Labrum adalah cincin fibrokartilaginosa yang memainkan peran vital dalam biomekanika dua sendi yang paling bergerak dan paling rentan pada tubuh manusia: sendi bahu (glenohumeral) dan sendi panggul (asetabulofemoral). Memahami struktur, fungsi, dan klasifikasi cedera pada labrum sangat penting untuk pemulihan optimal dan pencegahan instabilitas sendi kronis.
Istilah labrum, yang secara harfiah berarti 'bibir' atau 'tepi', merujuk pada struktur khusus yang melekat pada tepi soket sendi. Tujuannya utama adalah meningkatkan kedalaman dan kongruensi sendi, mengubah sendi bola dan soket yang dangkal menjadi sendi yang lebih stabil dan tahan beban.
Secara histologis, labrum terdiri dari jaringan fibrokartilago yang padat, campuran antara jaringan ikat fibrosa dan tulang rawan hialin. Komposisi ini memberikannya kekuatan tarik yang tinggi (seperti tendon) sekaligus kemampuan menyerap kejutan (seperti tulang rawan). Labrum kaya akan kolagen tipe I, menunjukkan peran utamanya dalam menahan tegangan mekanis. Perlu dicatat bahwa suplai darah ke labrum umumnya terbatas, terutama di zona tengah, yang sering kali menjadi alasan mengapa penyembuhan robekan labrum dapat menjadi proses yang lambat dan menantang.
Sendi bahu memiliki mobilitas tertinggi dari semua sendi di tubuh, menjadikannya rentan terhadap dislokasi. Labrum glenoid adalah cincin yang melekat pada tepi rongga glenoid yang relatif dangkal. Tanpa labrum, rongga ini hanya dapat menampung sekitar sepertiga dari kepala humerus. Labrum ini secara efektif memperdalam soket sebesar 50% atau lebih, mengubah geometri sendi secara fundamental.
Gambar 1. Ilustrasi penampang sendi bahu, menyoroti posisi Labrum yang memperdalam rongga glenoid.
Sendi panggul (pinggul) memiliki fungsi utama menahan beban tubuh, sehingga memerlukan stabilitas yang jauh lebih besar daripada mobilitas. Labrum asetabular adalah cincin tebal yang melekat pada tepi asetabulum (soket panggul). Meskipun sendi panggul sudah lebih dalam daripada sendi bahu, labrum asetabular masih meningkatkan kedalaman kontak rata-rata hingga 21% dan meningkatkan volume sendi secara signifikan.
Cedera labrum dapat terjadi secara akut (trauma) atau secara degeneratif (keausan kronis). Karena perbedaan fungsi dan mobilitas antara bahu dan panggul, klasifikasi dan mekanisme cederanya juga berbeda secara signifikan.
Robekan yang disebabkan oleh trauma biasanya terkait dengan peristiwa dislokasi atau subluksasi sendi bahu. Dua jenis robekan traumatik yang paling umum adalah:
SLAP adalah singkatan dari Superior Labrum Anterior to Posterior. Robekan ini melibatkan labrum di bagian atas glenoid, seringkali melibatkan jangkar (attachment point) tendon bisep. Robekan SLAP umum terjadi pada atlet lempar (baseball, javelin) akibat stres rotasi yang berulang atau cedera kompresi aksial (misalnya, jatuh dengan tangan terentang).
Robekan SLAP diklasifikasikan menjadi empat tipe utama (menurut Snyder):
| Tipe SLAP | Deskripsi Kerusakan |
|---|---|
| Tipe I | Degenerasi dan keausan labrum superior tanpa robekan yang signifikan. Jangkar bisep masih utuh. |
| Tipe II | Pelepasan (detachment) labrum superior dan jangkar bisep dari glenoid. Ini adalah tipe yang paling umum dan menyebabkan instabilitas bisep. |
| Tipe III | Robekan ‘handle bucket’ (seperti pegangan ember) pada labrum superior, tetapi jangkar bisep masih menempel dengan kuat pada tulang glenoid. |
| Tipe IV | Robekan ‘handle bucket’ yang meluas ke tendon bisep, melibatkan robekan sebagian atau seluruh ketebalan tendon. |
Selain SLAP dan Bankart, terdapat robekan yang lebih kompleks yang melibatkan banyak struktur, seperti ALPSA Lesion (Anterior Labroligamentous Periosteal Sleeve Avulsion) di mana periosteum anterior tetap utuh tetapi robekan labrum tergeser ke bawah dan medial, dan GLAD Lesion (Glenolabral Articular Disruption) yang merupakan robekan labrum dengan cedera pada tulang rawan artikular glenoid.
Di panggul, cedera labrum sangat erat kaitannya dengan kelainan bentuk tulang yang mendasarinya, yang disebut Femoral Acetabular Impingement (FAI).
FAI adalah kondisi di mana terjadi kontak abnormal antara tulang paha (femur) dan soket panggul (asetabulum), yang menyebabkan labrum terjepit dan robek secara berulang.
Robekan labrum panggul paling sering terjadi di bagian anterior-superior, lokasi di mana gaya jepit (impingement) paling sering terjadi selama fleksi dan rotasi internal (misalnya, saat duduk atau berjongkok). Robekan ini seringkali memicu nyeri selangkangan yang dalam dan berulang.
Mekanisme trauma langsung (misalnya, kecelakaan mobil) atau putaran paksa dapat menyebabkan robekan labrum akut. Selain itu, panggul yang displastik (asetabulum terlalu dangkal) akan menempatkan stres mekanis yang berlebihan pada labrum, yang harus bekerja lebih keras untuk menjaga stabilitas, dan akhirnya menyebabkan robekan degeneratif.
Meskipun labrum bahu dan panggul berada di lokasi yang berbeda, gejala yang ditimbulkan oleh robekan memiliki beberapa kesamaan yang mencerminkan hilangnya fungsi penstabil dan penyegel sendi.
Dokter spesialis ortopedi akan melakukan serangkaian tes provokasi yang dirancang untuk menjepit atau meregangkan labrum yang robek. Untuk bahu, tes seperti O’Brien’s Test, Speed’s Test, dan Crank Test digunakan untuk mengidentifikasi robekan SLAP. Untuk panggul, tes FADIR (Fleksi, Adduksi, Rotasi Internal) dan FABER (Fleksi, Abduksi, Rotasi Eksternal) sangat penting untuk memprovokasi nyeri labrum asetabular.
1. Rontgen (X-ray): Meskipun rontgen tidak dapat melihat jaringan lunak seperti labrum, rontgen sangat penting untuk menyingkirkan masalah tulang (fraktur, FAI, displasia) yang mungkin mendasari robekan labrum.
2. MRI (Magnetic Resonance Imaging): MRI adalah standar emas untuk visualisasi jaringan lunak. Namun, karena labrum adalah struktur yang kecil dan kompleks, seringkali diperlukan MRA (Magnetic Resonance Arthrography). Dalam MRA, pewarna kontras disuntikkan langsung ke dalam sendi. Pewarna tersebut mengisi celah robekan, sehingga meningkatkan sensitivitas diagnosis robekan labrum secara dramatis.
3. CT Scan: Digunakan terutama ketika ada dugaan cedera tulang yang signifikan, seperti Bony Bankart atau untuk perencanaan bedah FAI yang membutuhkan detail arsitektur tulang.
Dalam beberapa kasus, terutama jika hasil pencitraan tidak meyakinkan, diagnosis definitif hanya dapat ditegakkan melalui Artroskopi Diagnostik. Prosedur bedah minimal invasif ini memungkinkan ahli bedah untuk melihat langsung kondisi labrum dan tulang rawan di dalam sendi secara real-time. Artroskopi, jika dilakukan, biasanya dikombinasikan dengan perbaikan robekan labrum (artroskopi terapeutik) dalam satu sesi.
Penting untuk dicatat: Ketersediaan dan kualitas Artro-MRI sangat menentukan keberhasilan diagnosis robekan labrum tanpa perlu intervensi bedah. Akurasi MRA dalam mendeteksi robekan labrum yang traumatis mencapai 90-95%.
Penanganan awal robekan labrum (terutama SLAP Tipe I atau robekan degeneratif panggul tanpa FAI yang parah) umumnya dimulai dengan pendekatan konservatif. Tujuannya adalah mengurangi nyeri, mengendalikan peradangan, dan memulihkan stabilitas dinamis sendi melalui penguatan otot.
Fisioterapi adalah komponen terpenting dari penanganan konservatif. Program rehabilitasi berfokus pada penguatan stabilisator dinamis sendi, yaitu otot-otot di sekitar sendi, untuk mengimbangi fungsi penstabil pasif yang hilang akibat labrum yang robek.
Terapi fisik akan menargetkan:
Terapi fisik ditujukan untuk:
Jika nyeri dan instabilitas menetap setelah 6-12 minggu terapi konservatif yang ketat, atau jika robekan bersifat traumatis dan besar (Bankart atau SLAP Tipe II/IV), intervensi bedah biasanya diindikasikan.
Sebagian besar perbaikan labrum modern dilakukan secara artroskopik, prosedur minimal invasif yang menggunakan kamera kecil dan instrumen khusus yang dimasukkan melalui sayatan kecil.
Tujuan dari perbaikan Bankart adalah mengembalikan labrum yang robek dan terlepas kembali ke tepi glenoid. Ini merupakan prosedur stabilisasi yang penting.
Penanganan SLAP tergantung pada tipenya:
Meta-Analisis Prosedur: Data klinis menunjukkan bahwa perbaikan Bankart memiliki tingkat keberhasilan tinggi (85-95% stabilisasi kembali). Sementara perbaikan SLAP Tipe II pada atlet lempar memiliki tingkat keberhasilan yang sedikit lebih rendah, seringkali memerlukan modifikasi aktivitas intensitas tinggi.
Perbaikan labrum panggul lebih kompleks karena sering kali harus mengatasi masalah tulang (FAI) yang mendasarinya.
Sebelum labrum dapat diperbaiki, ahli bedah harus menghilangkan sumber impaksi tulang. Prosedur ini disebut Osteoplasti.
Setelah bentuk tulang diperbaiki, perhatian beralih ke labrum yang robek:
Dalam sejarah, debridement adalah prosedur yang umum. Namun, konsensus ortopedi saat ini sangat mendukung perbaikan (repair) jika memungkinkan, baik di bahu maupun di panggul. Penelitian menunjukkan bahwa mengembalikan fungsi penyegelan labrum sangat penting untuk kesehatan jangka panjang sendi, membantu mencegah perkembangan osteoartritis di kemudian hari dengan mempertahankan tekanan intra-artikular yang sehat.
Keberhasilan perbaikan labrum sangat bergantung pada kepatuhan pasien terhadap protokol rehabilitasi yang terstruktur. Proses ini biasanya memakan waktu antara 4 hingga 9 bulan, tergantung pada jenis sendi, tingkat keparahan robekan, dan prosedur tambahan yang dilakukan (misalnya, osteoplasti FAI).
Tujuan: Melindungi perbaikan labrum, membiarkan penyembuhan jaringan awal terjadi.
Tujuan: Mengembalikan rentang gerak penuh (ROM) secara bertahap dan memulai penguatan awal.
Tujuan: Mengembangkan kekuatan fungsional, daya tahan, dan kembali ke aktivitas sehari-hari yang ringan.
Tujuan: Kembali ke olahraga spesifik atau pekerjaan berat.
Tujuan: Perlindungan maksimal jahitan labrum, penyembuhan jaringan lunak.
Tujuan: Menghentikan penggunaan kruk (jika sudah diizinkan) dan memulai aktivasi otot gluteal serta core.
Tujuan: Membangun kekuatan dinamis dan daya tahan untuk aktivitas sehari-hari.
Tujuan: Membangun daya tahan dan kekuatan maksimal untuk olahraga kompetitif.
Salah satu fungsi paling krusial dari labrum adalah melindungi tulang rawan artikular dari tekanan yang berlebihan. Ketika labrum robek, terutama jika robekan merusak fungsi penyegelan sendi, tekanan kontak pada tulang rawan artikular (baik di glenoid maupun asetabulum) akan meningkat secara signifikan. Peningkatan tekanan ini adalah faktor risiko utama untuk perkembangan dini osteoartritis (OA) sekunder.
Oleh karena itu, tujuan utama perbaikan labrum, terutama di panggul, bukan hanya menghilangkan rasa sakit, tetapi juga mengembalikan biomekanika sendi yang normal. Gagal memperbaiki FAI pada panggul yang mendasari robekan labrum hampir pasti akan menyebabkan kegagalan perbaikan labrum dan mempercepat kerusakan tulang rawan, yang pada akhirnya membutuhkan artroplasti (penggantian sendi).
Atlet lempar (baseball, renang, voli) sering mengalami tekanan kronis pada labrum superior yang dapat menyebabkan SLAP Tipe II atau cedera kompleks. Dalam populasi ini, tingkat keberhasilan pemulihan total untuk kembali ke tingkat kompetitif pra-cedera berkisar 60% hingga 80% setelah SLAP repair. Seringkali, penekanan harus ditempatkan pada penyesuaian mekanisme lemparan atau penggunaan prosedur Tenodesis Bisep untuk meminimalkan risiko robekan ulang.
Pada atlet panggul (penari, pemain hoki, pesepakbola), labrum asetabular berperan besar dalam gerakan rotasi dan fleksi ekstrem. Intervensi bedah FAI dan perbaikan labrum pada populasi ini menunjukkan hasil yang baik dalam mengurangi rasa sakit, namun membutuhkan rehabilitasi yang sangat terfokus dan lama untuk memastikan otot inti dan panggul sepenuhnya mampu menstabilkan sendi kembali ke tuntutan olahraga spesifik mereka.
Kegagalan bedah dapat terjadi karena berbagai alasan, termasuk:
Dalam kasus kegagalan, penilaian ulang melalui MRA biasanya dilakukan. Jika robekan ulang terjadi dan pasien mengalami gejala, mungkin diperlukan prosedur revisi. Prosedur revisi labrum di panggul sering kali melibatkan rekonstruksi labrum menggunakan cangkok, terutama jika jaringan labrum asli telah rusak parah akibat upaya perbaikan sebelumnya.
Bidang ortopedi terus mencari cara untuk meningkatkan penyembuhan labrum yang lambat. Beberapa arah penelitian saat ini meliputi:
Labrum adalah struktur anatomi yang kecil namun memiliki fungsi biomekanik yang masif. Baik labrum glenoid maupun asetabular bertanggung jawab atas stabilitas pasif, fungsi penyegelan sendi, dan pencegahan degenerasi tulang rawan. Cedera pada labrum, baik melalui trauma (Bankart) maupun keausan kronis yang berhubungan dengan kelainan bentuk tulang (FAI atau SLAP), dapat menimbulkan nyeri signifikan dan instabilitas yang mengancam fungsi sendi secara keseluruhan.
Penanganan cedera labrum, terutama robekan traumatis atau yang disebabkan oleh impingement, semakin mengarah pada perbaikan artroskopik (labral repair) daripada sekadar debridement. Keputusan bedah harus selalu didasarkan pada identifikasi penyebab yang mendasari (misalnya, koreksi FAI di panggul) dan jenis robekan spesifik. Karena labrum memiliki vaskularitas yang rendah, rehabilitasi yang teliti dan bertahap pasca-operasi adalah kunci absolut untuk penyembuhan yang berhasil, memulihkan kekuatan dan stabilitas dinamis sendi, serta melindungi sendi dari risiko osteoartritis di masa depan. Pemahaman mendalam mengenai labrum, dari anatomi mikroskopis hingga protokol rehabilitasi yang kompleks, terus menjadi pusat perhatian dalam bedah ortopedi modern.
| Fitur | Labrum Glenoid (Bahu) | Labrum Asetabular (Panggul) |
|---|---|---|
| Fungsi Utama | Meningkatkan kedalaman soket, Menambatkan Bisep, Efek Vakum (Stabilitas). | Menjaga Kedalaman Soket, Menjaga Cairan Sinovial, Hidrostatik (Penahanan Beban). |
| Cedera Khas | Bankart (anterior), SLAP (superior), Reverse Bankart (posterior). | Robekan Anterior-Superior (Terkait FAI), Robekan Akibat Displasia. |
| Mekanisme Cedera | Dislokasi, Trauma Kompresi Aksial, Lemparan Berulang. | Impingement FAI (Cam/Pincer), Rotasi Paksa, Degenerasi. |
| Gejala Khas | Instabilitas, Klik/Pop saat mengangkat tangan, Nyeri di atas kepala. | Nyeri Selangkangan Dalam, Locking saat duduk atau jongkok. |