Lipemia, secara harfiah merujuk pada keberadaan lemak (lipid) dalam darah, merupakan sebuah kondisi yang ditandai dengan peningkatan konsentrasi lipoprotein, khususnya trigliserida (TG), hingga mencapai tingkat di mana serum atau plasma darah menjadi keruh, buram, atau seperti susu (milky). Fenomena kekeruhan ini adalah manifestasi visual dari akumulasi partikel lipoprotein berukuran besar, terutama kilomikron dan, pada tingkat yang lebih rendah, lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL), yang menyebar cahaya sehingga menimbulkan tampilan opalesen.
Kondisi lipemia tidak hanya menjadi temuan laboratorium yang menarik namun juga merupakan penanda klinis penting dari gangguan metabolisme lipid yang mendasarinya. Meskipun istilah hiperlipidemia merujuk pada peningkatan lipid secara umum (kolesterol atau trigliserida), lipemia secara spesifik menekankan adanya peningkatan trigliserida yang sangat tinggi, sering kali melebihi 400 hingga 500 mg/dL, yang secara langsung memengaruhi kejernihan sampel darah.
Memahami lipemia memerlukan eksplorasi mendalam terhadap jalur metabolisme lipid, mulai dari penyerapan eksogen di usus hingga mekanisme pembersihan endogen di hati dan jaringan perifer. Gangguan pada salah satu tahapan ini dapat menyebabkan akumulasi masif partikel yang mengandung trigliserida, memicu sindrom lipemia yang memiliki implikasi kesehatan serius, terutama risiko tinggi pankreatitis akut.
Ilustrasi visual perbedaan antara sampel serum normal dan serum yang mengalami lipemia.
Untuk memahami mengapa lipemia terjadi, kita harus meninjau jalur lipoprotein yang kompleks. Trigliserida diangkut dalam plasma oleh dua kelas utama lipoprotein yang kaya TG: kilomikron (berasal dari diet/eksogen) dan VLDL (berasal dari hati/endogen). Lipemia akut sering kali didominasi oleh salah satu atau kedua partikel ini.
Pembersihan TG dari kilomikron dan VLDL terjadi melalui proses yang disebut lipolisis. Proses ini sangat bergantung pada enzim kunci yang disebut Lipoprotein Lipase (LPL). LPL terletak pada permukaan sel endotel kapiler, terutama di jaringan adiposa dan otot.
Lipemia terjadi ketika kecepatan masuknya trigliserida ke dalam sirkulasi (baik dari usus maupun hati) melebihi kecepatan pembersihannya. Dua mekanisme patofisiologi utama adalah:
Peningkatan kadar TG yang signifikan (di atas 1000 mg/dL) hampir selalu melibatkan kegagalan dalam jalur katabolik, yang diperburuk oleh peningkatan produksi atau asupan lemak diet yang tinggi.
Etiologi lipemia dapat diklasifikasikan menjadi penyebab primer (genetik) dan sekunder (didapat), meskipun sering kali lipemia berat adalah hasil dari interaksi kompleks antara predisposisi genetik ringan dan faktor gaya hidup atau penyakit sekunder.
Ini adalah kondisi yang jarang terjadi namun sering kali menyebabkan kadar TG yang ekstrem dan lipemia yang sangat jelas sejak usia dini. Kelainan ini mempengaruhi fungsi enzim atau protein yang terlibat langsung dalam pembersihan trigliserida.
Penyebab sekunder jauh lebih umum dan merupakan alasan utama mengapa sebagian besar orang dewasa mengalami lipemia. Lipemia sekunder terjadi karena penyakit atau penggunaan obat tertentu yang mengganggu metabolisme lipid normal.
Beberapa obat dapat memperburuk atau menyebabkan lipemia dengan mekanisme yang berbeda, seperti meningkatkan produksi VLDL atau menghambat LPL:
Dalam konteks klinis, lipemia berat seringkali merupakan hasil dari 'pukulan ganda' (second hit phenomenon): seseorang dengan kelainan genetik ringan (misalnya, mutasi LPL parsial) yang kemudian mengalami pemicu sekunder seperti diabetes yang memburuk atau konsumsi alkohol berlebihan. Kombinasi ini mendorong kadar TG ke batas yang berbahaya.
Sementara hiperlipidemia kronis sebagian besar asimtomatik hingga terjadi penyakit kardiovaskular, lipemia berat (TG > 1000 mg/dL) dapat memiliki manifestasi klinis yang jelas dan akut.
Pankreatitis akut akibat hipertrigliseridemia (HTG-AP) adalah komplikasi lipemia paling serius dan merupakan indikasi utama untuk intervensi medis darurat. HTG adalah penyebab ketiga paling umum dari pankreatitis akut, setelah batu empedu dan alkohol.
Ketika kadar TG melampaui ambang batas kritis, biasanya > 1000 mg/dL, atau lebih sering > 2000 mg/dL, mekanisme berikut diperkirakan terjadi:
Pankreatitis akibat lipemia seringkali lebih parah daripada pankreatitis akibat penyebab lain, membutuhkan penanganan yang sangat agresif.
Diagnosis lipemia didasarkan pada temuan klinis dan, yang paling penting, pemeriksaan laboratorium, di mana trigliserida serum menjadi fokus utama.
Lipemia didefinisikan secara kuantitatif oleh kadar trigliserida (TG):
Pengambilan sampel harus dilakukan setelah puasa 10–12 jam untuk membedakan antara hiperlipidemia puasa (akibat VLDL atau kilomikron endogen) dan lipemia postprandial (akibat kilomikron diet). Namun, pada lipemia berat, serum mungkin tetap keruh bahkan setelah puasa panjang, yang menunjukkan akumulasi kilomikron yang persisten (khas pada defisiensi LPL).
Visualisasi sampel darah adalah langkah diagnostik yang sangat cepat dan khas:
Salah satu tantangan besar lipemia adalah kemampuannya untuk mengganggu hasil berbagai tes kimia darah, sebuah fenomena yang dikenal sebagai interferensi lipemik.
Untuk mengatasi interferensi lipemik, laboratorium sering kali harus menggunakan prosedur khusus seperti pengenceran sampel atau ultrasentrifugasi untuk menghilangkan partikel lipid sebelum pengujian analit lainnya. Hal ini menekankan urgensi mengidentifikasi lipemia sebelum diagnosis penyakit lain yang serius (misalnya, hiponatremia) dibuat.
Tujuan utama manajemen lipemia adalah pencegahan pankreatitis akut dan, dalam jangka panjang, mitigasi risiko kardiovaskular (meskipun peran hipertrigliseridemia sebagai faktor risiko CVD lebih kompleks dibandingkan hiperkolesterolemia).
Ketika TG mencapai tingkat yang mengancam jiwa (di atas 1000–2000 mg/dL), fokusnya adalah menurunkan TG secepat mungkin:
Ini adalah pilar pengobatan, terutama untuk hipertrigliseridemia moderat dan sebagai pencegahan kambuh pada lipemia berat.
Ketika modifikasi gaya hidup tidak cukup, intervensi farmakologis menjadi esensial, terutama pada kadar TG > 500 mg/dL untuk mencegah pankreatitis.
Fibrat adalah kelas obat lini pertama yang paling efektif untuk menurunkan trigliserida (TG).
Mekanisme Aksi:
Fibrat bekerja dengan mengaktifkan Peroxisome Proliferator-Activated Receptor alpha (PPAR-α), sebuah reseptor nuklir yang mengatur ekspresi gen yang terlibat dalam metabolisme lipid. Aktivasi PPAR-α memiliki tiga efek utama yang sinergis dalam memerangi lipemia:
Contoh: Gemfibrozil dan Fenofibrate. Fenofibrate umumnya lebih disukai karena memiliki interaksi yang lebih rendah dengan statin.
Dosis tinggi asam lemak omega-3 rantai panjang, terutama Eicosapentaenoic Acid (EPA) dan Docosahexaenoic Acid (DHA), sering diresepkan untuk HTG.
Mekanisme Aksi:
Omega-3 bekerja terutama dengan menghambat enzim yang terlibat dalam sintesis trigliserida di hati (acyl-CoA:1,2-diacylglycerol acyltransferase), yang menyebabkan penurunan drastis sekresi VLDL.
Efek dosis tinggi (4g/hari) dapat menurunkan TG sebesar 20% hingga 45%. Mereka sangat efektif sebagai terapi tambahan untuk fibrat, atau sebagai monoterapi.
Meskipun kurang umum digunakan sekarang karena efek samping dan hasil uji coba kardiovaskular yang beragam, Niasin tetap merupakan penurun TG yang kuat.
Mekanisme Aksi:
Niasin bekerja di jaringan adiposa untuk mengurangi mobilisasi asam lemak bebas ke hati. Penurunan FFA ke hati menyebabkan penurunan bahan baku untuk sintesis VLDL, sehingga menurunkan TG dan meningkatkan pembersihan TG dari darah.
Statin adalah penurun kolesterol LDL yang utama. Meskipun bukan terapi lini pertama untuk HTG berat murni, statin tetap penting jika ada peningkatan kolesterol LDL yang bersamaan, atau sebagai bagian dari terapi kombinasi, karena mereka dapat memberikan penurunan TG yang moderat (10–30%) dengan mekanisme yang melibatkan peningkatan reseptor LDL dan sedikit efek pada produksi VLDL.
Untuk kasus lipemia primer yang parah dan resisten terhadap terapi standar, terapi canggih telah dikembangkan, termasuk:
Mekanisme Lipolisis Trigliserida oleh LPL dan pembentukan FFA.
Mengingat risiko morbiditas dan mortalitas yang tinggi terkait pankreatitis akibat hipertrigliseridemia (HTG-AP), pemahaman mendalam tentang penatalaksanaannya sangat krusial. HTG-AP seringkali memerlukan durasi rawat inap yang lebih lama dan memiliki kecenderungan untuk kekambuhan jika lipemia tidak dikendalikan.
Meskipun presentasi klinis HTG-AP mirip dengan pankreatitis etiologi lain (nyeri perut atas, mual, muntah), terdapat beberapa perbedaan penting:
Selain perawatan suportif standar untuk pankreatitis (cairan IV agresif, kontrol nyeri), intervensi untuk menurunkan TG sangat penting:
Ini adalah terapi lini pertama untuk menurunkan TG secara cepat, terutama jika pasien juga hiperglikemik. Insulin merangsang LPL. Protokol infus insulin biasanya melibatkan pemberian dosis dasar (bolus kecil) diikuti dengan infus berkelanjutan. Tingkat infus insulin disesuaikan untuk menjaga glukosa dalam batas yang aman, meskipun tujuan utamanya adalah mengaktifkan LPL untuk memetabolisme kilomikron.
Walaupun heparin dapat melepaskan LPL dengan cepat, penggunaannya untuk mengelola HTG-AP yang sudah mapan diperdebatkan. Pelepasan LPL secara cepat menghasilkan lonjakan asam lemak bebas (FFA) dalam pankreas yang meradang, yang secara teoritis dapat memperburuk kerusakan. Selain itu, heparin hanya efektif untuk pelepasan tunggal; penggunaan berulang akan menguras cadangan LPL. Oleh karena itu, pada praktik modern, terapi insulin lebih diutamakan daripada heparin untuk HTG-AP.
Plasmapheresis (atau pertukaran plasma) adalah metode tercepat untuk mengurangi TG serum, seringkali menurunkan kadarnya hingga 70–80% dalam beberapa jam. Ini disediakan untuk kasus yang paling parah (TG > 2000 mg/dL atau pankreatitis yang memburuk meskipun telah diberi insulin) dan bekerja dengan mengganti plasma yang kaya kilomikron dengan plasma donor atau cairan pengganti.
Setelah episode akut, pencegahan kekambuhan adalah yang terpenting. Jika pasien mengalami HTG-AP, TG target jangka panjang harus jauh lebih ketat, seringkali di bawah 500 mg/dL atau bahkan 200 mg/dL, untuk menghindari pemicu pankreatitis. Ini memerlukan komitmen terhadap:
FCS (Familial Chylomicronemia Syndrome) merupakan bentuk lipemia primer yang paling parah dan menjadi model klasik untuk studi lipemia yang dominan kilomikron. Ini adalah kondisi resesif autosomal yang sangat langka, dengan prevalensi sekitar 1-2 per juta populasi, yang menyebabkan ketidakmampuan tubuh untuk membersihkan kilomikron secara efektif.
FCS biasanya disebabkan oleh mutasi inaktivasi pada gen yang mengkode Lipoprotein Lipase (LPL). Mutasi ini menghasilkan enzim LPL yang tidak berfungsi atau tidak ada sama sekali. Dalam kasus yang jarang, kelainan dapat melibatkan gen yang mengkode ApoC-II atau ApoA-V, yang kofaktor penting bagi LPL.
Karena LPL hampir tidak berfungsi, kilomikron yang diproduksi setelah makan tidak dapat dihidrolisis. Partikel-partikel ini menumpuk secara masif di sirkulasi, menghasilkan kadar TG puasa yang konsisten di atas 2000 mg/dL, bahkan hingga 10.000 mg/dL atau lebih.
Pasien FCS sering menunjukkan gejala sejak masa kanak-kanak:
Manajemen FCS adalah salah satu yang paling sulit dalam bidang kardiologi metabolik. Karena defisiensi LPL, fibrat, statin, dan bahkan Omega-3 memiliki efektivitas yang sangat terbatas. Obat-obatan ini biasanya menargetkan VLDL (produksi endogen), sedangkan masalah pada FCS adalah pembersihan kilomikron (eksogen).
Pilar Terapi FCS: Pembatasan Lemak Ketat
Satu-satunya intervensi yang benar-benar efektif adalah diet yang sangat ketat. Pasien FCS harus membatasi asupan lemak total mereka hingga < 10–20 gram per hari, terlepas dari sumbernya (sekitar 5–10% kalori total). Pembatasan lemak ini harus dipertahankan seumur hidup. Karena pembatasan lemak yang ekstrem ini, pasien FCS seringkali perlu menggunakan suplemen berbasis Trigliserida Rantai Menengah (MCT). MCT diserap langsung ke vena porta dan tidak memerlukan pengemasan menjadi kilomikron, sehingga dapat menyediakan sumber kalori yang aman.
Terapi Baru (ASO): Pengembangan Volanesorsen (penghambat ApoC-III) merupakan terobosan signifikan. Dengan mengurangi ApoC-III (penghambat LPL), obat ini memungkinkan sedikit aktivitas LPL yang tersisa untuk bekerja lebih efisien, memberikan penurunan TG yang substansial pada pasien FCS.
Interferensi lipemik adalah masalah metodologis yang signifikan dalam patologi klinis. Kekeruhan plasma tidak hanya menandakan penyakit metabolik tetapi juga dapat menyebabkan penundaan diagnosis atau misdiagnosis penyakit lain karena hasil yang tidak akurat.
Sebagian besar tes kimia klinis modern (misalnya, pengukuran glukosa, enzim hati, kreatinin) mengandalkan spektrofotometri, yaitu mengukur jumlah cahaya yang diserap oleh sampel. Ketika serum keruh karena partikel lipid, cahaya dihamburkan oleh partikel-partikel tersebut sebelum mencapai detektor. Alat menginterpretasikan penghamburan ini sebagai penyerapan yang lebih besar, menghasilkan pembacaan konsentrasi analit yang secara palsu tinggi (positif palsu).
Kasus pseudohyponatremia adalah contoh paling terkenal dari interferensi lipemik pada pengukuran elektrolit. Fenomena ini terkait dengan metode pengukuran ion spesifik (ISE) tidak langsung, yang merupakan metode standar di banyak laboratorium.
Penjelasan Volume Plasma: Normalnya, 92–94% volume plasma adalah air, dan sisanya adalah padatan (protein, lipid). Natrium terlarut hanya dalam fase air. Ketika kadar lipid sangat tinggi (misalnya, 20% volume plasma adalah lipid), fraksi air plasma berkurang. Jika alat ISE tidak langsung mengukur natrium per liter plasma total, nilai yang dihasilkan akan rendah secara artifisial, karena ada lebih sedikit air per volume total plasma.
Solusi: Untuk menghindari pseudohyponatremia, laboratorium harus menggunakan ISE langsung, yang mengukur konsentrasi natrium langsung dalam fase air sampel, tidak terpengaruh oleh kandungan lipid atau protein yang tinggi. Dokter harus selalu mencurigai pseudohyponatremia jika hiponatremia dideteksi pada pasien dengan lipemia berat, terutama jika pasien tampak asimtomatik atau status volume cairan mereka normal.
Sementara hiperkolesterolemia (peningkatan LDL) secara jelas terbukti aterogenik, peran trigliserida yang sangat tinggi dan lipemia dalam penyakit kardiovaskular aterosklerotik (CVD) lebih bernuansa, namun semakin diakui sebagai faktor risiko independen.
Lipemia berat didominasi oleh kilomikron dan VLDL. Partikel-partikel ini sendiri dianggap kurang aterogenik dibandingkan partikel LDL kecil padat, karena ukurannya yang besar mencegah mereka menembus dinding arteri dengan mudah. Namun, proses metabolisme partikel ini menghasilkan produk sampingan yang sangat aterogenik:
Trigliserida yang sangat tinggi memicu keadaan pro-inflamasi dan stres oksidatif pada endotel. Kilomikron dan VLDL remnant dapat mengaktifkan jalur inflamasi di dinding arteri, memfasilitasi pembentukan sel busa dan plak aterosklerotik.
Panduan klinis modern merekomendasikan penargetan TG sebagai bagian dari manajemen risiko CVD, terutama setelah LDL-C telah dikendalikan:
Manajemen lipemia dan pemahaman etiologinya berbeda pada kelompok pasien tertentu, seperti anak-anak dan ibu hamil.
Kehamilan secara alami menyebabkan peningkatan fisiologis trigliserida serum (hingga 2–3 kali lipat) karena perubahan hormonal yang mendorong lipolisis dan produksi VLDL. Peningkatan ini umumnya ditoleransi dengan baik.
Namun, jika seorang wanita hamil memiliki predisposisi genetik untuk HTG (misalnya, hiperlipidemia familial yang ringan), peningkatan fisiologis kehamilan dapat mendorong kadar TG ke batas yang berbahaya (> 1000 mg/dL), meningkatkan risiko pankreatitis akut gestasional. Pankreatitis pada kehamilan sangat berbahaya bagi ibu dan janin.
Manajemen: Terapi diet ketat adalah lini pertama. Fibrat (khususnya Fenofibrate) umumnya dihindari pada trimester pertama tetapi dapat digunakan dengan hati-hati pada trimester kedua dan ketiga jika risiko pankreatitis tinggi. Plasmapheresis adalah pilihan yang aman dan efektif untuk krisis HTG akut selama kehamilan.
Identifikasi lipemia pada usia muda sering mengindikasikan etiologi genetik primer yang serius, seperti Sindrom Kilomikronemia Familial (FCS). Lipemia sekunder pada anak-anak sering terkait dengan obesitas parah, diabetes tipe 2 yang timbul dini, atau penggunaan obat tertentu.
Pentingnya diagnosis dini terletak pada pencegahan kerusakan organ permanen, terutama pankreatitis berulang yang dapat menyebabkan pankreas eksokrin dan endokrin. Tatalaksana pada anak-anak sangat berfokus pada diet yang sangat ketat dan penggunaan MCT, dengan pertimbangan terapi farmakologis yang lebih hati-hati.
Kasus lipemia yang paling umum adalah "lipemia multifaktorial." Pasien mungkin membawa polimorfisme genetik (misalnya, pada gen LPL atau ApoC-III) yang, sendirian, hanya menyebabkan peningkatan TG yang ringan. Namun, ketika polimorfisme ini berinteraksi dengan faktor lingkungan yang kuat—misalnya, resistensi insulin yang dipicu oleh obesitas, atau induksi VLDL oleh alkohol—barulah terjadi lipemia berat yang membutuhkan intervensi medis agresif. Oleh karena itu, pendekatan terapeutik harus selalu mengatasi komponen genetik (melalui obat-obatan spesifik) dan komponen lingkungan (melalui modifikasi gaya hidup yang ketat).
Lipemia, kondisi di mana serum darah menjadi keruh karena akumulasi partikel lipoprotein kaya trigliserida (terutama kilomikron dan VLDL), adalah manifestasi dari gangguan serius dalam metabolisme lipid. Kondisi ini menuntut perhatian segera, tidak hanya karena komplikasi kronis terkait risiko kardiovaskular residu, tetapi yang lebih mendesak, karena risiko tinggi memicu pankreatitis akut yang mengancam jiwa.
Manajemen lipemia harus komprehensif, dimulai dari diagnosis etiologi (primer vs. sekunder), penatalaksanaan krisis akut (insulin dan plasmapheresis), hingga strategi pencegahan jangka panjang yang didasarkan pada modifikasi diet yang sangat ketat (terutama pembatasan lemak) dan terapi farmakologis yang efektif, seperti fibrat dan asam lemak omega-3 dosis tinggi. Dengan kemajuan dalam terapi penargetan genetik, harapan bagi pasien dengan lipemia primer yang parah, seperti FCS, terus meningkat, menawarkan kontrol yang lebih baik atas kadar lemak darah yang ekstrem dan pencegahan kerusakan organ permanen.
Kepatuhan pasien terhadap gaya hidup dan terapi adalah kunci keberhasilan dalam mengendalikan lipemia dan meminimalkan bahaya yang ditimbulkannya.