Hipomastia: Menyelami Kondisi Payudara yang Kurang Berkembang
Hipomastia adalah istilah klinis yang merujuk pada kondisi di mana jaringan payudara wanita tidak berkembang secara penuh atau maksimal, menghasilkan payudara yang ukurannya lebih kecil dari batas normal atau yang dianggap sesuai berdasarkan norma fisik atau harapan individu. Meskipun ukuran payudara bervariasi secara signifikan antar individu dan dipengaruhi oleh faktor genetik, hormonal, dan komposisi lemak tubuh, hipomastia merujuk pada keadaan di mana pertumbuhan payudara pasca-pubertas (mamogenesis) terhenti atau sangat terbatas.
Kondisi ini, meskipun sering kali murni kosmetik dan tidak menimbulkan masalah kesehatan fisik serius, dapat memiliki implikasi psikologis, emosional, dan sosial yang mendalam bagi mereka yang mengalaminya. Memahami etiologi (penyebab), proses perkembangan normal payudara, dan spektrum solusi yang tersedia sangat penting untuk memberikan dukungan dan penanganan yang tepat.
Hipomastia dapat muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari mikromastia (payudara kecil simetris), hingga asimetri yang signifikan (satu payudara berkembang normal, sementara yang lain hipoplastik), bahkan hingga aplasia (tidak adanya perkembangan jaringan payudara sama sekali, meskipun aplasia jauh lebih jarang). Pembahasan ini akan mengupas tuntas setiap aspek hipomastia, memberikan informasi komprehensif bagi pembaca yang mencari pemahaman mendalam tentang kondisi ini.
I. Proses Normal Perkembangan Payudara (Mamogenesis)
Untuk memahami mengapa hipomastia terjadi, kita harus terlebih dahulu meninjau proses biologis kompleks yang mengatur perkembangan payudara, yang dikenal sebagai mamogenesis. Perkembangan ini tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan melalui serangkaian tahapan yang dipicu oleh fluktuasi hormon, terutama selama pubertas.
1. Tahapan Pra-Pubertas
Sebelum pubertas, payudara hanyalah jaringan kecil, terdiri dari saluran duktus rudimenter (saluran susu dasar). Jaringan payudara pada anak laki-laki dan perempuan pada dasarnya identik pada tahap ini. Perkembangan nyata dimulai dengan lonjakan estrogen dan progesteron.
2. Tahap Pubertas (Skala Tanner)
Perkembangan payudara diklasifikasikan menggunakan Skala Tanner, yang mengukur ciri-ciri fisik perkembangan sekunder. Skala ini membantu dokter memantau apakah perkembangan berjalan sesuai usia:
Tanner Tahap I: Pra-pubertas. Hanya puting yang terangkat.
Tanner Tahap II (Tanda Pertama): Peningkatan estrogen memicu 'kuncup payudara' (budding). Areola melebar dan jaringan payenkim mulai menebal di bawah puting.
Tanner Tahap III: Pembesaran lebih lanjut pada payudara dan areola. Jaringan glandular dan lemak mulai terakumulasi.
Tanner Tahap IV: Areola dan puting membentuk gundukan sekunder di atas payudara yang tersisa.
Tanner Tahap V: Payudara dewasa. Perkembangan penuh, kontur payudara halus, hanya puting yang menonjol, sementara areola menyatu dengan kontur payudara.
Hipomastia terjadi ketika proses ini terhenti pada Tahap II atau Tahap III, atau ketika respons jaringan payudara terhadap sinyal hormonal sangat minim. Kegagalan mencapai Tahap V, bahkan setelah melewati usia pubertas dan pertumbuhan fisik lainnya, secara klinis dikategorikan sebagai hipomastia.
Diagram sederhana yang menunjukkan progresi pertumbuhan payudara dari tahap kuncup hingga perkembangan penuh.
II. Klasifikasi dan Etiologi Hipomastia
Hipomastia bukan disebabkan oleh satu faktor tunggal, melainkan oleh spektrum kondisi yang dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya (etiologi) dan simetrinya. Pemahaman etiologi sangat penting karena memengaruhi pendekatan pengobatan.
1. Hipomastia Kongenital (Bawaan)
Ini adalah bentuk di mana kegagalan perkembangan disebabkan oleh masalah genetik atau perkembangan embrionik yang terjadi sejak lahir.
Sindrom Poland: Ini adalah penyebab hipomastia unilateral (satu sisi) yang paling sering dikenali. Sindrom Poland melibatkan ketiadaan atau kurang berkembangnya otot pektoralis mayor (dada) pada satu sisi tubuh. Selain hipomastia, mungkin ada kelainan tulang rusuk, kurangnya jaringan lemak subkutan, dan kelainan jari (sindaktili atau brakidaktili). Dalam kasus ini, hipomastia payudara sisi yang terkena disebabkan oleh kurangnya dasar otot dan jaringan pendukung.
Aplasia Glandular Sejati: Kegagalan total jaringan glandular untuk merespons hormon. Ini jarang terjadi dan sering dikaitkan dengan kelainan genetik yang lebih luas.
Sindrom Turner (XO): Kelainan kromosom pada wanita (hanya memiliki satu kromosom X). Sindrom ini sering menyebabkan hipogonadisme (produksi hormon seks yang rendah), yang mengakibatkan kurangnya rangsangan estrogen yang diperlukan untuk perkembangan payudara normal selama pubertas.
2. Hipomastia Hormonal/Endokrin
Ini adalah penyebab paling umum dari hipomastia simetris di mana kedua payudara sama-sama kecil. Masalahnya terletak pada sistem endokrin atau sensitivitas reseptor payudara terhadap hormon.
Hipogonadisme Primer atau Sekunder: Produksi estrogen yang tidak memadai dari ovarium (primer) atau kegagalan hipotalamus/hipofisis (sekunder) untuk merangsang ovarium. Kurangnya estrogen yang signifikan berarti tidak ada sinyal untuk memulai mamogenesis pada pubertas.
Resistensi Reseptor Estrogen: Meskipun kadar estrogen normal, jaringan payudara mungkin memiliki jumlah reseptor yang rendah atau reseptor yang tidak responsif. Akibatnya, payudara tidak dapat memproses sinyal hormonal untuk tumbuh.
Penyakit Kronis atau Malnutrisi: Selama masa pubertas kritis, malnutrisi berat, anoreksia nervosa, atau penyakit kronis yang parah dapat mengganggu aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium, menunda atau menghentikan perkembangan payudara secara permanen.
3. Hipomastia Iatrogenik dan Sekunder
Hipomastia sekunder terjadi setelah perkembangan payudara normal terjadi, tetapi kemudian mengalami penyusutan signifikan atau kerusakan akibat intervensi medis atau kondisi tertentu.
Pembedahan atau Trauma: Pembedahan pada dinding dada atau radioterapi yang dilakukan pada masa kanak-kanak untuk mengobati kanker (misalnya, limfoma Hodgkin) dapat merusak kuncup payudara yang sedang berkembang, mencegah pertumbuhan di masa depan.
Ablasi Hormonal: Pada wanita yang menderita kanker payudara dan menjalani terapi hormonal jangka panjang yang menekan estrogen, penyusutan jaringan payudara dapat terjadi. Namun, ini lebih merupakan atrofi daripada hipomastia sejati.
Penurunan Berat Badan Ekstrem: Payudara sebagian besar terdiri dari jaringan lemak (adiposa). Penurunan berat badan yang sangat cepat dan besar dapat mengurangi volume payudara secara dramatis, menghasilkan penampilan hipomastia.
III. Diagnosis dan Evaluasi Medis
Diagnosis hipomastia biasanya cukup jelas melalui pemeriksaan fisik, tetapi evaluasi medis lebih lanjut diperlukan untuk mengidentifikasi etiologi yang mendasarinya, terutama jika ada kecurigaan kelainan hormonal atau genetik.
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Dokter akan memulai dengan riwayat kesehatan rinci, termasuk:
Riwayat Pubertas: Kapan dimulainya menstruasi (menarche), pola siklus, dan perkembangan ciri seksual sekunder lainnya (misalnya, pertumbuhan rambut kemaluan).
Riwayat Keluarga: Apakah ada anggota keluarga perempuan yang memiliki payudara sangat kecil atau mengalami menarche yang tertunda.
Obat-obatan dan Penyakit: Riwayat penyakit kronis, gangguan makan, atau paparan radiasi di masa lalu.
Pemeriksaan fisik akan menilai simetri payudara, memeriksa adanya puting terbalik (inverted nipples), dan palpasi untuk memastikan ketiadaan jaringan kelenjar. Dokter juga akan memeriksa tanda-tanda Sindrom Poland (seperti kurangnya otot pektoralis atau kelainan tangan) dan tanda-tanda hipogonadisme (seperti kurangnya pertumbuhan tinggi badan atau ciri seksual sekunder lainnya).
2. Uji Laboratorium Hormonal
Jika dicurigai penyebab endokrin, serangkaian tes darah mungkin diperlukan. Pengujian ini biasanya meliputi:
Hormon Gonadotropin:Follicle-Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH). Tingkat tinggi FSH/LH dengan estrogen rendah menunjukkan hipogonadisme primer (masalah pada ovarium); tingkat rendah dari ketiganya menunjukkan hipogonadisme sekunder (masalah pada hipofisis/hipotalamus).
Estrogen (Estradiol): Untuk mengukur kadar hormon utama yang merangsang pertumbuhan payudara.
Prolaktin dan Hormon Tiroid: Untuk menyingkirkan penyebab endokrin lain yang dapat memengaruhi perkembangan.
3. Pencitraan dan Genetika
USG Payudara: Berguna untuk membedakan antara hipoplasia kelenjar sejati (kurangnya jaringan duktus/lobulus) dan hanya kurangnya jaringan adiposa (lemak). USG juga dapat menyingkirkan massa atau kelainan lain.
Tes Kariotipe: Jika dicurigai Sindrom Turner atau kelainan kromosom lainnya, analisis kariotipe dilakukan untuk memeriksa struktur kromosom pasien.
MRI atau CT Scan (Khusus): Dapat digunakan untuk mengevaluasi defisiensi otot dada pada kasus Sindrom Poland yang tidak jelas.
IV. Dampak Psikologis dan Sosial
Meskipun hipomastia mungkin tidak mengancam nyawa, dampaknya terhadap kualitas hidup dan kesehatan mental dapat sangat signifikan. Di banyak budaya, payudara dipandang sebagai simbol utama feminitas, kesuburan, dan daya tarik seksual. Ketidaksesuaian antara citra diri ideal dan realitas fisik dapat memicu krisis emosional, terutama selama masa remaja yang rentan.
1. Distorsi Citra Tubuh
Wanita dengan hipomastia sering kali mengalami citra tubuh negatif yang parah. Mereka mungkin merasa "tidak lengkap" atau "tidak feminin" dibandingkan rekan-rekan mereka. Perasaan ini diperburuk oleh media massa dan standar kecantikan yang sering kali tidak realistis.
2. Kecemasan Sosial dan Depresi
Ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian tertentu, kecanggungan saat berganti pakaian di tempat umum (seperti ruang ganti gym), atau keharusan menyembunyikan kondisi payudara dapat menyebabkan isolasi sosial dan kecemasan. Dalam kasus yang parah, hipomastia dapat berkontribusi pada depresi klinis.
Banyak individu yang menghadapi hipomastia melaporkan perasaan rendah diri yang kronis dan kesulitan dalam menjalin hubungan intim, karena rasa takut akan penilaian atau penolakan dari pasangan. Konseling psikologis, baik individu maupun kelompok, sering kali direkomendasikan sebagai bagian integral dari rencana perawatan, terlepas dari apakah pasien memilih intervensi bedah atau tidak.
3. Dampak pada Hubungan Intim
Payudara yang tidak berkembang dapat memengaruhi kepercayaan diri dalam konteks seksual. Pasien mungkin menghindari keintiman atau merasa malu dengan tubuh mereka. Penting bagi pasangan untuk dididik mengenai kondisi tersebut dan fokus pada penerimaan serta dukungan emosional.
V. Solusi Komprehensif dan Pilihan Perawatan
Perawatan untuk hipomastia berkisar dari intervensi non-bedah, yang sering kali bersifat supportif atau hormonal, hingga pilihan bedah yang lebih definitif untuk menambah volume dan memperbaiki kontur payudara.
1. Terapi Hormonal dan Suplemen (Non-Bedah)
Terapi hormonal hanya efektif jika hipomastia disebabkan oleh defisiensi hormonal yang dapat diperbaiki (misalnya, pada Sindrom Turner atau hipogonadisme). Jika jaringan payudara gagal berkembang meskipun kadar hormon normal (resistensi reseptor), terapi hormon tambahan biasanya tidak memberikan hasil signifikan pada usia dewasa.
Terapi Estrogen dan Progesteron: Diberikan secara hati-hati di bawah pengawasan endokrinolog. Tujuannya adalah meniru lonjakan hormonal pubertas. Efektivitasnya cenderung lebih tinggi jika dimulai pada usia remaja, tetapi manfaatnya berkurang drastis pada wanita dewasa karena jaringan payudara telah matang dan tidak lagi responsif terhadap stimulus pertumbuhan baru.
Krim dan Pil Topikal: Klaim yang dibuat oleh banyak suplemen herbal (misalnya, yang mengandung Pueraria mirifica atau fenugreek) untuk merangsang pertumbuhan payudara belum didukung oleh bukti ilmiah yang kuat dan sering kali hanya menyebabkan retensi air atau peningkatan lemak lokal sementara. Penggunaan tanpa pengawasan medis dapat menimbulkan risiko kesehatan yang tidak perlu.
2. Peningkatan Volume dengan Lemak (Fat Grafting)
Fat grafting (atau transfer lemak autologus) adalah teknik yang semakin populer. Teknik ini melibatkan pengumpulan jaringan lemak melalui liposuction dari area tubuh lain (perut, paha, atau pinggul), memurnikannya, dan menyuntikkannya ke area payudara untuk meningkatkan volume dan kontur.
Keuntungan:
Hasil yang terasa alami dan lembut.
Risiko penolakan minimal (lemak berasal dari tubuh pasien sendiri).
Dapat memperbaiki kontur tubuh di area donor (manfaat ganda).
Keterbatasan:
Hanya dapat menambah volume secara moderat (biasanya satu cup size per sesi).
Membutuhkan beberapa sesi untuk peningkatan volume yang signifikan.
Tidak efektif untuk kasus hipomastia sangat parah di mana volume awal sangat minim.
Sebagian lemak (sekitar 30-50%) mungkin diserap kembali oleh tubuh.
Teknik ini sangat ideal untuk kasus hipomastia ringan atau untuk memperbaiki asimetri minor, atau sebagai pelengkap pada operasi implan.
3. Augmentasi Payudara dengan Implan (Pilihan Bedah Utama)
Untuk mencapai peningkatan volume yang substansial pada hipomastia moderat hingga parah, augmentasi payudara dengan implan silikon atau saline adalah pilihan utama. Keputusan bedah ini memerlukan pertimbangan mendalam mengenai jenis implan, lokasi penempatan, dan sayatan.
A. Jenis Implan
Silikon Gel Kohesif (Gummy Bear): Paling umum digunakan. Menyediakan rasa dan sentuhan yang paling alami, serta mempertahankan bentuknya dengan baik. Implan generasi baru memiliki gel yang sangat kohesif, meminimalkan risiko kebocoran cair.
Saline (Air Garam Steril): Implan diisi setelah dimasukkan, membutuhkan sayatan yang lebih kecil. Kelemahan utamanya adalah risiko rippling (lipatan implan terlihat melalui kulit) dan tekstur yang kurang alami dibandingkan silikon.
B. Bentuk dan Tekstur Implan
Bentuk Bulat (Round): Memberikan proyeksi maksimum dan penampilan penuh pada bagian atas payudara. Lebih fleksibel terhadap rotasi.
Bentuk Anatomis/Tetes Air (Teardrop/Shaped): Lebih tebal di bagian bawah dan meruncing ke atas, meniru bentuk payudara alami. Sering digunakan pada hipomastia parah atau pada kasus perbaikan. Membutuhkan tekstur permukaan tertentu untuk mencegah rotasi.
Tekstur: Implan bertekstur (kasar) awalnya digunakan untuk mengurangi risiko kontraktur kapsular, tetapi saat ini implan halus (smooth) semakin disukai karena alasan keamanan tertentu.
Visualisasi sederhana lokasi penempatan implan dalam operasi augmentasi.
C. Lokasi Penempatan (Dual Plane Technique)
Penempatan sangat krusial, terutama pada hipomastia, di mana jaringan penutup (kulit dan kelenjar) sangat tipis. Penempatan yang paling umum adalah:
Subglandular (Di atas otot pektoralis): Penempatan ini lebih sederhana dan pemulihan lebih cepat. Namun, pada kasus hipomastia parah, di mana lapisan jaringan payudara dan lemak sangat tipis, implan mungkin terasa atau terlihat (rippling), terutama pada bagian atas.
Submuskular Penuh (Di bawah otot pektoralis): Memberikan perlindungan implan yang maksimal oleh massa otot, mengurangi risiko kontraktur kapsular dan rippling, memberikan hasil yang lebih alami pada bagian atas payudara yang tipis. Namun, pemulihan lebih menyakitkan dan dapat memengaruhi fungsi otot dada.
Dual Plane (Paling Sering Digunakan): Teknik hibrida di mana bagian atas implan diletakkan di bawah otot (untuk menutupi margin implan dan memberikan transisi yang halus), sementara bagian bawah diletakkan di atas otot. Ini menggabungkan manfaat kosmetik dari penempatan submuskular dengan pemulihan yang sedikit lebih mudah. Ini sering dianggap sebagai pilihan terbaik untuk hipomastia.
D. Sayatan (Incision Sites)
Pilihan sayatan memengaruhi visibilitas bekas luka:
Inframammary Fold (IMF): Sayatan di bawah lipatan payudara. Ini paling sering digunakan karena memungkinkan akses visual yang sangat baik bagi dokter bedah dan bekas luka mudah disembunyikan.
Periareolar: Sayatan di sekitar tepi areola. Bekas luka bisa menyatu dengan warna areola, tetapi akses bedah terbatas, dan berpotensi memengaruhi sensitivitas puting atau duktus laktasi.
Transaxillary (Ketiak): Sayatan tersembunyi di ketiak. Keuntungannya adalah tidak ada bekas luka pada payudara, tetapi operasi lebih sulit, dan risiko implan salah posisi lebih tinggi.
VI. Pertimbangan Khusus dalam Augmentasi Hipomastia
Pembedahan untuk hipomastia, terutama kasus hipoplasia, memiliki tantangan unik yang berbeda dari augmentasi kosmetik biasa pada payudara yang sudah berkembang normal.
1. Mengatasi Asimetri
Jika hipomastia bersifat unilateral atau sangat asimetris (misalnya, pada Sindrom Poland), tujuannya adalah menciptakan simetri. Ini mungkin memerlukan penggunaan implan dengan volume dan/atau proyeksi yang berbeda pada setiap sisi, atau kombinasi implan dengan transfer lemak pada sisi yang kurang berkembang.
2. Payudara Tubular (Tuberous Breast Deformity)
Hipomastia sering kali tumpang tindih dengan kondisi Payudara Tubular (atau Tuberous). Payudara tubular adalah kelainan bawaan di mana jaringan payudara terperangkap di bawah kulit yang tegang di area puting/areola, memberikan penampilan sempit, menonjol, dan areola yang membesar atau menonjol keluar. Perbaikan payudara tubular memerlukan lebih dari sekadar implan; dokter bedah harus:
Melepaskan cincin ketegangan (constricting ring) jaringan fibrosa di dasar payudara.
Menggunakan implan untuk menambah volume dan membentuk kembali dasar payudara.
Memperkecil areola yang menonjol (areola reduction).
Prosedur ini jauh lebih kompleks daripada augmentasi standar.
3. Kualitas Kulit dan Jaringan
Pada hipomastia parah, kulit payudara sering kali tidak cukup meregang untuk menampung implan besar dalam satu langkah. Dokter bedah mungkin perlu menggunakan implan yang ukurannya lebih kecil atau, dalam kasus yang ekstrem, menggunakan tissue expander (pengembang jaringan) yang diisi secara bertahap selama beberapa minggu sebelum implan definitif dimasukkan.
VII. Risiko dan Komplikasi Jangka Panjang dari Implan
Seperti prosedur bedah besar lainnya, augmentasi payudara membawa risiko. Penting bagi pasien hipomastia untuk memahami komplikasi jangka panjang ini, terutama yang berkaitan dengan implan.
1. Kontraktur Kapsular (Capsular Contracture)
Ini adalah komplikasi jangka panjang yang paling umum dan sering terjadi pada hipomastia karena jaringan penutup yang tipis. Tubuh secara alami membentuk kapsul jaringan parut di sekitar setiap benda asing, termasuk implan. Kontraktur terjadi ketika kapsul ini mengencang dan memeras implan, menyebabkan payudara menjadi keras, terasa sakit, dan terdistorsi bentuknya.
Klasifikasi Baker: Kontraktur diklasifikasikan dari Grade I (payudara normal dan lembut) hingga Grade IV (payudara sangat keras, terdistorsi, dan menyakitkan).
Penanganan: Kasus yang parah (Grade III dan IV) memerlukan bedah ulang untuk mengangkat kapsul (kapsulotomi) dan, sering kali, mengganti implan.
2. Ruptur dan Deflasi Implan
Ruptur Silikon: Pecahnya selubung implan silikon. Karena gel modern kohesif, silikon biasanya tetap berada di dalam kapsul jaringan parut (ruptur intrakapsular). Ini seringkali asimtomatik dan hanya terdeteksi melalui MRI.
Deflasi Saline: Implan saline dapat mengempis jika terjadi kebocoran pada katup atau selubung. Cairan saline diserap dengan aman oleh tubuh, tetapi volume payudara hilang secara tiba-tiba.
3. Komplikasi Lain
Rippling dan Visibility: Pada hipomastia, kurangnya jaringan penutup lemak membuat lipatan implan lebih mungkin terlihat atau terasa, terutama di samping atau di bawah payudara.
Malposisi: Implan bergerak dari posisi yang diinginkan, menjadi terlalu tinggi (superior malposition) atau terlalu jauh ke samping.
ALCL (Anaplastic Large Cell Lymphoma): Meskipun sangat jarang, ini adalah risiko yang terkait dengan implan payudara, terutama implan bertekstur tertentu. Risiko ini telah menyebabkan beberapa merek implan ditarik dari pasar.
VIII. Pemulihan dan Perawatan Pasca-Operasi
Proses pemulihan sangat penting untuk hasil akhir yang sukses, terutama pada pasien yang menerima penempatan submuskular yang lebih invasif.
1. Fase Akut (Minggu 1-2)
Periode ini ditandai dengan pembengkakan, memar, dan rasa sakit. Rasa sakit biasanya lebih signifikan pada penempatan submuskular karena otot dada diregangkan. Pasien diharuskan:
Memakai bra kompresi bedah 24 jam sehari untuk mendukung implan dan mengurangi pembengkakan.
Menghindari mengangkat beban berat atau mendorong selama minimal empat hingga enam minggu.
Tidur telentang untuk menghindari tekanan pada area payudara.
2. Fase Pemulihan Menengah (Bulan 1-3)
Pembengkakan mulai mereda, dan implan mulai "jatuh" ke posisi akhirnya (drop and fluff). Payudara mulai terlihat lebih alami. Sensitivitas payudara dan puting mungkin berubah (meningkat atau berkurang) dan biasanya kembali normal setelah beberapa bulan.
3. Perawatan Jangka Panjang
Pasien dengan implan harus menjalani pemeriksaan rutin dengan dokter bedah plastik mereka. Meskipun FDA tidak lagi merekomendasikan MRI rutin untuk semua implan silikon, banyak dokter menyarankan pemindaian MRI 3-5 tahun setelah operasi, dan setiap 2 tahun setelahnya, untuk memantau integritas implan silikon.
IX. Hidup Pasca-Perawatan dan Prognosis
Bagi banyak wanita, penanganan hipomastia, terutama melalui augmentasi, menghasilkan peningkatan signifikan dalam citra tubuh dan kepercayaan diri. Namun, penting untuk memiliki harapan yang realistis dan memahami bahwa hasil bedah, meskipun transformatif, tidaklah permanen dan mungkin memerlukan perawatan atau bedah ulang di masa depan.
1. Manajemen Harapan Realistis
Dokter bedah harus secara jujur mendiskusikan apa yang dapat dan tidak dapat dicapai, terutama pada kasus payudara tubular atau hipoplasia parah. Tujuan utama bukanlah mencapai kesempurnaan, melainkan mencapai simetri dan volume yang sesuai dengan proporsi tubuh pasien.
2. Kehamilan dan Menyusui
Mayoritas wanita dengan implan payudara dapat hamil dan menyusui. Hipomastia, terutama jika disebabkan oleh kegagalan perkembangan kelenjar (bukan hanya lemak), mungkin sudah memengaruhi kemampuan menyusui sejak awal. Implan, tergantung pada lokasi sayatan (terutama periareolar), dapat memengaruhi beberapa saluran susu, tetapi penempatan melalui sayatan IMF dan penempatan submuskular umumnya memiliki risiko minimal terhadap laktasi.
Secara keseluruhan, hipomastia adalah kondisi yang dapat ditangani dengan tingkat keberhasilan kosmetik dan psikologis yang tinggi, asalkan pendekatan yang diambil adalah komprehensif, mempertimbangkan baik akar penyebab medis maupun dampak emosionalnya.