Fenomena jerapan (sering juga disebut adsorpsi) merupakan proses fundamental dalam kimia fisik dan sains material, merujuk pada penempelan, akumulasi, atau konsentrasi suatu zat (adsorbat) pada permukaan zat lain (adsorben). Berbeda dengan absorpsi, di mana zat diserap ke dalam seluruh volume material, jerapan hanya terjadi di antarmuka permukaan. Keunikan proses ini terletak pada energi permukaan dan interaksi molekuler yang memungkinkannya menjadi kunci dalam berbagai teknologi, mulai dari pemurnian lingkungan hingga sintesis katalis canggih.
Jerapan adalah proses spontan yang didorong oleh penurunan energi bebas permukaan adsorben ketika zat asing menempel. Permukaan padatan memiliki energi yang tidak seimbang; molekul pada permukaan tidak sepenuhnya dikoordinasikan seperti molekul di bagian interior (bulk), menghasilkan gaya sisa yang dapat menarik molekul adsorbat dari fase cair atau gas.
Dalam konteks termodinamika, spontanitas jerapan dipandu oleh perubahan energi Gibbs ($\Delta G$). Karena jerapan umumnya bersifat eksotermik (melepaskan panas, $\Delta H$ negatif) dan terjadi dengan penurunan entropi ($\Delta S$ negatif, karena molekul menjadi lebih teratur di permukaan), proses ini difavoritkan pada suhu rendah. Persamaan kuncinya adalah:
$\Delta G = \Delta H - T \Delta S$
Agar jerapan berlangsung spontan ($\Delta G$ negatif), nilai entalpi ($\Delta H$) harus cukup negatif untuk mengatasi kerugian entropi ($T\Delta S$) yang dihasilkan dari immobilisasi molekul adsorbat. Besarnya nilai $\Delta H$ jerapan juga berfungsi sebagai indikator apakah proses yang terjadi adalah fisika atau kimia.
Mekanisme interaksi antara adsorbat dan adsorben dikelompokkan menjadi dua jenis utama, dibedakan berdasarkan sifat ikatan yang terbentuk dan besarnya energi yang terlibat.
Fisisorpsi didorong oleh gaya van der Waals yang lemah (gaya dispersi, dipol-dipol). Proses ini analog dengan kondensasi, bersifat non-spesifik, dan melibatkan entalpi jerapan yang rendah (biasanya 5–40 kJ/mol), mirip dengan panas laten pengembunan. Karena ikatannya lemah, fisisorpsi bersifat reversibel, cepat, dan memungkinkan pembentukan lapisan multi-molekuler (multilayer) pada permukaan adsorben. Fisisorpsi tidak memerlukan energi aktivasi yang signifikan.
Kemisorpsi melibatkan pembentukan ikatan kimia yang sebenarnya (kovalen atau ionik) antara adsorbat dan atom pada permukaan adsorben. Proses ini bersifat sangat spesifik, membutuhkan energi aktivasi yang tinggi, dan memiliki entalpi jerapan yang besar (umumnya 80–400 kJ/mol). Kemisorpsi biasanya bersifat ireversibel, lambat, dan hanya dapat membentuk lapisan tunggal (monolayer). Kemisorpsi memainkan peran vital dalam katalisis heterogen.
Gambar 1: Perbedaan fundamental antara Fisisorpsi dan Kemisorpsi.
Efisiensi dan tingkat jerapan sangat bergantung pada kombinasi parameter lingkungan dan sifat material.
Isoterm jerapan adalah representasi grafis dari jumlah adsorbat yang terjerap pada adsorben pada suhu konstan sebagai fungsi dari tekanan gas atau konsentrasi larutan. Pemodelan ini sangat krusial karena memberikan parameter kuantitatif mengenai kapasitas dan mekanisme interaksi.
Isoterm Langmuir, yang dikembangkan oleh Irving Langmuir, merupakan model paling dasar dan penting untuk menjelaskan jerapan monolayer. Model ini didasarkan pada serangkaian asumsi ideal:
Persamaan Langmuir menghubungkan fraksi situs permukaan yang terisi ($\theta$) dengan tekanan atau konsentrasi ($C$ atau $P$), melalui konstanta jerapan ($K_L$).
$\theta = \frac{K_L C}{1 + K_L C}$
Dalam aplikasi praktis, seringkali digunakan bentuk linearisasi untuk menentukan $K_L$ (konstanta kesetimbangan Langmuir) dan $q_{maks}$ (kapasitas jerapan maksimum, yang mewakili volume monolayer).
$\frac{C}{q} = \frac{1}{q_{maks} K_L} + \frac{C}{q_{maks}}$
Implikasi Praktis Langmuir: Walaupun asumsinya sangat ideal, model Langmuir sangat efektif untuk memprediksi kapasitas maksimal dalam sistem kemisorpsi dan untuk memahami saturasi permukaan pada konsentrasi tinggi. Koefisien $K_L$ memberikan wawasan tentang afinitas adsorbat terhadap permukaan.
Isoterm Freundlich adalah model empiris yang digunakan untuk menjelaskan jerapan pada permukaan yang heterogen (tidak seragam), di mana energi jerapan bervariasi dari satu situs ke situs lain. Model ini sangat baik untuk menggambarkan jerapan yang terjadi pada adsorben alami atau material berpori kompleks seperti karbon aktif.
Persamaan Freundlich (non-linear) dinyatakan sebagai:
$q = K_f C^{1/n}$
Di mana $K_f$ adalah konstanta kapasitas Freundlich dan $1/n$ adalah konstanta intensitas jerapan. Nilai $1/n$ menunjukkan homogenitas permukaan. Jika $1/n$ mendekati 1, jerapan hampir linear; jika jauh lebih kecil dari 1 (misalnya 0,1 hingga 0,5), heterogenitas permukaan sangat dominan dan jerapan difavoritkan pada konsentrasi rendah. Linearitas model dicapai melalui logaritma:
$\log q = \log K_f + \frac{1}{n} \log C$
Keterbatasan Freundlich: Meskipun sangat fleksibel, model ini tidak memiliki landasan teoretis yang kuat dan tidak dapat memprediksi kapasitas jerapan maksimum karena tidak ada konsep saturasi monolayer yang eksplisit dalam persamaannya.
Isoterm Brunauer, Emmett, dan Teller (BET) merupakan perpanjangan dari model Langmuir untuk mengakomodasi pembentukan lapisan multi-molekuler, yang sangat umum terjadi pada fisisorpsi. Model BET adalah alat standar industri untuk penentuan luas permukaan spesifik ($\text{SSA}$) material berpori.
Persamaan BET menghubungkan volume gas yang terjerat ($V$) pada tekanan kesetimbangan ($P$) dengan volume gas yang dibutuhkan untuk membentuk monolayer sempurna ($V_m$) dan tekanan uap jenuh ($P_0$):
$\frac{P}{V(P_0 - P)} = \frac{1}{V_m C} + \frac{C - 1}{V_m C} \cdot \frac{P}{P_0}$
Parameter $C$ terkait dengan panas jerapan. Dari plot linear BET (antara $\frac{P}{V(P_0 - P)}$ vs. $\frac{P}{P_0}$), $V_m$ dapat ditentukan, dan dari $V_m$, luas permukaan spesifik dapat dihitung menggunakan luas penampang melintang molekul adsorbat (biasanya Nitrogen pada 77 K).
Selain tiga model utama di atas, model lain digunakan untuk mengatasi keterbatasan spesifik:
Memahami seberapa cepat adsorbat dijerap (kinetika) sama pentingnya dengan memahami kapasitas total (isoterm). Kinetika jerapan sangat dipengaruhi oleh mekanisme transfer massa dan langkah penentu laju.
Proses jerapan dari fase cair atau gas ke padatan melibatkan serangkaian langkah yang harus dilalui adsorbat:
Untuk menginterpretasikan data kinetik, digunakan model kinetika empiris yang disebut model orde semu (pseudo-order models).
Model ini mengasumsikan bahwa laju jerapan berbanding lurus dengan jumlah situs kosong yang tersedia. Umumnya diterapkan pada tahap awal jerapan atau pada konsentrasi rendah. Persamaan linear PFO adalah:
$\log(q_e - q_t) = \log q_e - \frac{k_1}{2.303} t$
Di mana $q_e$ adalah jumlah yang terjerap pada kesetimbangan, $q_t$ adalah jumlah yang terjerat pada waktu $t$, dan $k_1$ adalah konstanta laju orde semu pertama.
PSO mengasumsikan bahwa laju jerapan dikendalikan oleh reaksi kimia atau kemisorpsi dan berbanding lurus dengan kuadrat jumlah situs yang tersisa. Model ini sering memberikan fit yang lebih baik untuk data jerapan yang melibatkan interaksi kimia atau energi aktivasi.
$\frac{t}{q_t} = \frac{1}{k_2 q_e^2} + \frac{1}{q_e} t$
Parameter $k_2$ adalah konstanta laju orde semu kedua. Jika data eksperimental cocok dengan PSO, ini seringkali menunjukkan bahwa jerapan kemisorpsi adalah proses yang mengontrol laju.
Jika model orde semu menunjukkan bahwa laju dikendalikan oleh transfer massa, model Weber-Morris digunakan untuk menentukan apakah difusi pori adalah langkah penentu laju. Model ini mengasumsikan bahwa jerapan linier dengan akar kuadrat waktu ($t^{1/2}$).
$q_t = k_{id} \sqrt{t} + C_i$
Jika difusi intrapartikel adalah satu-satunya langkah penentu laju, plot $q_t$ vs. $\sqrt{t}$ harus berupa garis lurus yang melewati titik nol. Konstanta $C_i$ mewakili kontribusi difusi film (lapisan batas).
Efektivitas proses jerapan sangat bergantung pada pemilihan material adsorben. Material yang ideal harus memiliki luas permukaan spesifik yang tinggi, distribusi pori yang optimal, dan stabilitas kimia/termal yang memadai.
Gambar 2: Klasifikasi Pori Berdasarkan Ukuran IUPAC.
Karbon aktif adalah adsorben paling banyak digunakan di dunia, diproduksi dari bahan baku karbonaceous (batubara, kayu, tempurung kelapa) melalui proses aktivasi termal atau kimiawi. Karakteristik utamanya adalah volume mikropori yang sangat besar, menghasilkan luas permukaan spesifik hingga 3000 m²/g.
Regenerasi Karbon Aktif: Karbon aktif dapat diregenerasi melalui desorpsi termal, steam activation, atau regenerasi kimia. Regenerasi termal pada suhu tinggi (hingga 900 °C) adalah metode paling umum, tetapi boros energi dan menyebabkan kehilangan massa (burn-off) dan kapasitas.
Zeolit adalah aluminosilikat kristalin dengan struktur pori yang sangat seragam dan terdefinisi (mikropori). Struktur ini memungkinkan zeolit bertindak sebagai "saringan molekuler," hanya menjerap molekul dengan ukuran dan bentuk tertentu. Sifat permukaan zeolit bervariasi dari hidrofilik hingga hidrofobik, tergantung pada rasio silika-alumina (Si/Al).
Aplikasi utama zeolit adalah dalam pemisahan gas (misalnya, pemisahan oksigen dari nitrogen untuk menghasilkan oksigen medis, PSA/TSA) dan katalisis petrokimia.
MOFs adalah kelas adsorben terbaru yang dibangun dari ion logam yang dihubungkan oleh ligan organik, membentuk struktur kristalin 3D yang sangat teratur. MOFs menawarkan luas permukaan tertinggi yang pernah tercatat (hingga 7000 m²/g) dan porositas yang dapat disesuaikan (tuneable porosity).
Keunggulan MOFs: Kemampuan untuk merancang fungsionalitas permukaan (functionalization) secara spesifik, memungkinkan jerapan selektif terhadap gas rumah kaca (CO₂, CH₄) atau zat radioaktif. Meskipun menjanjikan, tantangan utama MOFs adalah stabilitas hidrolitik dan biaya sintesis skala besar.
Nanomaterial, seperti tabung nano karbon (CNT), grafena, dan silika mesopori (seperti SBA-15 dan MCM-41), menawarkan distribusi pori yang terkontrol (mesopori), yang penting untuk molekul besar dan laju difusi cepat.
Silika Mesopori: Ideal untuk menjerap molekul organik besar atau biomolekul karena ukurannya yang lebih besar dari mikropori zeolit. Mereka juga stabil secara termal dan mudah dimodifikasi permukaannya (misalnya, silanisasi).
Jerapan adalah tulang punggung banyak proses kimia dan teknik modern, terutama yang melibatkan pemisahan, pemurnian, dan katalisis.
Jerapan adalah salah satu teknologi primer untuk menghilangkan kontaminan yang sulit dihilangkan dengan metode konvensional, seperti klorin, pestisida, farmasi, dan zat warna.
Penggunaan karbon aktif (GAC) dalam kolom adsorpsi sangat efektif untuk menghilangkan senyawa organik volatil (VOCs), mikro-polutan (seperti Bisphenol A), dan senyawa endokrin pengganggu dari air minum. Proses ini bergantung pada interaksi hidrofobik antara adsorbat organik dan permukaan karbon yang non-polar.
Untuk menghilangkan ion logam berat (misalnya, Timbal, Kadmium, Arsenik) dari air limbah, adsorben harus dimodifikasi secara kimia. Misalnya, penggunaan biomassa yang dimodifikasi atau MOFs yang memiliki gugus fungsional penarik kation (seperti gugus karboksil atau amina) pada permukaannya. Jerapan logam berat seringkali mengikuti model kemisorpsi ion-exchange.
Dalam industri petrokimia dan gas, jerapan digunakan secara luas untuk pemurnian, termasuk pengeringan gas, penghilangan kontaminan belerang, dan pemisahan komponen gas.
PSA adalah siklus jerapan dan desorpsi yang memanfaatkan perbedaan laju dan kapasitas jerapan gas pada adsorben di bawah perubahan tekanan. Aplikasi terbesar adalah pemisahan udara: nitrogen lebih mudah terjerap pada zeolit daripada oksigen, memungkinkan produksi oksigen dengan kemurnian tinggi. Siklus PSA melibatkan empat langkah utama: jerapan (tekanan tinggi), depresurisasi, purging, dan repressurisasi.
Jerapan berperan penting dalam penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS). Adsorben amina-fungsionalisasi padat (seperti zeolit atau silika) mampu menjerap CO₂ secara selektif dari gas buang industri, menawarkan alternatif yang lebih efisien energi dibandingkan dengan penangkapan pelarut cair tradisional.
Langkah awal yang krusial dalam katalisis heterogen adalah kemisorpsi reaktan pada permukaan katalis. Kecepatan dan selektivitas reaksi sangat bergantung pada kekuatan jerapan ini. Jika jerapan terlalu lemah, reaksi tidak terjadi; jika terlalu kuat, produk tidak dapat terdesorpsi dan situs aktif menjadi terblokir (keracunan katalis).
Contoh Kunci: Sintesis Haber-Bosch (produksi amonia) bergantung pada kemisorpsi nitrogen dan hidrogen pada permukaan besi (Fe) yang dimodifikasi. Pemahaman isoterm jerapan memungkinkan optimalisasi suhu dan tekanan untuk memastikan tingkat jerapan yang tepat.
Untuk memahami dan mengoptimalkan kinerja adsorben, diperlukan serangkaian teknik karakterisasi untuk mengukur parameter fisikokimia utama.
Analisis BET adalah metode standar emas untuk menentukan luas permukaan material berpori. Teknik ini melibatkan pengukuran volume gas (biasanya N₂ pada 77 K) yang terjerap pada berbagai tekanan relatif ($P/P_0$).
Prosedur Utama:
Luas permukaan dan volume total tidak cukup; distribusi ukuran pori (mikropori, mesopori, makropori) menentukan aksesibilitas adsorbat. Metode yang digunakan adalah:
Sifat kimia permukaan sangat menentukan mekanisme interaksi (fisisorpsi vs. kemisorpsi). Teknik yang digunakan meliputi:
Dalam aplikasi industri, jerapan hampir selalu dilakukan dalam reaktor kolom (fixed-bed reactor). Desain kolom memerlukan pemahaman tentang dinamika aliran dan kejenuhan adsorben, yang dijelaskan melalui kurva terobosan (breakthrough curve).
Kurva terobosan memplot rasio konsentrasi adsorbat yang keluar dari kolom ($C_t$) terhadap konsentrasi awal ($C_0$) sebagai fungsi waktu atau volume efluen. Ketika kolom mulai jenuh, konsentrasi efluen perlahan meningkat.
MTZ adalah wilayah di kolom di mana konsentrasi adsorbat bergerak dari $C_0$ (jenuh) ke nol (murni). Kualitas kurva terobosan (seberapa curam atau landai) sangat penting.
Panjang MTZ dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kecepatan alir, ukuran partikel adsorben (partikel kecil memperpendek MTZ), dan koefisien transfer massa spesifik.
Untuk memprediksi kinerja kolom skala besar, digunakan model seperti Thomas dan Yoon-Nelson, yang mengintegrasikan data kinetika dan isoterm.
Meskipun jerapan adalah teknologi yang matang, penelitian terus berlanjut untuk mengatasi tantangan efisiensi, selektivitas, dan keberlanjutan.
Salah satu hambatan utama dalam aplikasi nyata adalah kehadiran multi-komponen. Dalam air limbah, misalnya, terdapat banyak polutan yang bersaing memperebutkan situs jerapan yang terbatas. Ini menyebabkan kapasitas jerapan untuk polutan target menurun drastis.
Arah Penelitian: Pengembangan adsorben yang sangat selektif (seperti MOFs atau zeolit fungsionalisasi) yang dirancang untuk mengikat hanya satu jenis molekul melalui ukuran atau interaksi kimia tertentu (misalnya, jerapan CO₂ yang sangat selektif di hadapan uap air).
Regenerasi adalah langkah yang paling mahal dan paling boros energi dalam proses jerapan. Regenerasi termal menghasilkan emisi gas rumah kaca dan membutuhkan energi tinggi.
Arah Penelitian: Fokus beralih ke regenerasi yang lebih ramah lingkungan dan hemat energi, seperti:
Jerapan kini dieksplorasi sebagai mekanisme kunci untuk penyimpanan energi bersih. MOFs dan karbon berpori tinggi dapat menjerap gas hidrogen (H₂) atau metana (CH₄) dalam kepadatan tinggi pada tekanan yang relatif rendah, menjanjikan peningkatan keamanan dan efisiensi penyimpanan bahan bakar transportasi.
Penyimpanan H₂: Diperlukan adsorben dengan volume pori dan luas permukaan yang ekstrem untuk mencapai target energi gravimetrik dan volumetrik yang ditetapkan oleh Departemen Energi AS.
Dalam bioteknologi, jerapan digunakan untuk kromatografi dan pemisahan protein. Dalam kedokteran, adsorben digunakan untuk detoksifikasi (misalnya, penggunaan hemoperfusion untuk menghilangkan racun dari darah) dan pengiriman obat terkontrol, di mana obat dijerap ke pembawa (seperti silika mesopori) dan dilepaskan secara bertahap dalam tubuh.
Jerapan adalah fenomena antarmuka yang serbaguna, didorong oleh prinsip-prinsip termodinamika permukaan. Mulai dari pemodelan ideal Langmuir dan pelapisan multi-molekuler BET, hingga aplikasi teknik yang kompleks dalam PSA dan pengolahan limbah, jerapan membuktikan dirinya sebagai pilar tak tergantikan dalam teknik kimia, lingkungan, dan material. Dengan kemajuan dalam rekayasa material berpori baru seperti MOFs dan peningkatan fokus pada regenerasi yang efisien, peran jerapan dalam memecahkan masalah lingkungan global dan mendukung transisi energi akan terus berkembang dan menjadi semakin vital.
Artikel ini disajikan sebagai tinjauan komprehensif mengenai ilmu pengetahuan dan teknik jerapan.