Jejak 'Loc Cit' dan Integritas Intelektual: Arkeologi Bahasa Referensi Ilmiah
Pendahuluan: Mengapa Kita Mencari Jejak yang Pernah Dikutip?
Dalam dunia akademik, integritas sebuah karya tidak hanya diukur dari orisinalitas ide yang disajikan, tetapi juga dari ketepatan dan kejujuran dalam mengakui sumber-sumber yang menjadi pijakan pemikiran tersebut. Selama berabad-abad, sistem sitasi telah berevolusi, mencerminkan kebutuhan disiplin ilmu dan kemajuan teknologi. Di antara berbagai notasi dan akronim yang pernah mendominasi manuskrip, salah satu yang paling menarik perhatian adalah istilah Latin kuno: loco citato, disingkat menjadi loc cit.
Frasa loc cit, yang secara harfiah berarti ‘di tempat yang telah dikutip’ (in the place cited), bukanlah sekadar singkatan; ia adalah peninggalan arkeologis dalam bahasa ilmiah yang mencerminkan upaya sistematis untuk menghindari pengulangan yang membosankan. Meskipun saat ini penggunaannya hampir punah—digantikan oleh sistem penulisan otor dan tanggal atau sistem catatan kaki yang lebih efisien dan jelas—pemahaman terhadap loc cit memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana para sarjana masa lalu berinteraksi dengan teks, mengelola informasi, dan yang paling penting, menegakkan kejujuran intelektual dalam konteks keterbatasan teknis percetakan.
Artikel ini akan membawa pembaca dalam sebuah perjalanan eksplorasi mendalam. Kita akan menguraikan etimologi, fungsi spesifik, dan tantangan yang ditimbulkan oleh loc cit. Lebih jauh, kita akan menempatkan istilah ini dalam konteks evolusi yang lebih besar, membandingkannya dengan kerabat klasiknya seperti ibid. dan op. cit., serta menganalisis mengapa sistem referensi modern, seperti APA, MLA, dan Chicago, memilih untuk meninggalkannya demi kejelasan mutlak. Pemahaman ini penting, bukan hanya sebagai sejarah terminologi, tetapi sebagai penegasan kembali prinsip-prinsip abadi atribusi yang menjadi fondasi setiap karya ilmiah yang kredibel.
I. Anatomi Terminologi Klasik: Loc. Cit., Ibid., dan Op. Cit.
Sistem referensi klasik, yang mencapai puncaknya di era sebelum komputer dan pengolah kata modern, dirancang untuk efisiensi ruang cetak. Ketika buku dan jurnal harus dicetak dengan biaya mahal, setiap singkatan adalah sebuah penghematan yang signifikan. Tiga serangkai istilah Latin menjadi tulang punggung sistem catatan kaki yang rumit ini.
1.1. Definisi dan Fungsi Spesifik Loc. Cit.
Loc cit (atau loc. cit.) adalah kependekan dari loco citato. Fungsinya sangat spesifik dan seringkali disalahartikan atau dicampuradukkan dengan op. cit.. Loc cit digunakan ketika seorang penulis ingin merujuk pada karya yang sama dan pada nomor halaman yang sama, yang sebelumnya telah dikutip secara lengkap di catatan kaki yang tidak berdekatan. Syaratnya, sumber tersebut harus sudah diperkenalkan secara lengkap di catatan kaki sebelumnya, dan penulis kini kembali ke lokasi halaman yang sama persis.
1.1.1. Perbedaan Mendasar dengan Ibid.
Jika ibid. (ibidem, 'di tempat yang sama') digunakan ketika merujuk pada sumber yang sama persis di catatan kaki yang berurutan (yaitu, catatan kaki 4 merujuk pada sumber yang sama dengan catatan kaki 3), loc cit digunakan ketika ada catatan kaki lain yang menyela (misalnya, catatan kaki 4 mengutip sumber A, catatan kaki 5 mengutip sumber B, dan catatan kaki 6 kembali mengutip sumber A, di halaman yang sama dengan catatan kaki 4). Jika catatan kaki 6 kembali mengutip sumber A, tetapi di halaman yang berbeda, istilah yang digunakan adalah op. cit., bukan loc cit.
Kompleksitas inilah yang menjadi awal mula keruntuhan sistem ini. Bagi pembaca awam, harus melompat mundur untuk menemukan entri penuh dari kutipan pertama (dan membedakan apakah itu kembali ke halaman yang sama atau halaman yang berbeda) merupakan beban kognitif yang besar. Kejelasan informasi menjadi korban dari penghematan ruang.
1.2. Kerabat Dekat: Op. Cit. dan Ibid.
1.2.1. Ibidem (ibid.)
Ibidem adalah yang paling sederhana. Jika catatan kaki ke-5 mengutip Smith, 200 halaman 45, dan catatan kaki ke-6 mengutip Smith, 200 halaman 45, maka catatan kaki ke-6 cukup ditulis ibid.. Jika catatan kaki ke-6 mengutip Smith, 200 halaman 60, maka ditulis ibid., hlm. 60.
1.2.2. Opere Citato (op. cit.)
Opus citatum atau opere citato ('dalam karya yang dikutip') digunakan untuk merujuk kembali pada karya yang telah dikutip sebelumnya, tetapi bukan pada catatan kaki yang berurutan (ada intervensi sumber lain) dan kemungkinan besar pada halaman yang berbeda. Struktur penggunaannya adalah: Otor, op. cit., hlm. [Nomor Halaman Baru]. Ini membutuhkan pembaca untuk melacak catatan kaki sebelumnya untuk mengidentifikasi karya yang dimaksud. Keberadaan loc cit yang sangat mirip (Otor, loc. cit.) tetapi tanpa nomor halaman karena halaman sama, semakin menambah kebingungan.
Ketiga istilah ini (loc cit, ibid., dan op. cit.) secara kolektif mewakili sistem referensi yang menuntut presisi linguistik Latin yang tinggi, namun menawarkan ambiguitas operasional yang signifikan ketika diterapkan pada penulisan modern yang padat dengan berbagai sumber.
II. Menuju Kejelasan: Mengapa Loc Cit Ditinggalkan?
Meskipun loc cit dan kerabatnya bertujuan untuk efisiensi, dalam praktiknya, mereka menciptakan labirin referensi. Ketika jumlah sumber meningkat, dan ketika penulis mulai menggunakan sumber sekunder dan primer secara bergantian, sistem catatan kaki yang bergantung pada istilah Latin yang sensitif terhadap urutan menjadi rapuh. Keruntuhan loc cit adalah bagian dari tren yang lebih besar dalam penulisan ilmiah menuju transparansi instan.
2.1. Permasalahan Ambiguitas dan Redundansi Navigasi
Masalah utama dengan loc cit adalah ketergantungannya pada memori pembaca atau keharusan untuk meninjau kembali catatan kaki sebelumnya. Jika seorang pembaca membaca catatan kaki ke-25 yang berisi "Sartre, loc cit," mereka harus memindai catatan kaki ke-1 hingga ke-24 untuk menemukan entri lengkap pertama karya Sartre dan nomor halamannya. Jika ada beberapa karya Sartre yang dikutip, maka penggunaan loc cit menjadi sangat ambigu—kecuali penulis dengan ketat menyertakan judul pendek yang rumit (misalnya, Sartre, Being and Nothingness, loc cit).
Dalam tulisan ilmiah modern, efisiensi diukur bukan dari penghematan tinta, tetapi dari kecepatan pembaca dapat mengidentifikasi sumber: penulis, tahun, dan halaman. Sistem otor-tanggal memberikan informasi ini secara langsung dalam teks, tanpa perlu merujuk ke bawah halaman.
2.2. Pergeseran Paradigma: Dari Catatan Kaki ke Otor-Tanggal
Pergeseran besar dalam sistem sitasi dipimpin oleh disiplin ilmu sosial dan alam (Science, Technology, Engineering, Medicine - STEM), yang memprioritaskan informasi tahun publikasi untuk menilai relevansi ilmu. Sistem otor-tanggal (misalnya, APA dan Harvard) mengganti sistem catatan kaki yang rumit. Dalam sistem ini, referensi selalu muncul dalam kurung di dalam teks (Otor, Tahun, Halaman), dan semua informasi yang diperlukan sudah ada di sana. Tidak ada ruang, atau kebutuhan, untuk loc cit atau op. cit.
Ketika penulis ingin mengutip sumber yang sama, mereka hanya mengulang sitasi dalam kurung (misalnya, (Smith, 2020, hlm. 45)). Pengulangan ini mungkin terlihat redundan dibandingkan loc cit, tetapi ia menawarkan kejelasan yang mutlak dan menghilangkan risiko kesalahan navigasi dalam daftar catatan kaki yang panjang.
2.2.1. Dampak Penerbitan Digital
Di era digital, di mana ruang cetak tidak lagi menjadi kendala, alasan utama untuk menggunakan singkatan seperti loc cit hilang sama sekali. Jurnal-jurnal akademik modern dan penerbit besar secara eksplisit melarang penggunaan istilah Latin klasik ini karena dianggap usang dan menghambat aksesibilitas. Referensi kini sering dihubungkan dengan hipertautan ke daftar pustaka, membuat navigasi instan dan memusnahkan kebutuhan akan sistem rujukan balik yang berbasis memori.
III. Analisis Perbandingan: Keunggulan Gaya Modern Atas Loc Cit
Untuk memahami sepenuhnya kejatuhan loc cit, kita harus menganalisis bagaimana gaya sitasi dominan saat ini menangani pengulangan sumber secara lebih efektif. Fokus utama ada pada tiga gaya yang paling sering digunakan secara global: APA, MLA, dan Chicago Manual of Style (CMOS).
3.1. Chicago Manual of Style (Notes and Bibliography)
CMOS adalah gaya yang paling dekat dengan tradisi sitasi klasik, karena masih sangat bergantung pada catatan kaki (footnotes). Namun, Chicago, dalam edisi terbarunya (terutama edisi ke-17), secara tegas menyarankan penulis untuk menghindari op. cit., loc cit, dan istilah klasik lainnya.
3.1.1. Solusi CMOS: Sitasi Singkat
Alih-alih loc cit, CMOS menggunakan "Sitasi Singkat" (Shortened Citation). Setelah entri penuh pertama (yang mungkin berada di catatan kaki 1), semua referensi berikutnya dari karya yang sama, terlepas dari seberapa jauh jaraknya dalam catatan kaki, cukup menggunakan: Otor, Judul Singkat, Nomor Halaman.
Misalnya: Catatan Kaki 1: Jane Smith, The Rise of Loc Cit (Chicago: University Press, 2020), 45.
Catatan Kaki 15 (kembali ke halaman 45): Smith, Rise of Loc Cit, 45.
Perhatikan bahwa meskipun halaman yang dikutip sama (45), penulis tetap harus mengulang nomor halaman tersebut. Ini adalah pemutus tradisi utama dari loc cit, yang akan menghilangkan nomor halaman jika sumber dan lokasi halaman sama. Dengan mengulang nomor halaman, Chicago menjamin bahwa tidak ada ambiguitas, dan pembaca tidak perlu berasumsi atau melompat-lompat untuk memverifikasi lokasi halaman sebelumnya.
3.2. American Psychological Association (APA)
Gaya APA (sepenuhnya berbasis otor-tanggal) menghilangkan semua bentuk catatan kaki referensial. Setiap kutipan muncul di dalam teks, dan rujukan ke sumber yang sama berulang kali adalah hal yang normal dan diharapkan. Penggunaan loc cit sama sekali tidak relevan dalam konteks APA.
Jika kita mengutip sumber yang sama berulang kali dalam satu paragraf, APA mengizinkan penghapusan tahun dan halaman dari sitasi selanjutnya, asalkan sitasi tersebut jelas merujuk pada sumber yang sama. Namun, setiap kali kutipan langsung atau rujukan spesifik ke halaman baru diperlukan, sitasi lengkap (termasuk halaman) harus diulang. Ini sekali lagi menggarisbawahi keengganan modern untuk bergantung pada konteks yang tidak langsung terlihat.
3.2.1. Penanganan Sumber Berulang dalam Teks
Dalam sistem APA, integritas sumber diutamakan. Pengulangan nama otor dan tahun tidak dipandang sebagai kelemahan, tetapi sebagai penegasan kesinambungan ide. Ini sangat kontras dengan era loc cit, di mana pengulangan kata dianggap tidak elegan dan tidak efisien secara fisik.
3.3. Modern Language Association (MLA)
MLA, umumnya digunakan dalam humaniora, juga menggunakan sistem otor-halaman di dalam teks. Sama seperti APA, sistem ini tidak memiliki mekanisme untuk loc cit. Rujukan singkat dalam kurung (Otor Halaman) dilakukan setiap kali diperlukan.
Apabila ada beberapa kutipan berurutan dari sumber yang sama, MLA bahkan lebih efisien; sitasi dalam kurung dapat dihilangkan sepenuhnya setelah yang pertama, asalkan jelas bagi pembaca bahwa paragraf berikutnya masih merujuk pada sumber yang sama. Namun, ketika sumber intervensi masuk, sitasi penuh (Otor Halaman) harus diulang, tanpa menggunakan singkatan Latin.
IV. Loc Cit sebagai Cerminan Integritas: Etika Referensi
Melampaui aturan tata bahasa dan gaya, diskusi tentang loc cit adalah diskusi tentang integritas. Sistem sitasi adalah mekanisme formal yang digunakan komunitas akademik untuk mengelola hutang intelektual. Ketepatan dalam atribusi memastikan bahwa ide-ide orisinal dihargai dan bahwa pembaca dapat memverifikasi klaim yang dibuat.
4.1. Ancaman Plagiarisme dan Kebutuhan Presisi
Plagiarisme, didefinisikan sebagai penggunaan karya atau ide orang lain tanpa atribusi yang tepat, adalah dosa fatal dalam akademik. Sistem klasik seperti loc cit, meskipun didasarkan pada niat baik, secara struktural lebih rentan terhadap ketidaktepatan yang dapat disalahartikan sebagai atribusi yang buruk.
Bayangkan seorang sarjana yang menggunakan loc cit. Jika ia salah melacak catatan kaki referensi awal, atau jika ia tanpa sengaja mengutip karya yang berbeda dengan Judul dan Otor yang sama dari halaman yang sama, ambiguitasnya menjadi berbahaya. Pembaca yang berupaya memverifikasi sumber mungkin tidak dapat menemukan referensi aslinya, yang pada akhirnya merusak kredibilitas penulis. Sistem modern menghilangkan risiko ini dengan menuntut informasi yang cukup untuk identifikasi segera (Otor, Tahun, Halaman) di setiap titik sitasi, menghilangkan langkah inferensi yang dibutuhkan oleh loc cit.
4.1.1. Loc Cit dan Tuntutan Riset Lintas Disiplin
Di masa lalu, disiplin ilmu sering kali terisolasi. Seorang filolog mungkin hanya berurusan dengan segelintir teks klasik. Dalam konteks sempit ini, loc cit dapat berfungsi dengan baik. Namun, dalam penelitian multidisiplin kontemporer, di mana seorang peneliti mungkin mengutip karya dari biologi, sejarah, dan sosiologi dalam satu esai, sistem referensi harus universal dan intuitif. Ketergantungan pada singkatan Latin seperti loc cit menjadi penghalang linguistik dan metodologis yang tidak dapat diterima.
4.2. Pengelolaan Sumber Sekunder dan Kompleksitas
Referensi menjadi semakin kompleks ketika melibatkan kutipan dari sumber sekunder (misalnya, mengutip A yang mengutip B). Sistem klasik tidak selalu memadai untuk menangani lapisan atribusi ini. Dalam sistem modern, kita menggunakan 'dikutip dalam' (as cited in), yang memberikan rujukan ganda secara eksplisit. Loc cit hanya dapat bekerja jika sumbernya benar-benar merupakan kutipan primer yang sama persis.
Kebutuhan akan kejelasan ini, terutama di era di mana data dan sumber dapat diakses dari berbagai media (cetak, digital, video, basis data), menuntut format sitasi yang robust dan adaptif. Fleksibilitas ini tidak dapat ditemukan dalam formula kaku loc cit.
V. Eksplorasi Mendalam: Logika dan Mekanisme Loc Cit yang Terabaikan
Untuk benar-benar menghargai mengapa loc cit pernah menjadi alat yang diperlukan, kita harus mempertimbangkan struktur penulisan pada masa itu dan kendala yang dihadapi penulis yang bekerja dengan catatan kaki manual. Di era kertas dan tinta, mengulang entri judul yang panjang dan nama penerbit berulang kali dianggap tidak hanya boros secara fisik, tetapi juga menunjukkan kurangnya keahlian dalam konvensi akademik.
5.1. Loc Cit dalam Teks Teologis dan Hukum
Penggunaan loc cit sangat dominan dalam bidang-bidang yang membutuhkan referensi berkelanjutan ke sejumlah kecil teks kanonik, seperti teologi, hukum, dan filologi klasik. Dalam bidang-bidang ini, sebuah buku mungkin hanya memiliki sepuluh sumber utama, tetapi ratusan kutipan. Dalam konteks ini, istilah Latin tersebut bekerja relatif efisien karena pembaca diasumsikan memiliki pengetahuan mendalam tentang teks-teks tersebut dan dapat dengan mudah melacak sitasi pertama.
Misalnya, dalam hukum, ketika mengutip pasal atau undang-undang yang sama berulang kali, loc cit bisa sangat membantu. Namun, bahkan disiplin hukum pun kini telah mengadopsi standar yang jauh lebih jelas dan eksplisit, seringkali menggunakan penanda yang unik untuk setiap sumber (seperti nomor kasus atau singkatan resmi), yang sama efektifnya dalam menghindari pengulangan tanpa memperkenalkan ambiguitas navigasi.
5.2. Kegagalan Loc Cit dalam Situasi Sitasi Berganda
Masalah terbesar loc cit muncul ketika seorang penulis mengutip beberapa karya dari otor yang sama. Misalkan Smith menulis A, B, dan C. Catatan kaki ke-5 mengutip Smith A, hlm. 10. Catatan kaki ke-6 mengutip Smith B, hlm. 20. Catatan kaki ke-7 ingin mengutip Smith A, hlm. 10 lagi.
Jika penulis hanya menulis "Smith, loc cit," pembaca harus kembali dan memverifikasi apakah Smith A atau Smith B yang dimaksud. Karena loc cit secara definisi berarti ‘di tempat yang dikutip’, frasa tersebut harus secara implisit merujuk pada karya yang paling baru dikutip dari otor yang sama. Namun, jika ada karya lain yang menyela, maka kejelasan menghilang. Karena alasan ini, aturan formal sering menuntut penggunaan nama otor dan judul (singkat) bersama dengan loc cit (misalnya, Smith, Nama Karya A, loc cit), yang pada dasarnya merusak tujuan penghematan ruang.
5.2.1. Loc Cit dan Peran Software Manajemen Referensi
Kedatangan perangkat lunak manajemen referensi (seperti Zotero, Mendeley, atau EndNote) pada dasarnya telah menghilangkan kebutuhan manusia untuk melacak dan memformat sitasi berulang. Program-program ini secara otomatis menghasilkan sitasi penuh, sitasi singkat, atau sitasi otor-tanggal sesuai kebutuhan gaya. Mereka menghilangkan potensi kesalahan manusia yang melekat pada sistem loc cit. Ketika sitasi dikelola oleh algoritma, kejelasan dan presisi menjadi norma, dan keindahan serta efisiensi istilah Latin menjadi tidak relevan.
Oleh karena itu, penolakan terhadap loc cit hari ini bukan hanya masalah preferensi gaya, melainkan sebuah pengakuan bahwa alat bantu digital telah memungkinkan kita untuk mencapai standar kejujuran intelektual yang lebih tinggi dan kurang rentan terhadap kesalahan format.
VI. Warisan Filosofis: Prinsip Sitasi Tanpa Loc Cit
Meskipun loc cit telah pensiun dari penulisan ilmiah arus utama, prinsip yang mendasarinya—yaitu, kebutuhan untuk menunjukkan kontinuitas dan pengulangan rujukan tanpa redundansi penuh—tetap menjadi pusat etika penulisan. Warisan loc cit bukan pada istilah itu sendiri, melainkan pada aspirasinya.
6.1. Mencapai Keanggunan Referensi Modern
Dalam sistem modern, keanggunan penulisan dicapai melalui penggunaan sitasi yang seminimal mungkin namun tetap informatif. Contohnya, Chicago Note-Bibliography, alih-alih menggunakan loc cit, memungkinkan penulisan yang sangat efisien:
Jika dalam teks, penulis merujuk pada halaman 50 dari Smith, dan kemudian pada halaman 50 dari Smith lagi beberapa paragraf kemudian, mereka hanya perlu mengulang (Smith, 50). Meskipun ini adalah pengulangan sitasi, ini adalah penghapusan yang paling efisien dari seluruh informasi bibliografi (judul, penerbit, tahun, dsb.), yang jauh lebih ringkas daripada entri catatan kaki penuh di era pra-digital.
6.1.1. Kasus Khusus: Ibid. yang Bertahan
Menariknya, di antara istilah Latin klasik, ibid. adalah satu-satunya yang masih diizinkan (atau setidaknya ditoleransi) dalam beberapa gaya (seperti Chicago Notes/Bibliography, meskipun jarang digunakan). Alasannya adalah bahwa ibid. merujuk pada catatan kaki yang benar-benar berurutan. Tidak ada ambiguitas navigasi; pembaca hanya perlu melihat satu baris ke atas. Ini menegaskan bahwa penolakan terhadap loc cit dan op. cit. adalah spesifik terhadap ambiguitas navigasi yang mereka timbulkan, bukan penolakan terhadap semua singkatan Latin secara universal.
6.2. Mengapa Mempelajari Terminologi yang Usang
Memahami loc cit adalah kunci untuk membaca teks-teks akademik klasik, terutama yang diterbitkan sebelum tahun 1970-an. Para peneliti yang mendalami arsip teologis, hukum, atau sejarah seringkali akan menemukan manuskrip atau buku cetak lama yang penuh dengan op. cit., ibid., dan loc cit. Kemampuan untuk menafsirkan notasi-notasi ini sangat penting untuk memahami alur argumentasi penulis asli dan melacak sumber-sumber primer yang mereka gunakan.
Sejarah loc cit mengingatkan kita bahwa sitasi bukan sekadar aturan; ia adalah sebuah teknologi yang merespons keterbatasan medium. Dari prasasti batu hingga manuskrip yang disalin tangan, dari buku cetak yang mahal hingga basis data elektronik, cara kita mengutip selalu mencerminkan kondisi teknis dan filosofis zaman kita.
Kehadiran loc cit dalam sejarah akademik adalah penanda transisi, jembatan antara zaman ketika hemat ruang adalah prioritas tertinggi dan zaman modern ketika kejelasan, presisi, dan aksesibilitas instan dianggap sebagai parameter utama dari karya ilmiah yang jujur dan dapat diverifikasi.
Oleh karena itu, setiap penulis yang berkomitmen pada integritas intelektual harus memahami, meskipun tidak lagi menggunakan, logika di balik loc cit. Logika tersebut adalah: mengakui hutang intelektual secara menyeluruh, efisien, dan tanpa memberikan ruang untuk keraguan. Meskipun metode modern telah mengubah caranya, esensi dari kebutuhan akan atribusi yang presisi, yang diwakili secara samar oleh loc cit, tetap menjadi pilar fundamental dari setiap diskursus yang bermartabat dan kredibel.
Penting untuk menggarisbawahi bahwa perdebatan mengenai singkatan seperti loc cit, op. cit., dan ibid. seringkali mengarah pada pemahaman yang lebih dalam tentang standar publikasi. Standar-standar ini tidak statis; mereka terus berevolusi seiring dengan perkembangan teknologi informasi. Jika loc cit adalah respons terhadap keterbatasan biaya percetakan, maka sistem hyperlinking otomatis saat ini adalah respons terhadap ledakan informasi digital. Kedua sistem ini, meskipun terpisah oleh waktu, sama-sama berusaha untuk memfasilitasi auditibilitas atau kemampuan pembaca untuk melacak dan memverifikasi klaim yang dibuat oleh penulis.
6.3. Membangun Struktur Argumen Melalui Referensi Berulang
Penggunaan loc cit menunjukkan bahwa dalam penulisan klasik, terdapat periode penekanan yang intensif pada satu sumber spesifik. Seorang penulis mungkin menghabiskan beberapa halaman untuk menganalisis satu buku (misalnya, Plato’s Republic). Dalam kasus seperti ini, menggunakan loc cit berulang kali secara berdekatan memungkinkan penulis untuk fokus pada konten tanpa gangguan sitasi yang panjang. Namun, ketika argumen beralih ke sumber lain dan kemudian kembali, kompleksitas sistem ini mulai terurai.
Studi akademis menunjukkan bahwa kesalahan sitasi cenderung meningkat secara signifikan dalam naskah yang menggunakan sistem loc cit dan op. cit. karena kerumitan manajemen rujukan silang yang harus dilakukan secara manual. Kesalahan-kesalahan ini, bahkan jika tidak disengaja, dapat merusak kepercayaan pembaca. Pilihan gaya modern untuk mengulang sitasi otor-tanggal yang ringkas, meskipun terlihat kurang anggun, secara fundamental merupakan pilihan yang lebih etis karena meminimalkan potensi kesalahan atribusi.
Jika kita menilik kembali pada era keemasan penggunaan loc cit, kita melihat bahwa banyak teks akademik yang dibuat memiliki audiens yang sangat terbatas dan spesialis. Dalam lingkaran kecil para cendekiawan yang sudah familiar dengan semua sumber primer yang dibahas, istilah-istilah ini berfungsi sebagai kode shorthand yang efektif. Mereka adalah bagian dari dialek ilmiah tertentu. Namun, ketika akademik menjadi lebih demokratis, transparan, dan global, dialek khusus ini harus digantikan oleh bahasa universal yang dapat dipahami oleh siapa pun, di mana pun, tanpa perlu pelatihan mendalam dalam konvensi Latin lama.
Peran loc cit dalam sejarah adalah peran seorang pahlawan yang kalah. Ia berjuang untuk efisiensi tetapi gagal dalam menghadapi tuntutan modern akan kejelasan dan verifiabilitas. Penulisan ilmiah saat ini menempatkan kejelasan di atas keanggunan, dan transparansi di atas penghematan ruang. Ini adalah pelajaran yang harus dihayati oleh setiap peneliti: integritas bergantung pada sitasi yang tidak meninggalkan pertanyaan atau tugas investigasi yang tidak perlu bagi pembaca.
6.4. Evolusi Sitasi sebagai Indikator Kemajuan Intelektual
Perjalanan dari loc cit menuju sitasi singkat otor-tanggal adalah cerminan dari kematangan intelektual kolektif. Kita telah beralih dari sistem yang menekankan pada tradisi dan konvensi (di mana pemahaman Latin adalah prasyarat) menuju sistem yang menekankan pada fungsi dan akurasi data (di mana tahun publikasi dan nomor halaman harus instan). Loc cit, dengan segala sejarahnya, adalah pengingat penting bahwa cara kita berbicara tentang sumber adalah sama pentingnya dengan apa yang kita katakan tentang mereka.
Pada akhirnya, warisan sejati dari loc cit dan sejenisnya adalah ajakan untuk merenung: apakah sistem referensi yang kita gunakan hari ini telah memaksimalkan kejujuran intelektual? Jawabannya, sebagian besar, adalah ya, berkat kemudahan yang diberikan oleh teknologi digital dan penolakan tegas terhadap singkatan yang pernah membuat navigasi referensi menjadi tugas yang menakutkan dan rentan kesalahan. Dengan menuntut sitasi yang eksplisit dan lengkap, kita memastikan bahwa penghormatan terhadap karya orang lain tetap berada di garis depan praktik akademik modern.
Ketelitian dalam penulisan ilmiah menuntut agar penulis menghindari segala bentuk ambiguitas, dan dalam konteks itulah loc cit menjadi tidak berkelanjutan. Ia memaksa pembaca untuk menyusun ulang konteks yang telah hilang, sebuah proses yang tidak efisien dan rentan terhadap misinterpretasi, terutama ketika karya tersebut dicetak ulang atau dialihkan ke format digital yang menghilangkan kejelasan visual dari tumpukan catatan kaki fisik.
Jika kita mempertimbangkan kembali situasi di mana loc cit akan digunakan—yaitu, rujukan ke halaman yang sama dari sumber yang sama, setelah adanya intervensi dari sumber lain—sistem modern hanya meminta pengulangan nama otor, tahun (jika diperlukan), dan halaman. Pengulangan ini, yang mungkin terlihat boros, sebenarnya jauh lebih hemat waktu bagi pembaca dan auditor keilmuan. Pembaca tidak perlu lagi memegang jari mereka di halaman catatan kaki sebelumnya hanya untuk melacak kembali referensi yang dimaksud, sebuah praktik yang umum di era loc cit.
Sistem ini juga memberikan keuntungan substansial dalam skenario koreksi dan revisi. Ketika sebuah naskah direvisi, dan urutan kutipan diubah atau ditambahkan, sistem loc cit akan ambruk, membutuhkan restrukturisasi manual dari seluruh urutan notasi Latin. Sebaliknya, sistem otor-tanggal modern tetap kokoh karena setiap sitasi adalah unit yang mandiri dan eksplisit, terlepas dari konteks berurutan catatan kaki.
6.5. Implikasi Pedagogis dari Penolakan Loc Cit
Dalam pengajaran penulisan akademik, penghapusan loc cit telah menjadi berkah. Mahasiswa dan peneliti baru dapat fokus pada argumen dan konten, bukan pada pemahaman nuansa singkatan Latin. Proses pembelajaran sitasi kini berfokus pada logika dasar atribusi (Siapa bilang? Kapan? Di mana?) daripada hafalan aturan sintaksis yang rumit.
Dengan demikian, loc cit, saat ini menjadi artefak sejarah, memberikan pelajaran berharga tentang prioritas dalam komunikasi ilmiah. Prioritas tersebut adalah: kejelasan mengalahkan tradisi, dan integritas terletak pada transparansi yang tidak berkompromi. Penghormatan terhadap sumber harus segera terlihat, tanpa memerlukan upaya kriptografis dari pihak pembaca.
Penutup: Menghargai Warisan, Menerapkan Kejelasan
Perjalanan kita melintasi sejarah referensi ilmiah, dari penggunaan rumit loc cit hingga sitasi otor-tanggal modern, menunjukkan pergeseran paradigma yang mendasar. Kita telah beralih dari sistem yang didominasi oleh keanggunan linguistik dan penghematan cetak menuju sistem yang diprioritaskan oleh fungsionalitas, kecepatan verifikasi, dan kejelasan etis.
Meskipun loc cit mungkin terdengar kuno dan asing bagi telinga akademisi kontemporer, ia adalah saksi bisu upaya berkelanjutan para sarjana untuk mengelola informasi secara bertanggung jawab. Ia mengingatkan kita bahwa setiap sitasi adalah pengakuan atas hutang intelektual, dan pengakuan tersebut harus dilakukan dengan presisi mutlak. Kejelasan yang dituntut oleh gaya modern seperti CMOS, APA, dan MLA adalah tanggapan langsung terhadap ambiguitas yang pernah diizinkan oleh sistem loc cit dan op. cit.
Di era digital, di mana sumber informasi tak terbatas, penegasan terhadap sistem yang eksplisit dan mudah dipahami menjadi lebih penting dari sebelumnya. Kita berhutang kepada para peneliti dan pembaca di masa depan untuk memastikan bahwa fondasi dari setiap karya ilmiah—sitasi—adalah sebuah pilar kebenaran yang tidak dapat digoyahkan, bebas dari kerumitan dan asumsi yang pernah menjadi ciri khas frasa Latin yang kini telah usang: loco citato.
Oleh karena itu, meskipun kita mungkin tidak lagi menulis loc cit di catatan kaki kita, kita harus menerapkan prinsip kejelasannya di setiap aspek penulisan kita, memastikan bahwa setiap rujukan, tidak peduli seberapa sering ia berulang, memberikan pembaca semua informasi yang mereka butuhkan untuk menegakkan integritas riset kita.
Kita dapat menyimpulkan bahwa evolusi sitasi adalah kisah tentang pencarian kebenaran yang lebih mudah diakses. Dari loc cit yang menuntut memori konteks hingga sitasi modern yang bersifat mandiri (self-contained), tujuannya tetap sama: menyediakan peta jalan yang jujur dan dapat diverifikasi bagi pembaca yang ingin melacak jejak intelektual dari sebuah argumen. Ini adalah akhir dari era loc cit, tetapi penguatan abadi dari kebutuhan akan atribusi yang tepat.
***