Malabsorpsi adalah kondisi klinis yang ditandai oleh gangguan pada proses penyerapan nutrisi esensial—seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral—melalui mukosa usus halus. Kondisi ini bukanlah penyakit tunggal, melainkan sebuah sindrom yang muncul akibat berbagai kelainan yang memengaruhi salah satu atau lebih dari tiga tahap kunci penyerapan: pencernaan luminal (maldigesti), penyerapan mukosa, atau transportasi pasca-mukosa.
Kesehatan pencernaan yang optimal sangat bergantung pada kemampuan usus untuk memecah molekul makanan yang kompleks menjadi bentuk yang cukup sederhana (monomer) sehingga dapat melintasi sel epitel usus (enterosit) dan masuk ke dalam sirkulasi darah atau limfatik. Ketika mekanisme ini terganggu, tubuh kehilangan kemampuan untuk mempertahankan status gizi yang memadai, yang pada akhirnya menyebabkan manifestasi klinis yang luas, mulai dari diare kronis hingga malnutrisi parah dan kegagalan pertumbuhan. Memahami malabsorpsi memerlukan tinjauan mendalam terhadap fisiologi normal usus serta spektrum luas penyakit yang dapat mengganggu fungsi vital ini.
Untuk memahami malabsorpsi, penting untuk meninjau secara singkat bagaimana proses penyerapan nutrisi seharusnya bekerja. Proses ini terbagi menjadi tiga fase utama yang terkoordinasi secara ketat di sepanjang saluran pencernaan bagian atas.
Perbedaan Kritis: Maldigesti vs. Malabsorpsi Maldigesti merujuk pada kegagalan memecah makanan menjadi bentuk yang dapat diserap (masalah pada fase luminal, seperti defisiensi enzim pankreas). Malabsorpsi adalah kegagalan menyerap nutrisi yang sudah dicerna (masalah pada fase mukosa atau pasca-mukosa, seperti kerusakan vili pada penyakit Celiac).
Manifestasi klinis dari malabsorpsi sangat bervariasi tergantung pada nutrisi mana yang paling terpengaruh. Namun, malabsorpsi lemak adalah yang paling umum dan seringkali paling jelas terlihat, karena lemak memerlukan proses pencernaan dan penyerapan yang paling kompleks. Kegagalan menyerap lemak secara efisien menyebabkan steatorrhea (feses berminyak, berbau menyengat, dan sulit dibilas). Lebih jauh, malabsorpsi lemak juga secara otomatis menyebabkan malabsorpsi vitamin yang larut dalam lemak (A, D, E, K), yang dapat memicu serangkaian komplikasi sekunder.
Penyebab malabsorpsi dapat diklasifikasikan berdasarkan fase fisiologis mana yang terganggu. Daftar penyebab ini sangat luas dan mencakup kondisi genetik, autoimun, infeksi, dan kondisi pasca-bedah.
Pada kelompok ini, usus halus itu sendiri mungkin sehat, tetapi bahan-bahan yang dibutuhkan untuk memecah makanan (enzim atau empedu) tidak ada atau tidak berfungsi dengan baik.
Ini adalah penyebab utama maldigesti. Pankreas gagal menghasilkan atau melepaskan jumlah enzim yang cukup (lipase, protease, amilase) ke dalam duodenum. IPE paling sering disebabkan oleh:
Garam empedu diperlukan untuk mengemulsi lemak, menjadikannya rentan terhadap aksi lipase. Defisiensi dapat terjadi karena:
SIBO terjadi ketika populasi bakteri di usus halus meningkat drastis. Bakteri ini mengonsumsi nutrisi (terutama vitamin B12) dan, yang lebih penting, dekonjugasi garam empedu. Garam empedu yang terdekonjugasi tidak efektif untuk emulsifikasi lemak, menyebabkan steatorrhea yang parah. SIBO sering dikaitkan dengan kondisi yang memperlambat motilitas usus, seperti diabetes atau skleroderma.
Ini adalah penyebab malabsorpsi yang sebenarnya, di mana enterosit (sel penyerapan) rusak atau jumlahnya berkurang, mengurangi area permukaan yang tersedia untuk penyerapan.
Penyakit autoimun yang dipicu oleh konsumsi gluten pada individu yang rentan secara genetik. Respon imun menyebabkan kerusakan parah pada mukosa usus halus, ditandai dengan atrofi vili (pemendekan jari-jari penyerapan) dan hiperplasia kripta (peningkatan pembelahan sel). Kerusakan ini mengurangi area permukaan penyerapan hingga 90% atau lebih, menyebabkan malabsorpsi hampir semua nutrisi.
Penyakit inflamasi usus (IBD) yang dapat memengaruhi bagian mana pun dari saluran pencernaan. Ketika mengenai usus halus (terutama ileum), inflamasi kronis, fibrosis, dan pembentukan striktur dapat merusak fungsi penyerapan. Jika ileum terminal rusak atau diangkat, terjadi malabsorpsi B12 dan garam empedu.
Kerusakan usus akibat radioterapi pada daerah perut atau panggul. Kerusakan akut atau kronis pada enterosit menyebabkan malabsorpsi lemak, protein, dan karbohidrat.
Infeksi sistemik yang jarang terjadi oleh bakteri Tropheryma whipplei. Infeksi menyebabkan akumulasi makrofag yang mengandung bakteri di lamina propria mukosa usus, menghalangi aliran limfatik dan mengganggu struktur vili, menyebabkan malabsorpsi yang sangat parah.
Yang paling umum adalah defisiensi laktase (intoleransi laktosa primer). Kurangnya enzim laktase mencegah pemecahan laktosa menjadi glukosa dan galaktosa, menyebabkan laktosa yang tidak tercerna menarik air (diare osmotik) dan difermentasi oleh bakteri (kembung, gas).
Masalah setelah nutrisi diserap oleh enterosit, biasanya melibatkan sistem limfatik, yang bertanggung jawab membawa lemak ke sirkulasi sistemik.
Penyumbatan atau pelebaran pembuluh limfatik usus. Hal ini mencegah transportasi kilomikron (lemak yang dikemas) dan protein serum (seperti albumin) dari enterosit, menyebabkan kehilangan protein parah (enteropati kehilangan protein) dan steatorrhea.
Peningkatan tekanan vena sentral dapat menyebabkan kongesti limfatik dan vena di usus, mengganggu penyerapan dan transportasi, terutama lemak.
Manifestasi klinis malabsorpsi bervariasi dari diare ringan hingga gejala sistemik yang mengancam jiwa. Seringkali, gejala tidak hanya terbatas pada saluran pencernaan, melainkan mencerminkan defisiensi nutrisi spesifik.
Ini adalah tanda klasik malabsorpsi lemak. Feses mengandung lebih dari 7 gram lemak per hari (normalnya kurang dari 5g/hari). Feses menjadi pucat, berbau busuk, berminyak, berbusa, dan seringkali sulit untuk dibilas dari toilet. Jumlah feses harian sering meningkat.
Diare pada malabsorpsi dapat terjadi karena beberapa mekanisme:
Meskipun asupan kalori mungkin adekuat, kegagalan menyerap makronutrien mengakibatkan defisit energi yang signifikan, menyebabkan penurunan berat badan yang tidak disengaja, kelelahan kronis, dan pengecilan otot (wasting).
Defisiensi vitamin dan mineral memberikan petunjuk penting tentang lokasi dan jenis malabsorpsi.
Diagnosis malabsorpsi biasanya melibatkan kombinasi tes skrining, tes fungsional spesifik, dan prosedur invasif. Tujuannya adalah tidak hanya mengonfirmasi adanya malabsorpsi tetapi juga mengidentifikasi penyebab spesifiknya agar terapi yang tepat dapat diberikan.
Tes ini adalah baku emas untuk mendiagnosis steatorrhea. Pasien harus mengonsumsi diet standar 100g lemak per hari selama 3-6 hari. Feses dikumpulkan selama 72 jam, dan kandungan lemak diukur. Jumlah lemak feses >7g/hari menunjukkan malabsorpsi. Meskipun akurat, tes ini tidak nyaman dan sulit dilakukan di praktik rutin. Oleh karena itu, tes kualitatif seperti pewarnaan Sudan sering digunakan sebagai skrining cepat.
Tes darah dapat mengidentifikasi konsekuensi dari malabsorpsi:
Digunakan untuk mendiagnosis malabsorpsi karbohidrat (terutama intoleransi laktosa) dan SIBO. Pasien menelan gula tertentu (misalnya laktulosa atau laktosa). Jika tidak terserap, gula akan difermentasi oleh bakteri di usus besar atau usus halus (pada SIBO), menghasilkan gas hidrogen atau metana yang dapat diukur dalam napas.
Untuk mengonfirmasi IPE, tes non-invasif seperti pengukuran Elastase Feses 1 sangat berguna. Elastase adalah enzim pankreas yang stabil dan jumlahnya dalam feses secara langsung berkorelasi dengan fungsi eksokrin pankreas. Nilai yang sangat rendah (<200 μg/g feses) sangat sugestif IPE.
D-Xylose adalah monosakarida yang diserap tanpa memerlukan enzim pankreas. Tes ini membedakan malabsorpsi mukosa (gangguan absorpsi) dari maldigesti luminal (fungsi pankreas/empedu). Jika kadar D-xylose dalam urin rendah, ini menunjukkan masalah pada mukosa usus (misalnya Celiac atau Whipple).
Endoskopi saluran cerna bagian atas dengan biopsi usus halus adalah prosedur yang sangat penting. Ini memungkinkan evaluasi visual mukosa usus dan pengambilan sampel jaringan. Biopsi adalah kunci diagnosis untuk:
Pencitraan seperti CT scan, MRI enterografi, atau kapsul endoskopi dapat digunakan untuk mencari kelainan struktural:
Mencapai 5000 kata memerlukan pembahasan detail mengenai patogenesis dan pengelolaan kondisi-kondisi yang paling sering menyebabkan malabsorpsi. Fokus harus diletakkan pada IPE, Celiac, dan Sindrom Usus Pendek (SBS).
IPE seringkali diremehkan, namun merupakan penyebab utama malabsorpsi lemak. Pengelolaan IPE bertujuan untuk mengganti enzim yang hilang dan memastikan nutrisi yang adekuat.
Pada pankreatitis kronis, terjadi penghancuran asini pankreas yang progresif. Gejala malabsorpsi biasanya muncul hanya setelah 90% fungsi eksokrin hilang. Akibatnya, lemak tidak terhidrolisis menjadi asam lemak dan monogliserida, dan protein tidak terpecah, menyebabkan steatorrhea, kehilangan kalori, dan defisiensi vitamin larut lemak. Selain itu, adanya lemak yang tidak tercerna di usus halus dapat mengikat kalsium, yang selanjutnya dapat memicu osteopenia atau osteomalacia.
PERT adalah tulang punggung pengobatan IPE. Enzim pankreas yang diberikan secara oral (biasanya lipase, protease, dan amilase yang dilapisi enterik) harus diminum bersama makanan dan camilan.
Penyakit Celiac adalah enteropati imunologi yang disebabkan oleh paparan gluten (protein yang ditemukan dalam gandum, jelai, dan gandum hitam) pada individu dengan genotipe HLA-DQ2 atau HLA-DQ8. Ini adalah penyebab malabsorpsi mukosa yang paling umum di dunia Barat.
Diagnosis Celiac membutuhkan dua komponen:
Pengelolaan Celiac sepenuhnya bergantung pada kepatuhan ketat seumur hidup terhadap Diet Bebas Gluten (GFD). Ini bukan sekadar mengurangi; ini berarti eliminasi total gandum, jelai, dan gandum hitam.
SBS adalah bentuk malabsorpsi yang sangat parah yang terjadi setelah reseksi bedah ekstensif dari usus halus (misalnya, akibat penyakit Crohn parah, trauma, atau iskemia). SBS didefinisikan sebagai sisa usus halus kurang dari 200 cm (normalnya 300–800 cm).
Tingkat malabsorpsi bergantung pada panjang dan, yang terpenting, bagian usus mana yang tersisa:
Fase akut SBS memerlukan nutrisi total parenteral (TPN), di mana semua nutrisi diberikan melalui infus vena. Tujuannya adalah untuk memungkinkan usus yang tersisa beradaptasi (hiperplasia mukosa).
Terlepas dari penyebab utama malabsorpsi, pengelolaan defisiensi nutrisi sekunder adalah kunci untuk mencegah komplikasi jangka panjang yang parah, seperti fraktur patologis, neuropati, atau gangguan kekebalan.
Karena penyerapan vitamin ini terkait langsung dengan lemak makanan, dosis oral standar seringkali tidak memadai.
Jika malabsorpsi B12 dikonfirmasi (misalnya pada IPE yang tidak diobati, SIBO, atau reseksi ileum terminal), terapi oral seringkali tidak efektif. Terapi B12 biasanya diberikan:
Malabsorpsi besi sering memerlukan suplementasi oral dengan penyesuaian pH (misalnya, minum bersama Vitamin C). Namun, pada kasus yang parah, zat besi intravena (IV) mungkin diperlukan untuk mengisi kembali cadangan tubuh tanpa mengandalkan penyerapan usus yang buruk. Kalsium harus disuplementasi dalam bentuk sitrat untuk penyerapan yang lebih baik, terutama jika pasien juga mengonsumsi PPI.
Jika SIBO diidentifikasi sebagai penyebab malabsorpsi (sering terjadi bersamaan dengan IPE atau stasis usus), pengobatan memerlukan antibiotik spesifik yang bertarget pada flora usus.
Malabsorpsi yang tidak terdiagnosis atau tidak diobati secara memadai dapat menyebabkan komplikasi serius yang memengaruhi hampir setiap sistem organ dalam tubuh. Pencegahan komplikasi ini memerlukan pemantauan gizi dan kepatuhan terapi yang ketat.
Osteoporosis dan osteomalacia adalah komplikasi paling umum dan paling serius dari malabsorpsi lemak jangka panjang.
Defisiensi Vitamin K, akibat malabsorpsi lemak, mengganggu produksi faktor pembekuan darah (Faktor II, VII, IX, X) oleh hati. Meskipun secara klinis jarang terlihat, hal ini dapat menyebabkan kecenderungan perdarahan yang signifikan, terutama setelah prosedur bedah atau trauma. Pemantauan INR adalah penting, dan pengobatan sering memerlukan injeksi Vitamin K.
Malabsorpsi B12 yang berkepanjangan dapat menyebabkan kerusakan mielin pada sistem saraf, menghasilkan neuropati perifer (kesemutan, mati rasa) dan ataksia. Kerusakan neurologis ini, jika tidak diobati segera, bisa menjadi ireversibel. Anemia, baik karena defisiensi B12/folat maupun zat besi, menyebabkan kelelahan parah, dispnea, dan penurunan kualitas hidup.
Pada penyakit tertentu, risiko keganasan meningkat. Misalnya, pasien dengan penyakit Celiac yang tidak diobati memiliki peningkatan risiko enteropati terkait T-cell Limfoma (EATL), meskipun risiko ini menurun secara signifikan setelah kepatuhan terhadap GFD yang ketat.
Selain penyakit utama, beberapa kondisi lain juga perlu dipertimbangkan dalam diagnosis diferensial, terutama yang terkait dengan prosedur medis atau defek genetik yang jarang.
Selain intoleransi laktosa, kondisi genetik seperti defisiensi sukrase-isomaltase kongenital (CSID) menyebabkan intoleransi terhadap sukrosa dan pati yang tidak dicerna, yang memerlukan diet rendah sukrosa dan enzim pengganti (sukrase).
Prosedur bedah bariatrik, terutama Roux-en-Y Gastric Bypass (RYGB), sengaja menyebabkan malabsorpsi. Dengan memotong lambung dan usus halus (melewati duodenum), terjadi pemisahan jalur makanan dan enzim pencernaan (empedu dan pankreas). Meskipun ini membantu penurunan berat badan, hal ini menciptakan risiko tinggi defisiensi:
Beberapa obat dapat mengganggu struktur atau fungsi usus:
Pengelolaan malabsorpsi adalah perjalanan multidisiplin yang membutuhkan kerja sama antara gastroenterolog, ahli gizi, dan dokter perawatan primer. Karena gejala bisa sangat bervariasi dan tidak spesifik, pendekatan diagnostik yang sistematis sangat penting untuk mengidentifikasi akar penyebab dan menerapkan strategi terapeutik yang ditargetkan. Pemulihan status gizi adalah tujuan utama, memastikan kualitas hidup pasien dapat dipertahankan meskipun menghadapi tantangan pencernaan yang kompleks.
Edukasi pasien mengenai peran diet dan kepatuhan terhadap rejimen suplemen, terutama pada kondisi seumur hidup seperti Penyakit Celiac atau SBS, merupakan faktor penentu keberhasilan jangka panjang. Dengan pemahaman yang mendalam mengenai fisiologi yang terganggu dan penerapan manajemen yang komprehensif, dampak negatif malabsorpsi dapat diminimalkan.
Manajemen diet adalah inti dari terapi malabsorpsi, khususnya untuk mengatasi steatorrhea dan memastikan asupan kalori yang cukup. Pada banyak kasus, diet standar tidak lagi memadai, dan intervensi khusus diperlukan.
Lemak makanan normal (rantai panjang) memerlukan garam empedu, lipase pankreas, dan transportasi limfatik (dikemas dalam kilomikron) untuk diserap. Jika salah satu dari langkah-langkah ini gagal, steatorrhea terjadi.
Trigliserida Rantai Menengah (Medium-Chain Triglycerides - MCTs) memiliki keuntungan fisiologis yang signifikan. Mereka dihidrolisis lebih cepat oleh lipase dan, yang paling penting, mereka diserap langsung ke dalam sirkulasi vena porta tanpa perlu diubah menjadi kilomikron dan masuk ke sistem limfatik.
Pada kasus intoleransi karbohidrat (misalnya laktosa, fruktosa), intervensi diet sangat langsung: eliminasi atau substitusi.
Pasien dengan malabsorpsi sering mengalami katabolisme (pemecahan otot) dan malnutrisi protein-energi. Diet harus dirancang untuk:
Kemampuan usus halus untuk beradaptasi terhadap kerusakan atau reseksi adalah faktor kunci yang menentukan prognosis dan kebutuhan terapi jangka panjang, terutama pada pasien SBS atau penyakit Celiac yang parah.
Setelah reseksi usus halus dalam jumlah besar, usus yang tersisa melalui proses adaptasi. Proses ini dapat memakan waktu hingga dua tahun dan dimediasi oleh hormon enterik (seperti GLP-2 dan enteroglukagon).
Prognosis malabsorpsi sangat bergantung pada penyebab yang mendasari dan respons terhadap pengobatan:
Malabsorpsi adalah kondisi kronis yang memerlukan pengawasan berkelanjutan. Pemantauan harus mencakup penilaian antropometrik (berat badan, massa otot), laboratorium (status vitamin, mineral, albumin), dan evaluasi kepadatan tulang secara berkala. Pendekatan multidisiplin yang melibatkan ahli gizi klinis, gastroenterolog, dan ahli endokrin (untuk penyakit tulang) adalah kunci untuk mengelola kompleksitas defisiensi nutrisi dan komplikasi sistemik yang diakibatkan oleh malabsorpsi.