Makrofag, yang secara harfiah berarti ‘pemakan besar’ (dari bahasa Yunani *makros* = besar, dan *phagein* = makan), adalah sel imun bawaan yang multifungsi, esensial untuk menjaga homeostasis jaringan, membersihkan sisa-sisa sel, dan memulai serta meredakan respons peradangan. Sel-sel ini tidak hanya berperan sebagai petugas kebersihan yang membuang puing-puing sel dan patogen yang mati, tetapi juga bertindak sebagai jembatan penting yang menghubungkan imunitas bawaan dengan imunitas adaptif. Kehadiran dan aktivitas makrofag sangat menentukan hasil dari hampir setiap kondisi patologis, mulai dari infeksi sederhana hingga penyakit kronis yang kompleks seperti kanker, aterosklerosis, dan fibrosis.
Konsep sel fagositik pertama kali diperkenalkan pada tahun 1880-an oleh Ilya Metchnikoff, seorang ahli zoologi Rusia yang kemudian memenangkan Hadiah Nobel. Metchnikoff mengamati bahwa sel-sel tertentu dalam tubuh bintang laut dan embrio kutu air memiliki kemampuan untuk menelan partikel asing. Penemuan fundamental ini membentuk dasar bagi ilmu imunologi modern dan mengidentifikasi peran sentral fagositosis—proses penelanan dan pencernaan partikel asing atau sel yang mati—sebagai mekanisme pertahanan bawaan tubuh yang paling primitif dan efektif. Makrofag merupakan representasi paling canggih dari sistem fagositik mononuklear, yang mencakup monosit (prekursor yang beredar dalam darah) dan berbagai populasi makrofag spesifik jaringan.
Secara tradisional, makrofag dianggap berasal secara eksklusif dari monosit yang beredar, yang bermigrasi dari sumsum tulang ke jaringan dan berdiferensiasi di sana. Namun, penelitian genomik terbaru telah mengungkapkan adanya dualitas dalam asal usul makrofag. Ada dua populasi utama:
Proses diferensiasi monosit menjadi makrofag dipengaruhi oleh lingkungan mikro jaringan. Sinyal yang paling penting adalah *Macrophage Colony-Stimulating Factor* (M-CSF atau CSF1) dan *Granulocyte Macrophage Colony-Stimulating Factor* (GM-CSF atau CSF2). M-CSF cenderung mendorong fenotipe makrofag yang lebih fokus pada kelangsungan hidup jaringan (homeostasis), sedangkan GM-CSF sering dikaitkan dengan makrofag yang lebih pro-inflamasi dan lebih efisien dalam presentasi antigen.
Fungsi yang paling mendasar dan teridentifikasi dari makrofag adalah fagositosis. Proses ini melibatkan serangkaian langkah molekuler dan seluler yang sangat terkoordinasi untuk menghilangkan patogen, sel yang menua (senescent), sel mati (apoptotik), dan puing-puing selular lainnya, sebuah proses yang dikenal sebagai pembersihan selular (efferocytosis).
Makrofag dilengkapi dengan beragam reseptor yang memungkinkan mereka untuk membedakan antara ‘diri’ (self) yang sehat dan ‘non-diri’ (non-self) yang berbahaya atau ‘diri’ yang rusak. Pengenalan dapat terjadi melalui dua jalur utama:
Setelah patogen atau puing diakui, sinyal transduksi memicu reorganisasi aktin sitoskeletal di lokasi kontak, menghasilkan pseudopoda yang membungkus target. Proses ini menarik partikel ke dalam vesikel yang dikenal sebagai fagosom. Mekanisme ini dapat terjadi melalui proses 'zipper' di mana membran secara bertahap menutup di sekitar partikel.
Fagosom segera memulai proses pematangan. pH internal turun drastis karena pompa proton aktif (V-ATPase). Pematangan ini berpuncak pada fusi fagosom dengan lisosom, menghasilkan fagolisosom. Di dalam lingkungan asam yang keras ini, mekanisme pembunuhan yang kuat diaktifkan:
Kemampuan makrofag untuk secara efisien melakukan fagositosis sel apoptotik (efferocytosis) tanpa melepaskan isi sel yang berpotensi meradang adalah kunci untuk mencegah autoimunitas dan menjaga resolusi peradangan.
Gambar 1: Skema sederhana yang mengilustrasikan proses inti fagositosis, di mana makrofag mengenali dan menelan target asing.
Selain sebagai pembunuh mikroba, makrofag adalah Sel Penyaji Antigen (APC) yang penting. Setelah mencerna patogen, mereka memproses protein patogen menjadi fragmen peptida. Fragmen ini kemudian disajikan pada permukaan sel makrofag dalam konteks Molekul Kompleks Histokompatibilitas Utama (MHC), khususnya MHC kelas II, yang berinteraksi dengan sel T pembantu (CD4+).
Interaksi antara makrofag dan sel T adalah titik kunci aktivasi imunitas adaptif. Makrofag tidak hanya menyajikan antigen tetapi juga menyediakan sinyal ko-stimulasi dan melepaskan sitokin yang diperlukan untuk aktivasi penuh sel T. Sel T yang teraktivasi, pada gilirannya, dapat melepaskan interferon-gamma (IFN-γ), yang merupakan aktivator makrofag paling kuat, menciptakan lingkaran umpan balik positif yang menguatkan respons imun.
Fleksibilitas fenotipik adalah ciri khas makrofag. Mereka dapat mengubah status fungsionalnya secara dinamis sebagai respons terhadap sinyal mikro-lingkungan yang diterima, sebuah proses yang dikenal sebagai polarisasi. Meskipun terdapat spektrum fenotipe yang jauh lebih luas, sistem klasifikasi yang paling umum membagi makrofag menjadi dua kategori ekstrem: M1 (Klasik Teraktivasi) dan M2 (Alternatif Teraktivasi).
Aktivasi M1 mewakili respons pertahanan utama yang cepat dan agresif. Makrofag M1 distimulasi oleh sinyal-sinyal kuat yang mengindikasikan infeksi, seperti Lipopolisakarida (LPS) dari bakteri Gram-negatif, ditambah dengan Interferon-gamma (IFN-γ) yang dilepaskan oleh sel T pembantu 1 (Th1) atau sel *Natural Killer* (NK).
Aktivasi M1, meskipun penting untuk memberantas infeksi, jika tidak terkontrol, dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang signifikan. Proses aktivasi M1 sering melibatkan jalur sinyal utama, seperti NF-κB (Nuclear Factor kappa B), yang merupakan regulator transkripsi sentral bagi banyak gen pro-inflamasi, dan aktivasi kompleks inflammasome, yang memproses pro-IL-1β dan pro-IL-18 menjadi bentuk aktif mereka.
Makrofag M2 adalah fenotipe yang berorientasi pada resolusi peradangan, perbaikan jaringan, dan remodeling. Mereka diinduksi oleh sitokin yang dihasilkan oleh sel T pembantu 2 (Th2), terutama Interleukin-4 (IL-4) dan Interleukin-13 (IL-13).
Untuk lebih mencerminkan kompleksitas biologis, M2 dapat dibagi lagi berdasarkan stimulus spesifiknya:
Pertarungan metabolik antara iNOS (M1, menghasilkan Nitrit Oksida, pembunuhan) dan Arg-1 (M2, menghasilkan ornitin/poliamina, perbaikan) adalah titik kritis dalam menentukan nasib jaringan. Jika M1 dominan terlalu lama, terjadi kerusakan; jika M2 dominan terlalu dini, patogen mungkin tidak terbersihkan. Keseimbangan dinamis antara polarisasi M1 dan M2 inilah yang mendikte transisi dari fase peradangan akut ke resolusi dan perbaikan jaringan.
Populasi makrofag permanen yang menetap dalam jaringan memiliki fungsi yang sangat terspesialisasi, yang mencerminkan kebutuhan unik lingkungan mikro mereka. Sel-sel ini, sebagian besar berasal dari embrio dan mampu memperbarui diri sendiri, sangat penting untuk pengawasan lokal dan homeostasis.
Mikroglia adalah makrofag residen unik di sistem saraf pusat (SSP). Mereka adalah garda terdepan pengawasan kekebalan di otak. Dalam kondisi normal, mikroglia memiliki fenotipe 'bercabang' yang secara konstan memantau lingkungan mikro sinaptik, membersihkan sinaps yang tidak berfungsi, dan membuang sel neuron yang rusak. Peran mereka sangat penting dalam perkembangan saraf, pemangkasan sinaps (synaptic pruning), dan neurogenesis. Dalam patologi (misalnya, Alzheimer, stroke), mikroglia dapat menjadi teraktivasi, mengambil fenotipe ameboid, dan melepaskan sitokin neurotoksik. Namun, polarisasi mereka juga mencakup peran neuroprotektif, seperti pembersihan plak amiloid dan mediasi perbaikan setelah cedera iskemik. Regulasi ketat melalui faktor transkripsi seperti PU.1 dan C/EBPβ memastikan fungsi homeostatik mereka.
Sel Kupffer (KCs) adalah makrofag residen yang terletak di sinusoid hati. Hati menerima darah langsung dari usus melalui vena porta, yang membawa banyak produk bakteri dan endotoksin (LPS). KCs adalah filter utama tubuh, bertugas membersihkan darah yang masuk dari patogen usus, sel darah merah yang menua, dan partikel asing. Karena paparan LPS yang konstan, KCs biasanya berada dalam kondisi anergik atau toleran parsial untuk menghindari peradangan hati yang terus-menerus. Mereka memainkan peran penting dalam metabolisme zat besi dan dalam penyakit hati, seperti steatohepatitis non-alkohol (NASH) dan fibrosis hati. Ketika hati mengalami cedera parah, KCs dapat berubah menjadi pro-inflamasi, mendorong aktivasi sel stelata hati yang memicu fibrosis.
Makrofag Alveolar (AMs) berada di permukaan kantung udara (alveoli) paru-paru. Mereka harus menahan paparan konstan terhadap partikel udara, debu, polutan, dan mikroorganisme yang terhirup. Fungsi primer AMs adalah fagositosis partikel asing untuk menjaga sterilitas permukaan pernapasan. AMs mempertahankan fenotipe yang sebagian besar imunosupresif dan anti-inflamasi dalam kondisi normal, sebagian didorong oleh keberadaan Surfactant Protein A dan D (SP-A/D). Namun, ketika menghadapi infeksi bakteri (seperti *Mycobacterium tuberculosis*), AMs menjadi sangat aktif, memainkan peran sentral dalam pertahanan inang. Disfungsi AMs terkait erat dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) dan fibrosis paru.
Meskipun secara fungsional berbeda, osteoklas adalah sel yang berasal dari jalur monosit/makrofag. Mereka adalah makrofag yang sangat terspesialisasi, multinukleat, dan besar yang bertanggung jawab atas resorpsi tulang. Osteoklas mengeluarkan asam dan enzim proteolitik ke permukaan tulang untuk melarutkan matriks mineral dan kolagen. Keseimbangan antara osteoblas (pembentuk tulang) dan osteoklas (penyerap tulang) sangat penting untuk remodeling tulang dan homeostasis kalsium. Produksi osteoklas diatur oleh ligan RANK (RANKL) yang berinteraksi dengan reseptor RANK pada prekursor monosit.
Populasi ini berada dalam rongga tubuh dan secara unik sensitif terhadap perubahan lingkungan. Makrofag Peritoneal (yang berada di rongga perut) dapat secara cepat menjadi sangat aktif sebagai respons terhadap infeksi bakteri yang berasal dari usus. Mereka menunjukkan plastisitas yang tinggi, beradaptasi dengan cepat dari fenotipe homeostatik menjadi fenotipe pro-inflamasi yang kuat untuk melawan peritonitis.
Meskipun sering diklasifikasikan sebagai sel dendritik, Sel Langerhans di epidermis berbagi jalur keturunan dengan makrofag residen lainnya. Fungsi utama mereka adalah pengawasan imun dan pengambilan antigen lokal di kulit, kemudian bermigrasi ke kelenjar getah bening untuk presentasi antigen kepada sel T. Peran ganda mereka dalam imunitas bawaan (fagositosis) dan adaptif (presentasi) menyoroti sentralitas jalur makrofag.
Keragaman populasi makrofag residen ini menggarisbawahi konsep bahwa makrofag adalah sel yang dibentuk oleh lingkungannya. Setiap lokasi anatomis—apakah itu otak yang dilindungi oleh sawar darah otak, hati yang toksik, atau paru-paru yang terpapar udara—memiliki makrofag yang telah berevolusi untuk melakukan fungsi pengawasan spesifik yang diperlukan untuk mempertahankan integritas jaringan tersebut.
Aktivitas makrofag sangat diatur oleh serangkaian jalur sinyal intraseluler yang kompleks, yang mengubah sinyal eksternal (sitokin, PAMPs, DAMPs) menjadi perubahan transkripsi genetik yang menentukan fenotipe M1 atau M2.
TLRs adalah reseptor transmembran yang mengenali PAMPs. Aktivasi TLR, khususnya TLR4 (mengenali LPS), memicu kaskade sinyal yang mengarah pada aktivasi faktor transkripsi NF-κB. NF-κB adalah "saklar utama" untuk inflamasi, mempromosikan transkripsi gen untuk sitokin pro-inflamasi (TNF-α, IL-6, IL-1β) dan mediator inflamasi lainnya, sehingga mendorong polarisasi M1.
Jalur STAT memainkan peran dominan dalam polarisasi makrofag melalui sinyal sitokin.
Inflammasome adalah kompleks protein sitosolik multiprotein yang sangat penting dalam respons inflamasi akut. Makrofag mengekspresikan inflammasome, yang paling terkenal adalah NLRP3 (NLR Family, Pyrin Domain Containing 3). NLRP3 mengenali berbagai DAMPs (misalnya, kristal urat, ATP ekstraseluler, silika) dan PAMPs. Aktivasi inflammasome menyebabkan perekrutan dan aktivasi kaspase-1, yang kemudian memproses prekursor sitokin pro-inflamasi (pro-IL-1β dan pro-IL-18) menjadi bentuk aktif yang dapat disekresikan. Pelepasan IL-1β ini merupakan sinyal piroptosis (bentuk kematian sel inflamasi) dan merupakan penanda kuat dari respons M1 yang intens.
Meskipun makrofag adalah pelindung tubuh, disfungsi atau polarisasi yang tidak tepat dapat mendorong perkembangan penyakit kronis yang serius. Peran makrofag dalam patologi seringkali ambivalen, di mana fungsi perbaikan M2 yang menyimpang dapat berkontribusi pada penyakit.
Makrofag yang berlimpah di lingkungan mikro tumor disebut Makrofag Terkait Tumor (TAMs). Ironisnya, sebagian besar TAMs mengadopsi fenotipe M2 (atau M2d), yang secara aktif mempromosikan pertumbuhan tumor alih-alih melawannya. Fungsi pro-tumor TAMs meliputi:
Fenotipe TAMs yang dominan M2 menjadikan mereka target terapi kanker yang menjanjikan, dengan tujuan memprogram ulang mereka menjadi M1 (anti-tumor) atau mengurangi rekrutmen mereka ke situs tumor.
Aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah) adalah penyakit peradangan kronis yang melibatkan makrofag secara sentral. Makrofag direkrut ke dinding arteri yang rusak dan menelan kolesterol lipoprotein densitas rendah (LDL) yang teroksidasi. Makrofag yang menelan sejumlah besar kolesterol menjadi terisi lipid dan disebut ‘sel busa’ (foam cells). Sel busa ini terperangkap di bawah lapisan endotel dan membentuk inti plak aterosklerotik.
Dalam plak, makrofag berada dalam keadaan pro-inflamasi (M1), melepaskan sitokin dan protease yang melemahkan penutup fibrosa plak. Ketika plak pecah, ia memicu pembentukan bekuan darah (trombosis) yang menyebabkan serangan jantung atau stroke. Dengan demikian, makrofag, melalui fagositosis kolesterol yang menyimpang dan respons M1 yang kronis, mendorong perkembangan penyakit kardiovaskular.
Fibrosis adalah pembentukan jaringan parut yang berlebihan, sering terjadi di paru-paru, hati, dan ginjal. Makrofag M2, yang seharusnya memediasi perbaikan jaringan, jika hiperaktif, dapat menyebabkan fibrosis yang berlebihan. IL-4 dan IL-13 mendorong diferensiasi M2 yang mensekresikan TGF-β, faktor fibrogenik paling kuat. TGF-β mengaktifkan miofibroblas, yang bertanggung jawab untuk deposisi kolagen dan matriks ekstraseluler. Kontrol yang tidak memadai atas M2 setelah cedera akut adalah pendorong utama penyakit fibrosis kronis.
Jaringan adiposa (lemak) yang kelebihan berat badan mengalami hipoksia lokal dan cedera sel. Hal ini memicu rekrutmen makrofag ke jaringan adiposa (disebut ATM, *Adipose Tissue Macrophages*). ATM berkumpul di sekitar adiposit yang mati, membentuk struktur yang dikenal sebagai ‘mahkota’ (crown-like structures). Pada obesitas, terjadi pergeseran dari fenotipe ATM yang dominan anti-inflamasi (M2) menuju fenotipe pro-inflamasi (M1). Makrofag M1 ini melepaskan sitokin seperti TNF-α dan IL-6, yang mengganggu sinyal insulin di adiposit dan hepatosit, menyebabkan resistensi insulin dan, pada akhirnya, diabetes tipe 2. Regulasi polarisasi ATM adalah target kunci untuk pengobatan penyakit metabolik.
Gambar 2: Perbandingan Polaritas Makrofag M1 (pro-inflamasi) yang didorong oleh infeksi dan M2 (anti-inflamasi) yang didorong oleh perbaikan dan resolusi.
Mengingat peran sentral makrofag dalam begitu banyak penyakit kronis, strategi terapeutik baru kini berfokus pada modulasi atau eliminasi populasi makrofag tertentu.
Tujuan utama dalam pengobatan penyakit inflamasi dan kanker adalah mendorong makrofag pro-penyakit (seperti M1 kronis atau TAM M2) untuk beralih ke fenotipe resolusi yang menguntungkan. Misalnya, dalam pengobatan kanker, penggunaan agonis TLR (yang biasanya memicu M1) atau molekul yang mengaktifkan jalur STAT1 dapat bertujuan untuk mengubah TAM M2 menjadi M1 yang mampu menyerang sel tumor.
Banyak penyakit, seperti aterosklerosis dan fibrosis, bergantung pada rekrutmen terus-menerus monosit dari darah ke jaringan yang sakit. Strategi farmakologis melibatkan penghambatan molekul kemokin dan reseptornya (seperti reseptor CCR2 atau CX3CR1) yang memandu monosit menuju situs inflamasi. Mengurangi jumlah makrofag yang baru direkrut dapat memperlambat progresi plak aterosklerotik atau jaringan fibrotik.
Dalam kasus di mana makrofag menjadi sumber kerusakan yang tidak dapat diperbaiki (misalnya, osteoklas yang hiperaktif pada osteoporosis atau sel busa yang penuh di aterosklerosis), eliminasi selektif populasi sel ini dapat menjadi pilihan. Liposom yang mengandung zat beracun dapat digunakan untuk secara spesifik menargetkan makrofag fagositik, yang kemudian menelan liposom dan mati. Namun, strategi ini memerlukan ketelitian agar tidak mengganggu makrofag residen yang penting untuk homeostasis.
Karena M1 dan M2 memiliki tanda tangan metabolik yang sangat berbeda (M1 = glikolisis, M2 = oksidasi), menargetkan jalur metabolik spesifik menawarkan cara untuk mengontrol polarisasi tanpa harus bergantung pada sitokin eksternal. Misalnya, menginduksi metabolisme oksidatif dapat mendorong makrofag menuju fenotipe M2 yang lebih restoratif, menjadikannya bidang penelitian yang sangat aktif dalam imunometabolisme.
Pemahaman kontemporer tentang makrofag sangat bergantung pada bidang imunometabolisme, yaitu studi tentang bagaimana perubahan metabolik memengaruhi fungsi imun. Makrofag yang terpolarisasi menggunakan jalur metabolik yang berbeda untuk mendukung kebutuhan energi dan biomassa yang berbeda dari peran fungsional mereka.
Makrofag M1, ketika teraktivasi oleh LPS dan IFN-γ, mengalami pergeseran metabolik yang dramatis yang dikenal sebagai Efek Warburg (meskipun konsep ini lebih sering dikaitkan dengan sel kanker). Mereka meningkatkan pengambilan glukosa dan memprosesnya melalui glikolisis, menghasilkan laktat, bahkan di hadapan oksigen yang cukup. Meskipun glikolisis menghasilkan ATP lebih cepat, ini jauh kurang efisien daripada fosforilasi oksidatif (OXPHOS).
Peran glikolisis pada M1 bukan hanya tentang energi, tetapi juga tentang produksi prekursor metabolik cepat yang dibutuhkan untuk sintesis mediator inflamasi, seperti NADPH untuk ledakan oksidatif. Selain itu, metabolit tertentu, seperti sitrat yang terakumulasi akibat blokade parsial pada Siklus Asam Sitrat (TCA), adalah prekursor untuk sintesis asam lemak dan metabolit inflamasi seperti prostanoid dan NO, yang semuanya mendukung respons pembunuhan mikroba yang cepat.
Sebaliknya, makrofag M2 yang didorong oleh IL-4/IL-13 bergantung pada metabolisme oksidatif. Mereka menunjukkan peningkatan oksidasi asam lemak (FAO) dan aktivitas mitokondria yang tinggi. OXPHOS menghasilkan ATP dalam jumlah besar, menyediakan energi yang berkelanjutan yang dibutuhkan untuk fungsi jangka panjang, seperti sintesis kolagen, matriks ekstraseluler, dan pembersihan puing-puing selular (efferocytosis), yang semuanya merupakan proses yang menuntut energi.
Perubahan metabolisme ini juga mencerminkan kompetisi Arginase-1 (M2) dan iNOS (M1) untuk substrat L-arginin. M2 menggunakan L-arginin melalui Arg-1 untuk menghasilkan ornitin dan poliamina, yang merupakan metabolit penting untuk proliferasi sel, perbaikan luka, dan deposisi ECM. Dengan demikian, status metabolisme makrofag secara langsung memicu dan mempertahankan fenotipe fungsional mereka.
Resolusi peradangan, yang sebelumnya dianggap sebagai proses pasif yang terjadi setelah eliminasi patogen, kini diakui sebagai proses aktif yang sangat diatur, di mana makrofag memainkan peran sentral. Kegagalan resolusi menyebabkan transisi peradangan akut ke peradangan kronis.
Makrofag memediasi resolusi melalui beberapa cara:
Kemampuan makrofag untuk berpindah dari status pro-inflamasi ke pro-resolusi menunjukkan plastisitas yang luar biasa dan menegaskan mengapa makrofag adalah target yang sangat penting dalam upaya mengobati penyakit peradangan kronis yang merupakan hasil dari resolusi yang gagal.
Makrofag adalah sel yang sangat adaptif dan sentral dalam biologi mamalia. Dari fungsi primitif mereka sebagai pemakan dan pembersih seluler, hingga peran mereka yang canggih sebagai arsitek jaringan, pemrogram peradangan, dan presenter antigen, makrofag adalah pusat komando bagi homeostasis. Kehadiran mereka di setiap jaringan di tubuh, dengan fenotipe yang disesuaikan secara unik untuk lingkungan tersebut, mencerminkan pentingnya fungsi pengawasan mereka yang tak pernah berhenti. Memahami kompleksitas polarisasi makrofag—bagaimana sinyal mikro-lingkungan mengubah monosit menjadi M1 yang agresif, M2 yang restoratif, atau TAM yang pro-tumor—bukan hanya merupakan pencapaian akademis, tetapi juga kunci fundamental untuk mengembangkan intervensi terapeutik generasi baru melawan kanker, penyakit autoimun, fibrosis, dan kondisi metabolik yang mengancam kesehatan global.
Penelitian terus mengungkap lapisan baru regulasi makrofag, termasuk peran mereka dalam epigenetik, penuaan seluler (senescence), dan bahkan dalam memodulasi perilaku melalui interaksi mikroglia-neuron di otak. Fleksibilitas ini memastikan bahwa makrofag akan tetap menjadi salah satu sel yang paling menarik dan penting dalam ilmu biomedis untuk dekade mendatang.
Regulasi polarisasi makrofag melampaui sinyal sitokin dan jalur STAT. Perubahan epigenetik—modifikasi DNA dan histon yang memengaruhi ekspresi gen tanpa mengubah sekuens DNA—sangat menentukan apakah makrofag akan mengadopsi fenotipe M1 atau M2 yang stabil. Epigenetik memungkinkan memori imunologi yang penting bagi makrofag residen.
Aktivasi M1 (pro-inflamasi) sering dikaitkan dengan peningkatan asetilasi histon pada promotor gen pro-inflamasi (misalnya, TNF-α dan iNOS). Asetilasi histon adalah mekanisme yang 'melonggarkan' struktur kromatin, membuatnya lebih mudah diakses oleh faktor transkripsi, sehingga meningkatkan transkripsi gen M1. Sebaliknya, makrofag M2 cenderung menunjukkan tanda tangan epigenetik yang lebih permisif pada gen yang berhubungan dengan perbaikan dan resolusi, sering melibatkan demetilasi pada lokasi gen Arg-1.
MikroRNA adalah molekul RNA non-pengkodean kecil yang mengatur ekspresi gen pasca-transkripsi. miRNA telah terbukti menjadi regulator penting polarisasi makrofag. Misalnya, miRNA tertentu dapat secara spesifik menargetkan dan menekan mRNA dari faktor transkripsi yang mendorong M1 (seperti NF-κB), sehingga mempromosikan fenotipe M2. Sebaliknya, miRNA lain dapat menghambat ekspresi Arg-1, mendorong respons M1. Kontrol miRNA yang presisi ini menambahkan lapisan kerumitan dan peluang terapeutik baru, karena miRNA dapat dikirimkan secara sintetis untuk 'memprogram ulang' fenotipe makrofag.
Makrofag juga terlibat dalam metabolisme asam amino. Sel M1 yang sangat aktif dapat mengekspresikan enzim Indolamin 2,3-dioksigenase (IDO). IDO mengkatalisis langkah pertama dalam degradasi triptofan, mengubahnya menjadi kynurenine. Deplesi triptofan di lingkungan mikro ini, ditambah dengan akumulasi metabolit kynurenine, dapat menekan respons sel T, menyoroti makrofag sebagai titik kontrol yang kuat dalam menjaga toleransi imunologi atau menyebabkan imunosupresi (terutama penting pada Makrofag Terkait Tumor).
Seiring bertambahnya usia organisme, komposisi dan fungsi makrofag residen dapat berubah secara signifikan. Ini berkontribusi pada fenomena yang dikenal sebagai ‘inflamasi’ (inflammaging), peradangan kronis tingkat rendah yang menjadi ciri khas penuaan. Pada usia lanjut, makrofag residen sering menunjukkan sensitivitas yang meningkat terhadap DAMPs dan PAMPs, yang menyebabkan keadaan M1 yang persisten dan sub-ambang batas.
Selain itu, makrofag pada individu yang lebih tua mungkin mengalami penurunan kemampuan dalam efferocytosis, yaitu pembersihan sel-sel yang menua (senescent). Sel senescent sendiri melepaskan Pola Molekuler Terkait Senescence (SASP), yang bersifat pro-inflamasi. Jika makrofag tidak efisien dalam membersihkan sel-sel ini, SASP akan terus berakumulasi, memicu lingkaran setan inflamasi kronis yang mempercepat patologi terkait usia, termasuk neurodegenerasi dan sarkopenia.
Peran Makrofag Alveolar dalam penuaan sangat menonjol. Pada orang tua, AMs menunjukkan penurunan efisiensi fagositosis terhadap bakteri dan peningkatan produksi sitokin inflamasi basal, yang berkontribusi pada kerentanan yang lebih tinggi terhadap infeksi pernapasan, seperti pneumonia dan influenza. Modulasi makrofag untuk mengembalikan efisiensi efferocytosis dan menyeimbangkan respons pro-inflamasi adalah salah satu harapan terbesar dalam terapi anti-penuaan.
Sebagai makrofag residen SSP, mikroglia tidak hanya berfungsi sebagai pembersih tetapi juga sebagai regulator sinaps dan plastisitas. Mereka secara aktif berinteraksi dengan neuron melalui titik kontak yang dinamis. Dalam kondisi homeostatis, interaksi ini memastikan pemangkasan sinaps yang tepat dan mendukung integritas neuron.
Dalam penyakit neurodegeneratif, seperti Alzheimer (AD) dan Parkinson (PD), mikroglia menjadi teraktivasi dan seringkali mengambil fenotipe yang disfungsional. Pada AD, mikroglia awalnya berusaha membersihkan agregat protein abnormal (plak amiloid dan serat Tau). Namun, aktivasi kronis oleh plak menyebabkan mereka menjadi M1-like (pro-inflamasi) yang persisten, melepaskan sitokin neurotoksik yang memperburuk kerusakan neuron.
Penelitian menunjukkan bahwa mikroglia disfungsional juga menunjukkan penurunan kemampuan fagositosis terhadap plak amiloid seiring perkembangan penyakit. Kegagalan fungsi ini, yang dikenal sebagai ‘senescence’ mikroglial, menjadikannya target kritis. Upaya untuk memprogram ulang mikroglia yang terkait dengan penyakit menjadi fenotipe pembersih yang efisien dan anti-inflamasi merupakan garis depan terapi neurologi saat ini, memanfaatkan jalur sinyal M-CSF/CSF1R yang mengatur kelangsungan hidup mikroglia.
Di luar peran mereka dalam pertahanan dan peradangan, makrofag melakukan fungsi vital dalam homeostasis organ yang tidak berhubungan langsung dengan imunitas, yang menunjukkan integrasi mendalam sel ini dalam fisiologi tubuh.
Makrofag yang berada di limpa (makrofag zona marginal) dan hati (sel Kupffer) sangat penting untuk daur ulang zat besi. Mereka menelan sel darah merah yang menua (eritrosit senescent) dalam proses yang disebut eritrofagositosis. Makrofag kemudian memecah hemoglobin, melepaskan zat besi, dan menyimpannya dalam ferritin atau melepaskannya kembali ke sirkulasi melalui protein ferroportin. Kontrol ketat atas proses ini, yang diatur oleh sinyal seperti hepcidin, memastikan bahwa tubuh mempertahankan tingkat zat besi yang tepat, menyoroti makrofag sebagai komponen penting dalam hematopoiesis dan metabolisme mineral.
Makrofag, terutama M2, adalah pemain kunci dalam pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis), yang sangat penting dalam penyembuhan luka dan pemeliharaan organ. Mereka melepaskan faktor pertumbuhan, seperti VEGF dan Platelet-Derived Growth Factor (PDGF), yang merangsang proliferasi sel endotel dan pembentukan pembuluh darah kapiler baru. Keseimbangan yang tepat dari makrofag M2 diperlukan untuk angiogenesis yang efektif; makrofag yang berlebihan dapat menyebabkan pembentukan pembuluh darah yang tidak teratur, seperti yang terlihat pada tumor.
Sebagai sel yang secara harfiah merangkul setiap aspek kehidupan jaringan, mulai dari membersihkan puing-puing sitoplasma setelah kematian sel, hingga mengarahkan pembangunan kembali matriks ekstraseluler dan pembentukan pembuluh darah baru, makrofag benar-benar mewakili sel induk dari respons homeostatik jaringan.
Peran makrofag dalam membentuk arsitektur jaringan melalui remodeling Matriks Ekstraseluler (ECM) tidak dapat dilebih-lebihkan. Remodeling ECM adalah proses dinamis yang melibatkan degradasi dan sintesis ulang protein ECM (kolagen, elastin, fibronektin). Makrofag berada di garis depan proses ini, terutama selama penyembuhan luka dan fibrosis.
Makrofag M2 mensekresikan berbagai proteinase, yang paling penting adalah Matriks Metaloproteinase (MMPs). MMPs (seperti MMP-9 dan MMP-12) mampu memecah komponen ECM, membersihkan matriks lama atau yang rusak sehingga fibroblast dapat mendepositkan kolagen baru. Di sisi lain, makrofag juga mensekresikan Inhibitor Jaringan Metaloproteinase (TIMPs), yang menahan aktivitas MMPs. Keseimbangan MMPs dan TIMPs ini menentukan apakah jaringan akan mengalami perbaikan yang teratur atau fibrosis yang berlebihan.
Pada luka kronis (misalnya, ulkus diabetes), resolusi sering terhenti. Makrofag di zona luka ini gagal untuk transisi dari fenotipe pro-inflamasi (M1) ke pro-perbaikan (M2). Makrofag M1 yang persisten mempertahankan lingkungan mikro yang kaya protease dan sitokin yang terus merusak ECM, mencegah migrasi keratinosit, dan menghambat angiogenesis yang diperlukan. Kegagalan polarisasi makrofag ini adalah tanda patologis utama dari penyembuhan luka yang terganggu.
Sistem limfatik adalah jalur penting untuk drainase cairan jaringan dan pengawasan imun. Makrofag residen dalam pembuluh limfatik dan nodus limfatik (kelenjar getah bening) memiliki peran pengawasan yang unik.
Di kelenjar getah bening, Makrofag Sinus Subkapsular (SSM) bertindak sebagai filter cepat. Mereka adalah makrofag residen yang sangat efisien dalam menjebak dan menahan partikel berukuran besar, patogen, atau kompleks imun yang dibawa masuk oleh cairan limfatik, mencegah penyebaran patogen lebih lanjut ke sirkulasi sistemik. Uniknya, SSM dapat menahan patogen tanpa mencernanya sepenuhnya, melainkan menyimpannya untuk presentasi kepada sel B, membantu inisiasi imunitas humoral (produksi antibodi).
Makrofag juga berkontribusi pada pembersihan limfatik. Selama resolusi peradangan, makrofag yang penuh dengan puing-puing (misalnya, neutrofil apoptotik) dapat bermigrasi ke pembuluh limfatik yang mengalir keluar. Peran ini sangat penting untuk mencegah akumulasi sisa seluler di lokasi cedera dan memastikan restorasi volume cairan jaringan, yang merupakan bagian integral dari resolusi peradangan.
Imunoterapi kanker telah merevolusi pengobatan onkologi, sebagian besar melalui penargetan sel T. Namun, kegagalan imunoterapi pada banyak pasien sering dikaitkan dengan kehadiran Makrofag Terkait Tumor (TAMs) yang bersifat imunosupresif. Masa depan terapi kanker semakin berfokus pada manipulasi TAMs.
Kemampuan makrofag untuk mencerna, memproses, dan memodulasi sistem imun menempatkannya sebagai sel yang tak tertandingi dalam kompleksitas biologis. Dengan kemajuan dalam imunometabolisme dan biologi sel tunggal, pemahaman tentang polarisasi makrofag telah bertransisi dari model biner M1/M2 yang sederhana menjadi spektrum yang kompleks dan cair. Kontrol yang tepat atas fenotipe makrofag—mengubahnya dari agen penyakit menjadi agen resolusi—adalah janji terbesar untuk mengatasi beban penyakit inflamasi dan kronis di masa depan.