Kupon obligasi adalah jantung dari investasi pendapatan tetap (fixed income). Ia merupakan janji pengembalian berkala yang diberikan oleh penerbit obligasi kepada pemegang obligasi. Memahami secara holistik bagaimana kupon bekerja, bagaimana ia dihitung, dan bagaimana ia berinteraksi dengan dinamika pasar adalah kunci utama untuk menyusun strategi investasi yang tangguh dan menghasilkan imbal hasil optimal.
Visualisasi Kupon: Persentase yang dibayarkan secara berkala.
Kupon obligasi, seringkali disebut sebagai tingkat bunga obligasi, adalah jumlah persentase tetap dari nilai nominal (par value) obligasi yang dijanjikan untuk dibayarkan kepada pemegang obligasi dalam periode tertentu. Konsep ini berasal dari praktik lama di mana obligasi fisik dilengkapi dengan kupon kertas yang harus dipotong dan diserahkan untuk klaim pembayaran bunga.
Secara fundamental, kupon merupakan kompensasi atas dana yang telah dipinjamkan oleh investor kepada penerbit, baik itu pemerintah (obligasi negara) maupun korporasi (obligasi korporasi). Ini adalah elemen yang membedakan obligasi dari ekuitas (saham), di mana pendapatan yang diperoleh cenderung lebih pasti dan terstruktur.
Tingkat kupon selalu dinyatakan sebagai persentase tahunan, namun basis perhitungan nominalnya adalah nilai nominal obligasi. Misalnya, obligasi dengan nilai nominal Rp10.000.000 dan tingkat kupon 8% akan membayar Rp800.000 per tahun. Mekanisme ini memastikan bahwa jumlah moneter yang diterima oleh investor bersifat stabil sepanjang usia obligasi, kecuali untuk jenis obligasi kupon mengambang.
Frekuensi pembayaran kupon sangat bervariasi tergantung yurisdiksi dan jenis obligasi. Di banyak pasar, pembayaran kupon dilakukan secara semesteran (dua kali setahun). Jika pembayaran dilakukan semesteran, jumlah kupon tahunan (Rp800.000) dibagi dua, menghasilkan Rp400.000 per pembayaran. Frekuensi ini sangat penting karena mempengaruhi nilai waktu uang bagi investor.
Kupon obligasi tidak hanya berfungsi sebagai aliran pendapatan; ia juga memainkan peran krusial dalam menentukan bagaimana obligasi dihargai di pasar sekunder dan bagaimana risiko suku bunga dikelola.
Bagi investor yang mengandalkan pendapatan tetap, seperti dana pensiun atau manajer kekayaan, kupon menyediakan aliran kas yang terprediksi. Stabilitas ini merupakan keunggulan utama obligasi dibandingkan instrumen investasi lain yang hasilnya tidak teratur.
Ketika obligasi baru diterbitkan, tingkat kuponnya harus kompetitif dengan tingkat suku bunga pasar yang berlaku (yield curve). Jika tingkat kupon terlalu rendah, obligasi akan kesulitan dijual dan mungkin harus dijual di bawah harga nominal (diskonto). Sebaliknya, kupon yang tinggi akan menarik minat investor secara masif.
Pengembalian total (total return) dari obligasi terdiri dari dua komponen: perubahan harga kapital (capital gain/loss) dan pendapatan kupon (coupon income). Dalam jangka panjang, terutama untuk obligasi berjangka panjang, pendapatan kupon seringkali menjadi kontributor terbesar bagi total return, terutama jika kupon tersebut diinvestasikan kembali (reinvestment).
Keberadaan kupon yang terstruktur memberikan kepastian bagi investor terhadap risiko kredit penerbit, karena kegagalan pembayaran kupon merupakan sinyal awal dari potensi gagal bayar (default). Oleh karena itu, tingkat kupon yang ditawarkan juga mencerminkan persepsi risiko penerbit saat penerbitan obligasi pertama kali.
Ketika sebuah perusahaan atau pemerintah memutuskan untuk menerbitkan obligasi, tingkat kupon harus ditetapkan secara hati-hati. Proses penetapan ini melibatkan analisis menyeluruh terhadap kondisi makroekonomi dan mikroekonomi.
Tingkat kupon hampir selalu dikaitkan dengan suku bunga acuan yang ditetapkan oleh bank sentral. Jika suku bunga acuan tinggi, penerbit harus menawarkan kupon yang lebih tinggi agar obligasinya menarik. Suku bunga acuan berfungsi sebagai biaya kesempatan (opportunity cost) bagi investor.
Obligasi dengan peringkat kredit yang lebih rendah (misalnya, peringkat non-investasi atau junk bonds) harus menawarkan kupon yang jauh lebih tinggi—dikenal sebagai premi risiko—untuk mengkompensasi investor atas risiko gagal bayar yang lebih besar. Obligasi yang dianggap sangat aman, seperti obligasi pemerintah dengan peringkat AAA, dapat menawarkan kupon yang lebih rendah.
Penetapan kupon adalah negosiasi antara kebutuhan pendanaan penerbit dan tuntutan pengembalian dari pasar. Jika pasar menuntut 6% untuk obligasi 10 tahun sejenis, maka penerbit harus menetapkan kupon pada atau di atas 6%. Jika ditetapkan 5%, obligasi tersebut pasti akan diperdagangkan di bawah par (diskonto) segera setelah diterbitkan, menyebabkan kerugian modal bagi penerbit pada saat penetapan harga awal di pasar primer.
Tidak semua kupon memiliki karakteristik yang sama. Klasifikasi kupon menentukan bagaimana aliran kas investor akan beradaptasi terhadap perubahan kondisi pasar dan ekonomi secara keseluruhan.
Ini adalah jenis obligasi yang paling umum. Tingkat kupon ditentukan pada saat penerbitan dan tetap sama sepanjang umur obligasi, tanpa memandang fluktuasi suku bunga pasar. Stabilitas ini menarik bagi investor yang mencari kepastian pendapatan.
FRNs memiliki tingkat kupon yang disesuaikan secara periodik (misalnya, setiap tiga atau enam bulan) berdasarkan indeks suku bunga acuan yang telah disepakati, ditambah dengan margin tetap (spread). Indeks acuan yang umum digunakan adalah LIBOR (atau penggantinya, SOFR) atau suku bunga antarbank domestik.
Formula umum untuk kupon mengambang adalah: Tingkat Kupon = Suku Bunga Acuan + Margin (Basis Poin). Margin ini mencerminkan premi risiko penerbit. Jika suku bunga acuan naik, pembayaran kupon yang diterima investor juga naik, dan sebaliknya. Ini memberikan perlindungan parsial terhadap risiko suku bunga pasar.
ZCBs tidak membayar kupon secara periodik. Sebaliknya, obligasi ini dijual dengan harga diskonto yang dalam (jauh di bawah nilai nominal) dan jatuh tempo pada harga nominal (par value). Keuntungan bagi investor adalah selisih antara harga beli diskonto dan nilai nominal yang diterima saat jatuh tempo.
Meskipun tidak ada aliran kas berkala, investor ZCB masih wajib membayar pajak atas bunga yang diimputasi (implied interest) setiap tahun, meskipun bunga tersebut belum diterima. Ini dikenal sebagai akrual pajak (tax accrual) dan menjadi pertimbangan penting, terutama bagi investor ritel.
Beberapa obligasi dirancang untuk memiliki tingkat kupon yang berubah secara terencana seiring berjalannya waktu. Kupon berjenjang naik (step-up) menawarkan kupon yang lebih rendah di tahun-tahun awal dan meningkat pada tahun-tahun berikutnya. Ini sering digunakan oleh perusahaan yang memperkirakan peningkatan kemampuan arus kas di masa depan.
Seringkali, obligasi step-up dilengkapi dengan fitur callable (dapat ditarik). Ketika tingkat kupon meningkat tajam, penerbit memiliki insentif untuk menarik obligasi tersebut (call) dan menerbitkan obligasi baru dengan biaya pinjaman yang lebih rendah.
Pemilihan jenis kupon sangat bergantung pada horizon investasi dan ekspektasi investor terhadap arah suku bunga di masa depan.
Kupon Tetap memiliki sensitivitas harga tertinggi terhadap perubahan suku bunga. ZCB bahkan lebih sensitif karena tidak ada pembayaran kupon berkala yang dapat diinvestasikan kembali, membuat durasinya (ukuran sensitivitas harga) paling panjang.
Sebaliknya, Kupon Mengambang (FRNs) memiliki durasi yang sangat pendek karena kuponnya secara otomatis disesuaikan dengan pasar. Hal ini membuat harga FRNs cenderung lebih stabil, biasanya selalu diperdagangkan mendekati par value, terlepas dari pergerakan suku bunga secara luas.
Risiko reinvestasi adalah risiko bahwa kupon yang diterima tidak dapat diinvestasikan kembali pada tingkat bunga yang sama atau lebih tinggi. Kupon Tetap menghadapi risiko reinvestasi tinggi. Jika suku bunga turun, kupon yang diterima diinvestasikan kembali pada yield yang lebih rendah, mengurangi total return yang diantisipasi. ZCB bebas dari risiko reinvestasi karena tidak ada kupon yang diterima.
Mekanisme pembayaran kupon melibatkan tanggal penting dan perhitungan akrual bunga, yang sangat krusial saat obligasi diperdagangkan di pasar sekunder di antara dua tanggal pembayaran kupon.
Perhitungan pembayaran kupon moneter tahunan adalah sederhana, namun perhitungan akrual untuk perdagangan pasar sekunder membutuhkan ketelitian.
Pembayaran Kupon = Tingkat Kupon Tahunan (%) × Nilai Nominal (Par Value).
Jika obligasi dibayarkan semesteran, maka: Pembayaran Kupon Semesteran = (Tingkat Kupon / 2) × Nilai Nominal.
Ketika obligasi dijual antara dua tanggal kupon, pembeli harus membayar kepada penjual sejumlah bunga yang telah terakumulasi sejak pembayaran kupon terakhir. Ini disebut bunga berjalan atau accrued interest.
Bunga berjalan memastikan bahwa penjual obligasi menerima bagian mereka atas pendapatan kupon yang telah mereka miliki (hold) sebelum menjual obligasi, dan pembeli kemudian menerima pembayaran kupon penuh pada tanggal kupon berikutnya. Ini menghindari ketidakadilan dalam alokasi pendapatan.
Konvensi perhitungan bervariasi antar pasar (misalnya, Actual/Actual, 30/360, Actual/360). Konvensi ini menentukan berapa banyak hari yang digunakan dalam penghitungan bunga berjalan. Sebagai contoh, konvensi 30/360 mengasumsikan setiap bulan memiliki 30 hari dan setahun memiliki 360 hari, menyederhanakan perhitungan tetapi kadang-kadang tidak mencerminkan jumlah hari kalender yang sebenarnya.
Contoh Akrual: Obligasi berkupon 6%, nominal Rp10.000.000, dibayar semesteran (Rp300.000 per kupon). Pembayaran kupon terakhir adalah 1 Januari. Jika dijual pada 30 Maret (asumsi 90 hari telah berlalu dari 180 hari periode kupon), maka bunga berjalan yang harus dibayar pembeli kepada penjual adalah: (90/180) * Rp300.000 = Rp150.000.
Aliran dana antara penerbit dan investor melalui pembayaran kupon.
Meskipun ZCB tidak membayar kupon tunai, bunga tetap dihitung dan diakrual secara internal setiap tahun. Ini penting untuk tujuan akuntansi dan pajak, terutama di banyak yurisdiksi yang menerapkan aturan Original Issue Discount (OID).
Nilai tercatat (carrying value) ZCB meningkat setiap tahun berdasarkan yield hingga jatuh tempo (Yield to Maturity/YTM) awal obligasi. Peningkatan ini dianggap sebagai pendapatan bunga akrual yang harus dilaporkan. Metode ini memastikan bahwa nilai buku obligasi secara bertahap naik dari harga diskonto ke nilai nominal pada saat jatuh tempo.
Misalnya, ZCB nominal Rp10.000.000 dengan YTM 5% dijual seharga Rp7.835.000 dengan jatuh tempo 5 tahun. Pada tahun pertama, bunga yang diakrual adalah 5% dari Rp7.835.000. Ini bukan kupon tunai, tetapi peningkatan nilai investasi yang diakui secara akuntansi. Peningkatan ini akan mengurangi basis diskonto secara progresif.
Tingkat kupon adalah variabel penting yang menentukan bagaimana harga obligasi akan bergerak seiring fluktuasi suku bunga pasar. Hubungan ini bersifat invers: ketika suku bunga pasar naik, harga obligasi yang ada (terutama kupon tetap) akan turun, dan sebaliknya.
YTM adalah total pengembalian yang diantisipasi investor jika obligasi dipegang hingga jatuh tempo, dengan asumsi semua pembayaran kupon diinvestasikan kembali pada tingkat YTM yang sama. YTM adalah tingkat diskonto yang menyamakan harga pasar obligasi dengan nilai sekarang dari semua aliran kas masa depan (kupon + pokok).
Durasi adalah ukuran sensitivitas harga obligasi terhadap perubahan suku bunga. Kupon memainkan peran besar dalam menentukan durasi obligasi.
Semakin tinggi tingkat kupon suatu obligasi, semakin pendek durasinya. Ini karena investor menerima pembayaran kas dalam jumlah besar lebih cepat, mengurangi sensitivitas terhadap risiko suku bunga jangka panjang. Obligasi berkupon tinggi memiliki durasi yang lebih pendek daripada obligasi berkupon rendah dengan jatuh tempo yang sama.
Sebaliknya, obligasi dengan kupon sangat rendah atau ZCB memiliki durasi yang hampir sama dengan jatuh temponya. Ini menjadikannya sangat sensitif terhadap perubahan suku bunga, cocok untuk investor yang percaya suku bunga akan turun secara signifikan.
Current Yield (Yield Berjalan) mengukur pendapatan kupon tahunan relatif terhadap harga pasar obligasi saat ini. Ini mengabaikan keuntungan atau kerugian modal saat jatuh tempo, tetapi memberikan gambaran cepat tentang pendapatan saat ini.
Current Yield = (Pembayaran Kupon Tahunan) / Harga Pasar Obligasi.
Jika harga obligasi turun (diskonto), Current Yield akan naik (lebih tinggi dari tingkat kupon), karena pembayaran kupon yang sama dibagi dengan basis investasi yang lebih kecil.
Mari asumsikan ada dua obligasi 10-tahun, nominal Rp1.000.000, YTM pasar saat ini 5%.
Obligasi ini dijual dengan harga premium, jauh di atas Rp1.000.000, agar YTM-nya turun ke 5%. Harga premium ini mencerminkan tingginya nilai pembayaran kupon 8% yang akan diterima investor, jauh lebih baik dari instrumen pasar yang baru 5%.
Obligasi ini dijual dengan harga diskonto, di bawah Rp1.000.000, agar YTM-nya naik ke 5%. Investor bersedia membeli kupon 3% yang kurang menarik hanya jika mereka dijamin keuntungan modal yang substansial (selisih antara harga beli diskonto dan harga nominal saat jatuh tempo).
Faktor kupon inilah yang menentukan apakah pergerakan harga obligasi di pasar sekunder akan didominasi oleh pergerakan yield atau oleh permintaan investor terhadap aliran kas yang stabil.
Ketika penerbit menentukan tingkat kupon untuk obligasi baru, mereka harus mempertimbangkan sejumlah faktor ekonomi makro, risiko inheren penerbit, dan fitur spesifik obligasi tersebut.
Kondisi ekonomi secara luas mendikte biaya pinjaman di seluruh pasar, yang merupakan batas atas dan bawah bagi penentuan kupon.
Inflasi mengikis daya beli pembayaran kupon. Jika inflasi yang diantisipasi tinggi, investor akan menuntut kupon yang lebih tinggi (premi inflasi) untuk mempertahankan daya beli pengembalian riil mereka. Kupon obligasi harus mencakup kompensasi untuk inflasi yang diharapkan, ditambah pengembalian riil yang diinginkan.
Jika pasar obligasi kurang likuid (sulit diperdagangkan), investor akan meminta kupon yang lebih tinggi (premi likuiditas) untuk mengimbangi kesulitan potensial dalam menjual investasi mereka sebelum jatuh tempo.
Risiko spesifik yang terkait dengan penerbit obligasi adalah penentu utama tingkat kupon, di luar suku bunga bebas risiko.
Seperti yang telah dibahas, obligasi dengan peringkat kredit yang buruk harus menawarkan kupon yang jauh lebih besar untuk menarik investor. Risiko gagal bayar ini adalah premi risiko paling signifikan yang dibebankan pada kupon korporasi.
Secara umum, obligasi dengan jangka waktu yang lebih panjang (misalnya 20 tahun vs 5 tahun) memiliki risiko yang lebih besar (risiko suku bunga dan risiko likuiditas), sehingga investor akan menuntut kupon yang lebih tinggi. Ini dikenal sebagai yield curve yang miring ke atas (upward-sloping).
Fitur tambahan yang ditambahkan ke obligasi dapat mengurangi atau meningkatkan kupon yang ditawarkan.
Pada FRNs, yang paling penting bukanlah tingkat kupon awal, melainkan margin di atas suku bunga acuan. Margin ini adalah premi risiko kredit yang murni.
Jika suku bunga acuan (misalnya 4%) bergerak naik menjadi 6%, tingkat kupon obligasi FRN 10-tahun dengan margin 200 basis poin (2%) akan naik dari 6% (4%+2%) menjadi 8% (6%+2%). Margin 200 bps ini tetap konstan dan berfungsi sebagai kompensasi atas risiko kredit spesifik penerbit, terlepas dari pergerakan suku bunga umum.
Jika rating kredit penerbit memburuk, harga pasar FRN akan turun, meskipun kuponnya telah disesuaikan. Investor harus menganalisis apakah margin yang ditawarkan cukup untuk mengkompensasi risiko kredit saat ini.
Pendapatan kupon, meskipun terstruktur dan pasti, tunduk pada peraturan pajak yang signifikan yang dapat sangat mempengaruhi pengembalian bersih investor (net return).
Di banyak yurisdiksi, pendapatan kupon dikenakan pajak pendapatan atau PPh final. Mekanisme pemotongan pajak ini sering dilakukan langsung di sumber (withholding tax) oleh lembaga kustodian sebelum dana mencapai investor.
Pembayaran kupon tunai (baik tetap maupun mengambang) dikenakan pajak pada saat diterima. Penting bagi investor untuk mengetahui tarif pajak final yang berlaku, yang mungkin berbeda antara obligasi pemerintah dan obligasi korporasi.
Regulasi pajak seringkali memperlakukan akrual bunga pada ZCB sebagai pendapatan yang kena pajak, meskipun investor belum menerima uang tunai. Ini dapat menciptakan beban pajak yang dikenal sebagai ‘phantom income’ (pendapatan hantu), di mana investor harus membayar pajak dari modal mereka sendiri sebelum jatuh tempo obligasi.
Ketika investor membeli obligasi dan membayar bunga berjalan (accrued interest) kepada penjual, jumlah yang dibayarkan tersebut umumnya dianggap sebagai pengembalian modal, bukan pendapatan yang dapat dikenakan pajak pada saat pembelian. Namun, ketika pembayaran kupon penuh diterima, hanya bagian kupon yang melebihi bunga berjalan yang dianggap sebagai pendapatan kena pajak.
Perbedaan perlakuan pajak antara pendapatan kupon (yang dapat dikenakan pajak tinggi) dan capital gain/loss (yang mungkin dikenakan tarif yang berbeda atau lebih rendah) dapat memengaruhi permintaan investor terhadap obligasi premium versus obligasi diskonto. Beberapa investor mungkin memilih obligasi diskonto (kupon rendah) untuk menggeser pengembalian dari pendapatan kupon menjadi capital gain yang mungkin lebih menguntungkan secara pajak.
Regulasi pasar modal, termasuk aturan pengungkapan dan standar akuntansi, memastikan bahwa perhitungan kupon, tanggal pembayaran, dan perlakuan bunga berjalan transparan dan seragam, melindungi investor dari praktik perhitungan yang tidak standar.
Regulator dapat mempengaruhi lingkungan di mana kupon diinvestasikan kembali. Sebagai contoh, perubahan dalam kebijakan moneter (suku bunga bank sentral) secara langsung mempengaruhi risiko reinvestasi kupon.
Jika bank sentral menaikkan suku bunga secara agresif, pendapatan kupon yang baru diterima dapat diinvestasikan kembali pada yield yang lebih tinggi. Sebaliknya, pelonggaran kebijakan moneter akan menekan tingkat reinvestasi. Regulasi keuangan yang sehat sangat penting untuk memastikan ketersediaan instrumen likuid di mana kupon dapat diinvestasikan kembali secara efektif.
Investor harus selalu memantau peraturan perpajakan yang berlaku di wilayah mereka, karena perlakuan pajak yang berbeda pada kupon obligasi (misalnya, obligasi daerah/kotamadya yang seringkali bebas pajak di beberapa negara) dapat memberikan insentif besar bagi investor tertentu, yang pada gilirannya menekan tingkat kupon yang harus mereka tawarkan.
Kupon adalah sumber pendapatan yang dapat dimanfaatkan melalui berbagai strategi investasi, mulai dari strategi pasif yang berfokus pada pendapatan hingga strategi aktif yang melibatkan reinvestasi yang terencana.
Investor yang mencari arus kas berkala (seperti pensiunan) akan memilih obligasi dengan kupon tinggi dan frekuensi pembayaran yang sering (misalnya semesteran atau triwulanan). Dalam strategi ini, kupon digunakan untuk menutupi kebutuhan pengeluaran hidup, bukan untuk diinvestasikan kembali.
Institusi seperti perusahaan asuransi atau dana pensiun menggunakan obligasi untuk mencocokkan arus kas kupon dengan kewajiban (liabilitas) masa depan mereka. Misalnya, mereka membeli obligasi yang kupon dan pokoknya jatuh tempo tepat pada saat kewajiban pembayaran harus dilakukan. Ini meminimalkan risiko reinvestasi dan risiko suku bunga.
Bagi investor yang berfokus pada total return jangka panjang, kupon yang diterima diinvestasikan kembali secara sistematis untuk memanfaatkan efek compounding (bunga berbunga). Keberhasilan strategi ini sangat bergantung pada tingkat bunga yang tersedia saat kupon diterima.
Struktur jatuh tempo obligasi dalam portofolio sangat dipengaruhi oleh karakteristik kupon dan ekspektasi suku bunga.
Investor memegang obligasi jangka pendek dan jangka panjang (tetapi tidak jangka menengah). Obligasi jangka pendek memberikan likuiditas dan kupon yang dapat diinvestasikan kembali pada tingkat bunga yang lebih tinggi jika suku bunga naik. Obligasi jangka panjang memberikan kupon yang lebih tinggi dan potensi kenaikan harga jika suku bunga turun.
Investor membagi investasi mereka ke dalam beberapa obligasi dengan jatuh tempo yang berjenjang (misalnya, satu tahun, dua tahun, tiga tahun, dst.). Ketika obligasi jangka pendek jatuh tempo, pokoknya diinvestasikan kembali ke obligasi jangka panjang yang baru. Strategi ini membantu memitigasi risiko reinvestasi dan memberikan rata-rata pengembalian yang lebih stabil sepanjang siklus suku bunga.
Manajer portofolio obligasi secara aktif mengelola durasi portofolio mereka, yang diukur dengan rata-rata tertimbang durasi semua obligasi. Jika manajer memperkirakan suku bunga akan turun, mereka akan meningkatkan durasi portofolio (membeli obligasi berkupon rendah atau ZCB) untuk memaksimalkan kenaikan harga. Jika mereka memperkirakan suku bunga naik, mereka akan mengurangi durasi (membeli obligasi kupon tinggi atau FRNs).
Salah satu kritik terhadap perhitungan YTM adalah asumsi bahwa semua kupon dapat diinvestasikan kembali pada tingkat YTM awal. Dalam kenyataan, ini jarang terjadi, dan risiko reinvestasi kupon adalah tantangan utama.
Imbal hasil aktual (realized yield) yang diterima investor dapat sangat berbeda dari YTM yang dihitung pada saat pembelian, terutama untuk obligasi berkupon tinggi dan berjangka panjang. Jika suku bunga pasar jatuh setelah pembelian, kupon diinvestasikan kembali dengan yield yang lebih rendah, sehingga realized yield lebih rendah dari YTM awal.
Oleh karena itu, strategi investasi harus secara eksplisit memperhitungkan bagaimana kupon akan dialokasikan, apakah dibelanjakan atau diinvestasikan kembali pada instrumen pasar yang tersedia saat itu.
Meskipun kupon memberikan pendapatan yang pasti, ia juga membawa serangkaian risiko yang harus dipahami oleh investor pendapatan tetap.
Ini adalah risiko yang paling erat kaitannya dengan kupon. Risiko ini terjadi ketika suku bunga pasar turun, sehingga pendapatan kupon yang diterima tidak dapat diinvestasikan kembali pada tingkat yield yang sama atau lebih tinggi dari yield obligasi asli. Risiko ini sangat tinggi pada obligasi berkupon tinggi dan berjangka panjang.
Risiko ini dapat dimitigasi dengan menggunakan strategi imunisasi (matching cash flow dengan liabilitas) atau dengan membeli obligasi tanpa kupon (ZCB) yang secara inheren bebas dari risiko reinvestasi karena tidak ada pembayaran berkala.
Obligasi dengan kupon yang lebih rendah lebih sensitif terhadap perubahan suku bunga. Ini karena sebagian besar pengembalian total mereka bergantung pada pokok yang diterima di akhir, membuat nilai sekarang dari arus kas masa depan tersebut sangat rentan terhadap tingkat diskonto (suku bunga pasar).
Kupon yang tinggi berfungsi sebagai penyangga (buffer) terhadap risiko suku bunga. Ketika suku bunga naik, harga obligasi berkupon tinggi memang turun, tetapi tidak separah obligasi berkupon rendah karena investor telah menerima sebagian besar pengembalian mereka melalui kupon berkala yang besar.
Risiko kredit adalah risiko bahwa penerbit tidak mampu membayar kupon tepat waktu, atau lebih buruk lagi, gagal membayar pokok. Kegagalan pembayaran kupon adalah peristiwa default teknis dan menjadi sinyal serius akan masalah keuangan penerbit.
Investor harus memantau credit spread (selisih yield antara obligasi korporasi dan obligasi pemerintah yang sebanding). Jika spread melebar, itu menunjukkan bahwa pasar menganggap risiko gagal bayar meningkat, dan kupon obligasi mungkin tidak cukup untuk mengkompensasi risiko tersebut.
Jika investor memegang obligasi yang diterbitkan dalam mata uang asing, pembayaran kupon juga akan dalam mata uang asing. Fluktuasi nilai tukar dapat mengubah nilai riil kupon tersebut ketika dikonversi kembali ke mata uang domestik investor. Risiko ini dikenal sebagai risiko valuta asing.
Untuk obligasi 10 tahun, kupon yang harus diinvestasikan kembali selama periode tersebut dapat mencapai 60% hingga 80% dari total pengembalian yang diantisipasi. Ini berarti bahwa jika tingkat reinvestasi yang diasumsikan dalam YTM tidak tercapai, kerugian pada total pengembalian bisa sangat signifikan.
Investor profesional sering menggunakan 'Durasi yang Dimodifikasi' dan 'Konveksitas' sebagai alat bantu untuk mengukur secara lebih tepat bagaimana kupon berinteraksi dengan harga obligasi, memastikan sensitivitas risiko portofolio tetap dalam batas yang dapat diterima.
Memahami teori kupon harus diikuti dengan analisis bagaimana kupon berfungsi dalam situasi pasar nyata dan berbagai jenis obligasi.
Obligasi yang terkait dengan inflasi memiliki struktur kupon yang unik. Pembayaran kupon didasarkan pada tingkat kupon tetap, namun nilai nominal (pokok) obligasi disesuaikan secara periodik dengan perubahan indeks harga konsumen (IHK).
ILB memberikan 'kupon riil' yang tetap. Pembayaran kupon tunai meningkat karena dihitung berdasarkan nilai pokok yang telah ditingkatkan oleh inflasi. Dengan demikian, ILB memberikan perlindungan terhadap risiko inflasi, sebuah risiko yang secara inheren ditanggung oleh pemegang obligasi kupon tetap konvensional.
Obligasi konversi memungkinkan pemegang obligasi untuk menukar obligasi mereka dengan sejumlah saham penerbit. Karena investor mendapatkan potensi keuntungan dari kenaikan harga saham (ekuitas), penerbit biasanya dapat menawarkan kupon yang lebih rendah daripada obligasi non-konversi (straight bond) dengan profil risiko yang serupa.
Investor yang membeli obligasi konversi menerima kupon sebagai pengembalian minimum, tetapi harus menerima kupon yang lebih rendah sebagai 'biaya' untuk mendapatkan opsi konversi. Keputusan investasi ini adalah tentang menyeimbangkan pendapatan kupon tetap dengan potensi pertumbuhan modal dari ekuitas.
Investor internasional harus membandingkan kupon yang ditawarkan di berbagai pasar, tidak hanya berdasarkan angkanya, tetapi juga dengan mempertimbangkan risiko valuta asing dan perlakuan pajak di negara asal dan negara penerbit.
Obligasi negara maju (misalnya Jepang atau Jerman) seringkali menawarkan kupon yang sangat rendah, terkadang mendekati nol, karena dianggap memiliki risiko gagal bayar yang minimal. Sebaliknya, obligasi negara berkembang (emerging markets) harus menawarkan kupon yang jauh lebih tinggi (high yield) untuk menarik investor internasional, sebagai kompensasi atas risiko politik, ekonomi, dan valuta asing yang lebih tinggi.
Dana investasi obligasi (bond funds) menggunakan kupon yang mereka terima untuk dibagikan kembali kepada investor sebagai dividen atau untuk diinvestasikan kembali dalam portofolio mereka.
Dana yang berfokus pada pendapatan (income funds) akan berusaha memaksimalkan distribusi kupon. Mereka mungkin berinvestasi pada obligasi yang diperdagangkan pada harga premium untuk mendapatkan kupon tinggi, meskipun mereka menyadari bahwa harga obligasi akan terdepresiasi menuju par saat jatuh tempo.
Dana yang berfokus pada total return akan kurang peduli pada besarnya kupon dan lebih fokus pada manajemen durasi dan YTM portofolio, yang mungkin berarti mereka berinvestasi pada obligasi kupon rendah atau diskonto jika itu memberikan sensitivitas harga yang lebih baik terhadap ekspektasi suku bunga.
Obligasi hasil tinggi (high-yield) atau yang sering disebut junk bonds diterbitkan oleh perusahaan dengan peringkat kredit di bawah tingkat investasi. Kupon yang ditawarkan obligasi ini harus mencakup premi risiko yang ekstrem.
Di pasar hasil tinggi, tingkat kupon tidak hanya kompensasi risiko, tetapi juga indikator kesehatan keuangan penerbit. Penerbit yang berada dalam kesulitan finansial seringkali terpaksa menawarkan kupon yang sangat tinggi untuk menarik pendanaan, yang bisa menjadi siklus yang merugikan. Kupon yang terlalu tinggi dapat membebani arus kas perusahaan secara berlebihan, meningkatkan risiko gagal bayar di masa depan.
Oleh karena itu, ketika menganalisis obligasi hasil tinggi, investor tidak hanya melihat besaran kupon, tetapi juga apakah perusahaan memiliki kemampuan arus kas yang memadai (coverage ratio) untuk mempertahankan pembayaran kupon yang substansial tersebut.
Secara keseluruhan, kupon obligasi adalah variabel yang kompleks dan multifaset. Ia adalah janji pembayaran, penentu nilai pasar, alat manajemen risiko, dan komponen vital dari strategi total return. Penguasaan atas konsep dan dinamika kupon adalah dasar yang tak tergantikan dalam seni dan sains investasi pendapatan tetap.