Al-Mahdi: Cahaya Keadilan dan Harapan di Puncak Akhir Zaman

Simbol Keadilan

Dalam eskatologi Islam, konsep Al-Mahdi (Sang Pembimbing) menempati posisi sentral sebagai salah satu sosok kunci yang akan muncul sebelum Hari Kiamat. Ia bukanlah seorang nabi baru, melainkan seorang pemimpin yang ditunggu-tunggu, yang misinya adalah menegakkan keadilan universal setelah dunia dipenuhi oleh kezaliman dan kekacauan. Kepercayaan terhadap kemunculan Al-Mahdi melintasi batas-batas mazhab, meskipun interpretasi mengenai identitas, waktu kemunculan, dan statusnya sangat bervariasi antara tradisi Sunni dan Syiah. Sosok ini merefleksikan harapan mendalam umat manusia terhadap pemulihan tatanan moral dan spiritual dunia.

Diskusi mengenai Al-Mahdi tidak hanya terbatas pada ramalan masa depan, tetapi juga mencakup implikasi teologis yang mendalam mengenai takdir, keadilan Ilahi, dan peran umat Islam dalam mempersiapkan kedatangan era keemasan spiritual. Artikel yang mendalam ini akan mengupas tuntas segala aspek terkait Al-Mahdi, dari sumber-sumber dasar, perbedaan pandangan mazhab, tanda-tanda kemunculan, hingga perannya yang sangat signifikan bersama Nabi Isa (Yesus) di ujung sejarah.

I. Sumber Dasar Kepercayaan: Al-Quran dan As-Sunnah

Meskipun nama 'Al-Mahdi' tidak disebutkan secara eksplisit dalam Al-Quran, dasar keyakinan terhadap kedatangannya bersumber kuat dari sejumlah besar hadis Nabi Muhammad ﷺ yang sahih dan mutawatir (diriwayatkan oleh jalur yang banyak dan berbeda, sehingga sulit diragukan keotentikannya). Hadis-hadis ini secara kolektif memberikan gambaran yang jelas mengenai garis keturunan, sifat, dan misi utamanya.

A. Kedudukan Hadis Mengenai Al-Mahdi

Dalam tradisi Islam, hadis-hadis mengenai Al-Mahdi diklasifikasikan oleh para ulama hadis menjadi beberapa kategori. Mayoritas ulama ahli sunnah wal jama'ah menganggap hadis-hadis tentang Al-Mahdi mencapai derajat mutawatir maknawi—artinya, meskipun lafaz (redaksi) setiap hadis berbeda, makna esensialnya (yakni, kemunculan seorang pemimpin yang adil di akhir zaman dari keturunan Nabi) adalah konsisten dan diriwayatkan secara luas.

Ulama-ulama besar seperti At-Tirmidzi, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad telah mencatat hadis-hadis ini. Salah satu poin yang paling sering ditekankan adalah bahwa Al-Mahdi berasal dari Ahlul Bait (keluarga Nabi) dan keturunan Fatimah, putri Rasulullah ﷺ. Ini adalah titik kesamaan mendasar yang dipegang oleh Sunni dan Syiah.

B. Al-Mahdi dalam Perspektif Al-Quran

Meskipun tidak ada penyebutan nama, beberapa ulama tafsir menghubungkan konsep Mahdi dengan ayat-ayat yang berbicara tentang masa depan Islam, kemenangan keadilan, dan janji Allah untuk menjadikan orang-orang yang beriman sebagai pewaris bumi. Misalnya, surah Al-Anbiya’ ayat 105, yang menyatakan bahwa bumi akan diwarisi oleh hamba-hamba Allah yang saleh, seringkali dihubungkan dengan era kemunculan Mahdi dan Nabi Isa, di mana kebenaran akan mencapai puncaknya.

Koneksi ini memperkuat pandangan bahwa Mahdi adalah manifestasi dari janji Ilahi yang universal—bahwa meskipun dunia mungkin melalui masa-masa kegelapan dan fitnah, keadilan absolut yang diwakili oleh syariat Islam pada akhirnya akan ditegakkan di seluruh penjuru bumi. Ini adalah janji eskatologis yang memberikan penghiburan dan motivasi bagi umat Islam.

II. Identitas dan Sifat Al-Mahdi

Hadis-hadis memberikan detail yang cukup spesifik mengenai ciri-ciri fisik, nama, dan misi utama Al-Mahdi. Ciri-ciri ini sangat penting karena menjadi penanda untuk membedakan Mahdi yang benar dari banyaknya klaim palsu yang telah muncul sepanjang sejarah Islam.

A. Nama, Nasab, dan Ciri Fisik

B. Misi Utama: Menegakkan Keadilan (Al-Adl wa Al-Qist)

Misi utama Al-Mahdi diringkas dalam hadis: "Ia akan mengisi bumi dengan keadilan dan kesetaraan sebagaimana ia telah dipenuhi dengan kezaliman dan penindasan." Ini menunjukkan bahwa kedatangannya terjadi pada titik terburuk sejarah manusia, di mana sistem politik, sosial, dan ekonomi global telah runtuh ke dalam jurang ketidakadilan.

Kedatangan Mahdi bukan hanya sekadar pergantian kekuasaan, melainkan transformasi radikal yang mengembalikan umat manusia kepada prinsip-prinsip syariat yang murni. Keadilan yang ia tegakkan bersifat menyeluruh, mencakup distribusi kekayaan, penghapusan kemiskinan, dan penjaminan hak-hak individu, terlepas dari latar belakang sosial atau agama mereka. Kekuasaan dan kepemimpinannya akan berlangsung selama periode waktu tertentu (umumnya disebut tujuh atau delapan tahun) yang dipenuhi dengan keberkahan dan kedamaian yang belum pernah terjadi sebelumnya.

III. Perbedaan Pandangan Sekterian: Sunni vs. Syiah

Walaupun kedua mazhab utama meyakini kemunculan Al-Mahdi, interpretasi mengenai identitas dan kondisinya saat ini sangatlah berbeda. Perbedaan ini merupakan salah satu jurang teologis terbesar antara Sunni dan Syiah Dua Belas Imam (Itsna Asyariyyah).

A. Pandangan Sunni

Bagi Sunni, Al-Mahdi adalah seorang pemimpin saleh yang akan dilahirkan dan dibesarkan secara normal, namun keberadaannya akan tersembunyi dari pengetahuan umum hingga waktu kemunculannya tiba. Ia akan muncul sebagai respons terhadap keadaan dunia yang kacau dan fitnah yang meluas.

B. Pandangan Syiah Dua Belas Imam (Itsna Asyariyyah)

Dalam Syiah Dua Belas Imam, Mahdi bukan sekadar pemimpin masa depan; ia adalah sosok yang sudah ada dan hidup di antara kita. Ia adalah Imam terakhir dan kedua belas, Muhammad bin Al-Hasan Al-Askari, yang dipercaya telah memasuki keadaan ghaib (tersembunyi) sejak usia muda pada abad ke-9 Masehi. Doktrin ini disebut Al-Ghaybah.

1. Ghaybah Sughra (Kegaiban Kecil)

Fase ini berlangsung sekitar 70 tahun (874–941 M). Selama masa ini, Imam ke-12 tetap berkomunikasi dengan para pengikutnya melalui empat perwakilan ( سفراء / سفرا ) yang ditunjuk. Ini memastikan bahwa umat Syiah masih memiliki saluran langsung, meskipun terbatas, ke Imam mereka. Para perwakilan ini berfungsi sebagai jembatan antara Imam yang tersembunyi dan masyarakat. Setelah wafatnya perwakilan keempat, fase kedua dimulai.

2. Ghaybah Kubra (Kegaiban Besar)

Fase ini dimulai pada tahun 941 M dan berlanjut hingga hari ini. Selama masa ini, tidak ada kontak langsung antara Imam Mahdi dan para pengikutnya. Kepemimpinan spiritual dialihkan kepada ulama yang berotoritas (Marja' al-Taqleed). Doktrin Syiah menyatakan bahwa Imam Mahdi tetap hidup secara fisik, namun Allah melindunginya dari pandangan duniawi, menunggunya muncul kembali (Zuhur) ketika kondisi dunia sudah mencapai tingkat kezaliman yang memungkinkan misinya untuk berhasil.

Perbedaan mendasar ini menempatkan Mahdi sebagai poros teologi Syiah, sementara dalam Sunni ia adalah salah satu tanda besar Hari Kiamat.

IV. Tanda-Tanda Kemunculan (Alamat Zuhur)

Eskatologi Islam merinci sejumlah besar tanda-tanda yang mendahului kemunculan Mahdi. Tanda-tanda ini dibagi menjadi dua kategori: tanda-tanda minor (yang sudah banyak terjadi) dan tanda-tanda mayor (yang terjadi tepat sebelum kemunculan).

A. Tanda-Tanda Minor yang Mendahului

Tanda-tanda ini menggambarkan degradasi moral dan kekacauan sosial yang parah, menandakan kedekatan akhir zaman, dan berfungsi sebagai alasan mengapa Mahdi harus muncul untuk mengembalikan tatanan. Beberapa di antaranya meliputi:

B. Tanda-Tanda Mayor yang Mengiringi Kemunculan

Tanda-tanda ini bersifat dramatis dan merupakan penanda langsung bahwa Mahdi telah tiba dan misinya dimulai.

1. Peristiwa Kosmik dan Militer

Salah satu tanda paling terkenal dan penting adalah munculnya Khusuf al-Bayda' (Penenggelaman di Padang Pasir). Sebuah pasukan besar, yang dikirim untuk menyerang Mahdi setelah baiatnya di Makkah, akan ditelan bumi di sebuah tempat di antara Makkah dan Madinah, yang dikenal sebagai Al-Bayda'. Peristiwa ini akan menjadi konfirmasi Ilahi yang tidak terbantahkan atas identitas Al-Mahdi.

2. Kemunculan Tokoh-Tokoh Kunci

Dua sosok kunci lain akan muncul mendahului atau bersamaan dengan Mahdi:

  1. As-Sufyani: Seorang pemimpin tirani yang akan muncul dari wilayah Syam (Suriah) dan menimbulkan kekejaman yang luas. Pasukan Sufyani-lah yang akan ditenggelamkan di Al-Bayda'.
  2. Al-Harits Harrats (Al-Yamani/Al-Khorasani): Pemimpin-pemimpin dari Timur (Khorasan, Persia) yang akan membawa bendera hitam (Rakyat Timur) dan bergerak menuju Makkah untuk memberikan dukungan dan baiat kepada Mahdi. Dalam beberapa pandangan Syiah, tokoh-tokoh ini memiliki peran signifikan dalam mempersiapkan kemunculan.

Peristiwa-peristiwa ini, seperti pertempuran besar di Syam dan pembentukan kekuatan militer dari Timur, menunjukkan bahwa kemunculan Mahdi akan diiringi oleh konflik global yang dahsyat.

V. Mahdi dan Isa: Kemitraan Eskatologis

Kemitraan Ilahi ISLAM

Hubungan antara Al-Mahdi dan Nabi Isa Al-Masih (Yesus) adalah puncak dari eskatologi Islam. Keduanya akan muncul bersama-sama untuk memimpin umat manusia dalam menghadapi fitnah terbesar, yaitu Dajjal.

A. Turunnya Nabi Isa (Nuzul Isa)

Menurut hadis sahih, Nabi Isa tidak wafat tetapi diangkat ke langit dan akan turun kembali ke bumi di akhir zaman. Nabi Isa akan turun di menara putih di sebelah timur Damaskus, Suriah, pada waktu subuh. Peristiwa ini terjadi setelah Mahdi telah menstabilkan kekuasaan dan memimpin umat Islam.

B. Mahdi Sebagai Imam, Isa Sebagai Makmum

Poin teologis yang sangat penting adalah bahwa ketika Nabi Isa turun, waktu salat telah tiba, dan Al-Mahdi akan memimpin salat tersebut. Nabi Isa akan menolak untuk menjadi imam dan akan menjadi makmum (pengikut) di belakang Al-Mahdi.

"Bagaimana kalian akan menjadi ketika putra Maryam (Isa) turun kepada kalian dan imam kalian berasal dari kalangan kalian (yaitu Al-Mahdi)?" (HR. Bukhari dan Muslim)

Sikap Nabi Isa menjadi makmum memiliki makna teologis ganda:

  1. Penegasan Syariat Islam: Ini menunjukkan bahwa Nabi Isa turun sebagai pengikut dan penegak syariat Nabi Muhammad ﷺ, bukan untuk membawa syariat baru.
  2. Penghormatan Kedudukan Mahdi: Ini menegaskan otoritas Al-Mahdi sebagai pemimpin politik dan militer umat Islam pada saat itu, meskipun Nabi Isa memiliki status kenabian yang lebih tinggi.

C. Menghancurkan Dajjal

Misi utama gabungan Mahdi dan Isa adalah memimpin pertempuran final melawan Al-Masih Ad-Dajjal (Anti-Kristus). Dajjal akan muncul dengan fitnah luar biasa, mengklaim sebagai Tuhan dan membawa mukjizat palsu. Ketika Nabi Isa melihat Dajjal, Dajjal akan meleleh seperti garam yang larut dalam air. Nabi Isa kemudian akan membunuh Dajjal di gerbang Ludd (di wilayah Israel modern). Kematian Dajjal menandai kemenangan definitif kebenaran dan dimulainya era kedamaian global.

Setelah Dajjal dikalahkan, Nabi Isa akan menghancurkan salib dan membunuh babi (sebagai simbol pengembalian ajaran tauhid murni, melawan penyembahan selain Allah), serta menghapus Jizyah (pajak atas non-Muslim), karena semua manusia akan didorong untuk masuk Islam di bawah kepemimpinan yang adil. Era ini adalah periode paling damai dan sejahtera dalam sejarah manusia.

VI. Implikasi Teologis dan Praktis dari Keyakinan Mahdi

Kepercayaan pada Mahdi bukan sekadar ramalan pasif, tetapi memiliki implikasi mendalam terhadap teologi dan tindakan umat Islam sepanjang masa. Konsep ini memberikan kerangka kerja untuk memahami sejarah dan harapan masa depan.

A. Mendorong Keadilan dan Perlawanan terhadap Kezaliman

Inti dari misi Mahdi adalah Keadilan. Keyakinan ini menanamkan kesadaran bahwa kezaliman adalah fenomena sementara dan pasti akan dikalahkan. Hal ini mendorong umat Islam untuk tidak pernah putus asa dalam perjuangan menegakkan kebenaran (amar ma'ruf nahi munkar), bahkan di tengah kondisi sosial dan politik yang paling sulit. Harapan akan Mahdi menjadi motivator untuk menjadi agen perubahan yang positif.

B. Ujian di Tengah Fitnah

Kemunculan Mahdi terjadi setelah serangkaian fitnah besar. Keyakinan ini mengingatkan umat Islam akan pentingnya menjaga keimanan, mempertahankan ilmu yang sahih, dan menjauhi perselisihan yang tidak perlu di masa-masa sulit. Sosok Mahdi menjadi titik fokus kesatuan di tengah perpecahan umat.

C. Bahaya Klaim Mahdi Palsu

Sepanjang sejarah, banyak individu telah mengklaim diri sebagai Al-Mahdi, seringkali memicu pemberontakan politik dan sekte baru. Klaim-klaim ini muncul di berbagai belahan dunia Islam, dari abad pertengahan hingga era modern.

VII. Analisis Mendalam: Dimensi Geopolitik dan Kebangkitan Timur

Narasi Mahdi selalu terkait erat dengan peta geopolitik global. Hadis-hadis mengindikasikan bahwa Mahdi akan muncul dalam konteks konflik militer besar yang melibatkan kekuatan-kekuatan dunia.

A. Peran Syam dan Perang Besar (Al-Malahim)

Syria (Syam) menempati posisi sentral dalam peristiwa eskatologis. Banyak hadis berbicara tentang konflik besar (Al-Malahim Al-Kubra) yang akan terjadi di wilayah Syam. Kekuatan Mahdi akan terkonsentrasi di sana setelah ia menerima baiat. Penaklukan Konstantinopel (Istanbul) dan Roma, yang disebutkan akan terjadi setelah kemunculan Mahdi, menunjukkan bahwa konflik yang ia pimpin melampaui batas-batas dunia Islam kontemporer, melibatkan konfrontasi dengan peradaban besar lainnya.

Penaklukan ini bukan hanya kemenangan militer, tetapi juga simbol kemenangan spiritual dan ideologis atas sistem dunia yang telah ada, membuka jalan bagi tegaknya keadilan universal yang dibawa oleh Mahdi.

B. Bendera Hitam dari Timur (Rakyat Khorasan)

Hadis-hadis yang menyebutkan pasukan yang membawa bendera hitam yang datang dari Timur (Khorasan, yang mencakup Iran, Afghanistan, dan sebagian Asia Tengah) adalah salah satu narasi yang paling banyak didiskusikan. Pasukan ini digambarkan sebagai pendukung utama Mahdi yang akan datang.

Kisah Bendera Hitam menekankan bahwa Mahdi tidak akan berjuang sendirian. Kebangkitan spiritual dan militer akan dimulai dari Timur, menunjukkan bahwa regenerasi kekuatan umat Islam untuk menghadapi kekacauan global akan muncul dari wilayah yang secara tradisional merupakan pusat peradaban Persia dan Asia Tengah. Pasukan ini, yang mencari Mahdi, adalah simbol dari kesiapan umat untuk menerima kepemimpinan yang benar.

VIII. Kehidupan Era Mahdi: Kedamaian dan Kesejahteraan

Setelah penegasan kekuasaan Mahdi dan kekalahan Dajjal oleh Nabi Isa, bumi akan memasuki periode yang digambarkan sebagai periode emas yang belum pernah disaksikan oleh umat manusia sejak awal penciptaan.

A. Keberkahan Alam

Diriwayatkan bahwa selama masa kepemimpinan Mahdi, bumi akan mengeluarkan segala keberkahannya. Langit akan menurunkan hujan secara melimpah, dan bumi akan menumbuhkan tanam-tanaman dengan subur. Kesejahteraan ini bersifat global, menghasilkan kemakmuran yang memungkinkan distribusi kekayaan yang adil.

Salah satu riwayat terkenal menyebutkan bahwa Mahdi akan memberikan harta dengan ‘sangat banyak’ (melalui mekanisme yang tidak diketahui secara pasti, mungkin karena hasil bumi yang melimpah dan sistem pajak yang sangat adil), sehingga pada akhirnya manusia yang ditawarkan harta menolak menerimanya karena tidak membutuhkannya lagi. Ini adalah indikator bahwa kemiskinan dan kebutuhan materi akan hampir sepenuhnya lenyap.

B. Keamanan dan Kesatuan

Perdamaian akan terwujud hingga tingkat di mana keamanan tidak lagi menjadi masalah. Kebencian dan permusuhan akan dicabut dari hati manusia. Umat Islam akan bersatu di bawah satu kepemimpinan yang benar, menghilangkan perpecahan mazhab dan perbedaan politik yang selama ini melanda mereka.

Kepemimpinan Mahdi yang berlangsung selama tujuh hingga delapan tahun, dan dilanjutkan oleh Nabi Isa selama empat puluh tahun, merupakan waktu yang cukup untuk membangun kembali peradaban berdasarkan Tauhid dan Keadilan Ilahi, sebelum akhirnya Kiamat Besar tiba.

IX. Refleksi Teologis: Menunggu dengan Aksi

Konsep Al-Mahdi sering disalahartikan sebagai alasan untuk menunggu secara pasif sambil dunia memburuk. Namun, para ulama menekankan bahwa persiapan untuk Mahdi adalah sebuah panggilan untuk aksi.

A. Tugas Umat Sebelum Kemunculan

Jika Mahdi datang untuk mengisi bumi dengan keadilan setelah ia dipenuhi kezaliman, maka tugas setiap Muslim adalah memastikan bahwa ia tidak menjadi bagian dari kezaliman yang harus dihapus. Ini berarti:

  1. Memperdalam Ilmu: Menjaga ilmu agama agar tidak menjadi bodoh di tengah fitnah.
  2. Menegakkan Keadilan Pribadi: Berlaku adil terhadap diri sendiri, keluarga, dan masyarakat sekitar.
  3. Kesiapan Mental dan Spiritual: Menjaga keimanan agar kokoh menghadapi ujian Dajjal yang akan datang tak lama setelah Mahdi.

Di kalangan Syiah, masa Ghaybah Kubra juga disebut sebagai masa penantian yang penuh tanggung jawab (Intizar). Intizar tidak berarti diam; ia menuntut persiapan moral, spiritual, dan intelektual agar umat siap mendukung Imam ketika ia kembali (Zuhur). Setiap usaha untuk memperbaiki masyarakat adalah bagian dari persiapan Zuhur.

B. Sinergi Keadilan Kosmik

Kisah Mahdi adalah kisah tentang puncak intervensi Ilahi dalam sejarah. Dalam pandangan ini, Allah SWT tidak akan membiarkan kezaliman menang secara permanen. Mahdi adalah simbol dari janji Allah untuk menyempurnakan cahaya-Nya, bahkan jika seluruh dunia menentangnya. Ia adalah jembatan antara zaman kekacauan (akhir zaman) dan masa kembalinya harmoni kosmik di bawah kepemimpinan Isa Al-Masih, sebelum seluruh alam semesta berakhir.

Keyakinan ini menawarkan perspektif eskatologis yang optimis, di mana terlepas dari seberapa gelapnya malam, fajar keadilan pasti akan menyingsing. Sosok Mahdi, Sang Pembimbing yang dinanti, menjadi manifestasi paling nyata dari harapan abadi akan penebusan dan keadilan yang mutlak. Dengan demikian, Al-Mahdi bukan hanya figur sejarah yang ditunggu, tetapi sebuah prinsip teologis yang menggarisbawahi kemenangan akhir dari Kebenaran.

X. Detail Tambahan dan Kontroversi Historis

A. Kontroversi Mengenai Kriteria Penerimaan

Meskipun hadis memberikan detail yang jelas, perdebatan teologis sering berpusat pada kriteria penerimaan. Beberapa ulama, khususnya pada masa awal Islam, sempat ragu mengenai status mutawatir dari hadis Mahdi. Namun, seiring waktu, konsensus mayoritas telah terbentuk di kalangan ulama hadis dan akidah bahwa keyakinan ini adalah bagian tak terpisahkan dari eskatologi Islam.

Perdebatan ini seringkali muncul karena kekhawatiran terhadap politisasi klaim Mahdi. Ketika sebuah gerakan politik menggunakan label Mahdi, ia dapat memicu kekerasan atau perpecahan. Oleh karena itu, penekanan pada tanda-tanda supernatural yang jelas (seperti penenggelaman pasukan di Al-Bayda') adalah cara ulama untuk membatasi klaim palsu yang berbasis ambisi politik semata.

B. Mahdi dan Keseimbangan Spiritual

Mahdi juga membawa dimensi spiritual yang mendalam. Ia akan mengembalikan umat Islam kepada sunnah Nabi secara murni, membersihkan ajaran dari inovasi (bid'ah) dan praktik yang menyimpang. Di bawah kepemimpinannya, spiritualitas akan mekar, dan ibadah akan dilakukan dengan kesungguhan yang tinggi. Periode kepemimpinan Mahdi adalah momen pemurnian (tazkiyah) bagi umat Islam sebelum menghadapi tantangan terbesar, yaitu fitnah Dajjal.

C. Pengaruh Al-Mahdi dalam Gerakan Modern

Di era kontemporer, keyakinan terhadap Mahdi terus memengaruhi gerakan sosial dan politik. Meskipun sebagian besar umat Islam menolak klaim Mahdi palsu, konsep keadilan yang diperjuangkan Mahdi sering diangkat sebagai cita-cita dalam perjuangan melawan imperialisme, korupsi, dan ketidakadilan global. Mahdi mewakili utopia Islam yang sah dan dijanjikan.

Konsep ini menjadi sumber inspirasi bagi mereka yang merasa tertindas, memberikan kerangka waktu bahwa meskipun penderitaan saat ini terasa tak terhindarkan, ada sebuah akhir yang pasti dan adil yang telah ditetapkan oleh Takdir Ilahi. Ini memastikan bahwa umat Islam senantiasa memiliki pandangan optimis dan berorientasi pada masa depan yang lebih baik.

Penutup: Menanti Janji Keadilan Ilahi

Al-Mahdi adalah simbol puncak harapan eskatologis dalam Islam. Baik sebagai Muhammad bin Abdullah yang akan dilahirkan (Sunni) maupun sebagai Imam Muhammad Al-Askari yang sedang tersembunyi (Syiah), esensinya tetap sama: ia adalah pemimpin yang dipilih Allah untuk memulihkan keadilan di saat dunia mencapai titik terendah moral dan etika.

Keyakinan akan Mahdi menantang kita untuk merefleksikan peran kita saat ini: Apakah kita berkontribusi pada kezaliman yang akan ia hapus, atau kita sedang mempersiapkan diri untuk berada di barisan para penolongnya? Menunggu Mahdi bukanlah sebuah izin untuk menyerah pada kekacauan, melainkan sebuah seruan untuk hidup sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan kesalehan yang akan ia tegakkan, sehingga ketika ia muncul, kita termasuk di antara mereka yang layak menjadi saksi dan bagian dari era keemasan terakhir umat manusia.