Warisan Abadi Bahasa Lating: Penjaga Ingatan Peradaban

Bahasa Lating, seringkali dianggap sebagai bahasa mati, sejatinya adalah jantung yang terus berdetak di balik kosakata modern, sistem hukum, praktik ilmiah, dan warisan budaya Barat. Lebih dari sekadar relik sejarah, Lingua Latina merupakan kunci untuk memahami ribuan tahun evolusi pemikiran manusia, mulai dari desa-desa kecil di Latium hingga kekaisaran yang membentang luas, dan akhirnya, hingga tata bahasa serta leksikon yang kita gunakan saat ini. Artikel ini akan menelusuri secara mendalam perjalanan bahasa Lating: sejarahnya, struktur tata bahasanya yang kompleks dan kaya, pengaruhnya yang tak terhapuskan pada peradaban modern, serta mengapa studi Lating tetap relevan dan vital di dunia kontemporer.

Gulungan Kertas Klasik Ilustrasi gulungan kertas kuno dengan pita yang melambangkan teks Lating yang diawetkan. LATING

Warisan tertulis peradaban Lating.

I. Asal-Usul dan Evolusi Historis Bahasa Lating

Akar Lating berada di daerah kecil di Italia tengah yang dikenal sebagai Latium, di mana kota Roma didirikan. Bahasa ini adalah bagian dari keluarga bahasa Italik, yang merupakan cabang dari keluarga besar Indo-Eropa. Lating awalnya hanyalah salah satu dari banyak dialek Italik, bersaing dengan bahasa-bahasa lain seperti Oscan, Umbrian, dan Etruscan (yang bukan Indo-Eropa).

Lating Kuno (Archaic Latin)

Fase awal ini mencakup periode dari pendirian Roma (sekitar abad ke-8 SM) hingga sekitar abad ke-2 SM. Bukti Lating paling awal sering ditemukan dalam inskripsi, seperti Lapis Niger dan prasasti Duenos. Tata bahasanya masih sangat fleksibel, dan kosa katanya menunjukkan pengaruh yang signifikan dari Etruscan dan bahasa Yunani yang kuat di Italia selatan. Pada periode ini, Lating mulai menetapkan sistem enam kasus (nominatif, genitif, datif, akusatif, ablatif, dan vokatif), meskipun bentuknya belum seragam.

Lating Klasik (Classical Latin)

Lating mencapai puncaknya sebagai bahasa sastra dan formal selama periode Republik akhir dan awal Kekaisaran (sekitar 75 SM hingga 200 M). Para penulis hebat seperti Cicero, Caesar, Virgil, Horace, dan Ovidus menetapkan standar untuk tata bahasa, sintaksis, dan gaya yang dianggap murni dan elegan. Lating Klasik adalah versi bahasa yang paling sering dipelajari hari ini dan berfungsi sebagai model utama untuk leksikon teknis dan ilmiah. Standarisasi ini penting karena membatasi variasi regional yang mulai muncul di berbagai provinsi kekaisaran.

Lating Vulgar (Vulgar Latin)

Sementara para penulis elit menggunakan Lating Klasik, rakyat jelata di seluruh Kekaisaran Romawi berbicara Vulgar Latin (Lating Rakyat). Ini adalah Lating yang digunakan dalam perdagangan, militer, dan kehidupan sehari-hari. Vulgar Latin berbeda dari Klasik terutama dalam fonologi, kosakata (mengadopsi kata-kata lokal dan lebih ekspresif), dan yang paling penting, dalam tata bahasa. Kasus-kasus mulai runtuh, preposisi menggantikan fungsi kasus, dan urutan kata menjadi lebih kaku. Evolusi dari Vulgar Latin ini di berbagai wilayah terpencil Kekaisaran adalah cikal bakal semua Bahasa Roman modern (Spanyol, Prancis, Italia, Portugis, Rumania).

Lating Abad Pertengahan (Medieval Latin)

Setelah jatuhnya Kekaisaran Romawi Barat, Lating Klasik berhenti diucapkan sebagai bahasa ibu di sebagian besar wilayah, tetapi tetap hidup sebagai bahasa liturgi, pemerintahan, dan akademik di Eropa Barat. Lating Abad Pertengahan menunjukkan perubahan dalam kosakata (memasukkan istilah Kristen dan feodal) dan sintaksis yang dipengaruhi oleh bahasa-bahasa vernakular. Bahasa ini menjadi lingua franca Gereja Katolik Roma dan para intelektual hingga era Renaisans.

II. Struktur Tata Bahasa Lating: Sistem yang Fleksibel dan Inflektif

Lating adalah bahasa inflektif yang sangat kaya. Ini berarti bahwa fungsi gramatikal sebuah kata dalam kalimat ditentukan oleh akhiran (infleksi) yang melekat padanya, bukan hanya oleh urutan kata. Karakteristik ini memberikan Lating tingkat fleksibilitas sintaksis yang luar biasa.

A. Sistem Kasus (The Declensions)

Kata benda (nomina), kata sifat, dan kata ganti dalam Lating diubah untuk menunjukkan peran mereka dalam kalimat. Perubahan ini disebut 'kasus'. Ada enam kasus utama dalam Lating Klasik, masing-masing dengan fungsi spesifik:

  1. Nominatif (Nominative - Nom.): Subjek kalimat atau pelengkap subjek. (Puer = Anak laki-laki [subjek]).
  2. Genitif (Genitive - Gen.): Menunjukkan kepemilikan, kepunyaan, atau hubungan. Sering diterjemahkan dengan 'dari'. (Domus regis = Rumah raja).
  3. Datif (Dative - Dat.): Objek tidak langsung, menunjukkan 'untuk' atau 'kepada' seseorang. (Dedit mihi librum = Dia memberi buku kepada saya).
  4. Akusatif (Accusative - Acc.): Objek langsung dari kata kerja transitif, atau objek preposisi tertentu. (Vidi canem = Saya melihat anjing [objek]).
  5. Ablatif (Ablative - Abl.): Menunjukkan berbagai hubungan, sering diterjemahkan sebagai 'dengan', 'oleh', 'di', 'dari' (asal). Kasus yang sangat serbaguna. (Veni Roma = Saya datang dari Roma).
  6. Vokatif (Vocative - Voc.): Digunakan untuk memanggil atau menyebut seseorang secara langsung. Biasanya sama dengan nominatif, kecuali pada kata benda tertentu. (O, Iuli! = Oh, Julius!).

Kata benda Lating dibagi menjadi lima kelompok besar, yang dikenal sebagai 'deklensi' (declensiones), berdasarkan akhiran genitif tunggal mereka. Kelompok-kelompok ini adalah:

1. Deklensi Pertama (First Declension)

Sebagian besar kata benda feminin (berakhir dengan -a di nominatif tunggal). Contoh: Puella, Puellae (gadis).

KasusTunggal (Singularis)Jamak (Pluralis)
Nominatifpuell**a**puell**ae**
Genitifpuell**ae**puell**arum**
Datifpuell**ae**puell**is**
Akusatifpuell**am**puell**as**
Ablatifpuell**ā**puell**is**

2. Deklensi Kedua (Second Declension)

Sebagian besar kata benda maskulin dan netral. Maskulin umumnya berakhir dengan -us atau -er; netral berakhir dengan -um. Contoh Maskulin: Servus, Servi (budak).

Ciri khas netral: bentuk nominatif, akusatif, dan vokatif selalu sama, baik dalam tunggal maupun jamak. Jamak netral selalu berakhiran -a (e.g., bellum, bella).

3. Deklensi Ketiga (Third Declension)

Deklensi terbesar dan paling kompleks, mencakup kata benda maskulin, feminin, dan netral dengan berbagai akhiran nominatif. Stem (pokok kata) harus ditemukan dari bentuk genitif tunggal. Contoh: Rex, Regis (raja, M).

Akhiran genitif tunggal selalu -is. Keragaman ini membuat Deklensi Ketiga menjadi tantangan utama bagi pelajar Lating, namun juga merupakan sumber utama kosa kata abstrak (misalnya, virtus, virtutis = kebajikan).

4. Deklensi Keempat (Fourth Declension)

Sebagian besar maskulin dan beberapa netral. Ciri khasnya adalah akhiran genitif tunggal -ūs. Contoh: Manus, Manūs (tangan, F, tidak biasa karena feminin).

5. Deklensi Kelima (Fifth Declension)

Kelompok kecil, hampir semuanya feminin, sebagian besar berkaitan dengan waktu atau hal abstrak. Akhiran genitif tunggal -ēī. Contoh: Res, Reī (hal, urusan), Dies, Dieī (hari).

B. Konjugasi Kata Kerja (The Conjugations)

Sama seperti kata benda, kata kerja Lating juga diubah untuk menunjukkan orang (pertama, kedua, ketiga), jumlah (tunggal, jamak), waktu (tense), suasana hati (mood), dan suara (voice). Ada empat (atau lima, tergantung pengelompokan) konjugasi utama.

Komponen Konjugasi

Setiap kata kerja Lating memiliki empat bentuk pokok (principle parts) yang harus dihafal karena memberikan stem untuk semua tenses:

  1. Bentuk pertama (Infinitive Present Aktif): Digunakan untuk present tense.
  2. Bentuk kedua (Perfect Aktif): Digunakan untuk tenses sempurna aktif.
  3. Bentuk ketiga (Past Participle Pasif): Digunakan untuk tenses sempurna pasif.

Waktu (Tenses) dan Aspek

Lating memiliki enam tenses: Present, Imperfect, Future (tenses primer); Perfect, Pluperfect, dan Future Perfect (tenses sekunder/sempurna). Aspek juga sangat ditekankan, membedakan antara aksi yang berkelanjutan (imperfect) dan aksi yang selesai (perfect).

Suasana Hati (Moods)

Lating menggunakan tiga mood utama yang sangat penting untuk sintaksis kompleks:

Suara (Voices)

Kata kerja dapat berbentuk Aktif (subjek melakukan aksi) atau Pasif (subjek menerima aksi).

Kombinasi dari semua infleksi ini menghasilkan ratusan bentuk berbeda untuk satu kata kerja dasar, menjadikannya salah satu bahasa yang paling terstruktur secara morfologis.

III. Pengaruh Lating terhadap Bahasa Dunia

Meskipun Lating Klasik tidak lagi diucapkan sebagai bahasa ibu, warisannya hidup melalui dua jalur utama: evolusi menjadi Bahasa Roman, dan perannya sebagai gudang leksikon untuk bahasa non-Roman, terutama Inggris dan Indonesia.

A. Bahasa Roman: Keturunan Langsung

Lating Vulgar di berbagai provinsi Romawi berevolusi secara mandiri setelah isolasi politik dan geografis. Perbedaan dalam pengucapan, hilangnya kasus, dan perubahan kosakata menciptakan keluarga Bahasa Roman. Italia, Prancis, Spanyol, Portugis, dan Rumania adalah manifestasi paling jelas dari evolusi ini. Sekitar 80% hingga 90% kosakata dasar bahasa-bahasa ini dapat dilacak langsung kembali ke Lating.

B. Pengaruh pada Bahasa Inggris dan Sains

Bahasa Inggris secara struktural adalah bahasa Jermanik, tetapi sebagian besar kosakata tingkat tinggi, abstrak, atau teknisnya berasal dari Lating, baik secara langsung maupun melalui Bahasa Norman Prancis (turunan Lating). Diperkirakan hingga 60% kosakata bahasa Inggris memiliki akar Lating.

Contoh kata-kata Inggris dan Indonesia yang diambil dari Lating:

Dalam sains dan kedokteran, Lating (bersama Yunani) adalah standar. Taksonomi biologis menggunakan sistem binomial Nomenklatur Lating (Homo sapiens). Resep obat (Rx - Recipe) dan istilah anatomi semuanya berakar pada Lating, memastikan komunikasi yang konsisten lintas negara dan era.

C. Kontribusi Lating ke Bahasa Indonesia

Pengaruh Lating pada Bahasa Indonesia sebagian besar terjadi secara tidak langsung melalui Bahasa Belanda (yang menyerap banyak istilah Lating akademis) dan Bahasa Inggris, serta secara langsung melalui istilah keagamaan Katolik dan Kristen. Meskipun dampaknya tidak sedalam di Bahasa Inggris, banyak istilah formal dan teknis dalam Bahasa Indonesia merupakan serapan Lating:

IV. Kesusastraan dan Pemikiran Lating Klasik

Lating bukan hanya bahasa untuk administrasi dan militer; Lating adalah media untuk beberapa karya sastra, filsafat, dan historiografi yang paling berpengaruh di dunia Barat. Periode Emas Lating Klasik menghasilkan karya-karya abadi yang membentuk pemikiran etika dan politik modern.

A. Prosa: Cicero dan Caesar

Marcus Tullius Cicero (106–43 SM) adalah oris dan negarawan terkemuka Roma. Prosa Lating-nya dianggap sebagai model kesempurnaan gaya. Melalui pidatonya (Orationes) dan risalah filosofis (De Officiis, De Re Publica), Cicero memperkenalkan banyak konsep filosofis Yunani ke dalam Lating, memperkaya leksikon abstrak bahasa tersebut. Teknik retorikanya menjadi dasar pendidikan Barat selama berabad-abad.

Gaius Julius Caesar (100–44 SM), selain sebagai pemimpin militer, adalah seorang penulis prosa yang jelas dan ringkas. Karyanya, Commentarii de Bello Gallico (Komentar tentang Perang Galia), adalah contoh utama dari kesederhanaan dan efisiensi gaya Lating, berfokus pada kejelasan naratif dan militeristik.

B. Puisi: Virgil, Ovidus, dan Horace

Periode Augustus (abad ke-1 SM) adalah masa keemasan puisi Lating:

V. Lating dalam Hukum, Filsafat, dan Agama

Fungsi Lating tidak terbatas pada sastra. Lating adalah bahasa yang dirancang untuk presisi dan struktur, menjadikannya ideal untuk kodifikasi hukum dan perumusan doktrin teologis.

A. Bahasa Hukum (Jus Latinum)

Hukum Romawi adalah fondasi bagi sistem hukum sipil di banyak negara Eropa. Istilah Lating dan prinsip-prinsipnya masih digunakan secara universal, bahkan dalam sistem Common Law yang kurang bergantung pada Roma.

Contoh frase hukum yang masih digunakan:

B. Lating dalam Filsafat dan Etika

Lating adalah bahasa dari tradisi filosofis Stoikisme Roma, yang diwujudkan oleh Seneca dan Marcus Aurelius. Konsep-konsep utama etika Lating seperti Virtus (kebajikan/keberanian), Pietas (tugas/kesalehan), dan Gravitas (keseriusan) adalah kunci dalam memahami pandangan dunia Romawi.

Selama Abad Pertengahan, Lating adalah wahana bagi Skolastisisme, di mana para filsuf seperti Thomas Aquinas menulis karya-karya monumental yang mencoba menyelaraskan iman Kristen dengan pemikiran Aristoteles.

C. Bahasa Gereja

Lating adalah bahasa resmi Gereja Katolik Roma. Kitab Suci utama, Vulgata (terjemahan Alkitab oleh St. Hieronimus pada abad ke-4), menjadi teks standar selama lebih dari seribu tahun. Misa Lating tradisional (Tridentine Mass) dan banyak doa penting (seperti Pater Noster dan Ave Maria) menjaga pelafalan dan struktur Lating Abad Pertengahan tetap hidup.

Arsitektur Romawi Garis besar Colosseum, melambangkan kekuatan dan keabadian peradaban Romawi. ROMA

Struktur Romawi, simbol ketahanan bahasa Lating.

VI. Fonologi dan Sistem Penulisan Lating

Sistem penulisan Lating adalah salah satu warisan yang paling terlihat. Alfabet Lating, atau alfabet Romawi, adalah sistem penulisan yang paling banyak digunakan di dunia saat ini, digunakan oleh Bahasa Indonesia, Inggris, dan ratusan bahasa lainnya. Alfabet ini berevolusi dari abjad Etruscan, yang pada gilirannya berasal dari abjad Yunani.

A. Alfabet Lating

Lating Klasik asli hanya memiliki 23 huruf (tidak ada J, U, atau W). Huruf I berfungsi sebagai vokal dan konsonan (Y dan Z hanya digunakan untuk kata serapan Yunani). Vokal memiliki perbedaan panjang (pendek vs. panjang), yang penting untuk metrik puisi dan arti kata. Contoh: mălum (apel) vs. mālum (kejahatan).

B. Pengucapan

Terdapat dua sistem pengucapan utama:

Perbedaan fonologis ini sangat penting karena membantu kita memahami bagaimana Lating berkembang menjadi bahasa-bahasa Roman. Misalnya, hilangnya panjang vokal dan perubahan suara konsonan tertentu adalah alasan utama Bahasa Prancis, Spanyol, dan Italia terdengar berbeda satu sama lain.

VII. Studi Lating di Era Modern

Meskipun sering diberi label 'mati', Lating bukanlah bahasa yang tidak berfungsi; Lating adalah bahasa yang telah berhenti berevolusi sebagai bahasa ibu, tetapi memiliki peran yang sangat aktif sebagai bahasa teknis, ilmiah, dan warisan. Mengapa studi Lating tetap vital?

A. Peningkatan Kemampuan Analitis

Mempelajari Lating memaksa pelajar untuk berpikir secara analitis dan logis. Karena Lating bersifat inflektif dan urutan kata fleksibel, pelajar harus menentukan fungsi setiap kata berdasarkan infleksi (akhiran) dan bukan posisi. Proses ini meningkatkan pemahaman tentang tata bahasa secara umum dan memperkuat keterampilan berpikir kritis.

B. Membuka Kunci Kosakata

Bagi penutur bahasa Inggris dan bagi akademisi di seluruh dunia, pemahaman tentang Lating adalah kunci untuk menguasai kosakata ilmiah dan abstrak. Mengetahui bahwa terra berarti bumi, atau audio berarti saya mendengar, secara instan menjelaskan ratusan kata turunan di berbagai disiplin ilmu.

C. Akses ke Sumber Utama

Hingga abad ke-18, Lating adalah bahasa ilmu pengetahuan Eropa. Karya-karya Newton, Copernicus, Descartes, dan Spinoza ditulis dalam Lating. Mempelajari Lating memungkinkan akses langsung ke dokumen-dokumen ini, menghindari bias interpretasi terjemahan.

VIII. Detail Mendalam Struktur Lating: Jembatan Menuju 5000 Kata

Untuk benar-benar menghargai kompleksitas dan kedalaman bahasa Lating, kita harus kembali dan memperluas pembahasan mengenai elemen-elemen tata bahasanya yang detail, yang menunjukkan mengapa Lating begitu efektif dan kaya akan nuansa. Struktur yang cermat ini adalah alasan mengapa Lating mampu menjadi fondasi peradaban hukum dan ilmiah.

A. Peran Partikel dan Preposisi

Meskipun Lating mengandalkan kasus untuk fungsi utama, preposisi (ad, in, sub, ex) masih sangat penting. Preposisi dalam Lating mengatur kasus. Preposisi tertentu (ad, contra, per) selalu membutuhkan Akusatif, sementara yang lain (a/ab, e/ex, de, cum) selalu membutuhkan Ablatif. Preposisi seperti in (di/ke) dapat mengambil Akusatif (jika menunjukkan gerakan ke) atau Ablatif (jika menunjukkan posisi di).

Detail ini menunjukkan bagaimana Lating Klasik menggunakan sisa-sisa tata bahasa lokasi kuno sambil juga memanfaatkan sistem kasus yang berkembang pesat. Kontras ini adalah salah satu titik di mana Vulgar Latin mulai memprioritaskan preposisi secara berlebihan, yang menyebabkan hilangnya kasus di Bahasa Roman.

B. Kata Sifat dan Persesuaian (Agreement)

Kata sifat dalam Lating harus sesuai (agree) dengan kata benda yang dimodifikasinya dalam tiga hal: Kasus, Jumlah (tunggal/jamak), dan Jenis Kelamin (maskulin/feminin/netral). Namun, kata sifat tidak selalu menggunakan deklensi yang sama dengan kata benda. Sebagian besar kata sifat mengikuti pola deklensi pertama/kedua (untuk maskulin/netral) dan deklensi pertama (untuk feminin). Kata sifat deklensi ketiga (omnis, omne - semua) lebih sulit.

Misalnya, "Wanita yang baik" adalah bona puella (keduanya Deklensi 1). Tetapi "Raja yang baik" adalah bonus rex. Kata sifat bonus (Deklensi 2) harus mengambil bentuk maskulin nominatif tunggal (-us) agar sesuai dengan kata benda rex (Deklensi 3), meskipun akhiran mereka berbeda. Konsep 'persesuaian' ini menuntut ketelitian tinggi.

C. Kata Kerja Non-Pribadi: Partisip, Gerundium, dan Supinum

Lating memiliki serangkaian bentuk kata kerja non-pribadi yang memungkinkan kompleksitas sintaksis yang efisien:

  1. Partisip (Participles): Berfungsi sebagai kata sifat yang berasal dari kata kerja, menunjukkan aksi simultan, sebelumnya, atau masa depan. Misalnya, amans (mencintai) atau amatus (telah dicintai).
  2. Gerundium (Gerunds): Bentuk kata benda yang berasal dari kata kerja, biasanya diakhiri dengan -ndum, berfungsi untuk menunjukkan aksi sebagai konsep. (Ars vivendi - Seni untuk hidup).
  3. Supinum (Supine): Bentuk kata benda dari kata kerja yang sangat jarang, digunakan terutama untuk menunjukkan tujuan (-um) atau untuk digunakan dengan kata sifat tertentu (-u).

Penggunaan partisip (terutama Ablative Absolute), memungkinkan penulis Lating (seperti Caesar) untuk memadatkan banyak informasi latar belakang ke dalam satu frasa, menciptakan kalimat yang padat dan informatif. Hal inilah yang membuat terjemahan Lating ke bahasa modern seringkali membutuhkan pembongkaran kalimat menjadi beberapa klausa terpisah.

D. Sintaksis Kompleks: Klausa Subjungtif

Keindahan dan tantangan Lating terletak pada penggunaan masif klausa subordinat yang diatur oleh Subjungtif. Klausa Subjungtif digunakan setelah kata kerja yang menunjukkan keinginan, keraguan, ketidakpastian, atau perintah tidak langsung.

Jenis Klausa Subjungtif utama meliputi:

Kepadatan sintaksis Lating ini adalah alasan mengapa teks-teks klasik terasa sangat formal dan struktural; setiap kata dan akhiran memiliki bobot yang tepat dan logis dalam keseluruhan arsitektur kalimat.

IX. Frasa Lating yang Tetap Hidup

Banyak frasa Lating telah melintasi batas waktu dan bahasa, menjadi bagian tak terpisahkan dari wacana publik global, melampaui bidang akademik dan hukum. Frasa ini seringkali menawarkan kearifan singkat dan mendalam:

Bahkan moto dan simbol nasional seringkali bersandar pada Lating untuk memberikan bobot dan otoritas. Hal ini menunjukkan bahwa Lating masih dianggap sebagai bahasa yang membawa beban historis, objektivitas, dan keabadian.

X. Sisa-Sisa Lating dalam Kehidupan Sehari-hari

Jejak Lating tidak hanya ditemukan dalam buku tebal hukum atau naskah abad pertengahan, tetapi juga menyusup ke aspek-aspek kehidupan modern yang tidak terduga. Pertimbangkan penggunaan angka Romawi (I, V, X, L, C, D, M) yang masih lazim untuk penamaan raja, urutan film, atau bab buku. Kalender Gregorian yang kita gunakan adalah modifikasi dari Kalender Romawi. Nama-nama bulan kita (Januari dari Janus, Maret dari Mars, Juli dari Julius Caesar, Agustus dari Augustus) adalah pengingat harian akan warisan Lating.

Dalam bidang matematika dan logika, simbol Lating sering digunakan sebagai variabel. Dalam astronomi, nama-nama bintang, konstelasi, dan bulan baru yang ditemukan seringkali diberi nama dalam Lating untuk menjaga konsistensi internasional.

Singkatnya, Lating adalah substratum peradaban Barat dan global yang modern. Kekuatan strukturalnya memungkinkan para filsuf dan ilmuwan untuk menciptakan bahasa yang presisi dan tidak ambigu, sebuah prasyarat penting untuk kemajuan sistematis pengetahuan. Fleksibilitasnya menghasilkan sastra yang sangat ekspresif, dan konsistensinya memastikan bahwa dokumen-dokumen penting dari hukum hingga agama tetap dapat dibaca dan dipahami lintas generasi.

XI. Lating dan Konsep Waktu Romawi

Pemahaman Romawi tentang waktu (tempus) adalah detail kecil yang menunjukkan keunikan bahasa tersebut. Romawi tidak hanya memiliki kalender yang mereka modifikasi, tetapi mereka juga memiliki cara yang sangat spesifik untuk menghitung jam dan hari.

Jam dihitung dari matahari terbit hingga terbenam. Artinya, "jam" Romawi tidak memiliki durasi yang sama setiap hari; jam musim panas jauh lebih panjang daripada jam musim dingin. Pembagian hari ini disebut hora. Tengah hari adalah meridies (asal kata 'PM' - Post Meridiem, setelah tengah hari).

Penamaan hari dalam sebulan sangat rumit dan didasarkan pada tiga titik acuan: Kalendae (hari pertama), Nonae (hari kelima atau ketujuh), dan Idūs (hari ketiga belas atau kelima belas). Romawi menghitung mundur dari titik-titik ini, bukan maju. Jadi, 12 Maret adalah 'sehari sebelum Idus Maret'. Struktur temporal yang inflektif dan mundur ini mencerminkan struktur tata bahasa mereka yang sangat terikat pada infleksi dan peran spesifik dalam rangkaian yang lebih besar.

XII. Intisari Filosofis: Dari Aksi Menjadi Eksistensi

Di akhir eksplorasi yang luas ini, kita menyadari bahwa Lating bukan hanya kumpulan aturan gramatikal, tetapi cerminan dari pola pikir peradaban yang menciptakan dan menggunakannya. Fokus pada kasus, infleksi, dan urutan kata yang fleksibel menunjukkan nilai Romawi pada aksi dan peran.

Dalam Lating, identitas sebuah kata ditentukan oleh fungsinya dalam konteks kalimat (kasus). Sama halnya, seorang warga negara Romawi dinilai berdasarkan fungsinya dalam res publica (urusan publik). Bahasa Lating memaksa kita untuk melihat dunia dari sudut pandang peran dan hubungan fungsional, daripada hanya dari posisi linier.

Oleh karena itu, ketika kita membaca karya Virgil atau Cicero, kita tidak hanya menerjemahkan; kita terlibat dalam struktur pemikiran yang mendalam dan abadi. Lating, bahasa kekaisaran dan kesalehan, benar-benar adalah penjaga ingatan peradaban, memungkinkan setiap generasi untuk kembali ke akar pengetahuan dan otoritas. Ad Astra Per Aspera (Menuju bintang melalui kesulitan) adalah janji yang dipegang teguh oleh studi bahasa Lating.