Hiperkalsiuria: Tinjauan Lengkap tentang Penyebab, Gejala, Diagnosis, dan Pengelolaan

Hiperkalsiuria adalah kondisi medis yang ditandai oleh ekskresi kalsium berlebihan dalam urin. Kondisi ini sering kali menjadi faktor risiko utama pembentukan batu ginjal, tetapi juga dapat memiliki implikasi serius terhadap kesehatan tulang dan ginjal secara keseluruhan. Meskipun sering kali tidak menimbulkan gejala yang nyata pada awalnya, hiperkalsiuria yang tidak diobati dapat menyebabkan komplikasi jangka panjang yang signifikan. Artikel ini akan menyelami secara mendalam berbagai aspek hiperkalsiuria, mulai dari definisi dan epidemiologi, klasifikasi, patofisiologi, penyebab dan faktor risiko, gejala klinis, metode diagnosis, komplikasi yang mungkin timbul, hingga berbagai strategi penatalaksanaan dan pencegahan yang efektif. Dengan pemahaman yang komprehensif, diharapkan individu dapat lebih menyadari pentingnya deteksi dini dan pengelolaan yang tepat untuk menjaga kesehatan ginjal dan tulang mereka.

Ginjal dengan Batu Kalsium

Gambar: Representasi Ginjal dengan Indikasi Kristal Kalsium.

1. Pendahuluan

Hiperkalsiuria didefinisikan sebagai ekskresi kalsium dalam urin yang melebihi batas normal, biasanya di atas 200-250 mg per 24 jam untuk orang dewasa, atau lebih dari 4 mg/kg berat badan per 24 jam. Kondisi ini bukan merupakan penyakit itu sendiri, melainkan merupakan manifestasi dari gangguan regulasi metabolisme kalsium yang mendasari. Kalsium adalah mineral esensial yang memainkan peran krusial dalam berbagai fungsi tubuh, termasuk pembentukan tulang dan gigi, kontraksi otot, transmisi saraf, dan pembekuan darah. Keseimbangan kalsium dalam tubuh diatur secara ketat oleh interaksi kompleks antara hormon paratiroid (PTH), vitamin D, dan kalsitonin, serta fungsi ginjal dan usus. Ketika regulasi ini terganggu, ekskresi kalsium yang berlebihan melalui ginjal dapat terjadi.

Prevalensi hiperkalsiuria cukup tinggi di populasi umum dan merupakan faktor risiko independen terbesar untuk pembentukan batu ginjal kalsium, yang menyumbang sekitar 75-80% dari semua kasus batu ginjal. Diperkirakan bahwa sekitar 30-50% pasien dengan batu ginjal kalsium idiopatik (tanpa penyebab yang jelas) memiliki hiperkalsiuria sebagai faktor pendorong utama. Selain itu, hiperkalsiuria juga dikaitkan dengan penurunan densitas mineral tulang, yang berpotensi meningkatkan risiko osteoporosis dan fraktur. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam tentang hiperkalsiuria sangat penting tidak hanya untuk pencegahan dan pengelolaan batu ginjal, tetapi juga untuk menjaga kesehatan tulang jangka panjang.

Pengelolaan hiperkalsiuria memerlukan pendekatan yang terstruktur, dimulai dari identifikasi penyebab yang mendasari. Penatalaksanaan dapat bervariasi dari modifikasi diet dan gaya hidup hingga intervensi farmakologis, tergantung pada jenis dan tingkat keparahan hiperkalsiuria. Deteksi dini dan intervensi yang tepat dapat secara signifikan mengurangi risiko komplikasi dan meningkatkan kualitas hidup pasien.

2. Definisi dan Batasan Normal

Secara medis, hiperkalsiuria ditetapkan sebagai ekskresi kalsium dalam urin yang melampaui ambang batas tertentu dalam periode 24 jam. Batasan ini sedikit bervariasi tergantung pada literatur dan populasi yang diteliti, namun secara umum diterima sebagai:

Penting untuk dicatat bahwa nilai-nilai ini adalah pedoman umum. Interpretasi hasil harus mempertimbangkan asupan kalsium dalam diet, fungsi ginjal, dan kondisi klinis pasien lainnya. Pengukuran ekskresi kalsium urin 24 jam adalah standar baku emas (gold standard) untuk diagnosis hiperkalsiuria. Sampel urin harus dikumpulkan dengan cermat selama periode 24 jam untuk mendapatkan gambaran yang akurat tentang ekskresi kalsium harian.

Rasio kalsium/kreatinin urin acak juga kadang digunakan sebagai skrining, tetapi kurang akurat dibandingkan pengumpulan 24 jam karena variasi harian dalam ekskresi kalsium. Nilai normal rasio kalsium/kreatinin urin biasanya kurang dari 0,2 mg/mg (atau 0,56 mmol/mmol).

3. Epidemiologi

Hiperkalsiuria adalah kondisi yang relatif umum, terutama di kalangan penderita batu ginjal. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa:

Pemahaman tentang epidemiologi ini menyoroti pentingnya skrining dan pengelolaan yang tepat, terutama pada individu dengan riwayat keluarga batu ginjal atau mereka yang sudah pernah mengalami episode batu ginjal.

4. Klasifikasi Hiperkalsiuria

Hiperkalsiuria dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme patofisiologis yang mendasari. Klasifikasi ini sangat penting karena memandu pendekatan diagnostik dan pilihan terapi.

4.1. Hiperkalsiuria Absorptif (AHC)

Ini adalah jenis hiperkalsiuria yang paling umum, yang terjadi ketika ada peningkatan penyerapan kalsium dari saluran pencernaan. Kelebihan kalsium yang diserap kemudian difiltrasi oleh ginjal dan diekskresikan dalam urin.

4.1.1. Tipe I (Berganda)

Merupakan bentuk paling parah. Ditandai oleh peningkatan penyerapan kalsium usus yang terjadi terus-menerus, bahkan pada diet rendah kalsium. Hal ini disebabkan oleh peningkatan sintesis 1,25-dihidroksivitamin D (bentuk aktif vitamin D) atau respons sensitivitas organ target yang berlebihan terhadap vitamin D. PTH biasanya normal atau rendah karena umpan balik negatif dari tingkat kalsium serum yang cenderung normal atau sedikit meningkat.

4.1.2. Tipe II (Tergantung Diet)

Disebabkan oleh asupan kalsium diet yang tinggi, yang kemudian diserap secara berlebihan. Pada diet rendah kalsium, ekskresi kalsium urin cenderung kembali normal. Ini adalah bentuk yang lebih ringan dan lebih mudah diatasi dengan modifikasi diet.

4.1.3. Tipe III (Kebocoran Fosfat Ginjal)

Jenis ini jarang. Karakteristiknya adalah kebocoran fosfat dari ginjal, menyebabkan hipofosfatemia. Hipofosfatemia merangsang sintesis 1,25-dihidroksivitamin D, yang pada gilirannya meningkatkan penyerapan kalsium usus dan menyebabkan hiperkalsiuria.

4.2. Hiperkalsiuria Ginjal (RHC)

Jenis ini terjadi ketika ginjal gagal mereabsorpsi kalsium secara efisien dari filtrat glomerular, menyebabkan "kebocoran" kalsium ke dalam urin. Ini terjadi meskipun penyerapan kalsium usus normal atau bahkan sedikit berkurang.

4.3. Hiperkalsiuria Resorptif (RH)

Disebabkan oleh peningkatan resorpsi tulang (pelepasan kalsium dari tulang) yang berlebihan. Kondisi ini biasanya terkait dengan hyperparatiroidisme primer (PHPT), di mana kelenjar paratiroid memproduksi PTH secara berlebihan. PTH yang tinggi menyebabkan:

Akibatnya, terjadi hiperkalsemia (kadar kalsium serum tinggi) dan hiperkalsiuria. Kondisi lain seperti imobilisasi berkepanjangan atau keganasan tertentu juga dapat menyebabkan hiperkalsiuria resorptif.

4.4. Hiperkalsiuria Idiopatik (ICH)

Ketika tidak ada penyebab yang jelas dapat diidentifikasi setelah evaluasi yang menyeluruh, kondisi ini disebut hiperkalsiuria idiopatik. Ini adalah diagnosis eksklusi dan sering kali merupakan bentuk yang paling umum, mencakup sebagian besar kasus hiperkalsiuria absorptif dan renal yang tidak dapat diklasifikasikan secara definitif. Diperkirakan ada komponen genetik yang kuat dalam ICH.

4.5. Hiperkalsiuria Sekunder

Terjadi sebagai akibat dari kondisi medis lain atau penggunaan obat-obatan. Contohnya termasuk:

Identifikasi penyebab sekunder sangat penting karena penatalaksanaan berfokus pada pengobatan kondisi primer.

5. Patofisiologi

Patofisiologi hiperkalsiuria melibatkan gangguan pada salah satu atau kombinasi dari tiga proses utama yang mengatur homeostasis kalsium: penyerapan kalsium di usus, reabsorpsi kalsium di ginjal, dan resorpsi/deposisi kalsium di tulang. Proses-proses ini diatur oleh interaksi kompleks antara hormon paratiroid (PTH) dan 1,25-dihidroksivitamin D (kalsitriol).

5.1. Penyerapan Kalsium Usus

Penyerapan kalsium dari makanan terutama terjadi di duodenum dan jejunum proksimal. Proses ini dimediasi oleh protein pengangkut kalsium aktif dan juga dapat terjadi melalui jalur pasif. Aktivitas 1,25-dihidroksivitamin D merupakan regulator utama penyerapan kalsium aktif. Pada hiperkalsiuria absorptif, terjadi peningkatan penyerapan kalsium usus. Ini bisa disebabkan oleh:

Kalsium yang diserap berlebihan ini kemudian masuk ke sirkulasi, difiltrasi di glomerulus, dan jika mekanisme reabsorpsi tubulus tidak mampu mengatasinya, akan diekskresikan dalam urin.

5.2. Reabsorpsi Kalsium Ginjal

Ginjal memainkan peran sentral dalam menjaga keseimbangan kalsium dengan mereabsorpsi sekitar 98-99% kalsium yang difiltrasi. Proses ini terjadi di berbagai segmen nefron:

Pada hiperkalsiuria renal, terdapat defek pada reabsorpsi kalsium di tubulus, terutama di tubulus distal. Ini menyebabkan peningkatan kehilangan kalsium melalui urin, bahkan dengan kadar kalsium serum yang normal atau sedikit rendah. Kehilangan kalsium ini kemudian merangsang kelenjar paratiroid untuk melepaskan PTH lebih banyak (hiperparatiroidisme sekunder) sebagai upaya kompensasi untuk meningkatkan kalsium serum. PTH akan meningkatkan reabsorpsi kalsium di ginjal (tetapi tidak cukup untuk mengatasi defek utama) dan memobilisasi kalsium dari tulang.

5.3. Resorpsi dan Deposisi Kalsium Tulang

Tulang adalah reservoir utama kalsium dalam tubuh. Proses remodelling tulang yang konstan melibatkan osteoblas (sel pembentuk tulang) dan osteoklas (sel peresorpsi tulang). PTH dan 1,25-dihidroksivitamin D adalah regulator utama dari proses ini. Pada kondisi tertentu, seperti hiperparatiroidisme primer atau imobilisasi, terjadi peningkatan aktivitas osteoklas yang menyebabkan pelepasan kalsium berlebihan dari tulang ke dalam sirkulasi. Kalsium serum meningkat, yang kemudian difiltrasi oleh ginjal dalam jumlah yang lebih besar, melebihi kapasitas reabsorpsi tubulus dan menyebabkan hiperkalsiuria.

5.4. Interaksi PTH dan Vitamin D

PTH dilepaskan sebagai respons terhadap penurunan kalsium serum. Fungsi utamanya adalah meningkatkan kalsium serum melalui:

1,25-dihidroksivitamin D, pada gilirannya, meningkatkan penyerapan kalsium usus dan juga berperan dalam mineralisasi tulang. Gangguan pada salah satu jalur ini atau respons organ target terhadap hormon ini dapat menyebabkan hiperkalsiuria.

5.5. Faktor Lain

Memahami patofisiologi ini sangat penting untuk secara akurat mendiagnosis jenis hiperkalsiuria dan merumuskan rencana pengobatan yang efektif.

Tulang Rangka

Gambar: Representasi Kerangka Tulang, Menyoroti Kesehatan Tulang.

6. Penyebab dan Faktor Risiko

Hiperkalsiuria dapat disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari diet, genetik, kondisi medis, hingga penggunaan obat-obatan. Memahami penyebab spesifik adalah kunci untuk manajemen yang efektif.

6.1. Faktor Diet

6.2. Faktor Genetik

Hiperkalsiuria sering memiliki komponen herediter. Banyak kasus hiperkalsiuria idiopatik diperkirakan memiliki dasar genetik poligenik. Beberapa gen yang terkait dengan regulasi kalsium, seperti gen reseptor vitamin D (VDR), gen transporter kalsium, atau gen lain yang mempengaruhi sensitivitas terhadap PTH, telah diidentifikasi sebagai faktor predisposisi. Riwayat keluarga batu ginjal atau hiperkalsiuria meningkatkan risiko seseorang secara signifikan.

6.3. Kondisi Medis yang Mendasari

6.4. Obat-obatan

Penting untuk meninjau riwayat obat-obatan pasien saat mengevaluasi hiperkalsiuria.

7. Gejala Klinis

Hiperkalsiuria sering kali merupakan kondisi asimtomatik, terutama pada tahap awal. Ini berarti pasien mungkin tidak merasakan gejala apa pun sampai komplikasi berkembang. Gejala yang paling umum terkait dengan hiperkalsiuria adalah yang disebabkan oleh komplikasi utamanya, yaitu pembentukan batu ginjal.

7.1. Gejala Akibat Batu Ginjal (Nefrolitiasis)

Pembentukan batu ginjal adalah manifestasi klinis paling sering dari hiperkalsiuria. Batu kalsium (baik oksalat maupun fosfat) menyumbang mayoritas kasus batu ginjal. Gejala yang terkait dengan batu ginjal meliputi:

Beberapa batu mungkin tetap berada di ginjal tanpa menyebabkan gejala selama bertahun-tahun (batu asimtomatik), tetapi mereka tetap berisiko menyebabkan masalah di kemudian hari.

7.2. Gejala Akibat Komplikasi Lain

Mengingat sifatnya yang sering asimtomatik, diagnosis hiperkalsiuria sering kali terjadi saat evaluasi untuk batu ginjal atau saat skrining rutin pada individu berisiko.

8. Diagnosis

Diagnosis hiperkalsiuria melibatkan kombinasi riwayat medis, pemeriksaan fisik, tes darah, dan analisis urin. Tujuan diagnosis adalah tidak hanya untuk mengkonfirmasi keberadaan hiperkalsiuria tetapi juga untuk mengidentifikasi penyebab yang mendasarinya.

8.1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

8.2. Pengumpulan Urin 24 Jam

Ini adalah standar baku emas untuk mendiagnosis hiperkalsiuria. Pasien diminta untuk mengumpulkan semua urin selama periode 24 jam. Sampel ini kemudian dianalisis untuk:

Seringkali, disarankan untuk melakukan pengumpulan urin 24 jam ini pada diet kalsium biasa dan kemudian mengulanginya pada diet terbatas kalsium (misalnya, 400 mg/hari) untuk membantu membedakan hiperkalsiuria absorptif tipe I dari tipe II, atau untuk membedakan absorptif dari renal, meskipun pendekatan ini semakin jarang digunakan dalam praktik klinis karena kompleksitasnya dan seringkali informasi yang didapat tidak mengubah manajemen secara signifikan.

8.3. Tes Darah

Tes darah diperlukan untuk mengevaluasi status kalsium sistemik dan fungsi ginjal, serta mencari penyebab sekunder:

8.4. Pencitraan

Pencitraan saluran kemih dapat dilakukan untuk mendeteksi batu ginjal atau nefrokalsinosis:

8.5. Pendekatan Diagnostik untuk Klasifikasi

Setelah hiperkalsiuria dikonfirmasi, langkah selanjutnya adalah mengklasifikasikannya:

  1. Periksa Kalsium Serum dan PTH:
    • Kalsium Serum Tinggi, PTH Tinggi: Sangat sugestif hiperparatiroidisme primer (hiperkalsiuria resorptif).
    • Kalsium Serum Tinggi, PTH Rendah: Menunjukkan hiperkalsemia non-PTH-mediated (misalnya, intoksikasi vitamin D, sarkoidosis, keganasan, imobilisasi).
    • Kalsium Serum Normal, PTH Normal atau Rendah: Paling sering hiperkalsiuria absorptif idiopatik.
    • Kalsium Serum Normal atau Rendah, PTH Tinggi: Menunjukkan hiperkalsiuria renal.
  2. Evaluasi 1,25-Dihidroksivitamin D: Dapat membantu membedakan hiperkalsiuria absorptif tipe I (seringkali meningkat) dari tipe II (normal).
  3. Uji Beban Kalsium (jarang dilakukan): Pasien diberi kalsium oral, kemudian kalsium urin diukur. Pada hiperkalsiuria absorptif, ekskresi kalsium urin akan meningkat secara signifikan.

Diagnosis yang akurat dan penentuan jenis hiperkalsiuria sangat penting untuk memilih strategi pengobatan yang paling tepat dan efektif.

9. Komplikasi

Jika tidak ditangani, hiperkalsiuria dapat menyebabkan serangkaian komplikasi serius yang terutama mempengaruhi sistem kemih dan kerangka tulang.

9.1. Batu Ginjal (Nefrolitiasis)

Ini adalah komplikasi yang paling umum dan dikenal dari hiperkalsiuria. Kelebihan kalsium dalam urin meningkatkan supersaturasi urin terhadap garam kalsium (terutama kalsium oksalat dan kalsium fosfat). Hal ini memicu nukleasi (pembentukan inti kristal), pertumbuhan, dan agregasi kristal, yang akhirnya membentuk batu. Batu ini dapat menyebabkan:

9.2. Nefrokalsinosis

Nefrokalsinosis adalah kondisi di mana terjadi pengendapan kristal kalsium di dalam parenkim ginjal, bukan di sistem pengumpulannya (seperti batu ginjal). Ini sering terlihat pada kasus hiperkalsiuria kronis yang parah, terutama yang terkait dengan RTA atau kondisi metabolik lainnya. Nefrokalsinosis dapat menyebabkan:

9.3. Penurunan Densitas Mineral Tulang (Osteopenia dan Osteoporosis)

Ekskresi kalsium yang berlebihan dalam urin berarti kalsium tersebut tidak tersedia untuk deposisi di tulang. Meskipun asupan kalsium dari makanan mungkin normal, kehilangan kalsium yang persisten dapat mengganggu keseimbangan remodelling tulang, terutama pada hiperkalsiuria renal atau idiopatik yang parah.

9.4. Komplikasi Lainnya (Tergantung Penyebab Mendasar)

Jika hiperkalsiuria adalah akibat dari kondisi lain, komplikasi yang timbul juga dapat berasal dari penyakit primer tersebut, seperti:

Oleh karena itu, identifikasi dan penanganan dini hiperkalsiuria, serta kondisi yang mendasarinya, sangat penting untuk mencegah atau meminimalkan komplikasi jangka panjang ini.

10. Penatalaksanaan dan Pengobatan

Penatalaksanaan hiperkalsiuria berfokus pada dua tujuan utama: mengurangi ekskresi kalsium urin untuk mencegah pembentukan batu dan kerusakan tulang, serta mengobati penyebab yang mendasari. Pendekatan pengobatan bervariasi tergantung pada jenis hiperkalsiuria.

10.1. Modifikasi Diet dan Gaya Hidup (Umum untuk Semua Jenis)

Ini adalah lini pertama pengobatan untuk sebagian besar pasien dengan hiperkalsiuria dan batu ginjal kalsium, terutama untuk hiperkalsiuria absorptif tipe II.

10.2. Terapi Farmakologis

Obat-obatan digunakan jika modifikasi diet tidak cukup atau jika hiperkalsiuria parah atau terkait dengan kondisi medis tertentu.

10.2.1. Diuretik Tiazid

10.2.2. Kalium Sitrat

10.2.3. Allopurinol

10.2.4. Fosfat Netral Oral

10.3. Pengobatan Kondisi Mendasar

Jika hiperkalsiuria sekunder terhadap kondisi lain, pengobatan harus ditujukan pada kondisi primernya:

10.4. Pemantauan

Pasien dengan hiperkalsiuria harus dipantau secara teratur untuk menilai efektivitas pengobatan dan mendeteksi komplikasi. Pemantauan meliputi:

Pendekatan multidisiplin yang melibatkan nefrolog, urolog, dan ahli gizi seringkali diperlukan untuk pengelolaan hiperkalsiuria yang optimal.

11. Prognosis

Prognosis untuk pasien dengan hiperkalsiuria sangat bervariasi tergantung pada penyebab yang mendasari, keparahan kondisi, kepatuhan terhadap pengobatan, dan ada tidaknya komplikasi. Secara umum, dengan diagnosis dini dan pengelolaan yang tepat, prognosisnya cukup baik, terutama untuk mencegah komplikasi yang paling umum, yaitu batu ginjal.

Secara keseluruhan, kunci untuk prognosis yang baik adalah deteksi dini, diagnosis yang akurat, kepatuhan pasien terhadap modifikasi diet dan terapi obat, serta pemantauan teratur untuk mencegah komplikasi atau mengatasi mereka sedini mungkin. Pendidikan pasien tentang kondisi mereka dan pentingnya pengelolaan jangka panjang adalah aspek krusial dari prognosis yang positif.

Ion Kalsium Ca ++

Gambar: Representasi Simbol Kimia Kalsium (Ca++).

12. Pencegahan

Pencegahan hiperkalsiuria, terutama pada individu yang berisiko atau memiliki riwayat batu ginjal kalsium, berpusat pada modifikasi gaya hidup dan diet. Langkah-langkah ini bertujuan untuk mengurangi ekskresi kalsium urin dan mencegah pembentukan kristal, bahkan sebelum komplikasi berkembang.

Dengan mengikuti langkah-langkah pencegahan ini, risiko perkembangan atau kekambuhan hiperkalsiuria dan komplikasi terkait, terutama batu ginjal, dapat diminimalkan secara signifikan.

13. Kesimpulan

Hiperkalsiuria adalah kondisi umum yang ditandai oleh ekskresi kalsium berlebihan dalam urin, menjadi penyebab utama pembentukan batu ginjal kalsium dan faktor risiko penting untuk penurunan densitas mineral tulang. Kondisi ini dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, termasuk hiperkalsiuria absorptif, renal, resorptif, dan idiopatik, serta bentuk sekunder yang disebabkan oleh berbagai kondisi medis atau obat-obatan. Patofisiologi melibatkan gangguan kompleks pada regulasi kalsium di usus, ginjal, dan tulang, yang diatur oleh PTH dan vitamin D.

Meskipun sering asimtomatik pada tahap awal, hiperkalsiuria dapat bermanifestasi sebagai nyeri kolik ginjal akibat batu, hematuria, atau dalam jangka panjang, menyebabkan osteopenia, osteoporosis, dan kerusakan ginjal melalui nefrokalsinosis. Diagnosisnya melibatkan analisis urin 24 jam untuk kalsium dan parameter metabolik lainnya, tes darah untuk mengevaluasi kadar kalsium, PTH, dan vitamin D, serta pencitraan untuk mendeteksi batu atau kerusakan ginjal.

Penatalaksanaan hiperkalsiuria bersifat multifaset, dimulai dengan modifikasi diet dan gaya hidup yang krusial, seperti peningkatan asupan cairan, pembatasan natrium, moderasi protein hewani, dan asupan kalsium diet yang adekuat. Terapi farmakologis, terutama dengan diuretik tiazid dan kalium sitrat, sering diperlukan untuk mengurangi ekskresi kalsium urin. Pengobatan penyebab mendasar, seperti paratiroidektomi untuk hiperparatiroidisme primer atau penyesuaian obat-obatan, juga esensial.

Prognosis umumnya baik dengan diagnosis dini dan kepatuhan terhadap pengobatan, secara signifikan mengurangi risiko rekurensi batu ginjal dan komplikasi lainnya. Pencegahan berfokus pada langkah-langkah diet dan gaya hidup yang sama dengan pengobatan awal, menekankan hidrasi yang memadai dan keseimbangan nutrisi. Pemantauan rutin diperlukan untuk memastikan efektivitas terapi dan deteksi dini masalah.

Kesadaran akan hiperkalsiuria dan pentingnya manajemen yang komprehensif adalah kunci untuk menjaga kesehatan ginjal dan tulang jangka panjang bagi individu yang terkena. Pendekatan proaktif dalam diagnosis dan penatalaksanaan dapat secara substansial meningkatkan kualitas hidup dan mencegah komplikasi serius.