Kematian Ibu: Tantangan Global, Solusi Lokal, dan Komitmen Masa Depan
Pengantar: Memahami Tragedi Kematian Ibu
Kematian ibu adalah salah satu indikator paling tragis dari kegagalan sistem kesehatan dan ketidaksetaraan sosial dalam masyarakat. Ini merujuk pada kematian seorang wanita saat hamil atau dalam waktu 42 hari setelah terminasi kehamilan, terlepas dari durasi dan lokasi kehamilan, dari sebab apa pun yang terkait dengan atau diperparah oleh kehamilan itu sendiri atau penanganannya, tetapi bukan dari sebab kecelakaan atau insidentil. Definisi ini, yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), menyoroti bahwa kematian ibu bukanlah peristiwa acak, melainkan hasil dari serangkaian faktor yang dapat dicegah dan dikelola.
Setiap menit, di suatu tempat di dunia, seorang wanita meninggal karena komplikasi terkait kehamilan atau persalinan. Meskipun angka ini telah menurun secara signifikan dalam beberapa dekade terakhir berkat kemajuan medis dan upaya kesehatan global, kesenjangan antara negara maju dan berkembang masih sangat mencolok. Di negara-negara berpenghasilan rendah, risiko seorang wanita meninggal akibat kehamilan atau persalinan bisa mencapai 1 dari 40, sementara di negara maju, angka tersebut bisa serendah 1 dari 4.000 atau bahkan lebih rendah.
Lebih dari sekadar statistik, setiap kematian ibu adalah kehilangan yang mendalam bagi keluarga, komunitas, dan bangsa. Seorang ibu adalah pilar utama dalam keluarga, pengasuh utama bagi anak-anaknya, dan kontributor penting bagi perekonomian rumah tangga. Kehilangan seorang ibu seringkali berdampak jangka panjang pada anak-anak yang ditinggalkan, meningkatkan risiko malnutrisi, penyakit, putus sekolah, dan bahkan kematian pada anak-anak tersebut.
Artikel ini akan mengkaji secara mendalam berbagai aspek kematian ibu: mulai dari definisi dan skalanya, penyebab-penyebab utama yang mendasarinya, faktor-faktor risiko yang memperparah kondisi, dampak multidimensional yang ditimbulkannya, hingga berbagai strategi dan intervensi yang telah dan sedang diupayakan untuk mencegah tragedi ini. Kita juga akan melihat tantangan yang masih harus dihadapi dan pentingnya komitmen kolektif untuk memastikan setiap wanita memiliki hak untuk hidup dan melahirkan dengan aman.
Definisi dan Skala Masalah
Untuk memahami sepenuhnya masalah kematian ibu, penting untuk mengacu pada definisi standar dan metrik yang digunakan secara global. WHO mendefinisikan kematian ibu sebagai "kematian seorang wanita saat hamil atau dalam waktu 42 hari setelah terminasi kehamilan, terlepas dari durasi dan lokasi kehamilan, dari sebab apa pun yang terkait dengan atau diperparah oleh kehamilan itu sendiri atau penanganannya, tetapi bukan dari sebab kecelakaan atau insidentil." Ada juga kategori kematian ibu terlambat (late maternal death), yaitu kematian seorang wanita lebih dari 42 hari tetapi kurang dari satu tahun setelah terminasi kehamilan, dari sebab terkait kehamilan.
Untuk mengukur masalah ini, digunakan beberapa indikator kunci:
- Angka Kematian Ibu (AKI) atau Maternal Mortality Ratio (MMR): Ini adalah jumlah kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. AKI adalah indikator utama yang digunakan untuk memantau kesehatan ibu di tingkat nasional dan global. Misalnya, AKI 200 berarti ada 200 kematian ibu untuk setiap 100.000 bayi yang lahir hidup.
- Angka Mortalitas Ibu (Maternal Mortality Rate): Ini adalah jumlah kematian ibu per 100.000 wanita usia subur (15-49 tahun). Indikator ini mencerminkan risiko kematian terkait kehamilan di antara semua wanita dalam kelompok usia reproduktif, bukan hanya yang melahirkan.
- Risiko Seumur Hidup Kematian Ibu (Lifetime Risk of Maternal Death): Probabilitas seorang wanita usia 15 tahun meninggal karena sebab terkait kehamilan sepanjang hidupnya. Indikator ini menyoroti dampak kumulatif risiko tersebut.
Secara global, sebagian besar kematian ibu terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, terutama di Afrika Sub-Sahara dan Asia Selatan. Ketimpangan ini mencerminkan perbedaan akses terhadap layanan kesehatan yang berkualitas, status sosial ekonomi wanita, dan infrastruktur kesehatan yang memadai. Meskipun target Sustainable Development Goals (SDGs) 3.1 menargetkan penurunan AKI global menjadi kurang dari 70 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030, banyak negara masih jauh dari target ini, menunjukkan urgensi untuk menggandakan upaya.
Penyebab Utama Kematian Ibu
Penyebab kematian ibu dapat dikategorikan menjadi penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung adalah komplikasi obstetri yang terjadi selama kehamilan, persalinan, atau pascapersalinan, sementara penyebab tidak langsung adalah penyakit yang sudah ada sebelumnya atau yang timbul selama kehamilan yang diperparah oleh efek fisiologis kehamilan.
Penyebab Langsung
Sekitar 75% dari semua kematian ibu disebabkan oleh komplikasi yang dapat dicegah atau diobati. Lima penyebab utama menyumbang sebagian besar kematian ini:
-
Perdarahan (Hemorrhage)
Perdarahan adalah penyebab utama kematian ibu secara global, menyumbang sekitar 27% dari semua kematian maternal. Ini dapat terjadi selama kehamilan, persalinan, atau, yang paling umum, setelah persalinan (perdarahan pascapartum). Perdarahan pascapartum (PPH) seringkali disebabkan oleh atonia uteri (rahim gagal berkontraksi setelah melahirkan), retensio plasenta (plasenta tidak keluar sempurna), trauma jalan lahir, atau kelainan pembekuan darah.
Faktor risiko untuk perdarahan meliputi grandemultipara (banyak kehamilan sebelumnya), kehamilan kembar, riwayat perdarahan sebelumnya, preeklampsia, anemia berat, dan persalinan lama. Diagnosis dini dan manajemen cepat — seperti pemberian oksitosin, masase uterus, evakuasi plasenta, transfusi darah, dan dalam kasus ekstrem, histerektomi — sangat penting untuk menyelamatkan nyawa.
-
Infeksi (Sepsis)
Infeksi, terutama sepsis pascapartum (puerperal sepsis), merupakan penyebab kematian ibu terbesar kedua, menyumbang sekitar 11% kematian. Infeksi dapat terjadi akibat praktik kebersihan yang buruk selama persalinan, aborsi tidak aman, atau komplikasi prosedur medis lainnya. Infeksi dapat menyebar dengan cepat dan menyebabkan syok septik, yang fatal jika tidak diobati dengan segera.
Faktor risiko termasuk persalinan lama, pemeriksaan vagina berulang, ruptur membran lebih awal (ketuban pecah dini), persalinan yang tidak bersih (unsterile delivery), dan malnutrisi. Pencegahan melalui praktik kebersihan yang ketat (seperti mencuci tangan dan penggunaan alat steril), deteksi dini, dan pengobatan antibiotik yang tepat sangat krusial.
-
Hipertensi dalam Kehamilan (Preeklampsia dan Eklampsia)
Gangguan hipertensi dalam kehamilan, terutama preeklampsia dan eklampsia, menyumbang sekitar 14% kematian ibu. Preeklampsia adalah suatu kondisi yang ditandai dengan tekanan darah tinggi dan adanya protein dalam urin setelah usia kehamilan 20 minggu. Jika tidak dikelola dengan baik, preeklampsia dapat berkembang menjadi eklampsia, yang melibatkan kejang. Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah sindrom HELLP (Hemolysis, Elevated Liver enzymes, Low Platelets), edema paru, gagal ginjal, dan stroke.
Deteksi dini melalui pemeriksaan antenatal yang teratur dan manajemen yang tepat, termasuk pengobatan antihipertensi, pemberian magnesium sulfat untuk mencegah kejang eklampsia, dan persalinan yang tepat waktu, adalah kunci untuk mencegah kematian.
-
Komplikasi Aborsi Tidak Aman
Aborsi tidak aman adalah penyebab kematian ibu yang signifikan, terutama di negara-negara di mana aborsi ilegal atau akses ke layanan aborsi yang aman dan legal terbatas. Komplikasi dari aborsi tidak aman meliputi perdarahan hebat, infeksi, cedera organ internal, dan syok. WHO memperkirakan bahwa sekitar 8-11% dari semua kematian ibu disebabkan oleh aborsi tidak aman.
Pencegahan kematian akibat aborsi tidak aman memerlukan akses yang lebih baik ke keluarga berencana, pendidikan seks komprehensif, dan, jika diizinkan oleh hukum, akses ke layanan aborsi yang aman dan legal oleh tenaga medis terlatih.
-
Persalinan Macet/Distosia
Persalinan macet terjadi ketika bayi tidak dapat melewati jalan lahir meskipun kontraksi rahim kuat. Ini bisa disebabkan oleh ukuran bayi yang terlalu besar, panggul ibu yang sempit, atau posisi bayi yang abnormal. Jika tidak ditangani, persalinan macet dapat menyebabkan ruptur uteri (robeknya rahim), fistula obstetri (lubang antara vagina dan kandung kemih/rektum), infeksi, dan perdarahan, yang semuanya dapat berakibat fatal.
Intervensi medis seperti operasi caesar atau persalinan berbantuan (misalnya, dengan vakum atau forsep) adalah penting. Akses ke pelayanan kebidanan darurat yang komprehensif (EmONC) sangat vital untuk menyelamatkan ibu dan bayi dalam kasus persalinan macet.
Penyebab Tidak Langsung
Penyebab tidak langsung menyumbang sekitar 23% dari kematian ibu. Ini adalah kondisi medis yang sudah ada sebelumnya atau yang timbul selama kehamilan yang diperparah oleh kehamilan:
- Anemia: Kekurangan sel darah merah yang sehat dapat memperburuk perdarahan dan membuat ibu lebih rentan terhadap infeksi atau syok. Anemia yang parah sebelum atau selama kehamilan meningkatkan risiko kematian secara signifikan.
- Malaria: Di daerah endemik malaria, kehamilan membuat wanita lebih rentan terhadap malaria berat, yang dapat menyebabkan anemia berat, persalinan prematur, dan kematian ibu.
- HIV/AIDS: Wanita hamil dengan HIV memiliki risiko lebih tinggi terhadap infeksi oportunistik dan komplikasi terkait kehamilan lainnya jika tidak menerima pengobatan antiretroviral yang memadai.
- Penyakit Jantung dan Kondisi Medis Kronis Lainnya: Penyakit jantung, diabetes, asma berat, dan kondisi medis kronis lainnya dapat menjadi sangat berbahaya selama kehamilan karena beban tambahan pada tubuh ibu.
- Gizi Buruk: Status gizi yang buruk sebelum dan selama kehamilan dapat menyebabkan komplikasi seperti anemia, berat badan lahir rendah, dan daya tahan tubuh yang rendah terhadap infeksi.
Faktor Risiko yang Memperparah Kematian Ibu
Di luar penyebab medis langsung, ada berbagai faktor sosial, ekonomi, budaya, dan sistemik yang secara signifikan meningkatkan risiko seorang wanita meninggal akibat kehamilan atau persalinan. Faktor-faktor ini seringkali saling terkait dan menciptakan siklus kerentanan.
Faktor Sosial dan Ekonomi
-
Kemiskinan
Wanita dari keluarga miskin seringkali tidak memiliki akses yang memadai terhadap gizi yang baik, air bersih, sanitasi, dan layanan kesehatan. Biaya transportasi menuju fasilitas kesehatan, biaya pengobatan, atau hilangnya pendapatan saat mencari perawatan bisa menjadi penghalang besar. Mereka juga cenderung memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah, yang membatasi pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan hak-hak mereka.
-
Tingkat Pendidikan Rendah
Pendidikan yang lebih rendah seringkali berkorelasi dengan pemahaman yang kurang tentang pentingnya perawatan antenatal, persalinan oleh tenaga medis terlatih, dan tanda-tanda bahaya kehamilan. Wanita yang berpendidikan lebih tinggi cenderung mencari informasi kesehatan, membuat keputusan yang lebih baik, dan memiliki posisi tawar yang lebih kuat dalam keluarga dan masyarakat.
-
Ketidaksetaraan Gender
Dalam banyak masyarakat, wanita memiliki status sosial yang lebih rendah, yang dapat membatasi kemampuan mereka untuk membuat keputusan mengenai kesehatan mereka sendiri, termasuk kapan dan berapa banyak anak yang akan mereka miliki, serta kapan harus mencari perawatan medis. Ketidaksetaraan ini juga dapat tercermin dalam pembagian beban kerja rumah tangga yang tidak adil, sehingga wanita memiliki waktu dan energi yang lebih sedikit untuk mengurus kesehatan mereka.
-
Lokasi Geografis (Pedalaman/Terpencil)
Wanita yang tinggal di daerah pedesaan, terpencil, atau sulit dijangkau seringkali menghadapi hambatan geografis yang signifikan untuk mengakses fasilitas kesehatan. Jarak yang jauh, kurangnya transportasi, jalan yang buruk, dan kondisi cuaca ekstrem dapat menunda atau mencegah mereka mendapatkan perawatan darurat tepat waktu.
Faktor Budaya dan Tradisional
-
Pernikahan Dini dan Kehamilan Remaja
Gadis remaja yang menikah dan hamil pada usia muda (di bawah 18 tahun) memiliki risiko komplikasi kehamilan dan persalinan yang jauh lebih tinggi karena tubuh mereka belum sepenuhnya matang untuk melahirkan. Mereka juga lebih rentan terhadap anemia, preeklampsia, persalinan macet, dan fistula obstetri. Selain itu, mereka mungkin kurang memiliki kekuatan negosiasi untuk membuat keputusan kesehatan dan mungkin kurang mendapat dukungan.
-
Kepercayaan dan Praktik Tradisional
Beberapa praktik budaya atau kepercayaan tradisional dapat berbahaya, seperti penggunaan dukun beranak yang tidak terlatih, penundaan mencari pertolongan medis karena tabu atau kepercayaan spiritual, atau pembatasan makanan tertentu selama kehamilan. Ini bisa menunda diagnosis dan pengobatan kondisi medis yang serius.
-
Multiparitas Tinggi (Banyak Anak) dan Jarak Kehamilan Pendek
Wanita yang memiliki banyak kehamilan atau jarak kehamilan yang terlalu dekat (kurang dari 2 tahun) memiliki risiko lebih tinggi terhadap komplikasi seperti perdarahan, anemia, dan persalinan macet karena tubuh tidak memiliki cukup waktu untuk pulih sepenuhnya di antara kehamilan.
Faktor Sistem Kesehatan
-
Kurangnya Akses ke Layanan Kesehatan yang Berkualitas
Ini adalah faktor risiko paling kritis. Kurangnya fasilitas kesehatan yang memadai (terutama di daerah pedesaan), tidak tersedianya tenaga medis terlatih (dokter, bidan, perawat), dan kurangnya peralatan atau obat-obatan esensial merupakan hambatan besar. Bahkan jika fasilitas tersedia, kualitas layanan mungkin rendah.
-
Keterlambatan Tiga (Three Delays)
Model "Three Delays" mengidentifikasi tiga hambatan utama dalam mengakses perawatan maternal darurat yang berkontribusi terhadap kematian ibu:
- Keterlambatan dalam mengambil keputusan untuk mencari perawatan: Dipengaruhi oleh faktor sosial-ekonomi, budaya, pendidikan, dan kurangnya kesadaran akan tanda bahaya.
- Keterlambatan dalam mencapai fasilitas kesehatan: Dipengaruhi oleh faktor geografis, kurangnya transportasi, infrastruktur jalan yang buruk, dan biaya.
- Keterlambatan dalam menerima perawatan yang memadai setelah tiba di fasilitas: Dipengaruhi oleh kurangnya tenaga medis terlatih, peralatan yang tidak memadai, ketersediaan darah untuk transfusi, kurangnya obat-obatan, dan lambatnya respons sistem.
-
Ketersediaan Pelayanan Kebidanan Esensial Darurat (EmONC)
Sangat penting untuk memastikan bahwa setiap wanita hamil yang mengalami komplikasi serius dapat mengakses layanan EmONC dasar (misalnya, pemberian antibiotik, oksitosin, antikonvulsan, evakuasi sisa konsepsi) dan komprehensif (termasuk transfusi darah dan operasi caesar) dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Dampak Kematian Ibu
Dampak dari kematian ibu melampaui individu yang meninggal. Efek riaknya terasa di seluruh keluarga, komunitas, dan bahkan pada tingkat nasional, menciptakan siklus kemiskinan dan kerentanan yang sulit diputus.
Dampak pada Keluarga
-
Anak Yatim
Salah satu dampak paling menghancurkan adalah pada anak-anak yang ditinggalkan. Anak-anak yang kehilangan ibunya, terutama yang masih sangat kecil, menghadapi risiko kematian yang jauh lebih tinggi daripada anak-anak yang memiliki ibu. Mereka juga lebih rentan terhadap malnutrisi, penyakit, kesulitan dalam pendidikan, dan masalah kesehatan mental. Kematian ibu seringkali berarti hilangnya pengasuh utama dan sumber kasih sayang, yang dapat meninggalkan trauma emosional yang mendalam.
-
Beban Ekonomi
Dalam banyak budaya, wanita adalah kontributor signifikan bagi ekonomi rumah tangga, baik melalui pekerjaan formal maupun informal. Kematian seorang ibu dapat menyebabkan hilangnya pendapatan keluarga secara drastis, mendorong keluarga lebih jauh ke dalam kemiskinan. Biaya pemakaman dan utang yang mungkin timbul dari upaya mencari pengobatan juga menambah beban finansial.
-
Disorganisasi Keluarga
Kematian ibu dapat mengganggu struktur dan fungsi keluarga. Ayah mungkin kesulitan mengasuh anak-anak sendiri atau harus mencari nafkah di luar rumah, seringkali meninggalkan anak-anak untuk diasuh oleh kerabat atau tetangga. Ini bisa menyebabkan stres, konflik, dan bahkan perpecahan keluarga.
-
Kesehatan Mental Anggota Keluarga
Suami dan anak-anak yang kehilangan istri atau ibu seringkali mengalami kesedihan yang mendalam, depresi, dan kecemasan. Beban emosional dan psikologis ini dapat berlangsung selama bertahun-tahun dan memengaruhi kualitas hidup mereka secara keseluruhan.
Dampak pada Komunitas
-
Hilangnya Modal Sosial dan Manusia
Wanita seringkali merupakan pemimpin komunitas, pengusaha, guru, dan penggerak perubahan sosial. Kehilangan mereka berarti hilangnya modal sosial dan manusia yang berharga bagi pengembangan komunitas. Pengetahuan tradisional, keterampilan, dan peran sosial yang dimainkan oleh para ibu tidak dapat dengan mudah digantikan.
-
Penurunan Kesehatan Masyarakat
Tingginya angka kematian ibu dalam suatu komunitas mencerminkan masalah yang lebih luas dalam sistem kesehatan dan kesejahteraan sosial. Ini dapat mengikis kepercayaan terhadap layanan kesehatan dan menghambat upaya promosi kesehatan lainnya.
-
Stigma dan Ketakutan
Di beberapa komunitas, kematian ibu dapat dikaitkan dengan stigma atau takhayul, yang dapat menyebabkan wanita hamil lain merasa takut untuk mencari pertolongan medis. Ini menciptakan siklus negatif di mana ketakutan menghambat akses ke perawatan yang menyelamatkan jiwa.
Dampak pada Pembangunan Nasional
-
Hambatan Pencapaian Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)
Kematian ibu adalah hambatan langsung terhadap pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya SDG 3 (Kesehatan dan Kesejahteraan yang Baik) dan SDG 5 (Kesetaraan Gender). Kematian ibu juga memiliki kaitan dengan SDG 1 (Tanpa Kemiskinan), SDG 2 (Tanpa Kelaparan), dan SDG 4 (Pendidikan Berkualitas) karena dampaknya pada keluarga dan anak-anak.
-
Beban Ekonomi Nasional
Selain beban mikro di tingkat keluarga, kematian ibu juga menimbulkan beban ekonomi makro bagi negara dalam bentuk hilangnya produktivitas tenaga kerja, biaya pengobatan darurat, dan investasi yang lebih besar pada program sosial untuk anak-anak yatim. Ini dapat mengalihkan sumber daya yang seharusnya dialokasikan untuk pembangunan lain.
-
Indikator Kegagalan Kebijakan
Tingginya AKI seringkali menjadi indikator kegagalan kebijakan publik dalam menyediakan layanan kesehatan yang merata dan berkualitas, serta dalam mengatasi ketidaksetaraan sosial yang mendasarinya.
Strategi dan Intervensi untuk Pencegahan Kematian Ibu
Pencegahan kematian ibu memerlukan pendekatan multi-sektoral dan terintegrasi yang melibatkan individu, keluarga, komunitas, fasilitas kesehatan, dan pemerintah. Strategi ini harus mencakup seluruh kontinum perawatan, dari sebelum kehamilan hingga periode pascapersalinan, serta mengatasi akar masalah sosial dan ekonomi.
1. Sebelum Kehamilan (Pra-Konsepsi)
-
Edukasi Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas Komprehensif
Memberikan informasi yang akurat dan berbasis bukti kepada remaja dan wanita muda tentang tubuh mereka, siklus menstruasi, kehamilan, persalinan, dan kontrasepsi. Ini memberdayakan mereka untuk membuat keputusan yang terinformasi tentang kesehatan reproduksi mereka.
-
Akses ke Keluarga Berencana dan Kontrasepsi
Memberikan akses yang mudah dan terjangkau ke berbagai metode kontrasepsi modern. Ini memungkinkan wanita untuk merencanakan kehamilan, menentukan jarak kehamilan yang aman, dan membatasi jumlah anak, sehingga mengurangi risiko kehamilan yang tidak diinginkan dan kehamilan berisiko tinggi. Keluarga berencana adalah salah satu intervensi paling efektif untuk mengurangi kematian ibu.
-
Gizi dan Suplementasi Mikronutrien
Memastikan wanita usia subur memiliki status gizi yang baik, termasuk suplementasi zat besi dan asam folat, untuk mencegah anemia sebelum kehamilan. Program gizi di sekolah dan masyarakat juga penting.
-
Pencegahan Pernikahan Dini
Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya pernikahan dan kehamilan dini, serta menegakkan undang-undang yang menetapkan usia minimum untuk menikah.
-
Penapisan dan Pengelolaan Kondisi Medis Kronis
Mendeteksi dan mengelola kondisi seperti diabetes, hipertensi, HIV, atau penyakit jantung sebelum kehamilan untuk memastikan ibu dalam kondisi terbaik jika memutuskan untuk hamil.
2. Selama Kehamilan (Antenatal Care - ANC)
-
Pelayanan Antenatal Berkualitas
Memastikan setiap wanita hamil menerima minimal delapan kali kunjungan antenatal (rekomendasi WHO terbaru) yang diberikan oleh tenaga medis terlatih. Kunjungan ini harus mencakup:
- Penapisan dan Penilaian Risiko: Mengidentifikasi wanita dengan kehamilan berisiko tinggi (misalnya, riwayat komplikasi, usia ekstrem, kondisi medis yang sudah ada).
- Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium: Pengukuran tekanan darah, berat badan, tinggi fundus uteri, detak jantung janin, serta pemeriksaan darah untuk anemia, golongan darah, HIV, sifilis, hepatitis B.
- Pemberian Suplemen: Zat besi dan asam folat untuk mencegah anemia.
- Imunisasi: Terutama tetanus toksoid.
- Edukasi Kesehatan: Tentang gizi, tanda-tanda bahaya kehamilan dan persalinan, rencana persalinan, dan persiapan persalinan di fasilitas kesehatan.
- Konseling: Mengenai keluarga berencana pascapersalinan, menyusui, dan perawatan bayi baru lahir.
-
Manajemen Preeklampsia/Eklampsia
Deteksi dini preeklampsia melalui pemeriksaan tekanan darah dan protein urin rutin. Pengelolaan yang tepat termasuk pemantauan ketat, pengobatan antihipertensi, dan pemberian magnesium sulfat untuk mencegah kejang eklampsia.
-
Pencegahan dan Pengelolaan Anemia
Melalui suplementasi zat besi dan asam folat, serta pengobatan cacingan dan malaria jika relevan.
-
Kesiapsiagaan Komplikasi dan Transportasi
Setiap wanita hamil harus memiliki rencana untuk persalinan dan untuk menghadapi kemungkinan komplikasi, termasuk identifikasi orang yang akan mengantar, transportasi, dan donor darah jika diperlukan. Kesiapan ini melibatkan suami, keluarga, dan komunitas.
3. Selama Persalinan
-
Persalinan oleh Tenaga Kesehatan Terlatih (Skilled Birth Attendants - SBA)
Memastikan semua persalinan dilakukan oleh bidan, dokter umum, atau dokter spesialis obstetri-ginekologi yang terlatih. Tenaga kesehatan ini memiliki keterampilan untuk memantau kemajuan persalinan, mendeteksi komplikasi, dan melakukan intervensi yang menyelamatkan jiwa.
-
Akses ke Pelayanan Kebidanan Esensial Darurat (EmONC)
Ini adalah intervensi paling krusial untuk mencegah kematian ibu. Fasilitas kesehatan harus mampu menyediakan layanan EmONC dasar (misalnya, pemberian antibiotik parenteral, oksitosin, antikonvulsan, evakuasi sisa konsepsi) dan EmONC komprehensif (termasuk operasi caesar, transfusi darah). Sistem rujukan yang efektif dari fasilitas tingkat pertama ke fasilitas tingkat lanjut juga harus tersedia.
-
Manajemen Aktif Kala III Persalinan (AMTSL)
Pemberian oksitosin segera setelah bayi lahir untuk mencegah perdarahan pascapartum adalah praktik yang terbukti efektif. Selain itu, penarikan tali pusat terkontrol dan masase uterus juga merupakan bagian dari AMTSL.
-
Pencegahan Infeksi
Praktik kebersihan yang ketat selama persalinan, termasuk mencuci tangan, penggunaan alat steril, dan lingkungan yang bersih, sangat penting untuk mencegah infeksi.
4. Setelah Persalinan (Postnatal Care - PNC)
-
Pelayanan Pascapersalinan Berkualitas
Wanita harus menerima kunjungan pascapersalinan, terutama dalam 24 jam pertama, hari ketiga, dan dua minggu pertama setelah melahirkan. Kunjungan ini bertujuan untuk:
- Memantau Komplikasi: Seperti perdarahan pascapartum, infeksi, hipertensi, atau depresi pascapartum.
- Konseling Menyusui: Mendukung ibu untuk memulai dan melanjutkan pemberian ASI eksklusif.
- Konseling Keluarga Berencana: Memberikan informasi dan akses ke metode kontrasepsi untuk perencanaan kehamilan selanjutnya.
- Pemeriksaan Bayi Baru Lahir: Memastikan kesehatan bayi dan memberikan imunisasi yang diperlukan.
-
Dukungan Psikologis
Mengidentifikasi dan mendukung ibu yang mungkin mengalami depresi pascapartum atau kesulitan emosional lainnya.
5. Intervensi Sistemik dan Lingkungan Pendukung
-
Penguatan Sistem Kesehatan
Investasi dalam infrastruktur kesehatan, termasuk rumah sakit, puskesmas, dan posyandu. Peningkatan kapasitas tenaga kesehatan melalui pelatihan, retensi, dan distribusi yang merata, terutama di daerah pedesaan. Penyediaan pasokan obat-obatan esensial dan peralatan medis yang memadai.
-
Pembiayaan Kesehatan
Skema asuransi kesehatan universal, seperti Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia, sangat penting untuk mengurangi hambatan finansial dalam mengakses layanan kesehatan ibu.
-
Perbaikan Transportasi dan Akses Jalan
Membangun dan memelihara infrastruktur jalan yang baik, serta menyediakan sistem transportasi darurat yang berfungsi, terutama di daerah terpencil.
-
Pemberdayaan Wanita dan Kesetaraan Gender
Meningkatkan pendidikan wanita, mendukung partisipasi mereka dalam pengambilan keputusan, dan melawan norma-norma sosial yang merugikan. Pemberdayaan wanita adalah kunci untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan mereka.
-
Keterlibatan Masyarakat
Melibatkan pemimpin komunitas, tokoh agama, dan organisasi masyarakat sipil dalam menyebarkan informasi kesehatan, mengorganisir transportasi darurat, dan menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan ibu.
-
Pengumpulan Data dan Surveilans
Sistem pencatatan dan pelaporan kematian ibu yang akurat sangat penting untuk memahami tren, mengidentifikasi penyebab, dan merancang intervensi yang tepat. Audit kematian maternal juga membantu dalam pembelajaran dan perbaikan kualitas layanan.
Tantangan dalam Menurunkan Angka Kematian Ibu
Meskipun kemajuan telah dicapai, jalan menuju nol kematian ibu masih panjang dan penuh tantangan. Tantangan ini bervariasi antar wilayah dan negara, tetapi beberapa isu umum terus menghambat upaya global.
1. Kesenjangan Akses dan Kualitas Layanan
Di banyak daerah pedesaan dan terpencil, akses terhadap fasilitas kesehatan yang memadai dan tenaga medis terlatih masih sangat terbatas. Jika ada, kualitas layanan mungkin rendah karena kurangnya peralatan, obat-obatan, atau pelatihan yang memadai. Sistem rujukan yang buruk juga berarti wanita tidak dapat mencapai fasilitas tingkat lanjut ketika mereka membutuhkan perawatan darurat.
2. Sumber Daya Manusia Kesehatan
Kekurangan tenaga kesehatan terampil (dokter, bidan, perawat) yang terlatih dalam kebidanan darurat adalah masalah kronis, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah. Distribusi yang tidak merata, dengan konsentrasi tenaga kesehatan di perkotaan, memperparah masalah ini di pedesaan.
3. Pembiayaan yang Tidak Memadai
Sektor kesehatan seringkali kekurangan dana yang memadai, terutama untuk program kesehatan ibu dan anak. Meskipun ada asuransi kesehatan, biaya tidak langsung seperti transportasi atau hilangnya pendapatan seringkali masih menjadi penghalang. Investasi yang kurang dalam infrastruktur, peralatan, dan pelatihan berkelanjutan juga menjadi masalah.
4. Data yang Tidak Akurat atau Tidak Lengkap
Di banyak negara berkembang, sistem pencatatan kelahiran dan kematian masih lemah. Ini menyebabkan data kematian ibu seringkali kurang dilaporkan atau tidak akurat, sehingga sulit untuk mengidentifikasi masalah, melacak kemajuan, dan merancang intervensi yang berbasis bukti.
5. Ketidaksetaraan Sosial dan Budaya
Norma-norma sosial dan budaya yang merugikan wanita, seperti pernikahan dini, kurangnya pemberdayaan wanita dalam membuat keputusan kesehatan, atau preferensi terhadap praktik persalinan tradisional yang tidak aman, masih menjadi penghalang signifikan. Stigma seputar kesehatan reproduksi atau aborsi juga dapat menghambat pencarian perawatan.
6. Konflik dan Krisis Kemanusiaan
Dalam situasi konflik, bencana alam, atau krisis kemanusiaan, sistem kesehatan seringkali runtuh. Akses terhadap layanan kesehatan ibu menjadi hampir tidak mungkin, dan wanita hamil serta yang baru melahirkan menjadi sangat rentan.
7. Perubahan Iklim dan Lingkungan
Dampak perubahan iklim, seperti kekeringan, banjir, dan peningkatan penyakit menular, dapat memperburuk kondisi kesehatan ibu dan anak, serta menghambat akses ke layanan kesehatan.
8. Pandemi dan Wabah Penyakit
Pandemi seperti COVID-19 telah menunjukkan bagaimana krisis kesehatan global dapat mengalihkan sumber daya dari layanan kesehatan esensial, termasuk kesehatan ibu, dan memperburuk hasil kesehatan maternal.
Kesimpulan: Menuju Masa Depan Tanpa Kematian Ibu yang Dapat Dicegah
Kematian ibu adalah tragedi yang tidak perlu terjadi. Setiap kematian ibu adalah pengingat akan ketidakadilan sistemik dan kegagalan kolektif kita untuk melindungi salah satu kelompok masyarakat yang paling rentan. Namun, ini juga merupakan masalah yang dapat diatasi. Sejarah telah menunjukkan bahwa dengan investasi yang tepat, komitmen politik yang kuat, dan pendekatan inovatif, angka kematian ibu dapat diturunkan secara drastis.
Pencapaian target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) untuk mengurangi angka kematian ibu menjadi kurang dari 70 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030 membutuhkan upaya terpadu dan berkelanjutan dari semua pihak. Ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau tenaga medis, tetapi juga keluarga, komunitas, dan masyarakat sipil secara keseluruhan.
Strategi pencegahan harus komprehensif, mencakup seluruh siklus hidup wanita, dari masa remaja hingga pascapersalinan. Ini berarti investasi dalam pendidikan, pemberdayaan wanita, akses universal ke keluarga berencana, layanan antenatal berkualitas, persalinan yang dibantu oleh tenaga kesehatan terampil, dan, yang terpenting, akses cepat ke pelayanan kebidanan esensial darurat ketika komplikasi muncul.
Setiap wanita berhak untuk hidup dan melahirkan dengan aman. Dengan bekerja sama, mengatasi hambatan sosial, ekonomi, dan sistemik, kita dapat membangun dunia di mana tidak ada lagi ibu yang meninggal karena penyebab yang dapat dicegah. Ini adalah investasi bukan hanya pada kehidupan individu, tetapi pada masa depan keluarga, komunitas, dan kemanusiaan.
"Tidak ada wanita yang harus mati saat memberikan kehidupan. Setiap kematian ibu adalah kegagalan kolektif dan pengingat akan pentingnya komitmen kita untuk memastikan bahwa setiap ibu memiliki akses terhadap perawatan yang menyelamatkan jiwa."
Mari kita tingkatkan kesadaran, advokasi, dan tindakan nyata untuk mewujudkan dunia tanpa kematian ibu yang dapat dicegah. Kesehatan ibu adalah hak asasi manusia, dan tanggung jawab kita adalah untuk menjamin hak tersebut bagi setiap wanita, di mana pun mereka berada.