Menguak Injil Sinoptik: Perbandingan, Masalah, dan Makna Teologis

Tiga Kitab Terbuka Ilustrasi tiga kitab terbuka bergaya sinoptik, mewakili Injil Matius, Markus, dan Lukas, dengan simbol salib samar di tengah. Matius Markus Lukas

Injil, sebagai jantung iman Kristen, menceritakan kehidupan, ajaran, pelayanan, kematian, dan kebangkitan Yesus Kristus. Di antara empat Injil kanonis—Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes—tiga di antaranya memiliki kemiripan yang luar biasa dalam struktur, konten, dan gaya bahasa, sehingga dijuluki sebagai Injil Sinoptik. Kata "sinoptik" berasal dari bahasa Yunani synopsis, yang berarti "melihat bersama" atau "pandangan umum." Penamaan ini sangat tepat, karena Injil Matius, Markus, dan Lukas, ketika ditempatkan dalam kolom paralel, memungkinkan pembaca untuk dengan mudah melihat persamaan dan perbedaan di antara ketiganya.

Studi tentang Injil Sinoptik bukan sekadar latihan akademis; ia merupakan fondasi untuk memahami bagaimana kisah Yesus diawetkan dan disebarkan dalam gereja mula-mula. Kemiripan yang mencolok ini, di satu sisi, menguatkan kesaksian mereka tentang Yesus, namun di sisi lain, juga menimbulkan "masalah sinoptik" yang kompleks: bagaimana kemiripan dan perbedaan ini dapat dijelaskan secara historis dan sastra? Permasalahan ini telah menjadi salah satu teka-teki terbesar dalam studi Perjanjian Baru selama berabad-abad, memicu perdebatan sengit dan melahirkan berbagai teori yang mencoba menguraikannya.

Artikel ini akan membawa kita menyelami dunia Injil Sinoptik. Kita akan memulai dengan memahami karakteristik masing-masing Injil secara individual, menyoroti penekanan dan audiens unik mereka. Selanjutnya, kita akan mengulas secara mendalam "masalah sinoptik," menelusuri sejarah perdebatan, dan mengkaji teori-teori utama yang diajukan untuk menjelaskan fenomena ini, seperti Prioritas Markus, Hipotesis Dua Sumber (Markus dan Q), serta Hipotesis Farrer dan Griesbach. Kita juga akan membahas implikasi teologis dari perbedaan-perbedaan ini dan bagaimana studi sinoptik membentuk pemahaman kita tentang Yesus dan Injil.

Apa Itu Injil Sinoptik? Mengapa Mereka Penting?

Istilah "Sinoptik" merujuk pada Injil Matius, Markus, dan Lukas karena kemiripan substansial yang mereka miliki. Kemiripan ini terlihat dalam banyak aspek:

Kontras yang mencolok terjadi ketika Injil Yohanes dimasukkan dalam perbandingan. Injil Yohanes memiliki struktur narasi yang sangat berbeda, fokus teologis yang unik, dan sebagian besar materi yang tidak ditemukan dalam Injil Sinoptik. Ini membuat Yohanes seringkali dipelajari secara terpisah dari ketiga Injil lainnya, meskipun tentu saja semua Injil saling melengkapi dalam memberikan gambaran lengkap tentang Yesus.

Pentingnya Injil Sinoptik tidak dapat diremehkan. Mereka menyediakan sebagian besar informasi yang kita miliki tentang kehidupan dan ajaran Yesus Kristus. Dengan menelaah ketiganya, kita mendapatkan perspektif yang beragam namun saling berkaitan tentang identitas dan misi Yesus. Studi sinoptik membantu kita:

  1. Membangun Gambar Yesus yang Komprehensif: Setiap Injil memiliki sudut pandang dan penekanan teologisnya sendiri. Dengan melihat ketiga Injil secara bersamaan, kita dapat menyusun gambaran Yesus yang lebih kaya dan berdimensi.
  2. Memahami Teologi Gereja Mula-mula: Perbedaan dan kesamaan dalam Injil Sinoptik mencerminkan bagaimana komunitas Kristen awal di lokasi dan waktu yang berbeda memahami, menafsirkan, dan mewariskan tradisi tentang Yesus.
  3. Menjelajahi Proses Penulisan Injil: Masalah sinoptik mendorong kita untuk mempertanyakan bagaimana Injil-injil ini ditulis, sumber apa yang mereka gunakan, dan bagaimana mereka saling berhubungan, memberikan wawasan berharga tentang proses kanonisasi dan pewarisan tradisi lisan menjadi tulisan.
  4. Mengapresiasi Inspirasi Ilahi dan Peran Manusia: Studi sinoptik membantu kita melihat bagaimana Allah menginspirasi para penulis Injil untuk menyampaikan kebenaran tentang Yesus, sekaligus mengakui keunikan gaya, tujuan, dan konteks masing-masing penulis manusia.

Mengenal Masing-masing Injil Sinoptik

Injil Markus: Injil Pertama dan Paling Ringkas

Secara umum disepakati sebagai Injil tertua, Injil Markus adalah yang paling ringkas dan langsung. Penulisnya diyakini adalah Yohanes Markus, seorang rekan Paulus dan Petrus. Injil ini kemungkinan besar ditulis di Roma untuk audiens non-Yahudi (Gentil), yang terlihat dari penjelasannya tentang adat-istiadat Yahudi dan penggunaan istilah-istilah Latin. Markus sering digambarkan sebagai Injil "aksi" karena kecepatan narasinya dan fokusnya pada perbuatan Yesus daripada ajaran-ajaran panjang.

Ciri Khas Markus:

Meskipun ringkas, Markus memberikan gambaran yang kuat tentang Yesus yang berkuasa, namun juga rentan dan menderita, sebuah pesan yang sangat relevan bagi audiens yang mungkin menghadapi penganiayaan di Roma.

Injil Matius: Injil Raja Mesianik dan Sang Guru

Injil Matius diyakini ditulis oleh Matius, salah satu dari dua belas murid Yesus, seorang pemungut cukai. Injil ini kemungkinan ditulis untuk audiens Kristen Yahudi, dengan tujuan menunjukkan bahwa Yesus adalah Mesias yang dinanti-nantikan, yang menggenapi nubuat-nubuat Perjanjian Lama. Matius sering disebut sebagai Injil "Gereja" karena fokusnya pada etika kerajaan surga dan komunitas orang percaya.

Ciri Khas Matius:

Matius menyajikan Yesus sebagai figur otoritatif yang menggenapi sejarah keselamatan Israel, sekaligus pendiri komunitas baru yang bersifat universal.

Injil Lukas: Injil Juru Selamat Universal dan Penuh Kasih

Injil Lukas, bersama dengan Kisah Para Rasul, ditulis oleh Lukas, seorang tabib dan rekan Paulus. Injil ini ditujukan kepada "Teofilus yang terhormat" (Lukas 1:3), dan secara umum diyakini ditulis untuk audiens Kristen non-Yahudi yang terpelajar. Lukas menyoroti Yesus sebagai Juru Selamat bagi seluruh umat manusia, tanpa memandang ras, jenis kelamin, atau status sosial. Injil ini dikenal karena perhatiannya terhadap orang miskin, perempuan, dan kelompok-kelompok yang terpinggirkan.

Ciri Khas Lukas:

Lukas menyajikan Yesus sebagai figur yang penuh belas kasihan dan inklusif, yang membawa kabar baik tentang keselamatan universal.

Masalah Sinoptik: Teka-teki Abadi

Setelah melihat sekilas masing-masing Injil Sinoptik, kita kembali pada inti permasalahan: bagaimana menjelaskan kemiripan dan perbedaan yang begitu mencolok di antara Matius, Markus, dan Lukas? Ini adalah yang dikenal sebagai "Masalah Sinoptik."

Secara sederhana, masalah sinoptik dapat dirumuskan sebagai berikut:

  1. Kesamaan Materi: Lebih dari 90% materi Markus ditemukan di Matius, dan lebih dari 50% materi Markus ditemukan di Lukas. Matius dan Lukas juga memiliki sekitar 200-250 ayat (kira-kira seperempat dari Injil mereka) yang tidak ada di Markus tetapi mirip satu sama lain.
  2. Kesamaan Urutan: Urutan narasi dalam Markus hampir selalu dipertahankan oleh Matius dan Lukas, terutama ketika mereka menceritakan kejadian yang sama. Jika Matius menyimpang dari urutan Markus, Lukas hampir tidak pernah menyimpang dengan cara yang sama.
  3. Kesamaan Kata-kata: Terkadang, kesamaan kata-kata dan frasa dalam bahasa Yunani asli sangat mencolok, bahkan hingga kesalahan tata bahasa atau keanehan yang sama. Hal ini terlalu spesifik untuk dijelaskan hanya dengan tradisi lisan yang terpisah.
  4. Materi Unik: Meskipun banyak kesamaan, setiap Injil juga memiliki materi yang unik (disebut sebagai "M" untuk Matius dan "L" untuk Lukas) yang tidak ditemukan di Injil lain.

Kemiripan yang begitu kuat dalam urutan, detail, dan kata-kata menyiratkan adanya hubungan sastra, yaitu salah satu penulis Injil menggunakan Injil yang lain sebagai sumber, atau ketiganya menggunakan sumber bersama yang ditulis. Sulit untuk membayangkan bahwa ketiga Injil ini ditulis secara independen, hanya mengandalkan tradisi lisan yang sama, karena ini tidak akan menjelaskan kemiripan kata-kata yang hampir identik atau urutan yang konsisten.

Sejarah Perdebatan Masalah Sinoptik

Perdebatan mengenai masalah sinoptik telah berlangsung selama berabad-abad. Awalnya, pandangan yang dominan adalah Prioritas Matius, berdasarkan kesaksian gereja mula-mula (misalnya Papias) yang menyatakan bahwa Matius menulis Injilnya dalam bahasa Aram (atau Ibrani) dan kemudian diterjemahkan atau ditafsirkan oleh orang lain. Agustinus (abad ke-4 M) juga berpendapat bahwa Injil ditulis dalam urutan Matius, Markus, Lukas, dan Markus adalah ringkasan dari Matius.

Namun, sejak abad ke-18 dan ke-19, ketika studi kritis Injil berkembang, para sarjana mulai melihat masalah ini dengan lebih sistematis. Perkembangan ini mengarah pada penolakan bertahap terhadap prioritas Matius yang tradisional dan munculnya teori-teori baru yang lebih kompleks.

Teori-teori Utama untuk Masalah Sinoptik

1. Hipotesis Prioritas Markus (Markan Priority)

Ini adalah teori yang paling diterima secara luas di kalangan sarjana Perjanjian Baru saat ini. Hipotesis ini menyatakan bahwa Injil Markus adalah Injil pertama yang ditulis, dan Injil Matius serta Lukas menggunakan Markus sebagai salah satu sumber utama mereka.

Argumen Mendukung Prioritas Markus:

2. Hipotesis Dua Sumber (Two-Source Hypothesis - 2SH)

Hipotesis Dua Sumber adalah pengembangan dari Prioritas Markus, dan merupakan teori paling populer dan diterima secara luas di kalangan sarjana modern. Teori ini mengemukakan bahwa Matius dan Lukas menulis Injil mereka dengan menggunakan dua sumber utama secara independen:

  1. Injil Markus: Sebagai kerangka naratif dan sumber sebagian besar cerita tentang perbuatan Yesus.
  2. Sumber Q (Quelle): Sebuah sumber hipotetis yang berisi kumpulan perkataan Yesus (logia). Sumber ini menjelaskan materi yang sama yang dimiliki Matius dan Lukas tetapi tidak ditemukan di Markus.

Argumen Mendukung Sumber Q:

Dengan demikian, 2SH mempostulatkan bahwa Matius memiliki tiga sumber: Markus, Q, dan materi unik Matius (disebut "M"). Demikian pula, Lukas memiliki tiga sumber: Markus, Q, dan materi unik Lukas (disebut "L").

Meskipun Q adalah sumber hipotetis (tidak ada naskah fisik Q yang pernah ditemukan), keberadaannya diterima oleh mayoritas sarjana karena ia menyediakan penjelasan yang paling koheren untuk data sinoptik.

3. Hipotesis Farrer (Farrer Hypothesis)

Hipotesis Farrer, yang dikemukakan oleh Austin Farrer pada tahun 1955, adalah alternatif dari Hipotesis Dua Sumber. Teori ini menerima Prioritas Markus tetapi menolak keberadaan sumber Q. Menurut Farrer, Matius menggunakan Markus sebagai sumber, dan Lukas menggunakan Matius DAN Markus sebagai sumbernya.

Struktur Hipotesis Farrer:

  1. Markus ditulis pertama.
  2. Matius menggunakan Markus sebagai sumber.
  3. Lukas menggunakan Markus dan Matius sebagai sumber.

Argumen Mendukung Farrer:

Meskipun Farrer memiliki daya tarik karena kesederhanaannya, ia menghadapi tantangan dalam menjelaskan mengapa Lukas, jika ia menggunakan Matius, akan memilih untuk menghilangkan begitu banyak materi Matius yang penting dan menyusun kembali materi bersama dengan cara yang seringkali sangat berbeda dari Matius, terutama dalam bagian-bagian yang tidak ada di Markus.

4. Hipotesis Griesbach (Griesbach Hypothesis / Two-Gospel Hypothesis)

Hipotesis Griesbach, yang dipopulerkan oleh Johann Jakob Griesbach pada abad ke-18 (tetapi akarnya lebih tua), menolak Prioritas Markus dan mengusulkan Prioritas Matius. Teori ini menyatakan bahwa Matius adalah Injil pertama, diikuti oleh Lukas, dan kemudian Markus meringkas keduanya.

Struktur Hipotesis Griesbach:

  1. Matius ditulis pertama.
  2. Lukas menggunakan Matius sebagai sumber.
  3. Markus menggunakan Matius dan Lukas sebagai sumber (atau hanya Matius, dan Lukas kemudian mengadaptasi Matius secara independen).

Argumen Mendukung Griesbach (dari pendukungnya):

Namun, Griesbach menghadapi kesulitan signifikan dalam menjelaskan bagaimana Markus, jika meringkas Matius dan Lukas, bisa menghasilkan Injil yang memiliki tata bahasa dan teologi yang lebih "primitif" atau "kasar" daripada sumber-sumbernya. Mengapa Markus menghilangkan begitu banyak ajaran penting Yesus yang ada di Matius dan Lukas jika ia memiliki akses ke keduanya? Pertanyaan-pertanyaan ini yang membuat Griesbach kurang diterima oleh mayoritas sarjana modern.

5. Teori Lain dan Pertimbangan Tambahan

Meskipun empat teori di atas adalah yang paling menonjol, ada juga teori-teori lain atau modifikasi dari teori-teori ini, serta pertimbangan penting lainnya:

Perdebatan mengenai masalah sinoptik terus berlanjut, meskipun Hipotesis Dua Sumber tetap menjadi konsensus yang dominan. Penting untuk diingat bahwa ini adalah upaya untuk merekonstruksi proses penulisan kuno berdasarkan bukti yang ada, dan tidak ada "jawaban pasti" yang akan memuaskan semua orang.

Implikasi Teologis dari Perbedaan Sinoptik

Meskipun Injil Sinoptik memiliki banyak kesamaan, perbedaan di antara mereka sama pentingnya untuk studi teologis. Perbedaan ini bukan "kontradiksi" yang menunjukkan kesalahan, melainkan "komplementaritas" yang memperkaya pemahaman kita tentang Yesus.

1. Penekanan Teologis yang Berbeda

Setiap penulis Injil memiliki tujuan teologis tertentu dan audiens yang ingin mereka sampaikan. Oleh karena itu, mereka memilih, menyusun, dan mengadaptasi materi tentang Yesus dengan cara yang sesuai dengan tujuan mereka:

Perbedaan dalam penyampaian detail suatu kisah atau penempatan suatu ajaran seringkali dapat dijelaskan oleh penekanan teologis ini. Misalnya, Khotbah di Bukit Matius (Matius 5-7) lebih panjang dan lebih terstruktur sebagai pengajaran etika komprehensif, sedangkan Khotbah di Dataran Lukas (Lukas 6:20-49) lebih singkat dan lebih fokus pada pemberkatan orang miskin dan terkutuk.

2. Konteks Audiens yang Berbeda

Para penulis Injil menulis untuk audiens tertentu yang memiliki kebutuhan, pertanyaan, dan latar belakang budaya yang berbeda. Ini memengaruhi bagaimana mereka menyajikan kisah Yesus:

3. Inspirasi Ilahi dan Kebebasan Manusia

Perbedaan sinoptik juga mengingatkan kita pada sifat inspirasi Alkitab. Ini bukan dikte mekanis di mana setiap kata ditentukan, melainkan suatu proses di mana Roh Kudus bekerja melalui kepribadian, latar belakang, dan tujuan setiap penulis. Para penulis Injil memiliki kebebasan untuk memilih, menyusun, dan mengadaptasi materi untuk menyampaikan kebenaran tentang Yesus dengan cara yang paling efektif bagi audiens mereka.

Ini menunjukkan bahwa Allah menghargai keunikan dan perspektif setiap penulis, dan Dia menggunakan keragaman ini untuk memberikan gambaran Yesus yang lebih kaya dan berdimensi kepada kita.

Metode Studi Sinoptik

Para sarjana menggunakan berbagai metode untuk mempelajari Injil Sinoptik, yang membantu dalam memahami hubungan mereka dan implikasi teologisnya:

Dengan menggunakan kombinasi metode ini, para sarjana dapat menggali lapisan-lapisan kompleks dalam Injil Sinoptik, mengungkapkan tidak hanya apa yang dikatakan tentang Yesus, tetapi juga mengapa dan bagaimana Injil-injil itu disampaikan.

Peran Tradisi Lisan dalam Pembentukan Injil Sinoptik

Meskipun banyak fokus dalam masalah sinoptik adalah pada hubungan sastra antar Injil, sangat penting untuk tidak melupakan peran tradisi lisan yang mendahului semua penulisan ini. Sebelum Injil-injil ditulis, kisah dan ajaran Yesus diwariskan dari mulut ke mulut selama beberapa dekade. Para rasul dan pengkhotbah awal, seperti Petrus dan Paulus, secara lisan mewartakan "Kabar Baik" tentang Yesus di berbagai komunitas.

Tradisi lisan ini bukanlah penyampaian yang kacau dan berubah-ubah. Komunitas Kristen awal memiliki kebutuhan untuk mengingat dan mewariskan ajaran Yesus dengan setia. Oleh karena itu, ada pola-pola tertentu yang muncul dalam penceritaan dan pengajaran. Hal ini dapat menjelaskan mengapa beberapa kisah dan perkataan Yesus memiliki kesamaan mendasar bahkan sebelum adanya Injil tertulis.

Bagaimana Tradisi Lisan Berkontribusi:

Ketika para penulis Injil mulai menulis, mereka tidak hanya mengambil sumber-sumber tertulis (seperti Markus dan Q) tetapi juga menggabungkan dan mengeditnya dengan tradisi lisan yang mereka ketahui dari komunitas mereka sendiri, serta materi unik (M dan L) yang belum ditulis atau hanya ada dalam bentuk lokal. Oleh karena itu, tradisi lisan adalah "tanah" di mana semua Injil tumbuh, dan memahaminya membantu kita melihat konteks yang lebih luas dari masalah sinoptik.

Perbandingan Beberapa Perikop Kunci Antara Injil Sinoptik

Untuk lebih menghargai masalah sinoptik, mari kita lihat beberapa contoh konkret bagaimana Injil-injil ini tumpang tindih dan berbeda. Perhatikan bahwa ini adalah terjemahan bahasa Indonesia, tetapi kesamaan yang mencolok jauh lebih jelas dalam teks Yunani aslinya.

1. Panggilan Empat Murid Pertama

Ini adalah contoh yang baik dari Prioritas Markus, di mana Matius dan Lukas tampaknya mengikuti strukturnya.

Markus 1:16-20:
Ketika Yesus sedang berjalan menyusuri pantai Danau Galilea, Ia melihat Simon dan Andreas, saudara Simon, sedang menebarkan jala di danau, sebab mereka adalah nelayan. Yesus berkata kepada mereka: "Mari, ikutlah Aku, dan Aku akan menjadikan kamu penjala manusia." Lalu merekapun segera meninggalkan jalanya dan mengikuti Dia. Dan setelah Yesus maju sedikit, dilihat-Nya Yakobus anak Zebedeus, dan Yohanes saudaranya, sedang membereskan jala di dalam perahu. Yesus segera memanggil mereka dan mereka meninggalkan ayahnya, Zebedeus, di dalam perahu bersama-sama orang-orang upahan lalu mengikuti Dia.

Matius 4:18-22:
Dan ketika Yesus sedang berjalan menyusuri pantai Danau Galilea, Ia melihat dua orang bersaudara, yaitu Simon yang disebut Petrus, dan Andreas adiknya. Mereka sedang menebarkan jala di danau, sebab mereka adalah nelayan. Yesus berkata kepada mereka: "Mari, ikutlah Aku, dan Aku akan menjadikan kamu penjala manusia." Lalu merekapun segera meninggalkan jalanya dan mengikuti Dia. Dan setelah Yesus maju sedikit dari sana, dilihat-Nya dua orang bersaudara lain, yaitu Yakobus anak Zebedeus, dan Yohanes adiknya, bersama ayah mereka, Zebedeus, sedang membereskan jala di dalam perahu. Yesus memanggil mereka dan mereka segera meninggalkan perahu serta ayah mereka, lalu mengikuti Dia.

Lukas 5:1-11 (Versi yang lebih panjang dan berbeda):
Pada suatu kali Yesus berdiri di pantai Danau Genesaret, sementara orang banyak mengerumuni Dia hendak mendengarkan firman Allah. Ia melihat dua perahu di tepi danau. Nelayan-nelayan telah turun dan sedang membasuh jalanya. Ia naik ke dalam salah satu perahu itu, yaitu perahu Simon, dan menyuruh dia supaya menolakkan perahunya sedikit dari pantai. Lalu Ia duduk dan mengajar orang banyak dari atas perahu. Setelah selesai berbicara, Ia berkata kepada Simon: "Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan." Simon menjawab: "Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena perkataan-Mu aku akan menebarkan jala juga." Dan setelah mereka melakukannya, mereka menangkap ikan yang sangat banyak, sehingga jala mereka mulai koyak. Lalu mereka memberi isyarat kepada teman-teman mereka yang di perahu lain supaya datang membantu mereka. Mereka datang dan mengisi kedua perahu itu sampai penuh, sehingga hampir tenggelam. Ketika Simon Petrus melihat hal itu ia tersungkur di depan Yesus sambil berkata: "Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini orang berdosa." Sebab ia dan semua orang yang bersama-sama dengan dia takjub oleh karena banyaknya ikan yang mereka tangkap; demikian juga Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus, yang menjadi teman Simon. Kata Yesus kepada Simon: "Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia." Dan setelah mereka mendaratkan perahu-perahunya, merekapun meninggalkan segala sesuatu lalu mengikuti Dia.

Terlihat jelas bahwa Matius dan Markus memiliki kemiripan kata-kata yang hampir identik dalam cerita ini, termasuk frasa "penjala manusia" dan reaksi "segera" dari para murid. Lukas menceritakan kisah yang sama (panggilan para murid di Galilea) tetapi dalam konteks yang berbeda dan dengan detail yang jauh lebih kaya, termasuk mukjizat penangkapan ikan yang luar biasa, yang hanya ada di Lukas. Ini adalah contoh bagaimana Lukas mungkin memiliki akses ke tradisi yang berbeda atau memadukan tradisi yang sama dengan materi uniknya sendiri.

2. Perumpamaan Pelita di Bawah Gantang

Ini adalah contoh yang sering disebut sebagai materi Q, karena Matius dan Lukas memilikinya dengan kesamaan kata-kata yang dekat, tetapi tidak ada di Markus dalam konteks ini (Meskipun Markus memiliki perumpamaan serupa dalam konteks yang berbeda).

Matius 5:14-16 (bagian dari Khotbah di Bukit):
Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di surga.

Lukas 11:33 (dalam konteks ajaran tentang terang):
Tidak ada orang yang menyalakan pelita lalu meletakkannya di kolong rumah atau di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian, supaya mereka yang masuk melihat terangnya.

Meskipun konteksnya berbeda (Matius di Khotbah di Bukit, Lukas dalam serangkaian ajaran), frasa kunci "menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang" dan "di atas kaki dian" sangat mirip. Ini adalah salah satu bukti kuat untuk sumber Q, di mana Matius dan Lukas mengambil ajaran serupa dari sumber tersebut dan menempatkannya dalam konteks naratif atau teologis mereka sendiri.

3. Perjanjian Baru dalam Darah Yesus (Perjamuan Malam Terakhir)

Meskipun semua Injil Sinoptik dan Paulus mencatat perjamuan terakhir, ada perbedaan menarik dalam perumusan perkataan Yesus mengenai cawan, yang seringkali menjadi topik diskusi teologis tentang sakramen.

Markus 14:23-24:
Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka, dan mereka semua minum dari cawan itu. Lalu Ia berkata kepada mereka: "Inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang."

Matius 26:27-28:
Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka dan berkata: "Minumlah, kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa."

Lukas 22:19-20:
Lalu Ia mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka, kata-Nya: "Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku." Demikian juga Ia mengambil cawan sesudah makan, lalu berkata: "Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagi kamu."

Perhatikan bahwa Matius menambahkan frasa "untuk pengampunan dosa" yang tidak ada di Markus. Lukas memiliki formulasi yang agak berbeda, "Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku," dan ia juga menyertakan perintah "perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku," yang juga ditemukan dalam 1 Korintus 11:24-25 (tulisan Paulus), menunjukkan kemungkinan tradisi yang berbeda atau pengaruh Paulus pada Lukas. Perbedaan kecil ini menunjukkan bagaimana para penulis Injil, meskipun menyampaikan peristiwa yang sama, dapat mengadaptasi perkataan untuk tujuan teologis atau liturgis mereka sendiri.

Studi perbandingan semacam ini, yang sering disebut sebagai sinopsis Injil, adalah tulang punggung dari semua penelitian sinoptik. Ia memungkinkan kita untuk melihat pola-pola, mengidentifikasi sumber-sumber, dan memahami nuansa teologis di balik setiap Injil.

Kesimpulan: Harmoni dalam Keberagaman

Injil Sinoptik—Matius, Markus, dan Lukas—adalah jendela utama kita untuk memahami kehidupan dan ajaran Yesus Kristus. Kemiripan yang mencolok di antara ketiganya telah memunculkan "masalah sinoptik" yang kompleks, mendorong para sarjana untuk menjelajahi berbagai teori tentang hubungan sastra mereka. Dari Hipotesis Prioritas Markus yang diterima secara luas, hingga Hipotesis Dua Sumber (Markus dan Q) sebagai penjelasan paling koheren untuk data yang ada, dan alternatif seperti Hipotesis Farrer dan Griesbach, perdebatan ini telah memperdalam pemahaman kita tentang bagaimana Injil-injil ini dibentuk.

Lebih dari sekadar teka-teki akademis, studi Injil Sinoptik mengungkapkan kekayaan teologis yang luar biasa. Setiap Injil, dengan perspektif unik, penekanan teologis, dan audiens sasarannya, menyumbangkan dimensi penting pada gambaran Yesus. Markus menyajikan Yesus sebagai Hamba yang menderita; Matius sebagai Raja dan Guru Mesianik; dan Lukas sebagai Juru Selamat universal yang penuh belas kasihan bagi semua orang.

Perbedaan-perbedaan di antara mereka, alih-alih menjadi kontradiksi, adalah bukti dari inspirasi ilahi yang menghargai kebebasan dan keunikan penulis manusia. Ini adalah harmoni dalam keberagaman, di mana banyak suara bersatu untuk memberikan kesaksian yang kuat dan multifaset tentang satu individu yang paling signifikan dalam sejarah manusia: Yesus dari Nazaret.

Bagi orang percaya, studi sinoptik menguatkan iman akan kebenaran Injil, meskipun dengan nuansa dan perspektif yang berbeda. Bagi para sarjana, ia terus menjadi lahan subur untuk penelitian, menyingkapkan lapisan-lapisan historis, sastra, dan teologis yang mendalam. Akhirnya, pemahaman yang lebih dalam tentang Injil Sinoptik tidak hanya memperkaya pengetahuan kita tentang teks-teks kuno ini, tetapi juga memperdalam apresiasi kita terhadap Pribadi Yesus Kristus dan dampak transformatif Kabar Baik-Nya di dunia.

Dengan demikian, Injil Sinoptik tetap menjadi permata berharga dalam kanon Kristen, mengundang kita untuk terus "melihat bersama" dan menemukan kekayaan maknanya yang tak ada habisnya.