Bumi, tetapi dalam skala yang jauh lebih kolosal dan dalam lingkungan vakum.
Dua faktor utama memicu volkanisme ini:
Erupsi lava mare tidak terjadi dalam satu peristiwa tunggal. Sebaliknya, mereka adalah serangkaian aliran episodik yang tumpang tindih selama ratusan juta tahun. Lapisan basaltik di Mare Imbrium, misalnya, dapat memiliki kedalaman mencapai beberapa kilometer di beberapa tempat. Analisis stratigrafi menggunakan sampel dan citra orbit telah memungkinkan para ilmuwan untuk memetakan setidaknya 15 hingga 20 episode banjir lava yang berbeda dalam cekungan tunggal.
Aktivitas vulkanik mare menurun drastis setelah 3 miliar tahun yang lalu, tetapi tidak berhenti sepenuhnya. Beberapa aliran basalt termuda ditemukan di *Oceanus Procellarum*, dan penanggalan kawah yang bertumpuk menunjukkan bahwa erupsi kecil mungkin terus terjadi hingga sekitar 1.2 miliar tahun yang lalu. Erupsi mare menandai akhir dari aktivitas geologi skala besar di Bulan. Setelah ini, Bulan menjadi dingin dan secara geologis mati, hanya mengalami modifikasi permukaan melalui benturan meteorit kecil.
Meskipun tampak rata dan tak berciri dari kejauhan, permukaan mare sebenarnya kaya akan fitur struktural yang khas, semuanya terbentuk sebagai hasil dari pendinginan, penyusutan, dan penempatan massa lava yang sangat besar.
Rimae adalah parit panjang dan sempit di permukaan mare. Mereka dapat dibagi menjadi tiga jenis utama:
Dorsum, atau punggungan kerutan, adalah fitur paling khas dari mare. Mereka adalah punggungan linier yang membentang ratusan kilometer di atas permukaan lava yang rata. Punggungan ini terbentuk ketika lapisan basalt pendingin menyusut dan tertekuk, menciptakan patahan dorong (thrust faults). Mereka adalah manifestasi utama dari aktivitas tektonik pasca-eruptif di mare. Dorsum biasanya mengikuti pola melingkar, mencerminkan batas interior cekungan dampak yang mendasarinya.
Salah satu penemuan paling penting dari misi pengorbit awal (Lunar Orbiter) adalah keberadaan Mascons. Mascons adalah anomali gravitasi positif yang sangat besar, terkonsentrasi di bawah pusat cekungan mare melingkar utama (seperti Imbrium, Serenitatis, dan Crisium). Keberadaan Mascons disebabkan oleh tiga faktor:
Mascons sangat penting dalam navigasi antariksa. Ketika pesawat ruang angkasa melewati area ini, mereka mengalami percepatan gravitasi yang tiba-tiba, yang perlu diperhitungkan secara cermat oleh para insinyur misi.
Maria tidak terdistribusi secara merata. Hampir semua maria terbesar berada di sisi dekat Bulan. Hanya satu mare besar, Mare Moscoviense, yang ditemukan di sisi jauh, yang mendukung hipotesis bahwa sisi dekat memiliki kerak yang lebih tipis, memfasilitasi erupsi vulkanik. Di bawah ini adalah deskripsi mendalam tentang beberapa mare paling ikonik, menyoroti kekayaan geologis yang tak tertandingi.
Ini adalah mare terbesar di Bulan dan unik karena tidak terletak di dalam cekungan dampak tunggal yang jelas. Membentang lebih dari 2.500 km, Oceanus Procellarum adalah area volkanik yang sangat kompleks. Ia diyakini terbentuk dari gabungan banyak peristiwa vulkanik lokal di wilayah yang telah mengalami pemanasan internal yang tidak biasa. Wilayah ini adalah salah satu area yang paling baru secara geologis di Bulan, dengan beberapa aliran lava yang berusia hanya 1.2 miliar tahun. Misi Surveyor 1 dan Apollo 12 mendarat di sini, mengumpulkan sampel basal yang vital untuk penanggalan relatif permukaan Bulan.
Mare Imbrium adalah cekungan dampak terbesar kedua di tata surya (setelah Cekungan Kutub Selatan-Aitken di sisi jauh Bulan), dengan diameter sekitar 1.145 km. Batuan basal yang mengisi Imbrium adalah beberapa yang paling tebal, dengan perkiraan kedalaman lava hingga 5-7 km di beberapa bagian. Cekungan ini dibentuk oleh benturan raksasa yang terjadi sekitar 3.85 miliar tahun yang lalu. Punggungan kerutan (dorsum) yang mengelilingi Imbrium membentuk pola konsentris yang mencolok, memperjelas batas-batas cekungan asli. Daerah ini kaya akan material KREEP (Potassium, Rare Earth Elements, Phosphorus), yang mengindikasikan adanya diferensiasi kimia yang signifikan di mantel Bulan. Misi Apollo 15 mendarat di tepi cekungan ini, dekat Pegunungan Apennine.
Mare Serenitatis adalah mare melingkar klasik dengan diameter sekitar 674 km. Ia menampilkan dua fase volkanisme yang berbeda: basal Ti tinggi yang lebih gelap di tengah, dan basal Ti rendah yang lebih terang di tepi. Kontras warna yang mencolok ini menjadikan Serenitatis target penting untuk mempelajari diferensial komposisi. Di tengahnya terdapat Mascon yang sangat kuat. Batas antara Serenitatis dan Mare Tranquillitatis sering dianggap sebagai wilayah geologis yang paling kompleks di sisi dekat Bulan. Misi Apollo 17 mendarat di dekat batas timurnya, di Lembah Taurus-Littrow, dan menemukan bukti endapan piroklastik vulkanik yang kaya titanium tinggi.
Meskipun namanya menyiratkan kedamaian, Mare Tranquillitatis adalah salah satu medan yang paling terfragmentasi dan tidak beraturan. Ia memiliki batas yang tidak terlalu melingkar dibandingkan Imbrium atau Serenitatis. Ini adalah rumah bagi salah satu peristiwa paling bersejarah dalam sejarah manusia: pendaratan Apollo 11 pada tahun 1969. Sampel yang dibawa pulang dari Tranquillitatis adalah basal Ti tinggi, menegaskan komposisi volkanik mare. Usia rata-rata basalt di sini adalah sekitar 3.6 miliar tahun. Geologinya menunjukkan bahwa ia mungkin terdiri dari beberapa cekungan tumbukan yang lebih kecil yang tumpang tindih.
Mare Crisium adalah cekungan bundar yang sangat terisolasi, terletak di timur laut Bulan. Dengan diameter sekitar 418 km, ia relatif kecil tetapi sangat menarik karena bentuknya yang hampir sempurna. Bentuknya yang terisolasi dan kedalamannya yang relatif dangkal (dibandingkan Imbrium) menjadikannya laboratorium ideal untuk mempelajari evolusi cekungan tunggal. Ia adalah mare yang relatif tua, dengan basalt yang diperkirakan berusia sekitar 3.9 miliar tahun. Misi Soviet Luna 24 mendarat di sini dan mengumpulkan sampel yang membantu pemahaman kita tentang basal VLT.
Terletak di sebelah tenggara Tranquillitatis, mare ini memiliki morfologi yang lebih tidak teratur dan seringkali tertutup oleh endapan ejekta dari kawah-kawah di sekitarnya. Mare Fecunditatis terkenal karena sejumlah besar kawah 'hantu'—kawah tabrakan yang sebagian besar terkubur di bawah banjir lava basal. Keberadaan kawah hantu ini adalah bukti visual yang kuat bahwa volkanisme basal terjadi lama setelah peristiwa tabrakan.
Penting untuk dicatat bahwa maria yang lebih kecil, seperti Mare Nectaris (Lautan Nektar), Mare Humorum (Lautan Kelembapan), dan Mare Frigoris (Lautan Dingin), juga menyumbang data krusial. Masing-masing memiliki ciri khas unik dalam hal usia basal, kedalaman penutupan lava, dan intensitas Mascon yang tersembunyi. Misalnya, Mare Nectaris, meskipun kecil, adalah cekungan yang menetapkan batas waktu penting, dikenal sebagai periode Nectarian, karena usianya yang tua dan morfologi yang terawat baik.
Maria adalah tujuan utama dari hampir semua misi pendaratan berawak dan robotik. Keberadaan mare dan perbandingannya dengan dataran tinggi telah membantu merumuskan model evolusi Bulan yang diterima secara luas, mulai dari hipotesis 'lautan magma' hingga pendinginan interior.
Dari enam misi pendaratan Apollo yang berhasil, lima mendarat di atau dekat tepi mare, dan yang keenam (Apollo 16) mendarat di dataran tinggi, menyediakan kontras penting. Sampel basal yang dikumpulkan oleh para astronot Apollo adalah harta karun ilmiah. Analisis laboratorium terhadap batuan-batuan ini memberikan tanggal absolut, yang sangat penting untuk kalibrasi penanggalan kawah (sebuah metode untuk memperkirakan usia permukaan planet lain berdasarkan kepadatan kawah).
Misi modern, seperti Lunar Reconnaissance Orbiter (LRO) NASA, Kaguya JAXA, dan Chang’e Tiongkok, telah memberikan data resolusi tinggi yang tak tertandingi mengenai struktur permukaan mare. Instrumen-instrumen ini mengukur topografi dengan presisi sentimeter, memetakan komposisi unsur (seperti titanium, besi, dan torium), dan mendeteksi adanya lubang-lubang masuk (skylights) ke dalam terowongan lava mare yang masih utuh.
Penemuan terowongan lava di mare sangat menarik. Terowongan ini, yang terbentuk ketika permukaan aliran lava mendingin dan memadat sementara lava di bawahnya terus mengalir, dapat menawarkan tempat berlindung alami dari radiasi dan fluktuasi suhu ekstrem bagi para penjelajah masa depan. Beberapa terowongan di Oceanus Procellarum diperkirakan cukup besar untuk menampung seluruh kota.
Mare adalah kunci untuk memahami proses diferensiasi planet. Mereka adalah produk akhir dari proses pemisahan kimia dan fisika di dalam Bulan. Magma basal, yang lebih padat dan lebih panas, naik melalui mantel dan menembus kerak yang lebih ringan, membuktikan bahwa Bulan pernah cukup panas untuk melelehkan sebagian besar interiornya, sebuah proses yang hanya terjadi pada benda-benda langit dengan ukuran signifikan. Perbandingan usia mare dengan maria di Mars dan Merkurius membantu para ilmuwan menyusun model pengeboman dan vulkanisme yang berlaku di seluruh Tata Surya bagian dalam.
Meskipun istilah ‘mare’ secara khusus merujuk pada fitur Bulan, konsep dataran basaltik vulkanik yang luas juga ada di benda langit lain, menunjukkan proses geologis yang universal di tata surya awal.
Merkurius, planet terdalam, memiliki fitur permukaan yang sangat mirip dengan mare Bulan, yang disebut 'dataran mulus'. Dataran-dataran ini, seperti yang ditemukan di sekitar Cekungan Caloris, menutupi sebagian besar permukaan yang tidak berkawah dan diperkirakan merupakan basal volkanik yang terbentuk setelah periode pengeboman besar. Mirip dengan Bulan, batuan ini mengisi cekungan tumbukan raksasa, meskipun komposisi kimianya menunjukkan perbedaan karena jarak Merkurius yang lebih dekat ke Matahari dan kondisi formasi yang berbeda.
Di Mars, wilayah dataran rendah utara, yang dikenal sebagai Vastitas Borealis, memiliki sejarah volkanik yang sangat berbeda, tetapi Mars juga menampilkan bukti volkanisme besar. Gunung berapi perisai raksasa Mars (seperti Olympus Mons) melepaskan sejumlah besar lava yang membentuk dataran vulkanik yang luas. Sementara topografi Mars jauh lebih kompleks dengan adanya air cair di masa lalu, proses pembentukan batuan beku yang luas memiliki akar yang sama dengan pembentukan mare Bulan.
Fakta bahwa tiga benda langit terestrial (Bulan, Merkurius, Mars) menunjukkan bukti volkanisme basal skala besar pada era yang sama (sekitar 3-4 miliar tahun lalu) mendukung model bahwa pemanasan internal dan pengeboman masif adalah pemicu umum untuk aktivitas geologi yang signifikan di tata surya awal.
Dalam konteks program Artemis dan rencana jangka panjang untuk kehadiran manusia di luar angkasa, maria bukan hanya subjek penelitian historis tetapi juga lokasi potensial untuk pangkalan masa depan.
Basalt mare kaya akan unsur-unsur yang vital untuk keberlanjutan misi luar angkasa. Salah satu sumber daya paling menjanjikan adalah oksigen. Basalt adalah oksida, dan melalui proses peleburan atau reduksi, oksigen dapat diekstrak untuk digunakan sebagai propelan atau untuk menopang kehidupan. Batuan basal sendiri dapat digunakan sebagai bahan konstruksi lokal, dicetak menjadi perisai radiasi atau struktur habitat menggunakan teknologi 3D printing.
Lebih jauh lagi, endapan ilmenit (FeTiO₃) yang ditemukan di basalt Ti tinggi di beberapa mare (terutama Tranquillitatis dan Serenitatis) adalah sumber potensial untuk Helium-3 (³He), sebuah isotop yang langka di Bumi tetapi berlimpah di regolit Bulan. Helium-3 telah diusulkan sebagai bahan bakar fusi nuklir yang bersih untuk masa depan, meskipun teknologinya masih sangat tebal.
Terowongan lava mare menawarkan lingkungan yang ideal bagi habitat manusia. Di permukaan Bulan, radiasi kosmik dan radiasi Matahari (terutama pada peristiwa suar Matahari) sangat berbahaya. Selain itu, suhu permukaan berfluktuasi drastis dari +127°C pada siang hari menjadi -173°C pada malam hari. Terowongan lava, dengan kedalaman hingga puluhan meter di bawah permukaan, memberikan isolasi termal yang stabil dan perlindungan yang signifikan dari radiasi. Studi terbaru fokus pada pemetaan lubang masuk terowongan lava di Mare Tranquillitatis dan Oceanus Procellarum sebagai lokasi pendaratan prioritas.
Nama-nama mare telah menyaring diri mereka ke dalam bahasa dan budaya. Mereka mewakili upaya awal manusia untuk memberikan ketertiban dan narasi pada benda asing. Konsep 'Manusia di Bulan' (The Man in the Moon) sendiri sebagian besar adalah interpretasi visual dari pola-pola gelap mare.
Bagi pengamat langit amatir, maria adalah fitur yang paling mudah dikenali. Dengan teleskop sederhana, perbedaan antara kegelapan mare dan kecerahan dataran tinggi sangat jelas. Mengamati terminator (garis antara siang dan malam di Bulan) yang bergerak melintasi mare dapat mengungkapkan topografi halus dari punggungan kerutan dan rimae, memberikan pengalaman visual yang mendalam tentang geologi Bulan.
Nama-nama klasik mare—seperti Lautan Ketenangan, Lautan Kematian (*Mare Mortis*), atau Lautan Kesedihan (*Mare Doloris*)—memberikan warisan puitis yang menghubungkan astronomi abad ke-17 dengan eksplorasi ruang angkasa modern. Mereka adalah pengingat konstan bahwa meskipun ilmu pengetahuan telah menggantikan fantasi lautan air, keindahan misteri penamaan awal masih bertahan.
Secara keseluruhan, mare Bulan adalah arsip waktu yang tak ternilai harganya. Mereka adalah saksi bisu dari periode kekerasan yang membentuk planet-planet dan dunia-dunia kecil di tata surya kita. Dari pembentukan cekungan raksasa melalui benturan, kebangkitan magma dari kedalaman mantel, hingga pendinginan total yang mengakhiri aktivitas geologi Bulan, mare menawarkan kronik lengkap yang terus diuraikan oleh setiap misi baru. Mereka bukan lautan air, melainkan lautan batu beku, keindahan gelap yang memeluk Bulan dan memandu pemahaman kita tentang alam semesta.
Jauh melampaui keindahan visualnya, struktur internal dan komposisi kimia mare terus menjadi kunci untuk memecahkan teka-teki evolusi termal dan mekanis Bulan. Studi terperinci mengenai anomali Mascon, misalnya, memungkinkan para geofisikawan untuk membangun model interior Bulan yang lebih akurat, menantang teori-teori lama tentang diferensiasi dan ketebalan kerak. Di bawah hamparan luas basalt gelap Mare Imbrium atau Oceanus Procellarum, terdapat jawaban tentang bagaimana benda-benda sebesar Bulan dapat mempertahankan aktivitas vulkanik selama miliaran tahun, dan mengapa ia berhenti begitu tiba-tiba.
Keragaman usia basal di antara mare yang berbeda adalah salah satu petunjuk terpenting. Sementara Mare Crisium menampilkan basal yang sangat tua (hampir 3.9 miliar tahun), area di Procellarum mungkin baru 1.2 miliar tahun. Jangka waktu yang luas ini—mencakup lebih dari 2.5 miliar tahun aktivitas vulkanik intermiten—menunjukkan bahwa panas di dalam Bulan tidak habis secara seragam. Fluktuasi dalam produksi magma mungkin disebabkan oleh proses seperti peluruhan radioaktif yang terpusat secara lokal atau interaksi pasang surut dengan Bumi yang memanaskan interiornya.
Di wilayah di mana lapisan basal sangat tebal, seperti di pusat Imbrium, magma harusnya berasal dari reservoir yang sangat besar dan stabil. Sebaliknya, di mare yang lebih kecil dan tipis, seperti Mare Spumans (Lautan Berbusa), erupsi mungkin hanya merupakan tumpahan lava kecil dan terisolasi dari retakan dangkal. Para ilmuwan menggunakan alat seperti radar penembus tanah yang dibawa oleh misi Chang’e 5 untuk mengukur ketebalan aktual lapisan basalt ini dan memverifikasi model vulkanik.
Kawah hantu (ghost craters) yang banyak terlihat di Mare Fecunditatis dan Mare Vaporum (Lautan Uap) adalah ilustrasi dramatis dari stratigrafi mare. Mereka adalah sisa-sisa dari kawah tabrakan pra-mare yang sebagian terkubur oleh aliran lava. Hanya rim kawah teratas yang menjulang di atas permukaan basal. Analisis morfologi kawah hantu memungkinkan para ilmuwan untuk memperkirakan volume lava yang dibutuhkan untuk mengisi cekungan, memberikan wawasan langsung tentang skala bencana vulkanik yang terjadi miliaran tahun lalu. Proses yang sama ini menyiratkan bahwa di bawah setiap mare yang terlihat, terdapat lapisan kawah yang jauh lebih tua, terawat dalam "arsip geologis" di bawah basalt.
Hubungan antara mare (basalt) dan terrae (dataran tinggi anorthosite) sangat penting. Mare tidak hanya diisi oleh lava, tetapi juga dipengaruhi oleh material ejekta dari tabrakan besar yang terjadi setelah vulkanisme mereda. Ejekta ini, serpihan batuan yang terlontar dari kawah-kawah baru, menutupi basal dan mengubah komposisi permukaan.
Permukaan mare ditutupi oleh lapisan regolit, debu dan serpihan batuan halus yang dihasilkan oleh benturan mikrometeorit yang konstan. Regolit mare, yang berwarna gelap karena komposisi basaltnya, sangat berbeda dari regolit dataran tinggi yang berwarna terang. Ketebalan regolit di mare umumnya lebih tipis (sekitar 2–10 meter) dibandingkan dengan dataran tinggi (hingga 20 meter), karena mare secara geologis lebih muda dan memiliki waktu yang lebih sedikit untuk mengumpulkan material melalui benturan.
Regolit mare memiliki sifat yang menarik, termasuk butiran kaca aglutinat yang kaya, yang terbentuk ketika benturan mikro mencairkan dan menggabungkan material debu. Butiran ini adalah sumber utama Helium-3. Analisis regolit oleh misi Apollo menunjukkan bahwa ia juga mengandung material dari dataran tinggi yang terbawa oleh benturan besar, menciptakan campuran yang kompleks di permukaan mare.
Meskipun mare adalah fitur yang relatif muda, mereka telah mengalami tabrakan baru yang membentuk kawah-kawah yang lebih kecil dan tajam. Kawah-kawah ini, seperti Tycho atau Copernicus, meskipun tidak terletak di dalam mare, menyebarkan ejekta mereka melintasi wilayah mare, menciptakan 'sinar' yang terang (ray systems). Sinar-sinar ini terlihat jelas pada Bulan purnama, menunjukkan material yang relatif baru dan kurang lapuk secara ruang angkasa yang menimpa basal gelap mare. Studi tentang sinar-sinar ini membantu mengkonfirmasi bahwa permukaan mare telah menjadi target pengeboman terus-menerus, meskipun pada tingkat yang jauh lebih rendah daripada miliaran tahun yang lalu.
Pemahaman mendalam tentang mare Bulan tidak hanya relevan untuk geologi Bulan, tetapi juga memiliki implikasi besar untuk memodelkan proses pembentukan planet secara umum. Mare adalah bukti terbaik yang kita miliki tentang bagaimana tubuh planet yang lebih kecil, yang kekurangan atmosfer dan tektonik lempeng, mendingin dan mati secara geologis.
Massa batuan basal yang besar di mare menunjukkan bahwa interior Bulan sangat panas sekitar 4 hingga 3 miliar tahun yang lalu. Magma ini berasal dari mantel, bukan dari inti. Para ilmuwan percaya bahwa panas ini berasal dari proses diferensiasi awal setelah tumbukan raksasa yang membentuk Bulan, serta peluruhan radioaktif Aluminium-26 (sekarang sudah tidak ada) dan isotop jangka panjang lainnya (Uranium, Thorium, Kalium). Penurunan tiba-tiba dalam vulkanisme mare sekitar 3.1 miliar tahun yang lalu menunjukkan titik balik penting di mana pendinginan interior Bulan melampaui produksi panas, secara efektif 'mematikan' mesin vulkanik Bulan.
Penanggalan mare memberikan titik referensi penting untuk Late Heavy Bombardment (LHB). Jika material yang mengisi cekungan mare memiliki usia tertentu, maka benturan raksasa yang membentuk cekungan itu harus terjadi lebih awal. Melalui analisis ini, para ilmuwan telah menetapkan bahwa LHB, periode di mana tata surya bagian dalam disapu oleh material sisa, berakhir sekitar 3.8 miliar tahun yang lalu. Tanpa tanggal absolut yang disediakan oleh basal mare, penanggalan peristiwa di Mars dan Merkurius akan jauh lebih spekulatif, karena tidak ada planet lain yang sampelnya dapat dibawa kembali dan dianalisis secara langsung.
Saat ini, mare adalah fitur geologis yang stabil dan mati. Mereka tidak akan mengalami perubahan kecuali melalui erosi ruang angkasa yang sangat lambat (benturan mikrometeorit) atau, dalam jangka waktu astronomis, melalui tumbukan asteroid besar yang mungkin terjadi di masa depan yang sangat jauh. Mereka adalah monumen keabadian geologis, membeku dalam waktu sejak miliaran tahun yang lalu. Meskipun manusia mungkin suatu hari menambang atau membangun di dalamnya, mereka akan tetap menjadi ‘lautan’ beku, saksi abadi dari kelahiran dan kematian geologi planetoid.
Dalam setiap fitur mare—dari kelokan halus rimae sinuosa hingga garis tegas dorsum—terdapat pelajaran tentang kekuatan benturan kosmik dan kekerasan api di bawah permukaan. Mare, meskipun namanya salah, adalah representasi paling jujur dari Bulan yang kita kenal: dunia kuno yang brutal, indah, dan diam-diam menunggu untuk diuraikan lebih lanjut.