Di antara lautan seni bela diri Nusantara yang kaya dan bertingkat, muncul sebuah disiplin yang tidak hanya menuntut ketangkasan pukulan, tetapi juga kemauan yang melampaui batas mortalitas: Jotos Runjam. Ini bukan sekadar pertarungan, melainkan sebuah siklus abadi antara agresi terukur (Jotos) dan ketahanan yang tak terpecahkan (Runjam). Ia adalah jalan penderitaan yang disengaja demi mencapai penerangan fisik tertinggi.
Jotos Runjam, dalam literatur kuno para sesepuh, didefinisikan sebagai 'Disiplin Hantaman Tanpa Akhir'. Konsep ini lahir dari kebutuhan prajurit kuno yang harus mampu bertempur dalam kondisi kelelahan ekstrem, di mana kemenangan tidak ditentukan oleh pukulan terkuat pertama, melainkan oleh individu yang memiliki cadangan energi dan kemauan untuk berdiri terakhir. Filolog dan sejarawan sepakat bahwa istilah 'Jotos' merujuk pada spektrum teknik menyerang yang efisien, cepat, dan tersembunyi, sementara 'Runjam' secara harfiah berarti menembus, menghujam, atau—dalam konteks ini—kemampuan untuk menyerap dan menahan serangan, baik dari luar maupun dari dalam diri sendiri.
Seluruh praktik Jotos Runjam ditopang oleh tiga pilar fundamental yang harus dikuasai secara simultan oleh seorang praktisi (disebut juga sebagai Ranja Murti). Ketiga pilar ini saling terkait erat, menciptakan sebuah sistem yang holistik, tidak hanya berfokus pada otot atau tulang, tetapi juga pada koneksi antara jiwa dan raga. Ketidakseimbangan dalam salah satu pilar akan menyebabkan kegagalan dalam tahapan tertinggi disiplin ini.
Jotos Runjam tidak memiliki pendiri tunggal yang tercatat dalam sejarah, melainkan berkembang dari sinkretisme berbagai tradisi pertarungan kuno yang menyebar di pulau-pulau inti Nusantara. Catatan tertua yang mengindikasikan metode pelatihan serupa ditemukan pada prasasti abad ke-9, yang menggambarkan ritual pemuda desa yang harus berlari mengelilingi tujuh gunung kecil sebelum mereka diizinkan melakukan satu pukulan mematikan ke sasaran kayu jati. Ritual ini menekankan bahwa kekuatan pukulan harus sebanding dengan stamina untuk mencapainya.
Menurut mitologi Jotos Runjam, seni ini lahir pada "Zaman Para Dewa Lelah," sebuah periode panjang di mana peperangan tidak lagi ditentukan oleh strategi cerdik, melainkan oleh kekuatan bertahan hidup di tengah kelaparan, penyakit, dan kelelahan pertempuran. Tokoh sentral dalam penyebaran awal filosofi ini adalah Raja Patih Kencana Wulung, seorang pemimpin militer yang terkenal kejam dalam melatih pasukannya. Kencana Wulung menolak metode pertarungan yang mengandalkan keperkasaan sesaat. Ia memerintahkan pasukannya untuk berlatih menahan pukulan batu tumpul selama berjam-jam, sambil tetap mempertahankan posisi kuda-kuda yang sempurna. Filosofinya sederhana: pukulan yang mengenai sasaran setelah sepuluh jam pertempuran lebih berharga daripada sepuluh pukulan yang dilepaskan dalam sepuluh menit pertama.
Dari ajaran Kencana Wulung inilah, muncul prinsip Dhata Bima (Pelatihan Tanpa Henti) yang menjadi ciri khas Jotos Runjam. Metode ini melibatkan latihan fisik ekstrem yang dirancang untuk merusak dan kemudian meregenerasi serat otot pada tingkat seluler yang dipercepat, didukung oleh diet ketat berbasis akar dan rempah pahit yang diyakini membersihkan niat spiritual. Para praktisi awal harus membuktikan bahwa mereka mampu melakukan perjalanan 100 kilometer, bertarung dengan tiga lawan secara berturut-turut, dan kemudian masih sanggup memanjat pohon kelapa tanpa menunjukkan tanda-tanda kelelahan. Jika mereka gagal menunjukkan daya tahan ini, mereka dianggap tidak layak untuk mempelajari teknik pukulan rahasia.
Seiring waktu, filosofi ketahanan ini dipadukan dengan teknik Jotos yang sangat spesifik. Berbeda dengan banyak seni bela diri lain yang mengutamakan kekuatan tumpul, Jotos Runjam mengembangkan teknik pukulan yang sangat fokus, seperti tusukan jari, pukulan siku yang berputar, dan terutama, ‘Pukulan Seribu Jati’. Pukulan Seribu Jati adalah sebuah serangan gabungan di mana praktisi melepaskan serangkaian pukulan sangat cepat (burst fire) dalam waktu kurang dari dua detik, namun setiap pukulan dipastikan mencapai titik vital dengan akurasi yang mematikan. Pengembangan teknik ini membutuhkan penguatan pergelangan tangan dan tinju yang luar biasa, seringkali dicapai melalui meninju tumpukan pasir sungai yang semakin lama diganti dengan kerikil halus, dan akhirnya, butiran besi.
Inti dari Jotos Runjam, baik dalam sejarah maupun praktik modern, adalah kesadaran bahwa kelelahan adalah ilusi mental yang dapat diatasi. Sejarahnya penuh dengan kisah-kisah legendaris mengenai Ranja Murti yang berhasil memenangkan pertempuran hanya karena lawan mereka menyerah duluan, bukan karena pukulan mereka lebih kuat, melainkan karena mereka tidak pernah berhenti. Seni ini adalah studi tentang kelelahan itu sendiri—bagaimana mengendalikannya, menggunakannya sebagai senjata, dan pada akhirnya, melampauinya.
Simbol Jotos Runjam: Representasi visual dari kekuatan pukulan (Jotos) yang didukung oleh putaran ketahanan spiritual (Runjam).
Teknik dalam Jotos Runjam sangat efisien, dirancang untuk menghemat energi secara maksimal sambil memberikan dampak yang brutal. Setiap gerakan harus memiliki tiga fungsi simultan: menyerang, bertahan, dan mengisi ulang energi. Tidak ada gerakan yang sia-sia; setiap inchi perpindahan tubuh adalah investasi dalam daya tahan jangka panjang.
Kuda-kuda dalam Jotos Runjam tidak hanya berfungsi sebagai fondasi keseimbangan, tetapi juga sebagai reservoir energi kinetik yang siap dilepaskan kapan saja. Transisi antara kuda-kuda harus cair, hampir tidak terlihat, memungkinkan praktisi untuk berpindah dari defensif total ke serangan penuh dalam sekejap tanpa mengganggu ritme napas.
Ini adalah posisi awal dan bertahan. Praktisi berdiri dengan kaki sejajar bahu, lutut sedikit ditekuk, namun berat badan didistribusikan sedemikian rupa sehingga seolah-olah mereka tenggelam ke dalam pasir. Posisi ini bertujuan untuk menstabilkan pusat gravitasi serendah mungkin, membuat praktisi sangat sulit untuk didorong atau dijatuhkan. Latihan mendalam pada kuda-kuda ini melibatkan berdiri di air setinggi pinggul selama berjam-jam, melawan arus kuat. Filosifinya: semakin stabil fondasimu, semakin lama kamu bisa bertahan di tengah badai. Kunci utamanya adalah mempertahankan punggung yang lurus sempurna, memungkinkan aliran energi (Nadi Tunggal) bergerak tanpa hambatan dari bumi ke kepala. Posisi ini memaksa otot paha bagian dalam bekerja secara statis, membangun ketahanan otot yang penting untuk fase 'Runjam'.
Kuda-kuda serangan yang sangat agresif. Kaki belakang sepenuhnya meregang, sementara kaki depan menekuk tajam, menempatkan seluruh berat badan ke depan. Posisi ini memungkinkan peluncuran pukulan yang sangat cepat dan didukung oleh momentum seluruh tubuh. Transisi ke Cakra Krodha selalu disertai dengan penarikan napas pendek dan tajam, mempersiapkan tubuh untuk ledakan energi. Postur ini hanya dipertahankan selama serangan; menahannya terlalu lama dianggap boros energi. Dalam sesi pelatihan intensif, seorang Ranja Murti harus mampu melakukan 500 perpindahan mendadak dari Pasir Tersembunyi ke Harimau Lapar, memastikan setiap perpindahan menghasilkan suara 'desisan' karena kecepatan gesekan kaki.
Kuda-kuda ini digunakan saat praktisi kelelahan total dan harus memaksimalkan pertahanan pasif. Posisi ini melibatkan kedua kaki dibuka lebar, sedikit lebih lebar dari bahu, dan lutut ditekuk dalam-dalam. Posisi ini tampak statis, namun setiap otot tegang untuk menyerap dampak. Tujuannya bukan untuk menghindari pukulan, melainkan untuk menyerapnya dengan cedera minimal dan menggunakan energi lawan untuk memulihkan diri. Para sesepuh percaya bahwa jika Cakra Abadi dilakukan dengan sempurna, pukulan lawan akan terasa seperti "air yang mengenai batu," membiarkan lawan lelah sendiri. Kuda-kuda ini adalah manifestasi fisik dari filosofi Runjam—ketidakmauan untuk jatuh.
Teknik paling ikonik dari Jotos Runjam adalah Pukulan Seribu Jati. Ini adalah teknik kompleks yang membutuhkan sinkronisasi sempurna antara Nadi Tunggal, kecepatan otot, dan penguatan persendian ekstrem. Pukulan ini terdiri dari 5 hingga 7 serangan cepat yang dilepaskan dalam durasi kurang dari satu detik. Kuncinya bukan pada kekuatan masing-masing pukulan, tetapi pada frekuensi dan titik kontak yang sama.
Fase eksekusi dimulai dengan pernapasan "Naga Tersembunyi"—sebuah ekshalasi mendadak yang mengosongkan paru-paru dan secara bersamaan menegangkan otot inti. Pukulan pertama (Jati Awal) berfungsi sebagai pembuka, mengalihkan perhatian lawan. Pukulan kedua dan ketiga (Jati Kembar) diarahkan ke titik vital yang berdekatan (misalnya, tulang rusuk dan solar plexus). Pukulan keempat dan kelima (Jati Penancap) menggunakan momentum pantulan dari pukulan sebelumnya untuk menusuk ke arah leher atau mata. Dua pukulan terakhir (Jati Penutup) adalah serangan siku atau lutut yang mengikuti gerakan maju yang tak terhindarkan.
Untuk menguasai teknik ini, praktisi harus melalui latihan pengulangan yang ekstrem. Mereka diharuskan memukul setidaknya 10.000 kali setiap hari selama setahun penuh. Latihan ini tidak hanya membangun kekuatan fisik, tetapi juga membangun "memori otot" yang membuat pukulan menjadi refleks bawah sadar. Ketika praktisi telah mencapai tingkat mahir, Seribu Jati dapat dilepaskan bahkan ketika mereka berada dalam kondisi kelelahan parah, karena teknik ini telah tertanam dalam sistem saraf mereka, membutuhkan sedikit energi kognitif untuk dieksekusi, sepenuhnya didorong oleh sisa energi yang tersimpan dalam Cakra Posisi. Kekuatan dan kehebatan teknik ini terletak pada akumulasi dampak yang bertubi-tubi, menyebabkan sistem saraf lawan kelebihan beban dan gagal berfungsi.
Jika Jotos adalah tangan yang menyerang, Runjam adalah paru-paru yang tidak pernah berhenti bernapas. Runjam adalah aspek yang membedakan Jotos Runjam dari seni bela diri lainnya. Ini adalah ilmu tentang bagaimana beroperasi pada efisiensi maksimum dengan cadangan energi minimum. Runjam adalah penderitaan yang disengaja.
Baja Rasa adalah kemampuan mental untuk mengabaikan sinyal rasa sakit dan kelelahan yang dikirim oleh tubuh. Ini dicapai melalui meditasi ekstrem dan praktik pengkondisian tubuh yang dirancang untuk mengkalibrasi ulang ambang batas rasa sakit. Dalam pelatihan Baja Rasa, praktisi akan menjalani sesi paparan dingin ekstrem, latihan menahan napas dalam waktu lama, dan latihan fisik repetitif yang membosankan selama lebih dari 12 jam berturut-turut.
Salah satu latihan inti Baja Rasa adalah 'Jalan Sunyi'. Praktisi harus berjalan kaki tanpa alas kaki di atas jalur berbatu tajam selama minimal empat jam, sambil mempertahankan kondisi meditasi yang tenang dan memusatkan pikiran pada napas. Tujuannya bukanlah untuk menghindari luka, melainkan untuk menerima luka tersebut sebagai bagian dari proses, mengubah sensasi sakit menjadi data sensorik yang tidak memicu kepanikan atau kelelahan mental. Dengan menguasai Baja Rasa, seorang Ranja Murti dapat terus bertarung meskipun mengalami patah tulang kecil atau luka dalam, karena perintah otak untuk berhenti telah dinonaktifkan.
Aspek fisik dari Runjam adalah pelatihan Nadi Jantung, yang bertujuan untuk memaksimalkan kapasitas paru-paru dan efisiensi jantung dalam menyalurkan oksigen ke otot yang sangat lelah. Pelatihan ini jauh lebih intensif daripada latihan aerobik konvensional. Latihan utama adalah 'Lari Bayangan' (Lari Waktu Hantu). Praktisi harus berlari dalam kecepatan sprint penuh hingga 90% dari batas maksimal jantung mereka, kemudian secara instan beralih ke joging sangat lambat untuk pemulihan, dan kembali sprint hanya dalam hitungan detik. Siklus ini diulang tanpa henti selama minimal dua jam. Tujuannya adalah melatih jantung agar mampu membuang asam laktat dengan sangat cepat dan pulih secara instan, meniru kebutuhan mendesak pertarungan Runjam yang menuntut ledakan energi diselingi momen pemulihan mikro.
Teknik pernapasan adalah kunci Runjam. Praktisi harus menguasai 'Pernapasan Api Abadi', sebuah metode di mana setiap napas dihirup perlahan melalui hidung (4 hitungan) dan dihembuskan tajam melalui mulut (2 hitungan). Ritme pernapasan ini—ketika dikombinasikan dengan Kuda-Kuda Pohon Jati—dianggap mampu ‘mengisi ulang’ energi vital (Chi/Prana) bahkan di tengah pertarungan yang intens. Pengendalian napas ini adalah jembatan antara Daya Raga dan Baja Rasa; ia menenangkan sistem saraf yang panik akibat kelelahan fisik, mempertahankan kejernihan mental untuk membuat keputusan strategis yang cepat. Tanpa Api Abadi, Runjam akan runtuh menjadi sekadar kelelahan tanpa makna.
Aspek paling esoteris dari Runjam terletak pada pemahaman bahwa otot hanyalah alat; sumber energi sejati terletak pada niat. Praktisi Jotos Runjam yang sesungguhnya belajar untuk menarik energi dari pusat inti mereka, seringkali digambarkan sebagai 'reservoir air murni' yang terletak di bawah pusar. Ketika kelelahan menyerang, praktisi mengalihkan fokus mereka dari sensasi nyeri pada ekstremitas (kaki, tangan) kembali ke pusat inti ini, secara efektif "mematikan" input sensorik yang tidak relevan. Latihan ini membutuhkan meditasi yang dalam dan sering dilakukan di bawah kondisi fisik yang paling menantang. Misalnya, meditasi sambil memikul beban berat yang melebihi batas kemampuan tubuh selama minimal 30 menit. Tujuannya adalah membuktikan kepada diri sendiri bahwa tubuh dapat terus berfungsi meskipun berada di bawah tekanan yang seharusnya melumpuhkan. Kekuatan mental untuk terus mendorong batas inilah yang menjadi ciri khas para master Runjam, memungkinkan mereka untuk melakukan aksi yang secara fisiologis tidak mungkin dilakukan oleh manusia biasa. Mereka tidak melawan kelelahan; mereka berdamai dengannya dan menggunakannya sebagai bahan bakar.
Kompetisi Jotos Runjam bukanlah turnamen olahraga biasa. Ini adalah ujian kelangsungan hidup yang brutal, dirancang untuk menguji ketiga pilar keilmuan secara bersamaan. Secara historis, Runjam Agung diselenggarakan setahun sekali di tempat tersembunyi, dan hanya mereka yang telah menyelesaikan pelatihan 'Seribu Hari Sunyi' yang diizinkan untuk berpartisipasi.
Ujian Runjam Agung terdiri dari tiga fase yang harus diselesaikan secara berturut-turut tanpa istirahat formal yang signifikan. Total durasi ujian dapat mencapai lebih dari 36 jam.
Fase pertama menguji Daya Raga dan Nadi Tunggal. Peserta diwajibkan melakukan maraton jarak jauh (biasanya 150-200 km) sambil membawa beban minimal 20 kg, melalui medan yang sangat ekstrem (pegunungan terjal, rawa, dan hutan lebat). Aturan kuncinya adalah: peserta tidak diperbolehkan makan makanan padat; mereka hanya diizinkan minum air yang mereka temukan di sepanjang jalan. Fase ini dirancang untuk menguras cadangan glikogen dan memaksa tubuh beroperasi dalam mode kelaparan, menguji apakah praktisi dapat menarik energi dari sumber internal (Nadi Tunggal) ketika sumber eksternal telah habis. Peserta yang gagal menyelesaikan fase ini dalam waktu yang ditentukan (misalnya, 24 jam) didiskualifikasi karena dianggap gagal menguasai pemulihan energi mikro. Hanya ketahanan mental luar biasa yang didukung oleh teknik pernapasan Api Abadi yang memungkinkan peserta melewatinya.
Segera setelah menyelesaikan lari maraton, tanpa waktu istirahat formal, peserta dipindahkan ke arena di mana mereka harus melakukan serangkaian pukulan Seribu Jati ke target sasaran yang terbuat dari kayu yang sangat keras. Target ini dipasangi sensor untuk mengukur kecepatan, akurasi, dan konsistensi dampak. Peserta harus mempertahankan output pukulan di atas ambang batas minimum selama minimal enam jam. Tujuan fase ini adalah membuktikan bahwa kelelahan ekstrem dari Fase I tidak mengurangi kemampuan mereka untuk melepaskan serangan yang mematikan dan terfokus. Ini adalah ujian sejati dari Daya Raga yang digabungkan dengan Baja Rasa. Jika tangan mereka berdarah, mereka harus terus memukul. Jika otot mereka kejang, mereka harus mengandalkan kehendak murni.
Tekanan pada fase ini sangat tinggi; pukulan harus mencapai target dengan gaya yang sama kuatnya pada menit pertama maupun menit ke-360. Penguji secara ketat memantau setiap Ranja Murti, memastikan tidak ada kecurangan dalam ritme atau kekuatan. Jika terjadi penurunan signifikan dalam kecepatan atau akurasi pukulan, peserta dianggap gagal karena menunjukkan kurangnya pengendalian atas kelelahan. Konsistensi, bukan kekuatan mentah, adalah penentu keberhasilan di Pilar Gempur.
Fase terakhir dan paling legendaris. Peserta yang lolos Fase II harus menghadapi serangkaian lawan (seringkali praktisi tingkat menengah yang segar) secara beruntun. Tidak ada batasan waktu untuk pertarungan; ia hanya berakhir ketika salah satu peserta tidak dapat melanjutkan. Tujuannya bukan untuk menang dengan pukulan tunggal, tetapi untuk bertahan dan melemahkan lawan melalui strategi penghabisan energi. Seorang Ranja Murti yang lelah akan menggunakan Kuda-Kuda Pohon Jati untuk menyerap serangan, memaksa lawan yang segar untuk bekerja keras, dan kemudian melepaskan Pukulan Seribu Jati hanya pada momen kritis ketika lawan mulai menunjukkan keraguan atau kelelahan.
Pertarungan Runjam sering berlangsung selama beberapa jam. Ini menguji kemampuan praktisi untuk mempertahankan Baja Rasa di bawah tekanan fisik dan mental yang ekstrem, sementara otot-otot mereka menjerit minta berhenti. Kemenangan dalam Fase III seringkali ditentukan bukan oleh keterampilan bertarung yang unggul, tetapi oleh keengganan mutlak seorang Ranja Murti untuk menyerah. Mereka yang berhasil melewati Fase III ini secara resmi diakui sebagai Master Jotos Runjam, atau Naga Runjam.
Diagram Siklus Runjam Agung: Ujian Keabadian Fisik dan Spiritual.
Untuk mencapai level ketahanan yang dibutuhkan dalam Jotos Runjam, pelatihan harus melewati batas kebugaran fisik konvensional. Pengkondisian dalam Jotos Runjam adalah proses seumur hidup yang melibatkan modifikasi diet, penguatan tulang, dan pengasahan kemampuan intuitif. Ini adalah bagian yang paling rahasia dan keras dari disiplin ini.
Pengkondisian tulang dan kulit sangat penting untuk Runjam. Jika tubuh tidak dapat menahan dampaknya sendiri, ketahanan mental tidak akan berarti. Praktisi secara bertahap melibatkan diri dalam latihan yang disebut 'Gesekan Seribu Arang'. Latihan ini dimulai dengan memukul karung pasir ringan, namun seiring waktu, karung tersebut diisi dengan material yang semakin keras: beras, kacang-kacangan, kerikil, arang, hingga akhirnya, serpihan batu granit. Proses ini bertujuan untuk meningkatkan kepadatan tulang tangan dan kaki, serta membuat kulit dan jaringan ikat menjadi lebih keras dan tahan banting.
Selain pemukulan, terdapat ritual 'Baluran Getah' di mana praktisi mengoleskan ramuan herbal khusus yang dingin dan pedas ke seluruh tubuh setelah sesi latihan yang panjang. Ramuan ini dipercaya membantu meredakan peradangan internal dan mempercepat sintesis kolagen, membuat kulit tidak hanya tebal tetapi juga fleksibel dan cepat pulih dari memar. Latihan pengerasan ini sering memakan waktu lima hingga sepuluh tahun sebelum seorang praktisi dianggap siap menghadapi ujian Runjam Agung. Kegagalan untuk mengeras secara memadai akan mengakibatkan cedera permanen selama fase Pilar Gempur.
Diet dalam Jotos Runjam adalah bentuk pelatihan ketahanan itu sendiri. Praktisi harus menguasai 'Puasa Naga', sebuah praktik puasa intermiten yang ekstrem, di mana mereka hanya diperbolehkan makan dalam jendela waktu yang sangat singkat, dan hanya mengonsumsi makanan yang sangat padat nutrisi, biasanya akar-akaran yang pahit, daging kering, dan jamur hutan. Tujuannya adalah melatih tubuh agar efisien dalam penggunaan energi tersimpan dan menoleransi rasa lapar sebagai keadaan normal. Puasa Naga juga berfungsi sebagai alat untuk mengasah Baja Rasa, karena menahan nafsu makan yang kuat selama berhari-hari melatih disiplin diri yang dibutuhkan saat melawan kelelahan fisik.
Ketika makanan dikonsumsi, fokusnya adalah pada sumber energi yang membakar lambat. Praktisi menghindari gula rafinasi dan karbohidrat sederhana, mengutamakan lemak sehat dan protein hewani yang paling sulit dicerna. Ada keyakinan bahwa semakin sulit tubuh bekerja untuk memproses makanan, semakin kuat pula ketahanan mental praktisi. Ramuan herbal pahit yang mengandung kafein alami dan adaptogen (seperti pasak bumi atau ginseng hutan) dikonsumsi sebelum sesi pelatihan Runjam yang panjang untuk mempertahankan fokus mental tanpa mengandalkan stimulan buatan yang cepat habis.
Nadi Tunggal adalah konsep spiritual yang mengikat Jotos dan Runjam. Ini adalah upaya untuk menyalurkan energi vital melalui jalur-jalur halus dalam tubuh. Pelatihan Nadi Tunggal melibatkan meditasi 'Posisi Akar Menembus Bumi', di mana praktisi harus duduk diam di posisi lotus yang sempurna selama enam hingga delapan jam, memvisualisasikan akar tumbuh dari tulang ekor mereka, menembus tanah, dan menarik energi dari bumi.
Latihan ini sering dilakukan di tempat-tempat yang sunyi, seperti puncak gunung yang dingin atau gua yang gelap gulita. Tujuan utamanya adalah untuk memisahkan kesadaran dari tuntutan fisik tubuh. Ketika praktisi berhasil mencapai kondisi Nadi Tunggal, mereka melaporkan sensasi kehangatan yang stabil di pusat inti mereka, seolah-olah mereka tidak lagi membutuhkan energi eksternal untuk mempertahankan fungsi tubuh. Ini adalah kunci untuk Fase I Runjam Agung; praktisi yang menguasai Nadi Tunggal dapat mengurangi kebutuhan tidur dan makanan secara dramatis selama durasi ujian.
Penguasaan Nadi Tunggal juga memberikan keuntungan taktis dalam Jotos. Ketika energi disalurkan dengan benar, pukulan (Jotos) yang dilepaskan tidak hanya menggunakan kekuatan otot, tetapi juga energi kinetik yang berasal dari pusat inti, menghasilkan dampak yang jauh lebih besar daripada yang dapat dijelaskan oleh ukuran fisik praktisi. Kekuatan ini digambarkan sebagai 'Pukulan dari Ketiadaan', karena praktisi tampaknya tidak mengerahkan upaya fisik yang signifikan, namun dampaknya merusak internal.
Bagi mereka yang mendedikasikan diri pada jalan Jotos Runjam, seni ini melampaui pertarungan fisik. Ia menjadi sebuah filosofi hidup yang mengajarkan bahwa hambatan terbesar seseorang adalah batas yang ia tetapkan sendiri. Disiplin ini menciptakan individu yang tidak hanya tangguh secara fisik, tetapi juga memiliki ketahanan moral dan etika yang kuat.
Meskipun teknik Jotos sangat mematikan, etika Jotos Runjam melarang penggunaan kekerasan kecuali dalam situasi pertahanan diri mutlak. Ada prinsip kuno yang dipegang teguh: "Kekuatan Runjam harus menjadi perisai, bukan pedang yang haus darah." Praktisi diajarkan bahwa karena mereka memiliki kemampuan untuk bertarung tanpa batas, mereka memiliki tanggung jawab moral untuk mengakhiri konflik secara damai sebisa mungkin. Pukulan Seribu Jati hanya boleh dilepaskan jika semua upaya untuk menghindari pertarungan telah gagal dan nyawa dalam bahaya.
Etika ini diperkuat melalui praktik meditasi reflektif yang panjang setelah setiap sesi latihan intensif. Praktisi harus merenungkan niat mereka dan memastikan bahwa kekuatan yang mereka peroleh digunakan untuk melayani dan melindungi, bukan untuk mendominasi. Kuda-kuda Pohon Jati sering digunakan sebagai metafora etis: tetaplah berakar kuat dan tak tergoyahkan, bahkan ketika dunia di sekitarmu mencoba menjatuhkanmu. Baja Rasa harus melindungi jiwa dari kesombongan yang dapat muncul dari kekuatan fisik yang superior.
Di era modern, relevansi Jotos Runjam telah bergeser dari medan perang fisik ke medan perang kehidupan sehari-hari. Konsep Runjam diterapkan untuk mengatasi stres kronis, kelelahan kerja, dan tekanan mental yang konstan. Praktisi modern menggunakan pelatihan Runjam—terutama pengendalian napas Api Abadi dan latihan ketahanan mental Baja Rasa—untuk meningkatkan fokus, daya tahan kognitif, dan kemampuan mengambil keputusan di bawah tekanan. Mereka melihat tantangan proyek kerja yang panjang atau masalah keluarga yang berat sebagai 'Fase I Runjam Agung' pribadi mereka, di mana kemenangan tidak ditentukan oleh kecepatan, tetapi oleh kemampuan untuk tidak pernah menyerah dan mempertahankan ketenangan di tengah kekacauan.
Filosofi 'Pukulan dari Ketiadaan' juga diinterpretasikan ulang menjadi kemampuan untuk menyelesaikan masalah besar dengan upaya minimal (efisiensi Jotos), karena praktisi telah menghabiskan waktu bertahun-tahun dalam pelatihan dasar yang membosankan (Runjam). Mereka menyadari bahwa 99% dari kerja keras adalah pelatihan yang tidak terlihat, yang memungkinkan 1% tindakan yang menentukan menjadi sangat efektif dan cepat. Kehidupan yang dijalani oleh seorang Ranja Murti modern adalah kehidupan yang penuh dengan konsistensi yang membosankan, namun menghasilkan hasil yang luar biasa.
Salah satu ajaran yang paling mendalam dalam Jotos Runjam adalah hubungan antara ketahanan dan penguasaan waktu. Ketika tubuh mencapai titik kelelahan ekstrem, persepsi waktu cenderung melambat—sebuah fenomena yang dimanfaatkan oleh master Runjam. Mereka berlatih untuk mempertahankan ketenangan mental di tengah percepatan waktu ini, memungkinkan mereka untuk melihat gerakan lawan yang cepat seolah-olah dalam gerakan lambat. Ini bukanlah kecepatan fisik; ini adalah penajaman mental (Baja Rasa) yang diaktifkan oleh kelelahan. Ironisnya, semakin lelah praktisi, semakin besar potensi mereka untuk mencapai kondisi aliran ini.
Latihan 'Mata Jam' adalah latihan rahasia untuk mengembangkan kemampuan ini. Praktisi harus menatap titik fokus tanpa berkedip selama durasi yang sangat lama, sambil mendengarkan detak jam yang keras. Mereka harus belajar membedakan detak jam yang sebenarnya dengan detak yang hanya mereka bayangkan. Ini mengajarkan pengendalian atas stimulus sensorik dan membuktikan bahwa batas waktu dan kelelahan adalah konstruksi mental yang rapuh. Setelah menguasai Mata Jam, seorang Naga Runjam dapat memasuki kondisi 'Waktu Abadi' di mana respons mereka terhadap pukulan lawan menjadi instan dan naluriah, karena mereka memiliki lebih banyak waktu sadar untuk bereaksi. Hal ini memperkuat sinergi antara kecepatan Jotos yang mematikan dan ketahanan Runjam yang tak terbatas.
Jotos Runjam adalah lebih dari sekadar kumpulan teknik pertarungan; ia adalah sebuah warisan yang mendefinisikan batas-batas potensi manusia. Disiplin ini menantang premis dasar kelelahan, mengajarkan bahwa batas fisik hanyalah pintu gerbang menuju kekuatan spiritual yang lebih besar. Melalui penguasaan Jotos (serangan yang efisien), Runjam (ketahanan yang tak tergoyahkan), dan Nadi Tunggal (koneksi energi), praktisi mencapai tingkat eksistensi di mana kekuatan dan daya tahan menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Jalan ini keras dan menuntut pengorbanan yang mendalam, namun hadiahnya adalah kebebasan dari rasa takut akan kegagalan dan kelelahan. Mereka yang berjalan di jalan ini tidak hanya belajar cara bertarung, tetapi belajar bagaimana hidup, bertindak, dan bertahan dengan intensitas absolut, siap menghadapi tantangan apa pun—baik di arena pertarungan, maupun dalam perjalanan hidup yang panjang dan melelahkan. Jotos Runjam adalah perayaan atas ketidakmauan jiwa manusia untuk menyerah, sebuah ode terhadap ketahanan yang tak pernah berakhir.