Iklim, sebagai sistem yang sangat kompleks dan multifaset, sering kali diklasifikasikan berdasarkan dimensi spasialnya. Pembagian klasik meteorologi memisahkan sistem ini menjadi tiga skala utama: makro (sinoptik), meso, dan mikro. Di antara skala yang luas, yang mencakup benua dan samudra, serta skala yang sangat kecil, yang beroperasi hanya dalam beberapa meter kubik udara, terdapat skala yang paling dinamis dan krusial dalam membentuk cuaca lokal dan regional—yaitu, **iklim meso** (mesoclimate).
Iklim meso mewakili jembatan antara fenomena cuaca skala besar yang didorong oleh sistem tekanan tinggi dan rendah (makro) dan kondisi atmosfer yang sangat terlokalisasi di atas permukaan tertentu (mikro). Definisi spasial iklim meso biasanya berkisar antara beberapa kilometer hingga seratus atau dua ratus kilometer, dan rentang waktu fenomenanya berlangsung dari beberapa jam hingga satu hari penuh. Skala inilah yang menentukan apakah hujan akan turun di kota A tetapi tidak di kota B, atau mengapa suhu di lembah tertentu jauh lebih dingin daripada di puncak bukit terdekat. Memahami dinamika iklim meso adalah kunci untuk memprediksi cuaca lokal dengan akurasi tinggi, merencanakan penggunaan lahan yang efisien, dan memitigasi dampak bencana alam berskala lokal.
Skala meso (dari bahasa Yunani: *mesos*, yang berarti tengah atau antara) beroperasi di mana interaksi antara permukaan bumi dan atmosfer mulai menunjukkan pengaruh lokal yang signifikan, namun masih cukup besar untuk dipengaruhi oleh dinamika skala sinoptik. Secara formal, skala meso dibagi lagi menjadi tiga sub-kategori berdasarkan panjang karakteristik (L) dan waktu karakteristik (T):
Skala ini berada paling dekat dengan skala makro atau sinoptik, mencakup dimensi spasial L ≥ 200 km hingga 2000 km, dengan T sekitar 6 hingga 24 jam. Fenomena yang termasuk dalam kategori Meso-α sering kali merupakan sistem skala besar, seperti badai tropis non-intensif atau sistem konveksi kompleks yang mencakup area yang sangat luas (Mesoscale Convective System - MCS).
Ini adalah inti dari skala meso, di mana L berkisar antara 20 km hingga 200 km, dan T berkisar dari 2 hingga 6 jam. Fenomena Meso-β adalah yang paling sering dikaitkan dengan cuaca lokal yang signifikan: angin laut dan angin darat (sea breeze/land breeze), sistem badai petir tunggal, Pulau Panas Perkotaan (Urban Heat Island - UHI), dan sirkulasi orografis lokal (angin lembah dan gunung). Fenomena ini sepenuhnya didorong oleh perbedaan permukaan dan efek topografi lokal.
Meso-γ adalah skala terkecil dari meso, berbatasan dengan skala mikro. L berkisar antara 2 km hingga 20 km, dan T kurang dari 2 jam. Ini mencakup skala sirkulasi kecil seperti puting beliung (tornado) yang terlokalisasi, sirkulasi di sekitar danau atau kota kecil, dan turbulensi yang dihasilkan oleh bangunan atau fitur topografi yang sangat tajam. Pada skala ini, variasi dalam tutupan lahan atau penggunaan energi di dalam kota dapat menjadi faktor dominan.
Tidak seperti iklim makro yang didominasi oleh gradien tekanan besar dan rotasi bumi (gaya Coriolis), iklim meso sangat dipengaruhi oleh karakteristik non-homogen dari permukaan bumi. Gaya Coriolis memainkan peran yang lebih kecil pada skala ini, memungkinkan gaya termal dan gesekan (frictional forcing) menjadi lebih dominan. Tiga pengendali utama membentuk sirkulasi meso:
Keberadaan pegunungan, lembah, dan dataran tinggi merupakan pemicu utama dinamika meso. Topografi memodifikasi aliran udara secara mekanis (gesekan dan pengangkatan paksa) dan secara termal (perbedaan pemanasan lereng). Lereng yang menghadap matahari akan memanas lebih cepat, menciptakan gradien suhu horisontal yang memicu sirkulasi lokal. Fenomena yang dihasilkan meliputi:
Selama siang hari, lereng gunung dipanaskan lebih intensif dibandingkan udara bebas di ketinggian yang sama. Udara panas menjadi lebih ringan dan naik ke atas lereng (Angin Lembah). Pada malam hari, radiasi keluar mendinginkan lereng, menyebabkan udara dingin menjadi padat dan bergerak menuruni lereng ke dasar lembah (Angin Gunung atau Angin Katabatik). Perubahan sirkulasi harian ini secara fundamental mengubah pola suhu dan kelembaban di daerah pegunungan, seringkali menyebabkan inversi suhu yang kuat di dasar lembah pada pagi hari.
Ketika udara dipaksa naik melewati pegunungan (pengangkatan orografis), terjadi pendinginan adiabatik, menghasilkan presipitasi di sisi angin (windward). Setelah melewati puncak, udara turun di sisi teduh (leeward). Proses ini melibatkan pemanasan adiabatik yang cepat dan penurunan kelembaban, menghasilkan angin hangat dan kering yang dapat meningkatkan suhu secara drastis dalam waktu singkat. Skala dari efek Foehn adalah Meso-α hingga Meso-β, karena dipengaruhi oleh ketinggian dan orientasi pegunungan.
Perbedaan dalam albedo (daya pantul), emisivitas, dan kapasitas panas spesifik (thermal inertia) dari berbagai jenis permukaan (hutan, lahan pertanian, gurun, perkotaan) menciptakan gradien suhu horizontal yang memicu sirkulasi meso.
UHI adalah fenomena meso-β yang paling banyak dipelajari. Kota-kota memanas lebih cepat dan mempertahankan panas lebih lama daripada daerah pedesaan sekitarnya karena beberapa faktor. Material konstruksi (beton, aspal) memiliki kapasitas panas yang tinggi dan mengurangi evapotranspirasi (penguapan dari tumbuhan) yang berfungsi sebagai pendingin alami. Selain itu, geometri perkotaan (urban canyon) memerangkap radiasi gelombang panjang (panas) dan energi panas antropogenik (dari AC, kendaraan, industri) dilepaskan ke atmosfer. Perbedaan suhu ini menciptakan sirkulasi udara lokal: udara panas naik di atas kota dan ditarik udara yang lebih sejuk dari pinggiran kota, yang kemudian dikenal sebagai "sirkulasi perkotaan".
Ini adalah contoh klasik sirkulasi meso-β. Selama siang hari, daratan memanas jauh lebih cepat daripada air (laut atau danau besar). Udara di atas daratan naik, menciptakan tekanan rendah lokal, menarik udara dingin dari atas air. Angin laut ini dapat menembus puluhan kilometer ke daratan. Pada malam hari, situasinya terbalik: daratan mendingin lebih cepat, menciptakan tekanan tinggi, dan udara bergerak dari darat ke laut (Angin Darat). Sistem angin ini sangat penting dalam mengatur suhu pesisir dan memicu pembentukan badai petir di garis pertemuan angin (sea breeze front).
Lapisan Batas Planet (PBL) adalah lapisan atmosfer terbawah (biasanya hingga 1-2 km) di mana aliran udara dipengaruhi secara langsung oleh permukaan bumi melalui gesekan dan pertukaran energi turbulen. Dinamika PBL adalah kunci iklim meso. Di siang hari, PBL bersifat tidak stabil (konvektif) dan tebal, memungkinkan pencampuran udara dan transfer energi ke atas. Di malam hari, PBL menjadi stabil dan dangkal, membatasi pertukaran energi dan memungkinkan perbedaan suhu horizontal menjadi sangat tajam.
Variasi ketinggian dan stabilitas PBL di atas kontras permukaan (misalnya, di atas gurun vs. hutan) menciptakan perbedaan kecepatan angin dan turbulensi yang pada gilirannya dapat memicu atau meredam fenomena konvektif (badai petir).
Sistem meso tidak hanya memengaruhi suhu dan kelembaban, tetapi juga bertanggung jawab atas banyak kejadian cuaca ekstrem yang terlokalisasi. Fenomena ini memerlukan resolusi spasial dan temporal yang tinggi untuk diprediksi secara akurat.
MCS adalah kumpulan besar badai petir yang terorganisir yang bertindak sebagai satu kesatuan. Mereka dapat bertahan selama berjam-jam hingga berhari-hari dan menghasilkan curah hujan lebat, banjir bandang, angin kencang, dan bahkan puting beliung. Dinamika pembentukannya sangat dipengaruhi oleh gradien meso, terutama di mana garis konvergensi angin laut bertemu dengan aliran udara sinoptik yang lebih besar.
Garis badai adalah garis panjang sel badai yang biasanya terbentuk di depan massa udara dingin yang bergerak cepat (front dingin) atau di sepanjang perbatasan angin meso seperti sea breeze front. Kekuatan Garis Badai didorong oleh sirkulasi meso yang kuat, termasuk aliran udara dingin di permukaan (gust front) dan aliran udara hangat yang naik di depan sistem.
Setelah badai petir yang besar mendinginkan udara di bawahnya, massa udara dingin yang padat ini menyebar di permukaan dan menciptakan area tekanan tinggi (Mesohigh). Di tepi Mesohigh ini, sering terbentuk area tekanan rendah (Mesolow) yang dapat memperkuat konvergensi lokal, memicu pembentukan badai baru, atau bahkan menjadi mekanisme pemicu untuk pengembangan puting beliung non-supercell.
LLJs adalah pita angin kencang yang terjadi di ketinggian rendah (biasanya 500 meter hingga 1500 meter di atas permukaan). LLJs adalah fenomena meso-β hingga meso-α yang sangat penting karena berperan sebagai transporter uap air dan energi. Di banyak wilayah, LLJs memberikan kelembaban yang diperlukan untuk bahan bakar sistem badai petir yang intensif di malam hari.
Pengumpulan data pada skala meso merupakan tantangan signifikan karena sifatnya yang cepat berubah dan terlokalisasi. Stasiun cuaca konvensional (sinoptik) seringkali terlalu jarang untuk menangkap variabilitas ini. Oleh karena itu, observasi meso memerlukan jaringan khusus dan teknologi resolusi tinggi.
Untuk memantau gradien suhu, tekanan, dan angin pada skala 10 hingga 50 km, diperlukan Jaringan Meso (Mesonet). Mesonet adalah kumpulan stasiun otomatis yang diposisikan jauh lebih rapat daripada jaringan sinoptik standar. Data dari Mesonet sangat penting untuk memvalidasi model meso dan memberikan pemahaman waktu nyata tentang perkembangan cuaca lokal, seperti sirkulasi UHI atau pergerakan batas angin laut.
Teknologi penginderaan jauh adalah tulang punggung pengamatan meso, karena dapat memberikan cakupan spasial yang berkelanjutan:
Radar Doppler sangat penting untuk mendeteksi pergerakan dan struktur internal sistem cuaca meso. Mereka tidak hanya mengukur intensitas presipitasi tetapi juga kecepatan radial partikel (angin) di atmosfer. Fitur-fitur meso seperti pusaran (mesocyclones) di dalam badai petir, atau garis batas arus keluar (outflow boundary) yang menandai Mesohigh, hanya dapat dideteksi dengan akurat menggunakan jaringan radar resolusi tinggi.
Satuan satelit modern memiliki kemampuan resolusi spasial dan temporal yang jauh lebih baik (misalnya, resolusi 500 meter pada citra VIS/IR). Satelit memberikan informasi tentang tutupan awan, suhu puncak awan (yang berkorelasi dengan intensitas konveksi), dan data uap air yang penting untuk memprediksi lokasi dan waktu inisiasi konveksi meso.
Untuk mengamati PBL dan lapisan di bawah 1 km, instrumen akustik (Sodar) dan laser (Lidar) digunakan untuk mengukur profil angin vertikal, turbulensi, dan ketinggian lapisan inversi. Informasi ini sangat vital karena PBL adalah arena utama bagi semua proses energi dan dinamika meso.
Karena iklim meso sangat dipengaruhi oleh variabel permukaan yang kompleks, memprediksinya memerlukan model atmosfer yang memiliki resolusi spasial yang sangat tinggi (grid spacing 1–10 km) dan kemampuan untuk mensimulasikan proses fisika skala kecil yang disebut parametrisasi.
Model prakiraan cuaca numerik (NWP) skala meso, seperti Weather Research and Forecasting (WRF) Model atau Regional Atmospheric Modeling System (RAMS), didasarkan pada serangkaian persamaan fisika (termasuk hukum pergerakan fluida, termodinamika, dan konservasi massa/energi) yang diselesaikan pada kisi-kisi (grid) tiga dimensi.
Untuk memodelkan skala meso, model biasanya menggunakan teknik *nesting* atau domain bersarang. Model induk (Parent Domain) menggunakan resolusi kasar (misalnya, 27 km) untuk menangkap kondisi sinoptik (makro). Di dalam domain induk, disisipkan domain anak (Nested Domain) dengan resolusi yang jauh lebih halus (misalnya, 9 km, dan kemudian 3 km). Teknik ini memungkinkan energi dan informasi mengalir dari skala besar ke skala yang lebih kecil (downscaling) sambil mempertahankan batasan yang realistis dari skala makro.
Peningkatan resolusi grid dari 10 km menjadi 1 km membutuhkan peningkatan waktu komputasi yang drastis, tidak hanya karena jumlah titik grid yang meningkat secara kubik, tetapi juga karena waktu langkah (time step) harus diperpendek untuk menjaga stabilitas numerik (memenuhi kriteria Courant–Friedrichs–Lewy - CFL). Ini menjadikan pemodelan meso sebagai salah satu cabang paling intensif komputasi dalam meteorologi.
Pada resolusi meso (terutama di atas 4 km), banyak proses fisika—seperti pembentukan awan, presipitasi, dan turbulensi—terjadi pada skala di bawah resolusi grid (sub-grid scale). Proses-proses ini harus 'diparametrisasi', artinya dampaknya terhadap skala grid diwakili oleh persamaan empiris atau semi-empiris. Parametrisasi yang paling kritis meliputi:
Dalam domain kasar (resolusi > 10 km), model tidak dapat menyelesaikan setiap awan kumulus secara individual. Parametrisasi cumulus (seperti skema Kuo, Grell, atau Kain-Fritsch) digunakan untuk memperkirakan transfer panas dan kelembaban vertikal yang dihasilkan oleh kumpulan awan konvektif yang tidak terselesaikan. Namun, pada resolusi sangat tinggi (di bawah 4 km), parametrisasi konveksi sering dimatikan, dan model harus 'menyelesaikan' konveksi secara eksplisit (Convection Permitting Models - CPMs).
Ini menjelaskan bagaimana partikel air dan es berinteraksi (kondensasi, pembekuan, peleburan, penguapan) untuk membentuk hujan. Pemilihan skema mikrofisika (misalnya, skema yang hanya melacak air hujan vs. skema kompleks yang melacak es, salju, graupel, dan hujan beku) sangat memengaruhi lokasi dan intensitas presipitasi meso yang diprediksi.
Model Meso harus berinteraksi secara realistis dengan permukaan, yang berarti mereka memerlukan LSM yang canggih untuk menghitung pertukaran fluks energi, momentum, dan kelembaban antara tanah, vegetasi, dan atmosfer. Variasi kecil dalam kelembaban tanah (soil moisture) di peta input dapat mengubah seluruh pola konveksi dan angin meso yang diprediksi.
Karena iklim meso adalah penentu cuaca yang paling relevan bagi kehidupan sehari-hari dan infrastruktur, aplikasinya sangat luas, mulai dari pertanian hingga perencanaan energi dan manajemen bencana.
Data meso mengenai UHI, pola angin lokal, dan lokasi kantong polusi menjadi penting dalam merancang kota yang berkelanjutan. Misalnya, pengetahuan tentang UHI dapat mendorong penggunaan material ber-albedo tinggi, peningkatan ruang hijau (evapotranspirasi pendingin), dan penempatan koridor angin untuk mengurangi suhu ekstrem di pusat kota.
Sirkulasi meso, terutama angin lembah/gunung dan UHI, memainkan peran vital dalam dispersi polutan udara. Inversi suhu malam hari yang disebabkan oleh angin katabatik memerangkap polutan di lapisan udara dangkal, memperburuk kualitas udara di lembah dan cekungan perkotaan. Perencanaan industri dan transportasi harus mempertimbangkan pola angin meso ini untuk mengurangi risiko kesehatan masyarakat.
Pertanian modern sangat bergantung pada prediksi meso. Petani perlu tahu bukan hanya perkiraan hujan regional (makro), tetapi juga perkiraan frost (embun beku) lokal, intensitas angin, dan evapotranspirasi yang tepat di lahan mereka (meso-γ hingga mikro). Variasi topografi yang menciptakan kantong udara dingin dapat berarti perbedaan antara panen yang berhasil dan kegagalan total. Model meso memungkinkan prediksi kebutuhan irigasi dan waktu terbaik untuk penanaman atau pemanenan.
Industri energi angin dan surya sangat bergantung pada informasi meso. Penempatan turbin angin harus mempertimbangkan pola angin meso di ketinggian rendah, termasuk frekuensi LLJs dan turbulensi yang disebabkan oleh topografi lokal. Begitu pula, prediksi irradiance surya dihalangi oleh awan konvektif yang bersifat meso; model harus secara akurat memprediksi pembentukan dan pergerakan awan-awan ini dalam interval waktu 5–15 menit untuk mengoptimalkan output jaringan listrik.
Semua bencana terkait cuaca paling berbahaya (tornado, banjir bandang, badai petir parah) adalah hasil dari proses meso yang intensif. Peringatan dini bergantung pada prediksi yang cepat dan akurat tentang di mana konvergensi angin dan ketidakstabilan atmosfer akan berinteraksi. Model CPMs (Convection Permitting Models) adalah alat utama dalam memberikan peringatan dini yang sangat terlokalisasi (Nowcasting) dalam skala waktu 0–6 jam.
Interaksi antara permukaan bumi dan Lapisan Batas Planet adalah inti penggerak iklim meso. Fluks energi dan kelembaban yang dipertukarkan di permukaan mengendalikan perkembangan konveksi dan sirkulasi lokal. Variasi dalam parameter permukaan memegang kunci untuk memahami keragaman cuaca meso.
Keseimbangan energi permukaan menentukan bagaimana energi radiasi yang masuk dialokasikan. Persamaan ini melibatkan fluks energi radiasi bersih ($R_{net}$), fluks panas laten ($LE$, terkait evapotranspirasi), fluks panas sensibel ($H$, terkait konveksi udara panas), dan fluks panas tanah ($G$).
$$ R_{net} = LE + H + G $$
Di atas lautan, $LE$ mendominasi. Di atas gurun, $H$ dan $G$ mendominasi. Di atas hutan, $LE$ yang tinggi berfungsi sebagai pendingin. Variasi regional dalam pembagian energi ini menciptakan gradien suhu horizontal yang kuat, yang pada akhirnya memicu sirkulasi meso.
Konversi hutan menjadi lahan pertanian atau perkotaan mengubah ketiga komponen utama $LE, H,$ dan $G$. Ketika hutan dihilangkan, evapotranspirasi ($LE$) menurun drastis, menyebabkan peningkatan panas sensibel ($H$). Peningkatan $H$ ini menyebabkan udara di atas daerah yang gundul memanas lebih cepat, memperkuat gradien suhu dengan area hutan di sekitarnya. Perubahan ini dapat secara signifikan memodifikasi batas angin lokal (misalnya, memperkuat atau melemahkan angin laut) dan memindahkan lokasi inisiasi konveksi (di mana badai petir akan terbentuk).
Kelembaban tanah (soil moisture) adalah salah satu variabel input terpenting bagi model meso, tetapi juga yang paling sulit diamati. Tanah yang lembab mendukung fluks panas laten ($LE$) yang tinggi. Jika dua wilayah memiliki suhu permukaan yang sama tetapi salah satunya jauh lebih kering, wilayah yang kering akan memiliki energi yang lebih tersedia untuk pemanahan udara (panas sensibel, $H$). Hal ini dapat menghasilkan sirkulasi meso-β yang disebut 'sirkulasi kelembaban tanah' yang mendorong konveksi di perbatasan antara tanah basah dan kering.
Meskipun kemajuan dalam komputasi dan observasi telah mengubah prakiraan meso secara dramatis, masih ada tantangan mendasar yang membatasi kemampuan kita untuk memprediksi fenomena lokal secara sempurna.
Memprediksi waktu dan lokasi yang tepat (hingga dalam radius 10 km dan 30 menit) di mana badai petir akan mulai terbentuk (convective initiation) tetap menjadi 'cawan suci' meteorologi meso. Inisiasi ini sangat sensitif terhadap gangguan kecil di PBL dan topografi. Model resolusi tinggi sering kali dapat memprediksi bahwa konveksi *akan terjadi*, tetapi kesalahan kecil pada pemodelan fluks permukaan, aerosol, atau turbulensi dapat menyebabkan prediksi inisiasi bergeser puluhan kilometer dari lokasi sebenarnya.
Aerosol (partikel halus di atmosfer) memiliki pengaruh besar pada mikrofisika awan karena berfungsi sebagai inti kondensasi awan (CCN). Konsentrasi aerosol sangat bervariasi pada skala meso, terutama di dekat sumber polusi perkotaan atau kebakaran hutan. Model meso modern kini mulai memasukkan skema interaksi aerosol, tetapi akurasi input spasial aerosol dan representasi fisika kimianya tetap menjadi hambatan signifikan.
Untuk meningkatkan akurasi model meso, data observasi resolusi tinggi (dari radar, satelit, dan Mesonet) harus 'diasimilasi' (dimasukkan) ke dalam kondisi awal model. Mengintegrasikan data yang sangat padat dan sering (seperti data radial velocity dari radar setiap 5 menit) ke dalam model secara efisien memerlukan metode asimilasi data yang canggih (seperti Ensemble Kalman Filter atau 4D-Var) yang memakan sumber daya komputasi yang masif.
Kesimpulannya, iklim meso adalah skala paling vital untuk aplikasi praktis meteorologi dan perencanaan lingkungan. Skala ini menuntut detail observasi yang luar biasa dan kekuatan komputasi yang tak tertandingi untuk mensimulasikan interaksi kompleks antara dinamika atmosfer bebas, batasan permukaan bumi, dan proses fisika skala kecil. Masa depan prakiraan cuaca lokal, mitigasi risiko iklim perkotaan, dan efisiensi energi terbarukan sepenuhnya bergantung pada kemajuan kita dalam menguasai dinamika skala meso.
Ketika iklim makro global berubah akibat peningkatan gas rumah kaca, dampak ini tidak terasa seragam, melainkan dimodifikasi dan diperkuat oleh proses meso lokal. Fenomena meso bertindak sebagai 'filter' atau 'amplifikator' terhadap sinyal perubahan iklim skala besar, menghasilkan perubahan yang sangat spesifik dan terlokalisasi.
Dengan meningkatnya suhu dasar global, UHI diprediksi akan menjadi lebih intens, terutama pada malam hari. Udara yang sudah lebih hangat secara sinoptik memasuki kota, di mana ia diperangkap oleh geometri perkotaan dan termal massa bangunan. Peningkatan intensitas UHI ini secara langsung meningkatkan risiko kesehatan selama gelombang panas (heat waves), yang juga merupakan fenomena meso-α yang bergerak lambat.
Perubahan pemanasan dan pendinginan regional dapat mengubah frekuensi dan kekuatan sirkulasi meso termal, seperti angin laut/darat. Misalnya, jika daratan memanas lebih cepat di bawah kondisi iklim yang berubah, gradien suhu antara laut dan darat bisa menjadi lebih curam, berpotensi meningkatkan kekuatan angin laut. Perubahan ini dapat memengaruhi sektor perikanan, pelayaran, dan erosi pantai.
Teori dasar menyatakan bahwa atmosfer yang lebih hangat akan menampung lebih banyak uap air (berdasarkan hubungan Clausius-Clapeyron), meningkatkan potensi energi konvektif yang tersedia (CAPE). Peningkatan CAPE ini, ditambah dengan perubahan pada geser angin (wind shear) yang sering diatur oleh LLJs meso, dapat meningkatkan frekuensi dan intensitas badai petir yang parah, terutama di wilayah tertentu. Meskipun jumlah total hari badai mungkin tidak meningkat, intensitas badai yang terjadi dapat menjadi lebih ekstrem, menghasilkan curah hujan yang lebih tinggi dan banjir bandang yang lebih parah pada skala meso-β.
Di daerah pegunungan, perubahan iklim global dapat memodifikasi keseimbangan antara penguapan dan presipitasi di sisi angin dan sisi teduh. Peningkatan suhu rata-rata dapat menyebabkan garis salju bergerak lebih tinggi, mengubah mekanisme pemanasan lereng dan, akibatnya, memodifikasi sirkulasi angin lembah dan gunung, yang berdampak pada pertanian dan ekosistem spesifik di lembah tersebut.
Memahami dan memprediksi dampak perubahan iklim pada iklim meso adalah tugas yang sangat mendesak. Ini memerlukan tidak hanya model global yang lebih baik, tetapi juga kemampuan untuk secara rutin menjalankan model regional resolusi tinggi (seperti WRF 1-3 km) dalam skenario proyeksi iklim jangka panjang. Hanya dengan demikian kita dapat memberikan informasi yang cukup spesifik bagi pengambil keputusan lokal untuk beradaptasi terhadap realitas cuaca regional yang semakin ekstrem dan bergejolak.