Menggenggam Ketidakpastian: Eksplorasi Filosofi dan Pragmatisme "Lebih Kurang"

Keseimbangan Fleksibel

Dalam bentangan luas kehidupan, mulai dari perhitungan saintifik yang paling rumit hingga rutinitas sehari-hari yang sederhana, kita jarang sekali berhadapan dengan kepastian mutlak. Realitas kita, pada dasarnya, adalah sebuah medan negosiasi yang konstan antara yang diketahui dan yang diperkirakan. Di sinilah frasa sederhana namun mendalam, "lebih kurang," menemukan relevansinya yang abadi. Frasa ini bukan sekadar alat linguistik untuk menghindari angka presisi; ia adalah sebuah filosofi, sebuah kerangka kerja kognitif, dan fondasi penting bagi cara kita memahami dunia dan mengambil keputusan.

Konsep "lebih kurang" — atau perkiraan — adalah pengakuan jujur bahwa semua data, pengukuran, dan prediksi manusia membawa serta margin kesalahan, sebuah ruang antara realitas ideal dan interpretasi faktual. Artikel ini akan menjelajahi kedalaman konsep ini, mengungkap bagaimana perkiraan menjadi mekanisme adaptasi yang vital di berbagai disiplin ilmu, dan bagaimana penerimaannya dapat mengubah cara kita menjalani hidup, dari ranah kuantitatif hingga kualitatif, serta dari ilmu alam hingga psikologi interpersonal. Ini adalah perjalanan untuk merayakan ketidaksempurnaan yang justru membuat realitas menjadi fleksibel dan manusiawi.

I. Definisi dan Basis Filosofis "Lebih Kurang"

Untuk memahami kekuatan penuh dari frasa "lebih kurang," kita harus melihatnya melampaui makna leksikalnya yang dangkal. Secara bahasa, ia menunjuk pada nilai numerik yang mendekati angka sebenarnya, namun tidak tepat sama. Namun, secara filosofis, ia mewakili pengakuan terhadap batas epistemologi (batasan pengetahuan kita).

1.1. Perkiraan sebagai Kenyamanan Kognitif

Otak manusia secara alami condong pada efisiensi. Memproses angka yang sangat presisi atau variabel yang tak terbatas membutuhkan biaya kognitif yang tinggi. "Lebih kurang" memungkinkan otak untuk membuat model mental yang memadai (sufficiently good) tanpa perlu memboroskan sumber daya pada detail yang pada akhirnya tidak akan mengubah hasil tindakan yang diperlukan. Jika kita merencanakan perjalanan yang akan memakan waktu 4 jam 12 menit 37 detik, otak cukup memprosesnya sebagai "kurang lebih empat jam." Kenyamanan kognitif ini adalah kunci evolusioner bagi pengambilan keputusan cepat.

1.2. Antitesis terhadap Absolutisme

Dalam banyak filsafat Timur dan bahkan dalam sains modern (khususnya Fisika Kuantum), absolutisme mutlak sering dianggap sebagai ilusi. "Lebih kurang" adalah penolakan halus terhadap dogma bahwa segala sesuatu harus hitam atau putih, sempurna atau gagal. Ia mendiami ruang abu-abu yang kaya—ruang negosiasi, di mana kebenaran adalah subyektif, sementara pengukuran adalah relatif. Penerimaan terhadap ketidakpastian ini adalah ciri kematangan intelektual.

1.3. Batasan Alat dan Indra

Bahkan dengan teknologi pengukuran yang paling canggih, presisi selalu dibatasi oleh alat itu sendiri, lingkungan, dan noise. Dalam ilmu fisika dan kimia, konsep seperti ketidakpastian Heisenberg membuktikan bahwa pada level fundamental alam semesta, presisi total adalah mustahil. Jika sains, yang berusaha keras mencapai presisi, harus menerima margin kesalahan, maka kehidupan sehari-hari tentu harus lebih fleksibel lagi. Setiap pengukuran adalah perkiraan terbaik pada saat itu, dan perkiraan ini adalah jantung dari makna "lebih kurang."

II. "Lebih Kurang" dalam Disiplin Kuantitatif: Sains dan Matematika

Jauh dari anggapan bahwa matematika dan sains didominasi oleh ketepatan, perkiraan adalah tulang punggung dari banyak cabang ilmu pengetahuan modern. Tanpa kemampuan untuk memperkirakan dan menerima batas toleransi, banyak perhitungan teknik dan ilmiah akan terhenti.

2.1. Peran Pembulatan dan Estimasi dalam Aljabar Terapat

Dalam matematika, pembulatan (rounding) adalah bentuk resmi dari "lebih kurang." Hal ini vital dalam pemodelan. Misalnya, konstanta Pi ($\pi$) adalah bilangan irasional yang tak pernah berakhir. Namun, untuk perhitungan teknik sipil atau fisika terapan, kita hanya menggunakan 3.14 atau 3.14159. Selisih antara nilai sejati dan nilai yang digunakan adalah margin kesalahan yang diterima, yang ditentukan oleh toleransi yang diperbolehkan dalam sistem.

2.1.1. Analisis Numerik dan Deret Tak Terbatas

Banyak masalah matematika tingkat lanjut melibatkan deret tak terbatas atau integral yang tidak dapat diselesaikan secara analitis (formula tertutup). Ilmuwan menggunakan analisis numerik, yang melibatkan metode iteratif, untuk menghasilkan solusi yang "lebih kurang" mendekati jawaban sebenarnya. Semakin banyak iterasi, semakin presisi jawabannya, tetapi selalu ada batas di mana biaya komputasi melebihi manfaat tambahan presisi.

2.2. Statistika: Bahasa Resmi Ketidakpastian

Statistika adalah disiplin ilmu yang secara inheren didasarkan pada konsep "lebih kurang." Ketika peneliti melakukan survei atau eksperimen, mereka tidak mengukur populasi secara keseluruhan; mereka mengukur sampel. Hasil dari sampel ini digunakan untuk memperkirakan karakteristik populasi. Di sini, dua konsep utama selalu berhubungan erat dengan "lebih kurang":

2.3. Teknik dan Toleransi Desain

Dalam bidang teknik mesin, sipil, dan manufaktur, konsep "toleransi" adalah versi yang sangat terstruktur dari "lebih kurang." Sebuah baut tidak mungkin dibuat dengan diameter 10.0000 mm; ia akan dibuat dengan diameter $10.00 \pm 0.05$ mm. Batas-batas toleransi ini menentukan keberhasilan fungsional suatu komponen. Toleransi ini memastikan produksi massal dapat dilakukan dan komponen yang berbeda dapat dirakit, karena tidak ada dua benda fisik yang dapat dibuat benar-benar identik.

Toleransi ini adalah manifestasi fisik dari "lebih kurang": kita tidak membutuhkan kesempurnaan mutlak, kita hanya membutuhkan sesuatu yang "lebih kurang" berfungsi dengan baik dalam rentang yang dapat diterima.

III. Dimensi Psikologis dan Kognitif "Lebih Kurang"

Ketika kita berpindah dari angka ke pikiran, konsep "lebih kurang" menjadi lebih rumit dan jauh lebih penting. Bagaimana kita mempersepsikan waktu, memori, dan bahkan kebenaran interpersonal sangat dipengaruhi oleh kecenderungan otak kita untuk melakukan perkiraan subjektif.

3.1. Memori yang Fleksibel

Memori manusia bersifat konstruktif, bukan reproduktif. Kita tidak merekam kejadian seperti kamera; kita merekonstruksi memori setiap kali kita mengaksesnya, sering kali mengisi celah dengan asumsi atau detail dari peristiwa lain. Oleh karena itu, kesaksian mata jarang sekali 100% akurat. Ketika seseorang mengingat sebuah kejadian, deskripsi mereka mengenai waktu, urutan, atau jumlah detail selalu bersifat "lebih kurang." Kita mengingat esensi emosional dan naratifnya, bukan presisi faktualnya.

3.2. Heuristik dan Keputusan Cepat

Dalam psikologi, heuristik adalah jalan pintas mental yang digunakan untuk memecahkan masalah atau mengambil keputusan secara cepat dan efisien. Heuristik adalah mekanisme "lebih kurang" yang tertanam dalam kognisi kita. Daripada menghitung probabilitas matematis dari suatu risiko (yang akan memakan waktu lama), kita menggunakan heuristik ketersediaan (availability heuristic) yang memungkinkan kita memperkirakan risiko berdasarkan seberapa mudah contoh risiko tersebut muncul di benak kita. Ini menghasilkan jawaban yang cepat, meskipun terkadang bias.

Penerimaan terhadap 'lebih kurang' dalam diri adalah bentuk welas asih. Ini adalah pengakuan bahwa menjadi manusia berarti beroperasi dengan informasi yang tidak lengkap, memori yang kabur, dan emosi yang fluktuatif.

3.3. Persepsi Waktu Subyektif

Waktu, salah satu konsep paling pasti, dipersepsikan secara "lebih kurang" oleh pikiran. Ketika kita mengatakan "saya akan sampai dalam 10 menit," itu jarang sekali tepat 600 detik. Waktu terasa melambat saat kita bosan dan berlalu cepat saat kita sibuk. Perkiraan waktu (chronemics) sangat bergantung pada budaya, suasana hati, dan konteks kegiatan. Di ranah sosial, presisi absolut waktu sering dianggap kaku; sebaliknya, perkiraan waktu yang fleksibellah yang memfasilitasi interaksi sosial yang lancar.

3.4. Logika Fuzzy (Fuzzy Logic)

Logika tradisional beroperasi pada biner (benar atau salah, 1 atau 0). Logika fuzzy, yang dikembangkan oleh Lotfi Zadeh, adalah upaya untuk memasukkan konsep "lebih kurang" ke dalam sistem komputasi. Daripada mengatakan suhu 'panas' atau 'tidak panas,' logika fuzzy memungkinkan derajat keanggotaan, misalnya 'suhu 70% panas.' Konsep ini sangat vital dalam kecerdasan buatan, sistem kontrol otomatis (seperti rem ABS atau kamera), yang harus beroperasi dalam kondisi dunia nyata yang penuh perkiraan dan ketidakjelasan.

IV. "Lebih Kurang" dalam Komunikasi dan Kontrak Sosial

Komunikasi efektif sering kali bergantung pada kemampuan untuk menerima dan memberikan informasi yang tidak definitif. Dalam interaksi sosial, "lebih kurang" berfungsi sebagai pelumas yang mencegah gesekan kaku akibat permintaan detail yang berlebihan.

4.1. Bahasa Nuansa dan Ambigu

Banyak kata sifat dan adverbia dalam bahasa kita secara eksplisit dirancang untuk menyampaikan perkiraan: "agak," "lumayan," "sedikit," "hampir," atau "sekitar." Kata-kata ini memberikan konteks kualitatif tanpa memerlukan pengukuran kuantitatif. Jika kita mengatakan "makanannya cukup enak," kita menyampaikan evaluasi yang "lebih kurang" positif tanpa perlu memberikan skor rating yang spesifik.

Nuansa ini esensial karena banyak pengalaman manusia (rasa, keindahan, kualitas kerja) bersifat kualitatif dan tidak dapat diukur dengan presisi matematis. Mencoba mengukur setiap pengalaman dengan presisi absolut hanya akan menghilangkan kekayaan bahasa.

4.2. Harapan dan Komitmen yang Fleksibel

Dalam dunia profesional dan pribadi, komitmen yang dikomunikasikan dengan "lebih kurang" menciptakan ruang untuk adaptasi. Ketika seorang manajer meminta laporan "sekitar hari Rabu," ini memberi ruang bagi tim untuk mengatasi hambatan tak terduga tanpa melanggar janji secara mutlak. Komitmen yang terlalu kaku rentan terhadap kegagalan dan dapat menimbulkan stres yang tidak perlu.

4.2.1. Manajemen Proyek dan Estimasi Agile

Dalam manajemen proyek modern, khususnya metodologi Agile, presisi jadwal dan biaya sering kali dikorbankan demi fleksibilitas dan responsivitas. Estimasi proyek selalu dilakukan dalam satuan relatif (seperti story points) yang secara inheren adalah perkiraan, bukan janji jam-demi-jam. Ini adalah pengakuan profesional bahwa, "lebih kurang" 80% dari rencana akan berjalan sesuai skenario, tetapi 20% sisanya memerlukan adaptasi konstan.

Tujuan Perkiraan

V. Dimensi Ekonomi dan Perencanaan Makro

Ekonomi, baik di tingkat mikro (rumah tangga) maupun makro (negara), adalah ilmu sosial yang dibangun di atas ramalan dan perkiraan. Setiap keputusan investasi, belanja pemerintah, atau kebijakan moneter didasarkan pada asumsi yang bersifat "lebih kurang."

5.1. Prakiraan Ekonomi (Forecasting)

Model ekonomi berusaha memprediksi PDB, inflasi, atau tingkat pengangguran di masa depan. Namun, model ini hanya sebaik asumsi yang dimasukkan ke dalamnya. Prakiraan tersebut hampir tidak pernah tepat; oleh karena itu, bank sentral atau institusi keuangan selalu menyajikan rentang prakiraan. Ketika BI memperkirakan inflasi tahun depan "lebih kurang" antara 3% dan 4%, rentang ini adalah pengakuan bahwa variabel tak terduga (harga komoditas global, bencana alam, atau kebijakan politik) dapat mempengaruhi hasil.

5.2. Anggaran Rumah Tangga dan Margin Keamanan

Pada tingkat individu, perencanaan keuangan yang efektif sangat bergantung pada "lebih kurang." Seseorang mungkin menganggarkan Rp 1.000.000 untuk kebutuhan makanan bulanan. Angka ini adalah perkiraan yang realistis, namun mereka harus menyisihkan margin keamanan untuk fluktuasi harga atau pembelian mendadak. Anggaran kaku tanpa ruang untuk perkiraan adalah resep kegagalan finansial.

5.2.1. Konsep Biaya dan Manfaat Marjinal

Dalam pengambilan keputusan ekonomi, kita terus-menerus membandingkan manfaat dari satu unit tambahan (biaya marjinal) terhadap apa yang diperoleh darinya (manfaat marjinal). Perhitungan ini jarang sekali eksak dan seringkali dilakukan dengan intuisi dan perkiraan. Apakah membeli mobil baru dengan fitur tambahan X sepadan dengan kenaikan cicilan Y? Jawabannya bersifat "lebih kurang," bergantung pada nilai subyektif yang diberikan oleh individu.

VI. Hidup dalam Kualitas "Lebih Kurang": Menerima Ketidaksempurnaan

Transisi terbesar dalam memahami konsep "lebih kurang" adalah ketika kita menerapkannya pada standar hidup pribadi kita. Masyarakat modern seringkali memuja presisi dan kesempurnaan (terutama didorong oleh media sosial), namun mengejar kesempurnaan mutlak adalah jalan menuju frustrasi kronis.

6.1. Fleksibilitas vs. Rigiditas

Individu yang terlalu rigid (kaku) dalam harapan mereka – segala sesuatu harus tepat waktu, tepat jumlah, tepat seperti yang direncanakan – sering kali mengalami kecemasan yang lebih tinggi. Sebaliknya, individu yang mempraktikkan filosofi "lebih kurang" dalam hidup mereka menunjukkan ketahanan (resiliensi) yang lebih besar.

Misalnya, jika Anda merencanakan makan malam pada pukul 19:00 dan tamu datang pukul 19:15, reaksi Anda akan bergantung pada seberapa kuat Anda berpegangan pada presisi jadwal. Menerima bahwa kehidupan berjalan "lebih kurang" sesuai rencana memungkinkan kita untuk mengalihkan energi dari kepanikan ke adaptasi yang tenang.

6.2. Standar Kesehatan dan Kesejahteraan yang Realistis

Dalam bidang kesehatan dan kebugaran, konsep "lebih kurang" sangat penting untuk keberlanjutan. Sebuah rencana diet yang menuntut kalori harian harus selalu tepat 1500 kkal adalah rencana yang sulit dipertahankan. Sebaliknya, diet yang mengizinkan perkiraan, yang menetapkan bahwa asupan harian harus "lebih kurang" dalam rentang 1450-1550 kkal, memungkinkan fleksibilitas sosial dan psikologis.

Mencapai kesehatan optimal bukan tentang presisi harian, tetapi tentang konsistensi jangka panjang yang bersifat "lebih kurang" baik. 80% makanan sehat dan 20% makanan indulgensi adalah formula perkiraan yang berhasil bagi banyak orang.

6.3. Prinsip Pareto (Aturan 80/20)

Prinsip Pareto, yang menyatakan bahwa "lebih kurang" 80% hasil berasal dari 20% usaha, adalah salah satu manifestasi paling terkenal dari filosofi perkiraan. Prinsip ini mengajarkan kita bahwa mengejar presisi 100% seringkali membutuhkan 80% usaha tambahan dengan imbalan minimal. Manajer waktu yang efektif tahu kapan harus berhenti pada kualitas "lebih kurang" yang memadai (good enough) dan kapan harus berinvestasi dalam kesempurnaan absolut. Sebagian besar tugas hanya memerlukan hasil yang "lebih kurang" benar untuk dianggap berhasil.

VII. Tantangan dan Risiko Kesalahan Estimasi

Meskipun "lebih kurang" adalah alat adaptif yang kuat, penggunaan yang tidak bertanggung jawab terhadapnya dapat menimbulkan masalah serius. Ada perbedaan besar antara perkiraan yang didukung oleh data (margin kesalahan yang terukur) dan tebakan liar (margin kesalahan yang tidak diketahui).

7.1. Bias Kognitif dalam Perkiraan

Ketika kita memperkirakan, kita rentan terhadap bias. Salah satu yang paling merusak adalah Perkiraan Kepercayaan Berlebihan (Overconfidence Bias), di mana kita meyakini bahwa rentang perkiraan kita jauh lebih sempit dari kenyataan. Misalnya, seorang pengembang proyek seringkali memperkirakan biaya pembangunan yang terlalu optimis, tanpa memberikan margin yang cukup untuk penundaan tak terduga. Hasilnya: proyek selalu melewati batas anggaran dan waktu.

7.2. Kesalahan Sistematis vs. Kesalahan Acak

Perkiraan yang sehat hanya boleh dipengaruhi oleh kesalahan acak (random error), yaitu fluktuasi kecil yang cenderung saling meniadakan seiring waktu. Namun, masalah muncul ketika perkiraan didominasi oleh kesalahan sistematis (systematic error), yaitu bias yang konsisten dalam satu arah. Misalnya, timbangan yang selalu membaca 100 gram lebih ringan (kesalahan sistematis) akan menghasilkan perkiraan yang salah secara konsisten, tidak peduli seberapa sering pengukuran diulang.

Untuk memastikan perkiraan "lebih kurang" kita valid, kita harus secara aktif mencari dan mengoreksi bias sistematis dalam proses berpikir atau pengukuran kita.

7.3. Kapan Presisi Mutlak Diperlukan

Ada domain kehidupan di mana konsep "lebih kurang" tidak dapat ditoleransi. Dalam bedah medis, navigasi penerbangan, formulasi obat, atau desain reaktor nuklir, margin kesalahan harus dijaga sekecil mungkin, mendekati nol. Dalam kasus ini, perkiraan masih digunakan, tetapi toleransi yang diizinkan sangat ketat. Kesadaran terhadap domain kritis ini adalah bagian penting dari kebijaksanaan dalam menerapkan filosofi "lebih kurang."

VIII. Etika dan Kedalaman Interpersonal dari Perkiraan

Di ranah hubungan manusia, "lebih kurang" memiliki implikasi etika yang mendalam, terutama terkait dengan penilaian karakter dan empati.

8.1. Menghindari Penilaian Mutlak

Ketika kita menilai orang lain, kita sering melakukannya dengan data yang tidak lengkap. Kita melihat sebagian kecil dari perilaku mereka dan menggunakannya untuk membuat penilaian total tentang karakter mereka. Filosofi "lebih kurang" mengajarkan kita kerendahan hati: perilaku seseorang pada saat ini mungkin "lebih kurang" mencerminkan kesulitan yang mereka hadapi, tetapi itu tidak mendefinisikan keseluruhan identitas mereka.

Menerapkan "lebih kurang" dalam penilaian interpersonal berarti mengakui bahwa: saya melihat Anda dari sudut pandang yang terbatas, dan penilaian saya saat ini mungkin kurang dari gambaran utuh Anda.

8.2. Empati sebagai Seni Perkiraan Emosional

Empati adalah kemampuan untuk memperkirakan apa yang dirasakan orang lain. Kita tidak pernah bisa tahu secara pasti emosi atau pengalaman orang lain, tetapi kita dapat membuat perkiraan yang mendekati ("lebih kurang" seperti ini rasanya). Empati yang kuat memerlukan penyesuaian konstan terhadap perkiraan kita berdasarkan umpan balik non-verbal dan verbal. Ini adalah kemampuan untuk beroperasi dalam ketidakpastian emosional, tetapi tetap menawarkan dukungan yang relevan.

Ketidakpastian yang Stabil Ideal vs. Realitas

IX. Implementasi "Lebih Kurang" dalam Latihan Keseharian

Bagaimana kita dapat secara sadar mengintegrasikan filosofi perkiraan ini untuk menjalani kehidupan yang lebih seimbang dan tangguh?

9.1. Mengatur Ekspektasi yang Realistis

Kesedihan dan kekecewaan sering muncul dari kesenjangan antara harapan mutlak (presisi 100%) dan realitas yang bersifat "lebih kurang." Dengan menurunkan ekspektasi menjadi rentang yang realistis, kita meminimalkan dampak kejutan negatif. Misalnya, jika Anda mengharapkan kenaikan gaji sebesar "lebih kurang" 5-10%, daripada tepat 7%, maka hasil dalam rentang tersebut akan diterima dengan lebih baik.

9.2. Latihan Meditasi dan Ketidaktentuan

Praktik kesadaran (mindfulness) melatih pikiran untuk beroperasi dalam ketidaktentuan. Pikiran kita terus-menerus mencoba mengukur, mengkategorikan, dan memprediksi masa depan dengan presisi. Meditasi melatih kita untuk mengamati ketidaktentuan tanpa perlu menyelesaikannya—menerima bahwa pengalaman adalah "lebih kurang" seperti ini pada saat ini.

9.3. Seni De-Eskalasi dan Negosiasi

Negosiasi yang berhasil jarang menghasilkan kemenangan 100% bagi satu pihak. Negosiasi yang berhasil adalah hasil di mana semua pihak merasa mendapatkan "lebih kurang" apa yang mereka butuhkan. Keterampilan ini, baik dalam bisnis maupun pernikahan, memerlukan kemampuan untuk melepaskan tuntutan absolut dan mencari solusi yang memadai secara timbal balik.

Jika kita terlalu terikat pada presisi, kita kehilangan kemampuan untuk beradaptasi, bernegosiasi, dan berkembang. Dunia bergerak dalam gelombang yang tidak teratur, dan hanya dengan menerima kerangka "lebih kurang" kita dapat mengapung di atasnya alih-alih tenggelam dalam pencarian sia-sia untuk kesempurnaan.

X. Penutup: Menggenggam Keindahan Perkiraan

Dari batas-batas fisika kuantum yang kabur hingga kehangatan interaksi manusia yang diwarnai oleh bahasa perkiraan, konsep "lebih kurang" adalah salah satu kerangka pemahaman yang paling penting bagi realitas. Ia bukan pertanda kemalasan atau kekurangan; sebaliknya, ia adalah indikasi kebijaksanaan dan kematangan.

"Lebih kurang" adalah kunci untuk membuka pintu kreativitas (karena tidak ada batasan presisi yang mengikat), toleransi (karena kita menerima bahwa tidak ada yang sempurna), dan keberlanjutan (karena kita membangun sistem dengan margin adaptasi). Dengan mengakui bahwa kita hanya perlu "lebih kurang" benar, kita membebaskan diri dari beban ekspektasi yang tidak realistis dan memungkinkan diri kita untuk bergerak maju meskipun dalam ketidakpastian. Kehidupan yang utuh adalah kehidupan yang dijalani dengan pemahaman bahwa jawaban yang paling bermakna, seperti nilai sejati dari Pi, adalah abadi, tak terjangkau sepenuhnya, tetapi selalu cukup dekat untuk kita gunakan.

Filosofi "lebih kurang" pada akhirnya adalah seruan untuk hidup yang fleksibel, yang menyadari bahwa semua pencapaian terbaik manusia—baik itu pembangunan jembatan, penemuan ilmiah, atau hubungan cinta—berdiri kokoh bukan di atas ketepatan mutlak, tetapi di atas perkiraan yang dilakukan dengan hati-hati dan penuh perhitungan. Ini adalah seni untuk menjadi cukup baik, cukup tepat, dan cukup bahagia dalam batas-batas manusiawi kita yang indah dan terbatas.