Burung Kutilang, yang secara umum merujuk pada beberapa spesies dalam genus Pycnonotus, merupakan salah satu jenis burung pengicau yang paling dikenal dan tersebar luas di kawasan Asia, terutama di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Meskipun nama 'Kutilang' dalam konteks ilmiah kadang merujuk pada spesies yang berbeda (misalnya Kutilang Emas atau Kutilang Jambul), dalam percakapan sehari-hari di Indonesia, istilah ini hampir selalu merujuk pada Pycnonotus aurigaster atau Kutilang Sutra/Sooty-headed Bulbul. Keberadaannya sangat akrab dengan lingkungan manusia, menjadikannya simbol keberagaman hayati yang dekat dengan kehidupan kita sehari-hari.
Artikel ini akan mengupas tuntas segala aspek kehidupan Kutilang, mulai dari seluk-beluk taksonomi yang kompleks, ciri-ciri fisik yang membedakannya dari kerabat lain, ekologi dan perilaku sosialnya di alam liar, hingga perannya yang tak terpisahkan dalam budaya dan kesenangan masyarakat Indonesia. Pemahaman mendalam ini penting, tidak hanya untuk pencinta burung, tetapi juga bagi siapa saja yang ingin menghargai kekayaan alam tropis.
Kutilang termasuk dalam famili Pycnonotidae, sebuah kelompok burung pengicau yang dikenal sebagai bulbul. Famili ini mencakup sekitar 160 spesies yang tersebar luas di Afrika dan Asia. Genus Pycnonotus sendiri adalah genus paling besar dalam famili tersebut.
Secara ilmiah, Kutilang ditempatkan dalam urutan Passeriformes (burung pengicau), subordo Passeres (nyanyian). Penempatan taksonomi Kutilang (mengambil contoh Pycnonotus aurigaster) adalah sebagai berikut:
Studi genetik modern menunjukkan bahwa hubungan antarspesies dalam genus Pycnonotus cukup rumit. Banyak spesies yang dulunya dianggap sebagai subspesies kini telah ditingkatkan statusnya menjadi spesies penuh, menunjukkan evolusi yang cepat dan adaptasi ekologis yang beragam di seluruh kepulauan Asia Tenggara.
Pycnonotus aurigaster memiliki rentang geografis yang luas, dari Tiongkok Selatan, Indochina, hingga Semenanjung Melayu dan Jawa. Rentang yang luas ini menghasilkan sejumlah subspesies yang menunjukkan sedikit variasi pada warna bulu dan ukuran tubuh:
Perbedaan antara subspesies ini sering kali sangat halus, hanya dapat dibedakan oleh ahli ornitologi melalui pengukuran morfometri atau analisis DNA. Namun, bagi pengamat amatir, ciri khas utama Kutilang, yaitu penutup telinga hitam dan bulu ekor bawah (vent) berwarna kuning atau oranye, tetap menjadi penanda utama.
Kutilang adalah burung berukuran sedang, yang sering kali menjadi titik acuan bagi burung-burung pengicau lain di Asia Tenggara. Penampilan fisiknya tidak terlalu mencolok seperti burung hias, tetapi memiliki detail warna yang khas dan struktur tubuh yang efisien untuk hidup di lingkungan terbuka.
Rata-rata panjang tubuh Kutilang dewasa berkisar antara 18 hingga 20 sentimeter, dengan rentang sayap sekitar 28 hingga 32 sentimeter. Bobotnya relatif ringan, biasanya antara 25 hingga 35 gram. Postur tubuhnya tegak saat bertengger, dengan leher yang relatif pendek. Sayapnya agak membulat, cocok untuk penerbangan jarak pendek yang cepat di antara semak-semak dan pepohonan rendah. Ekornya cenderung panjang dan ramping dibandingkan dengan beberapa kerabat bulbul lainnya.
Warna bulu Kutilang Sutra didominasi oleh nuansa abu-abu dan coklat, namun terdapat beberapa area yang sangat diagnostik:
Kutilang termasuk burung yang tidak menunjukkan dimorfisme seksual yang mencolok. Jantan dan betina memiliki penampilan yang hampir identik dalam hal ukuran, warna, dan pola bulu. Pemilik burung atau peneliti seringkali harus mengandalkan analisis perilaku (seperti proses bersarang atau panggilan tertentu) atau, secara definitif, pengujian DNA untuk menentukan jenis kelaminnya. Meskipun demikian, beberapa pengamat veteran percaya bahwa jantan mungkin sedikit lebih besar dan memiliki suara yang lebih bervolume atau agresif.
Meskipun sering disamakan dengan burung gereja atau cucak-rowo karena ukurannya, Kutilang dapat segera diidentifikasi dari ciri khasnya: 'celana' berwarna kuning cerah di bagian vent. Ciri ini konsisten di antara berbagai subspesies P. aurigaster.
Keberhasilan Kutilang dalam mendominasi lanskap Asia Tenggara disebabkan oleh adaptabilitasnya yang luar biasa. Mereka adalah burung yang tidak pemilih terhadap lingkungan hidup, asalkan tersedia sumber makanan dan tempat berlindung yang memadai.
Kutilang diklasifikasikan sebagai spesies tepi hutan dan lingkungan terbuka. Mereka jarang ditemukan di kedalaman hutan primer yang lebat, melainkan lebih memilih habitat yang terganggu atau dimodifikasi oleh manusia. Lingkungan favorit Kutilang meliputi:
Di Indonesia, Kutilang Sutra (P. aurigaster) sangat umum di Jawa, Bali, dan Sumatera bagian Selatan. Namun, spesies Bulbul lainnya yang sering disebut Kutilang juga tersebar luas, seperti Kutilang Jambul (Pycnonotus jocosus) yang populer di Sumatera dan Kalimantan, dan Kutilang Emas (Pycnonotus melanoicterus) di beberapa bagian hutan sekunder yang lebih terpencil.
Kutilang umumnya merupakan spesies yang menetap (non-migratori). Pergerakan mereka biasanya hanya bersifat lokal, mengikuti ketersediaan sumber makanan, seperti musim buah tertentu. Kehadirannya di suatu wilayah menandakan ekosistem yang relatif sehat dan terintegrasi dengan aktivitas manusia.
Salah satu kunci sukses ekologis Kutilang adalah diet mereka yang oportunistik dan fleksibel. Mereka bukan spesialis, yang memungkinkan mereka memanfaatkan berbagai sumber daya, baik buah-buahan, nektar, maupun serangga. Mereka memiliki tingkat toleransi yang tinggi terhadap suara bising dan polusi cahaya yang sering ditemukan di lingkungan perkotaan, menjadikannya salah satu burung pengicau terakhir yang menghilang dari area yang sangat padat penduduk.
Mereka juga memainkan peran penting sebagai penyebar biji. Setelah mengonsumsi buah-buahan kecil, biji-biji yang melewati saluran pencernaan mereka akan dibuang ke tempat yang baru, membantu regenerasi vegetasi, terutama di area yang terdegradasi.
Kutilang terkenal karena suaranya yang keras, ceria, dan seringkali berulang-ulang, yang menjadikannya salah satu burung dengan 'panggilan' paling khas di lingkungan tropis. Meskipun suaranya indah bagi sebagian orang, ia juga dikenal karena sifat vokalnya yang dominan dan kadang mengganggu burung lain.
Suara Kutilang umumnya terdiri dari serangkaian nada yang tajam, cepat, dan melodis. Dalam bahasa Indonesia, panggilan ini sering diterjemahkan menjadi onomatope seperti 'cuit... cuit... tilang!'. Panggilan utama Kutilang, yang digunakan untuk teritori dan menarik pasangan, adalah serangkaian siulan yang cepat dan merdu, diikuti oleh nada yang lebih rendah.
Seperti banyak burung pengicau, Kutilang memiliki kemampuan untuk memodifikasi lagu mereka berdasarkan lingkungan dan interaksi sosial. Burung muda belajar lagu mereka dari ayah mereka dan dari burung dewasa di sekitarnya. Hal ini menyebabkan adanya 'dialek' suara yang berbeda antara populasi Kutilang di satu pulau dengan pulau lainnya.
Dalam konteks pemeliharaan burung kicau, suara Kutilang sering dianggap sebagai 'isian' atau master suara yang baik karena variasi dan kekerasannya. Meskipun tidak sehalus suara Murai Batu, energi vokal Kutilang menjadikannya favorit di kalangan pemelihara yang menyukai burung yang 'ramai'.
Kutilang adalah burung yang sangat aktif, jarang diam dalam waktu lama. Perilaku sosial dan strategi mencari makannya mencerminkan sifat adaptif dan oportunistik mereka.
Kutilang cenderung bersifat sosial. Meskipun mereka berpasangan selama musim kawin, di luar musim tersebut mereka sering berkumpul dalam kelompok kecil hingga sedang (5 hingga 15 individu). Mereka juga sering bergabung dengan kelompok burung pengicau campuran lainnya, terutama saat mencari makan di pohon buah-buahan yang melimpah.
Interaksi dalam kelompok melibatkan panggilan kontak yang konstan dan kadang-kadang sedikit agresif, terutama di sekitar sumber makanan yang terbatas. Mereka sangat teritorial saat bersarang, tetapi lebih toleran terhadap kehadiran sesama spesies di luar musim berbiak.
Aktivitas mencari makan Kutilang terjadi terutama pada pagi hari dan sore hari, menghindari panas terik di tengah hari. Mereka menggunakan teknik 'gleaning', yaitu mematuk serangga dari permukaan daun dan ranting. Mereka juga ahli dalam 'sallying', menangkap serangga yang terbang singkat dari tempat bertengger mereka, mirip dengan lalat.
Mereka bergerak dengan cepat dan lincah melalui kanopi, sering kali memeriksa bagian bawah daun untuk mencari invertebrata tersembunyi. Kecepatan gerakan ini membuat pengamatan mendetail di alam liar cukup menantang.
Diet Kutilang adalah omnivora sejati, yang bervariasi secara signifikan tergantung musim dan lokasi geografis. Pembagian dietnya dapat diuraikan sebagai berikut:
Buah merupakan komponen penting, terutama buah-buahan kecil, lunak, dan manis. Mereka sangat menyukai buah beringin (fig), yang merupakan sumber makanan yang andal sepanjang tahun di wilayah tropis. Selain itu, mereka juga mengonsumsi:
Serangga sangat penting, terutama selama musim bersarang ketika anakan membutuhkan protein tinggi. Jenis serangga yang dimakan meliputi:
Pada musim bunga, Kutilang akan mengunjungi bunga-bunga yang kaya nektar. Mereka membantu penyerbukan beberapa spesies tumbuhan. Perilaku ini menunjukkan bahwa mereka mencari sumber energi karbohidrat cepat yang diperlukan untuk aktivitas mereka yang tinggi.
Siklus hidup Kutilang relatif cepat, yang memungkinkan populasi mereka pulih dengan cepat, bahkan setelah tekanan lingkungan. Proses reproduksi mereka menunjukkan strategi umum yang digunakan oleh banyak burung pengicau tropis.
Di Indonesia, musim kawin Kutilang sering kali terkait dengan puncak musim hujan atau transisi ke musim kemarau, ketika ketersediaan makanan (terutama serangga dan buah) berada pada puncaknya. Kutilang bersifat monogami serial selama satu musim kawin. Jantan menarik betina melalui nyanyian teritorial yang keras dan pajangan kecil yang melibatkan membentangkan ekor dan sedikit mengangkat jambulnya.
Sarang Kutilang biasanya berbentuk cangkir yang tipis namun kuat, dibangun dengan bahan-bahan halus seperti akar, serat tumbuhan, rumput kering, dan diikat dengan sarang laba-laba. Sarang ini sering ditempatkan pada ketinggian rendah hingga sedang (1 hingga 5 meter) di percabangan semak belukar yang padat atau di antara dedaunan pohon yang rindang, memberikan perlindungan dari predator visual.
Proses membangun sarang dilakukan oleh kedua pasangan, meskipun betina sering menghabiskan lebih banyak waktu untuk menyempurnakan lapisan dalam.
Betina biasanya bertelur 2 hingga 4 butir per sarang. Telur Kutilang berwarna keputihan atau merah muda pucat dengan bintik-bintik coklat kemerahan yang tersebar. Masa inkubasi berlangsung sekitar 12 hingga 14 hari.
Setelah menetas, anakan Kutilang adalah altricial (telanjang dan tidak berdaya), sangat bergantung pada induknya. Kedua induk bertanggung jawab penuh dalam pemberian makan, terutama serangga berprotein tinggi. Anakan akan meninggalkan sarang (fledge) pada usia sekitar 12 hingga 16 hari. Meskipun sudah meninggalkan sarang, mereka akan tetap bergantung pada induknya untuk mendapatkan makanan selama beberapa minggu sebelum benar-benar mandiri.
Karena sarangnya yang terbuka dan sering diletakkan di tempat yang mudah dijangkau, Kutilang rentan terhadap predasi. Ular, kadal, dan burung pemangsa kecil seperti elang alap adalah predator utama telur dan anakan Kutilang di alam liar.
Kutilang telah lama menempati posisi unik dalam masyarakat Indonesia. Mereka adalah burung yang dikenal semua orang, hadir dalam lagu anak-anak, dan merupakan salah satu burung peliharaan yang paling umum, meskipun seringkali dianggap 'burung kelas dua' dibandingkan dengan spesies kicau premium lainnya.
Di Jawa dan Sunda, Kutilang sering muncul dalam cerita rakyat atau pantun yang menggambarkan kehidupan pedesaan yang sederhana. Lagu anak-anak populer, "Burung Kutilang," yang diciptakan oleh Ibu Sud, menggambarkan tingkah laku burung ini saat bertengger dan bernyanyi. Popularitas lagu ini mengabadikan citra Kutilang sebagai burung yang riang, lincah, dan dekat dengan kehidupan manusia.
Dalam filosofi Jawa kuno, burung yang hidup dekat dengan rumah dianggap sebagai simbol kedekatan dengan alam, dan Kutilang, dengan suaranya yang keras, sering diartikan sebagai penjaga yang waspada di sekitar pekarangan.
Kutilang, khususnya Kutilang Sutra dan Kutilang Jambul, adalah komoditas utama dalam pasar burung (pasar pramuka). Meskipun nilai jualnya tidak setinggi Murai Batu atau Cucak Hijau, volume penjualannya sangat tinggi karena mudah dipelihara dan harganya terjangkau.
Banyak Kutilang yang diperdagangkan ditangkap dari alam liar, meskipun penangkaran juga mulai dilakukan. Permintaan terhadap Kutilang yang 'gacor' (rajin bernyanyi) selalu tinggi. Meskipun spesies ini tidak terancam punah secara global, penangkapan liar yang masif di lokasi tertentu dapat memengaruhi populasi lokal.
Untuk memahami Kutilang sepenuhnya, penting untuk membedakannya dari kerabat dekatnya yang juga populer di Indonesia. Meskipun semua adalah Bulbul, mereka memiliki ciri morfologi, suara, dan preferensi habitat yang berbeda.
Kutilang Jambul adalah favorit para penghobi di Sumatera dan Kalimantan. Ciri khasnya adalah jambul hitam yang panjang dan melengkung ke depan, serta bercak merah terang di bawah mata (seperti kumis merah) dan vent yang berwarna merah tua.
Sering disebut Cucak Kuning di beberapa daerah. Burung ini jauh lebih berwarna. Kepala berwarna hitam pekat, kontras tajam dengan tubuh yang didominasi oleh warna kuning cerah. Ciri vent kuning cerah juga ada, namun seluruh tubuhnya memberikan kesan emas.
Sesuai namanya, burung ini ditemukan di dataran tinggi atau kawasan pegunungan. Warna tubuhnya lebih gelap, cenderung coklat zaitun, dengan bercak kuning atau jingga yang tidak terlalu mencolok di bagian vent dan di pipi.
Memahami perbedaan antarspesies ini penting, terutama dalam konteks konservasi dan penentuan status populasi, karena Kutilang Sutra (P. aurigaster) yang sangat umum mungkin menyamarkan masalah populasi pada spesies Bulbul lain yang lebih spesialis.
Kutilang adalah burung yang relatif mudah dipelihara, tetapi untuk mencapai potensi kicauan maksimal dan menjaga kesehatan optimal, diperlukan perawatan yang konsisten dan detail.
Kutilang adalah burung yang aktif dan membutuhkan ruang untuk terbang dan bergerak. Kandang ideal seharusnya berukuran minimal 40x40x60 cm. Kandang harus bersih, mudah dicuci, dan terbuat dari bahan yang kokoh (misalnya, bambu atau kawat yang dilapisi).
Keseimbangan nutrisi sangat krusial bagi Kutilang. Karena sifatnya yang omnivora, dietnya harus mencakup campuran karbohidrat, protein, dan vitamin.
Gunakan voer (pelet pakan) berkualitas tinggi yang mengandung protein antara 16% hingga 20%. Voer berfungsi sebagai dasar nutrisi yang stabil. Ganti voer setiap hari untuk memastikan kesegaran.
EF adalah kunci untuk merangsang Kutilang agar rajin berkicau (gacor).
Pastikan air minum bersih dan diganti minimal dua kali sehari. Jika memungkinkan, sesekali berikan sedikit air gula atau larutan madu encer untuk memberikan dorongan energi, terutama pada hari yang dingin atau setelah sesi penjemuran.
Meskipun Kutilang relatif kuat, mereka rentan terhadap beberapa masalah kesehatan yang umum terjadi pada burung peliharaan, sebagian besar disebabkan oleh kebersihan yang buruk atau diet yang tidak seimbang.
Kutilang rentan terhadap diare, terutama jika terlalu banyak mengonsumsi buah-buahan yang mengandung banyak air atau jika memakan makanan yang basi. Gejalanya termasuk kotoran cair dan lesu.
Penanganan: Hentikan pemberian buah untuk sementara, fokuskan diet pada voer kering dan serangga, serta berikan air minum yang dicampur sedikit larutan elektrolit atau air rebusan daun jambu biji.
Sering disebabkan oleh paparan dingin yang berlebihan, angin, atau kebersihan kandang yang kurang baik. Gejala meliputi sesak napas, suara serak, dan lendir di sekitar hidung.
Penanganan: Pindahkan burung ke tempat yang hangat dan terlindung. Berikan multivitamin dan antibiotik khusus burung yang direkomendasikan oleh dokter hewan.
Parasit eksternal sangat umum, terutama jika Kutilang sering berinteraksi dengan burung liar atau kandangnya jarang dibersihkan. Kutu menyebabkan Kutilang sering menggaruk, kehilangan bulu, dan menjadi gelisah.
Penanganan: Gunakan obat anti-kutu (spray atau bubuk) yang aman untuk burung. Bersihkan kandang secara menyeluruh, termasuk sela-sela kayu tenggeran. Penjemuran rutin juga membantu membunuh kutu.
Ini sering menunjukkan kekurangan nutrisi, terutama protein dan mineral. Jika terjadi di luar musim mabung (molting), perlu dicurigai adanya defisiensi vitamin.
Penanganan: Tingkatkan porsi pakan tambahan (EF) dan pastikan burung mendapatkan multivitamin khusus burung yang mengandung biotin dan zinc.
Bagi penghobi, tujuan utama memelihara Kutilang adalah agar burung tersebut rajin berkicau (gacor). Ada beberapa teknik latihan dan perawatan yang dapat meningkatkan intensitas dan variasi kicauan.
Kutilang memiliki kemampuan meniru suara. Untuk meningkatkan kualitas kicauannya, pemasteran sangat dianjurkan. Pemasteran dilakukan dengan memutar rekaman suara burung lain (atau suara Kutilang berkualitas tinggi) saat burung dalam kondisi santai, seperti saat sedang dikerodong atau setelah sesi mandi.
Intensitas kicauan Kutilang sangat dipengaruhi oleh tingkat birahi (hormon). Jika birahi terlalu rendah, burung akan malas bunyi. Jika terlalu tinggi, burung akan menjadi agresif dan sering mematuk.
Kunci keberhasilan adalah menemukan 'settingan' yang pas, di mana birahi Kutilang berada pada level optimum sehingga ia bersemangat mempertahankan wilayahnya melalui kicauan yang keras dan rajin.
Secara umum, Kutilang Sutra (P. aurigaster) diklasifikasikan sebagai spesies ‘Least Concern’ (LC) oleh IUCN, yang berarti mereka tidak menghadapi ancaman kepunahan segera. Namun, hal ini tidak berarti mereka bebas dari tantangan ekologis.
Mengingat peran penting Kutilang sebagai penyebar biji dan pengendali hama serangga, menjaga populasi mereka sangat vital bagi kesehatan ekosistem sekunder dan perkotaan. Kehadiran mereka menunjukkan bahwa lingkungan masih mampu mendukung kehidupan satwa liar yang beragam.
Upaya konservasi untuk Kutilang lebih berfokus pada regulasi perdagangan, edukasi publik tentang pentingnya penangkaran daripada penangkapan liar, serta mempromosikan penanaman pohon buah-buahan lokal di lingkungan perkotaan yang dapat menjadi sumber makanan alami mereka.
Kutilang, dalam semua variasi spesies Bulbul-nya, adalah salah satu ikon avifauna Asia Tenggara. Keberadaannya di tengah hiruk pikuk kota, nyanyiannya yang riang di pagi hari, dan sifatnya yang adaptif mencerminkan ketahanan alam tropis.
Dari detail kecil pada vent kuningnya hingga peran vitalnya sebagai penyebar biji dan objek kesenangan manusia, Kutilang menawarkan pelajaran berharga tentang koeksistensi antara satwa liar dan peradaban. Menghargai dan merawat Kutilang berarti juga menghargai lingkungan alam yang menjadi rumah bagi kita semua, memastikan bahwa nyanyian khasnya akan terus terdengar di pekarangan dan taman kota selama generasi yang akan datang.
Untuk mendukung kebutuhan energi Kutilang yang tinggi, asupan mineral dan vitamin harus diperhatikan secara spesifik, terutama bagi burung yang dipelihara. Kekurangan nutrisi mikro dapat menyebabkan berbagai masalah, mulai dari kerontokan bulu yang tidak normal (runtutan mabung yang buruk) hingga kegagalan reproduksi.
Kalsium sangat penting untuk kesehatan tulang, kualitas telur pada betina, dan fungsi saraf yang optimal. Karena Kutilang adalah pemakan buah yang rentan terhadap diet rendah kalsium, suplementasi terkadang diperlukan. Rasio ideal Kalsium terhadap Fosfor (Ca:P) adalah sekitar 2:1. Kurangnya Ca dapat menyebabkan kelemahan tulang (osteodistrofi) pada burung muda.
Vitamin D3, yang disintesis melalui paparan sinar matahari (penjemuran), sangat vital karena berperan dalam penyerapan kalsium. Jika Kutilang jarang dijemur, risiko defisiensi D3 meningkat. Vitamin A, yang ditemukan pada buah berwarna oranye (pepaya), penting untuk kesehatan mata dan membran mukosa.
Penting: Kelebihan vitamin larut lemak, terutama A dan D, dapat menjadi toksik. Keseimbangan diet melalui buah segar dan penjemuran alami adalah cara terbaik untuk menghindari masalah ini.
Vitamin B (terutama B1, B6, B12) sangat penting untuk metabolisme energi dan fungsi sistem saraf. Burung yang menunjukkan gejala kelumpuhan kaki atau tremor mungkin mengalami kekurangan Vitamin B.
Penanganan: Pakan berbasis biji-bijian atau voer yang diformulasikan dengan baik biasanya mencakup vitamin B yang cukup. Pemberian serangga yang sehat juga berkontribusi pada asupan B kompleks.
Penangkaran Kutilang, meskipun bukan bisnis utama seperti penangkaran Murai Batu, semakin populer sebagai upaya mengurangi tekanan penangkapan liar. Proses ini membutuhkan lingkungan yang stabil dan pemahaman tentang siklus reproduksi burung.
Kandang penangkaran harus jauh lebih besar daripada kandang harian, idealnya berukuran 2x1x2 meter, menyerupai aviary kecil. Kandang harus meniru lingkungan alam dengan menyediakan:
Kunci keberhasilan penangkaran adalah memastikan pasangan tersebut cocok. Karena jantan dan betina tidak dapat dibedakan secara visual, penentuan jenis kelamin melalui DNA atau pengamatan perilaku adalah wajib.
Proses Penjodohan: Satukan jantan dan betina dalam kandang terpisah yang berdekatan selama beberapa minggu (proses perkenalan). Amati tanda-tanda ketertarikan (saling memanggil, sering mendekati batas kandang). Jika tanda-tanda positif, satukan mereka di kandang penangkaran. Pantau perilaku agresif; jika jantan terlalu agresif, pisahkan segera.
Selama inkubasi, gangguan harus diminimalkan. Suplementasi makanan harus ditingkatkan, terutama kalsium untuk betina. Setelah anakan menetas, asupan protein (EF: jangkrik, ulat) harus digandakan. Induk akan memberi makan anakan dengan serangga. Peternak harus memastikan pasokan serangga yang konstan selama 14 hari pertama.
Penyapihan (Weaning): Setelah anakan mandiri (sekitar 4-6 minggu setelah menetas), mereka dapat dipisahkan dari induknya untuk memberi kesempatan induk beristirahat atau memulai siklus bersarang berikutnya.
Kutilang sebagai spesies yang melimpah memberikan wawasan yang menarik mengenai bagaimana burung beradaptasi dalam lingkungan yang didominasi manusia, terutama dalam hal kompetisi dan simbiosis.
Di daerah perkotaan, Kutilang bersaing ketat dengan burung-burung lokal lain yang juga bersifat umum, seperti Pipit (Lonchura spp.) dan Burung Gereja (Passer montanus). Kompetisi ini terutama terjadi pada sumber daya terbatas:
Kutilang sering berpartisipasi dalam kawanan campuran (mixed-species flocking). Ketika mencari makan, beberapa spesies burung pengicau bergabung untuk mendapatkan keuntungan dalam hal menemukan makanan dan mendeteksi predator.
Kutilang, dengan suara alarmnya yang keras, sering bertindak sebagai penjaga atau sistem peringatan bagi burung lain dalam kawanan. Ketika Kutilang melihat predator (misalnya, elang hitam), panggilan alarm mereka segera menyebar, menyelamatkan banyak burung kecil lainnya.
Karena Kutilang sangat sensitif terhadap perubahan pola ketersediaan buah dan serangga, perubahan iklim yang memengaruhi musim hujan dan kemarau dapat memengaruhi siklus reproduksi mereka. Peningkatan kekeringan dapat mengurangi sumber buah musiman, memaksa Kutilang mencari makan di lingkungan yang lebih berisiko.
Dalam ornitologi modern, analisis suara (bioakustik) menjadi alat penting untuk membedakan subspesies yang terlihat mirip. Suara Kutilang Sutra menunjukkan kerumitan yang lebih besar dari yang diperkirakan.
Panggilan Kutilang biasanya memiliki frekuensi tinggi dan durasi pendek. Analisis spektogram menunjukkan pola 'whistle' (siulan) yang jelas dan tajam, diikuti oleh rangkaian 'chirp' yang kompleks. Puncak frekuensi tertinggi sering mencapai 5-7 kHz.
Variasi Dialek: Perbedaan pada lagu antar populasi dapat diidentifikasi dari panjang rata-rata frasa lagu, jumlah elemen siulan dalam satu panggilan, dan rata-rata frekuensi minimum. Studi menunjukkan bahwa Kutilang yang hidup di lingkungan perkotaan yang bising cenderung berkicau pada frekuensi yang sedikit lebih tinggi untuk mengatasi kebisingan frekuensi rendah dari lalu lintas.
Selain panggilan teritorial dan alarm, Kutilang juga memiliki panggilan 'begging' (memohon) yang digunakan anakan, dan panggilan 'cooing' yang sangat lembut yang digunakan antar pasangan selama perawatan sarang. Panggilan lembut ini hanya terdengar dari jarak dekat dan berfungsi untuk menjaga lokasi sarang tetap tersembunyi dari predator yang mengandalkan suara.
Dua periode kritis dalam kehidupan Kutilang yang dipelihara adalah masa mabung (molting) dan saat sakit. Diet harus disesuaikan secara drastis pada masa ini.
Mabung adalah proses yang sangat menguras energi. Kutilang membutuhkan protein dan lemak ekstra untuk membangun bulu baru yang sehat. Pada masa ini, aktivitas kicauan akan menurun drastis.
Ketika Kutilang sakit (misalnya, diare atau infeksi), fokusnya adalah menjaga hidrasi dan menyediakan nutrisi yang mudah dicerna.
Sebagai salah satu burung yang paling banyak diperdagangkan, penting bagi para penghobi Kutilang untuk memahami tanggung jawab etis mereka.
Dukung Penangkaran: Selalu prioritaskan pembelian Kutilang hasil penangkaran (captive bred). Burung penangkaran biasanya lebih sehat, lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan kandang, dan yang terpenting, tidak mengurangi populasi di alam liar.
Kesehatan Lingkungan: Terapkan praktik ramah lingkungan di pekarangan Anda. Tanam pohon yang menghasilkan buah-buahan asli (seperti beringin, jambu, atau sirsak). Ini tidak hanya menyediakan sumber makanan alami, tetapi juga menawarkan tempat bertengger dan bersarang bagi Kutilang liar dan burung-burung lain, menciptakan mikrokosistem sehat di sekitar rumah.