Himne: Puja Puji Suci, Menggema Abadi Lintas Zaman
Dalam lanskap kebudayaan manusia yang kaya, musik telah lama menjadi media universal untuk ekspresi emosi, narasi, dan yang paling mendalam, spiritualitas. Di antara berbagai genre dan bentuk musik, himne menempati posisi yang unik dan sakral. Himne, sebagai bentuk puji-pujian yang seringkali bersifat religius, bukan sekadar rangkaian nada dan lirik; ia adalah jembatan yang menghubungkan manusia dengan transenden, sebuah gema dari hati yang mencari makna, penghiburan, dan ungkapan syukur.
Sejak peradaban kuno, di setiap sudut dunia, manusia telah menemukan cara untuk mengangkat suara mereka dalam melodi dan syair untuk memuja dewa-dewi, mengungkapkan kekaguman akan alam, atau merayakan peristiwa-peristiwa penting. Meskipun istilah "himne" secara etimologis berakar dari tradisi Yunani dan sering diasosiasikan dengan konteks Kristen, esensinya sebagai lagu puji-pujian yang khidmat telah terwujud dalam berbagai bentuk di hampir setiap kebudayaan dan sistem kepercayaan. Artikel ini akan menyelami kedalaman dunia himne, menelusuri sejarah panjangnya, menganalisis struktur dan fungsinya, mengeksplorasi ragam bentuknya di berbagai tradisi, hingga merefleksikan relevansinya di zaman modern.
Kita akan melihat bagaimana himne telah berfungsi sebagai penjaga doktrin, pemersatu komunitas, penyemangat di masa sulit, dan ekspresi kebahagiaan yang tak terhingga. Lebih dari sekadar lagu, himne adalah warisan budaya dan spiritual yang tak ternilai, sebuah melodi abadi yang terus menggema, melampaui batasan bahasa dan waktu, menghubungkan jiwa-jiwa dalam harmoni puji-pujian yang suci.
Sejarah dan Evolusi Himne: Dari Masa Kuno Hingga Modern
Perjalanan himne adalah refleksi dari perjalanan spiritual dan budaya manusia itu sendiri. Akar himne terentang jauh ke masa lalu, melintasi ribuan tahun sejarah, dari peradaban paling awal hingga bentuk-bentuk kontemporer yang kita kenal sekarang.
A. Akar Kuno Himne
Konsep puji-pujian dalam bentuk lagu sudah ada sejak zaman Mesir Kuno, di mana nyanyian dan tarian dilakukan untuk memuja dewa-dewi seperti Ra dan Osiris. Hieroglif dan teks-teks kuno sering menggambarkan ritual musik yang didedikasikan untuk entitas ilahi.
Di Yunani Kuno, "hymnos" (dari mana kata "himne" berasal) adalah jenis puisi liris yang dinyanyikan untuk memuja dewa-dewi, pahlawan, atau bahkan peristiwa-peristiwa penting. Ada Paean untuk Apollo, Dithyramb untuk Dionysus, dan himne-himne lain yang diserukan dalam festival dan upacara keagamaan. Himne Homerik, meskipun disebut "himne," lebih merupakan epik naratif pendek yang mengisahkan dewa-dewi. Tradisi Romawi kemudian mengadaptasi banyak dari praktik Yunani ini, dengan "Carmina Saecularia" sebagai salah satu contoh himne resmi yang diciptakan untuk upacara besar kenegaraan.
Dalam tradisi Ibrani, kitab Mazmur (Tehillim) dalam Alkitab adalah koleksi himne dan doa yang paling terkenal. Mazmur-mazmur ini tidak hanya dibaca tetapi juga dinyanyikan dalam ibadah di Bait Suci Yerusalem dan kemudian di sinagoge. Mereka mengungkapkan berbagai emosi, dari pujian dan syukur hingga permohonan dan ratapan, membentuk dasar bagi banyak puji-pujian keagamaan di kemudian hari.
B. Himne dalam Kekristenan Awal dan Abad Pertengahan
Kekristenan awal dengan cepat mengadopsi tradisi puji-pujian dari Yudaisme, menggabungkannya dengan elemen-elemen baru. Paulus mendorong jemaatnya untuk "berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani" (Efesus 5:19). Nyanyian-nyanyian ini seringkali sederhana, bersifat akapela, dan bertujuan untuk mengajarkan doktrin serta memperkuat iman komunitas.
Pada Abad Pertengahan, himne menjadi bagian integral dari liturgi Gereja Barat. Sebagian besar himne ditulis dalam bahasa Latin. Salah satu tokoh paling berpengaruh adalah Santo Ambrosius dari Milan, yang memperkenalkan himne-himne strofik dengan melodi yang mudah diingat, membedakannya dari nyanyian responsorial yang lebih kompleks. Himne-himne Latin seperti "Te Deum Laudamus" dan "Veni Creator Spiritus" menjadi tulang punggung ibadah Latin selama berabad-abad. Nyanyian Gregorian (Gregorian Chant) juga berkembang pesat, meskipun lebih berfokus pada melodi monodik yang rumit dan teks-teks Alkitabiah langsung daripada struktur strofik himne.
C. Reformasi Protestan dan Himne Vernakular
Momen paling revolusioner dalam sejarah himne datang dengan Reformasi Protestan di abad ke-16. Martin Luther, seorang biarawan dan teolog Jerman, sangat percaya bahwa umat harus dapat berpartisipasi aktif dalam ibadah, termasuk melalui nyanyian. Ia mulai menulis himne dalam bahasa Jerman (vernakular) dan menerjemahkan himne Latin yang sudah ada. Himnenya yang paling terkenal, "Ein feste Burg ist unser Gott" (A Mighty Fortress Is Our God), adalah contoh sempurna dari himne yang kuat secara teologis, mudah diingat, dan dinyanyikan oleh jemaat.
Gerakan Reformasi lain, seperti John Calvin, awalnya lebih hati-hati terhadap himne yang tidak berasal langsung dari Mazmur. Namun, pada akhirnya, tradisi mereka juga mengembangkan buku-buku Mazmur berirama (metrical psalters) dalam bahasa vernakular, yang merupakan bentuk himne. Dampak Reformasi adalah demokratisasi nyanyian gereja, menjadikannya milik umat, bukan hanya klerus atau paduan suara.
D. Perkembangan Himne Pasca-Reformasi hingga Era Modern
Setelah Reformasi, tradisi himne terus berkembang pesat:
-
Abad ke-17 dan ke-18: Era Emas Himne Inggris
Inggris menjadi pusat perkembangan himne yang signifikan. Isaac Watts sering disebut sebagai "Bapak Himne Inggris" karena keberaniannya untuk menulis himne yang tidak hanya parafrase Mazmur tetapi juga ekspresi puitis dari iman Kristen. Himnenya seperti "When I Survey the Wondrous Cross" mengubah cara himne dipahami dan ditulis. Tak lama kemudian, Charles Wesley, bersama saudaranya John, memimpin gerakan Methodis dan menulis ribuan himne (sekitar 6.500) yang penuh dengan semangat evangelistik dan teologi yang kaya, seperti "O For a Thousand Tongues to Sing" dan "Hark! The Herald Angels Sing."
-
Abad ke-19: Kebangkitan Camp Meeting dan Gospel Hymns
Di Amerika Serikat, abad ke-19 melihat munculnya "camp meetings" dan kebangunan rohani besar-besaran. Ini melahirkan genre baru yang dikenal sebagai "gospel hymns." Himne-himne ini biasanya lebih sederhana secara musikal, lebih berorientasi pada emosi pribadi dan pengalaman pertobatan, serta seringkali memiliki refrain yang menarik. Tokoh-tokoh seperti Fanny Crosby, seorang penulis lirik buta yang sangat produktif ("Blessed Assurance," "To God Be the Glory"), dan Ira Sankey, seorang musisi yang bekerja dengan penginjil D.L. Moody, mempopulerkan genre ini secara luas.
-
Abad ke-20 dan ke-21: Modernisasi dan Keberagaman
Abad ke-20 membawa inovasi dalam himne dengan masuknya berbagai gaya musik, mulai dari spiritual Afrika-Amerika yang kuat, hingga perpaduan elemen-elemen jazz dan blues. Gerakan liturgi modern pada pertengahan abad ke-20 berusaha untuk menyegarkan himne tradisional dan memperkenalkan yang baru yang lebih relevan dengan zaman. Akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21 menyaksikan kebangkitan "contemporary worship music" atau musik pujian kontemporer. Meskipun terkadang secara musikal berbeda dari himne tradisional, lagu-lagu ini masih memiliki esensi puji-pujian dan penyembahan, bahkan sering disebut "himne baru." Genre ini mencakup berbagai gaya mulai dari pop-rock hingga balada akustik, yang ditujukan untuk audiens yang lebih muda dan lebih akrab dengan musik populer.
E. Himne di Luar Tradisi Barat
Meskipun istilah "himne" seringkali diasosiasikan dengan tradisi Barat dan Kristen, konsep lagu puji-pujian atau devosional yang khidmat hadir di hampir setiap budaya dan agama:
-
Islam: Nasheed, Shalawat, dan Qasidah
Dalam tradisi Islam, tidak ada "himne" dalam pengertian liturgi Kristen, tetapi ada bentuk-bentuk nyanyian devosional yang berfungsi serupa. Nasheed adalah lagu-lagu religius yang seringkali tanpa instrumen musik, fokus pada puji-pujian kepada Allah atau Nabi Muhammad, dan sering dinyanyikan secara berjemaah. Shalawat adalah puji-pujian dan doa yang secara khusus ditujukan kepada Nabi Muhammad. Qasidah adalah bentuk puisi liris kuno Arab yang sering memiliki tema-tema spiritual dan dapat dinyanyikan, terkadang dengan iringan musik sederhana.
-
Hindu: Bhajan, Kirtan, dan Mantra
Agama Hindu memiliki tradisi puji-pujian yang sangat kaya. Bhajan adalah lagu-lagu devosional yang sederhana, sering dinyanyikan secara individu atau kelompok kecil untuk memuja dewa-dewi tertentu. Kirtan adalah bentuk nyanyian responsorial yang lebih komunal, di mana seorang pemimpin menyanyikan baris dan jemaat merespons. Mantra adalah suku kata, kata, atau frasa suci yang diulang-ulang untuk meditasi dan pemujaan, yang seringkali dilantunkan secara melodis.
-
Buddhisme: Chanting dan Sutra Recitation
Dalam Buddhisme, chanting (pelantunan) sutra atau mantra adalah praktik umum yang menenangkan pikiran, mengumpulkan fokus, dan mengungkapkan penghormatan kepada Buddha serta ajaran-ajarannya. Meskipun mungkin tidak selalu berirama atau melodis seperti himne Barat, fungsi devosional dan komunalnya memiliki kemiripan.
-
Sikhisme: Gurbani
Sikhisme memiliki tradisi puji-pujian yang sangat sentral dalam ibadah mereka. Gurbani adalah istilah yang merujuk pada komposisi-komposisi dari guru-guru Sikh dan orang-orang suci lainnya yang terkandung dalam kitab suci Guru Granth Sahib. Gurbani dinyanyikan dengan melodi dan irama tertentu (disebut Raag), dan merupakan bentuk ekspresi spiritual yang mendalam.
Melalui perjalanan panjang ini, himne telah membuktikan ketahanannya dan kemampuannya untuk beradaptasi, mempertahankan perannya sebagai suara kolektif iman dan devosi.
Struktur dan Ciri Khas Himne
Untuk memahami kekuatan himne, penting untuk mengamati elemen-elemen yang membentuknya. Himne adalah perpaduan unik antara puisi, melodi, dan teologi yang dirancang untuk mudah diingat, mudah dinyanyikan, dan mendalam maknanya.
A. Bentuk Puitis dan Liris
Inti dari setiap himne adalah liriknya. Lirik himne biasanya berbentuk puisi liris, yang berarti ia mengungkapkan perasaan dan pikiran secara langsung, seringkali dengan gaya yang indah dan ringkas. Beberapa ciri khasnya meliputi:
-
Stanza atau Bait
Himne hampir selalu terdiri dari beberapa bait atau stanza yang mengikuti pola yang konsisten. Setiap bait biasanya terdiri dari empat hingga delapan baris.
-
Rima dan Metrum
Mayoritas himne menggunakan rima (misalnya, AABB, ABAB, ABCB) untuk memberikan nuansa musikal pada lirik dan membuatnya lebih mudah diingat. Metrum atau pola irama suku kata yang teratur juga sangat penting. Ada berbagai metrum himne standar (seperti Common Meter, Long Meter, Short Meter) yang memungkinkan lirik yang berbeda dinyanyikan dengan melodi yang sama, atau sebaliknya. Pola metrum ini memastikan bahwa lirik cocok dengan melodi dan dapat dinyanyikan secara seragam oleh jemaat.
-
Bahasa Puitis dan Metaforis
Lirik himne sering menggunakan bahasa yang kaya dengan metafora, simbolisme, dan citra untuk menyampaikan pesan spiritual atau teologis. Ini memungkinkan himne untuk mengekspresikan konsep-konsep kompleks dengan cara yang dapat diakses dan menyentuh hati. Misalnya, Tuhan digambarkan sebagai "benteng yang kokoh," "gembala," atau "terang dunia."
-
Refrain atau Chorus
Banyak himne, terutama himne gospel dan kontemporer, menyertakan refrain atau chorus yang diulang setelah setiap bait. Refrain ini biasanya berisi pesan utama himne dan dirancang agar sangat mudah diingat, mendorong partisipasi jemaat dan menanamkan pesan di benak mereka.
B. Melodi yang Sederhana dan Menggugah
Melodi himne dirancang dengan tujuan utama untuk mendukung lirik dan memfasilitasi nyanyian komunal. Oleh karena itu, melodi himne memiliki ciri khas tertentu:
-
Ketersediaan dan Kemudahan Dinyanyikan
Melodi himne umumnya memiliki rentang vokal yang terbatas, ritme yang lugas, dan interval yang mudah dinyanyikan. Ini memastikan bahwa orang awam tanpa pelatihan musik formal pun dapat bergabung dalam nyanyian tanpa kesulitan. Melodi yang terlalu rumit atau sulit akan menghalangi partisipasi jemaat.
-
Kesesuaian dengan Teks
Melodi himne dirancang untuk melengkapi dan memperkuat pesan lirik. Nada tinggi mungkin digunakan untuk kata-kata yang mengekspresikan sukacita atau pujian, sementara nada rendah atau gerakan melodis yang lebih lembut mungkin cocok untuk tema-tema kontemplasi atau permohonan. Harmoni dan ritme juga bekerja untuk menggarisbawahi emosi dan makna dalam teks.
-
Karakteristik Musikal
Banyak himne tradisional menggunakan mode dan skala tertentu yang memberikan nuansa khidmat atau sakral. Himne Gregorian, misalnya, menggunakan mode gerejawi kuno. Himne Protestan sering menggunakan melodi yang berakar pada lagu rakyat atau lagu populer yang kemudian diadaptasi untuk lirik religius, membuatnya akrab bagi telinga jemaat.
C. Fungsi Teologis dan Didaktis
Di luar keindahan puitis dan musikalnya, himne memiliki fungsi yang mendalam:
-
Pujian dan Penyembahan
Ini adalah fungsi paling mendasar dari himne. Himne adalah cara bagi individu dan komunitas untuk menyatakan pujian, syukur, dan kekaguman mereka kepada Yang Ilahi.
-
Pengajaran Doktrin
Banyak himne disusun untuk mengajarkan ajaran-ajaran teologis penting, cerita-cerita Alkitabiah, atau prinsip-prinsip moral. Dengan menyanyikan himne berulang kali, jemaat secara tidak langsung menghafal dan menginternalisasi doktrin-doktrin ini, menjadikannya sarana pengajaran yang efektif.
-
Ekspresi Doa dan Permohonan
Himne juga berfungsi sebagai doa yang dinyanyikan, baik dalam bentuk permohonan ampun, permintaan bimbingan, atau ungkapan kerinduan akan kehadiran ilahi.
-
Penghiburan dan Pengharapan
Di masa-masa sulit, himne dapat memberikan penghiburan, kekuatan, dan pengharapan. Lirik-lirik yang menyoroti janji-janji ilahi atau kemenangan atas kesulitan dapat mengangkat semangat mereka yang menderita.
-
Identitas Komunal
Nyanyian himne bersama-sama menciptakan rasa persatuan dan identitas di antara anggota komunitas, memperkuat ikatan sosial dan spiritual mereka.
Dengan demikian, himne adalah karya seni multidimensional yang dirancang secara cermat untuk menginspirasi, mengajar, dan menyatukan dalam pengalaman spiritual yang mendalam.
Fungsi dan Signifikansi Himne dalam Kehidupan Manusia
Himne bukan hanya warisan sejarah atau bentuk seni yang statis; ia adalah kekuatan yang dinamis, terus membentuk dan mencerminkan pengalaman manusia. Fungsinya melampaui batas-batas liturgi dan meresap ke dalam inti kehidupan pribadi dan komunal.
A. Membangkitkan Spiritualitas Pribadi dan Komunal
Pada intinya, himne adalah sarana untuk membangkitkan dan memperdalam spiritualitas. Bagi individu, menyanyikan atau mendengarkan himne dapat menjadi momen introspeksi, doa, dan koneksi pribadi dengan yang Ilahi. Liriknya seringkali berbicara langsung kepada hati, menawarkan perspektif tentang iman, harapan, dan kasih.
Dalam konteks komunal, himne adalah salah satu ekspresi spiritual kolektif yang paling kuat. Ketika sekelompok orang menyanyikan himne yang sama, ada rasa persatuan yang terbentuk, melampaui perbedaan individu. Suara yang harmonis menciptakan ikatan emosional dan spiritual yang memperkuat komunitas iman, menegaskan identitas bersama, dan menginspirasi solidaritas. Ini adalah tindakan bersama yang menyatakan keyakinan, harapan, dan dedikasi.
B. Pengajaran Teologi dan Moral yang Efektif
Selama berabad-abad, himne telah menjadi salah satu alat pengajaran teologis yang paling efektif. Melalui melodi yang mudah diingat dan lirik yang berima, konsep-konsep doktrinal yang kompleks dapat disederhanakan dan dihafalkan oleh umat. Banyak orang belajar tentang keyakinan inti mereka bukan hanya dari khotbah, tetapi juga dari himne yang mereka nyanyikan sejak kecil.
Himne juga menanamkan nilai-nilai moral dan etika. Banyak liriknya mendorong kebajikan seperti kasih, pengampunan, kerendahan hati, pelayanan kepada sesama, dan keadilan. Mereka memberikan narasi moral yang memandu perilaku dan membentuk karakter individu serta etos komunitas.
C. Sarana Ekspresi Emosi dan Penghiburan
Kehidupan manusia penuh dengan spektrum emosi, dan himne memberikan wadah yang aman dan bermakna untuk mengekspresikan emosi-emosi tersebut. Ada himne untuk sukacita dan syukur, himne untuk duka dan ratapan, himne untuk permohonan dan pengakuan dosa. Dalam saat-saat kebahagiaan, himne memungkinkan seseorang untuk meluapkan kegembiraan dan pujian. Dalam saat-saat kesedihan atau kehilangan, melodi dan lirik himne dapat menjadi sumber penghiburan yang mendalam, mengingatkan pada harapan dan kehadiran ilahi yang tak tergoyahkan. Himne-himne pemakaman, misalnya, memberikan ketenangan dan harapan bagi mereka yang berduka.
D. Penjaga Warisan Budaya dan Sejarah
Himne adalah kapsul waktu yang menyimpan sejarah dan budaya. Melalui himne, generasi baru dapat terhubung dengan iman dan perjuangan generasi sebelumnya. Mereka mencerminkan konteks sosial, politik, dan teologis dari zaman mereka diciptakan.
Sebagai contoh, himne-himne Reformasi Protestan mencerminkan pergeseran teologis yang revolusioner. Himne-himne spiritual Afrika-Amerika menceritakan kisah-kisah perbudakan, perjuangan, dan harapan akan kebebasan. Himne nasional adalah cerminan identitas dan cita-cita suatu bangsa. Dengan demikian, himne berfungsi sebagai catatan sejarah lisan dan musik, menjaga narasi budaya dan spiritual tetap hidup.
E. Alat untuk Keadilan Sosial dan Perubahan
Di luar fungsi spiritualnya, himne juga sering menjadi alat yang kuat untuk mobilisasi sosial dan perjuangan keadilan. Banyak gerakan hak sipil, gerakan buruh, dan gerakan keadilan sosial lainnya telah menggunakan himne dan lagu-lagu serupa sebagai lagu kebangkitan dan persatuan. Melodi yang dikenal dan lirik yang memberdayakan dapat menginspirasi keberanian, memperkuat tekad, dan menyatukan orang-orang di balik tujuan bersama. Mereka menjadi suara harapan di tengah penindasan dan panggilan untuk bertindak.
Sebagai contoh, lagu "We Shall Overcome," meskipun bukan himne tradisional gereja, berasal dari tradisi spiritual dan menjadi lagu kebangsaan gerakan hak sipil di Amerika Serikat, menunjukkan bagaimana lagu dengan semangat himne dapat menjadi katalisator perubahan sosial.
F. Memupuk Rasa Komunitas dan Inklusivitas
Nyanyian himne bersama-sama memupuk rasa memiliki dan inklusivitas. Dalam banyak tradisi, semua orang, tanpa memandang usia, status sosial, atau kemampuan musik, didorong untuk bernyanyi. Ini menciptakan lingkungan di mana setiap suara dihargai dan setiap individu adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar dari diri mereka sendiri. Ini adalah salah satu dari sedikit aktivitas di mana semua orang dapat berpartisipasi penuh dan setara.
Dengan berbagai fungsi dan signifikansi ini, tidak heran jika himne telah bertahan dan berkembang selama ribuan tahun, terus menjadi bagian tak terpisahkan dari pengalaman spiritual dan budaya manusia.
Jenis-jenis Himne Berdasarkan Konteks
Fleksibilitas dan universalitas konsep himne telah memungkinkan munculnya berbagai jenis himne, tidak terbatas pada satu konteks atau tradisi saja. Meskipun secara umum himne sering dikaitkan dengan konteks keagamaan, definisinya meluas hingga mencakup puji-pujian atau lagu kebesaran dalam ranah sekuler.
A. Himne Keagamaan
Ini adalah kategori himne yang paling umum dan dikenal luas, di mana lagu-lagu didedikasikan untuk memuji, memohon, atau merayakan entitas atau prinsip ilahi.
1. Himne Kristen
Dalam kekristenan, himne adalah inti dari ibadah. Mereka mencakup berbagai tema dan tujuan:
-
Himne Pujian dan Penyembahan Umum
Ini adalah himne yang secara langsung memuliakan Tuhan, mengungkapkan kekaguman atas atribut-Nya (kekuatan, kasih, kebaikan), atau atas karya penciptaan dan penebusan-Nya. Contoh: "Amazing Grace," "Holy, Holy, Holy," "Great Is Thy Faithfulness."
-
Himne Musim Liturgi
Banyak himne secara khusus ditulis untuk musim-musim tertentu dalam kalender gereja, seperti:
-
Himne Natal: Merayakan kelahiran Yesus Kristus. Contoh: "Silent Night," "O Holy Night," "Joy to the World."
-
Himne Paskah: Merayakan kebangkitan Yesus Kristus. Contoh: "Christ the Lord Is Risen Today," "Because He Lives."
-
Himne Prapaskah/Puasa: Mengajak refleksi, pertobatan, dan pengorbanan. Contoh: "When I Survey the Wondrous Cross," "O Sacred Head, Now Wounded."
-
Himne Advent: Menantikan kedatangan Kristus. Contoh: "O Come, O Come, Emmanuel."
-
Himne Pentakosta: Merayakan kedatangan Roh Kudus. Contoh: "Veni Creator Spiritus" (datanglah Roh Pencipta).
-
-
Himne Sakramental
Dinyanyikan selama atau sehubungan dengan sakramen seperti Perjamuan Kudus (Ekaristi) atau Baptisan. Contoh: "Let Us Break Bread Together," "Come, Thou Fount of Every Blessing."
-
Himne untuk Acara Khusus
Digunakan dalam pernikahan, pemakaman, pentahbisan, atau perayaan ulang tahun gereja. Mereka seringkali berisi tema-tema yang relevan dengan peristiwa tersebut, seperti harapan, komitmen, atau penghiburan.
-
Himne Doa dan Permohonan
Fokus pada permohonan kepada Tuhan untuk bimbingan, kekuatan, pengampunan, atau intervensi ilahi. Contoh: "Nearer, My God, to Thee," "Abide with Me."
-
Himne Misi dan Penginjilan
Mendorong jemaat untuk terlibat dalam pekerjaan misi atau mengundang orang lain untuk menerima iman. Contoh: "Go, Tell It on the Mountain," "I Have Decided to Follow Jesus."
-
Himne Moral dan Etika
Mengajarkan prinsip-prinsip hidup Kristen, seperti kasih sesama, keadilan, atau kerendahan hati. Contoh: "Make Me a Channel of Your Peace."
-
Gospel Hymns
Seperti yang dibahas sebelumnya, gaya himne yang lebih personal, emosional, dan evangelistik, seringkali dengan refrain yang mudah diingat. Contoh: "What a Friend We Have in Jesus," "Just as I Am."
-
Contemporary Worship Songs
Himne modern yang menggabungkan elemen musik populer dan umumnya berfokus pada pengalaman penyembahan pribadi dan komunal. Contoh: "10,000 Reasons (Bless the Lord)," "Amazing Grace (My Chains Are Gone)."
2. Himne dalam Tradisi Agama Lain (dalam arti luas "lagu devosional")
Meskipun istilah "himne" mungkin tidak digunakan secara langsung, bentuk-bentuk lagu puji-pujian atau devosional yang berfungsi serupa ada di hampir semua agama besar:
-
Islam
Nasheed: Lagu-lagu spiritual Islami, sering dinyanyikan tanpa alat musik, memuji Allah atau Nabi Muhammad, mengajarkan moralitas Islam. Shalawat: Puji-pujian dan doa yang secara spesifik ditujukan kepada Nabi Muhammad. Qasidah: Puisi liris Arab klasik yang seringkali dinyanyikan dan memiliki tema keagamaan, spiritual, atau etika.
-
Hindu
Bhajan: Lagu-lagu devosional yang sederhana, sering dinyanyikan secara individu atau dalam kelompok kecil. Kirtan: Nyanyian responsorial komunal, di mana nama-nama dewa atau mantra diulang. Aarti: Lagu puji-pujian yang dinyanyikan sebagai bagian dari ritual persembahan cahaya kepada dewa-dewi.
-
Buddhisme
Chanting Sutra/Mantra: Pelantunan teks-teks suci atau formula suci untuk meditasi, pemurnian, dan akumulasi pahala. Meskipun lebih banyak dilantunkan daripada dinyanyikan secara melodis, tujuannya adalah devosional.
-
Sikhisme
Gurbani: Komposisi suci dari Guru Granth Sahib yang dinyanyikan dalam ibadah di Gurdwara. Bentuk musikalnya dikenal sebagai Raag dan merupakan inti dari praktik spiritual Sikh.
-
Jainisme
Memiliki tradisi lagu-lagu devosional dan mantra yang dinyanyikan untuk memuji Tirthankara (guru-guru agung) dan mempromosikan nilai-nilai Jain.
B. Himne Sekuler
Di luar konteks keagamaan, konsep himne diperluas untuk mencakup lagu-lagu puji-pujian atau kebesaran yang berfokus pada entitas, nilai, atau institusi non-religius.
1. Himne Nasional (Lagu Kebangsaan)
Ini adalah bentuk himne sekuler yang paling dikenal. Lagu kebangsaan adalah komposisi musik patriotik yang secara resmi diakui oleh suatu negara sebagai lagu kebesarannya. Mereka dirancang untuk membangkitkan rasa persatuan, patriotisme, dan identitas nasional. Liriknya seringkali memuji sejarah, geografi, dan cita-cita luhur bangsa tersebut. Contoh: "Indonesia Raya," "The Star-Spangled Banner," "La Marseillaise."
2. Himne Institusi
Banyak institusi, seperti sekolah, universitas, militer, atau organisasi besar, memiliki himne atau mars mereka sendiri. Lagu-lagu ini dirancang untuk menumbuhkan semangat kebersamaan, loyalitas, dan kebanggaan terhadap institusi tersebut. Liriknya seringkali mencerminkan nilai-nilai, sejarah, dan tujuan lembaga. Contoh: "Gaudeamus Igitur" (lagu akademik internasional), himne universitas.
3. Himne Olahraga atau Lagu Tim
Dalam dunia olahraga, banyak tim atau klub memiliki lagu yang dinyanyikan oleh para penggemar untuk menunjukkan dukungan, semangat, dan identitas tim. Meskipun seringkali lebih bersemangat dan kurang formal daripada himne tradisional, mereka berfungsi sebagai puji-pujian untuk tim atau atlet. Contoh: "You'll Never Walk Alone" (Liverpool FC).
4. Himne Perjuangan atau Revolusi
Dalam sejarah, banyak gerakan sosial, politik, atau revolusioner telah menggunakan lagu-lagu yang berfungsi seperti himne untuk menyatukan pengikut, menginspirasi semangat, dan mengkomunikasikan ideologi mereka. Liriknya seringkali bersifat aspiratif, memanggil perubahan, atau merayakan tujuan bersama. Contoh: "The Internationale" (gerakan sosialis), lagu-lagu perjuangan kemerdekaan.
5. Mars
Mars adalah komposisi musik yang ritmis dan kuat, seringkali dirancang untuk mengiringi pawai atau parade. Meskipun bukan himne dalam pengertian puji-pujian spiritual, mars militer atau mars patriotik berfungsi untuk membangkitkan semangat, disiplin, dan rasa kebanggaan komunal, mirip dengan fungsi himne sekuler.
Dengan demikian, himne, dalam berbagai manifestasinya, berfungsi sebagai benang merah yang mengikat manusia dalam ekspresi kolektif—baik dalam spiritualitas yang mendalam maupun dalam kesadaran akan identitas dan tujuan bersama.
Proses Penciptaan dan Komposisi Himne
Penciptaan himne adalah sebuah seni dan kerajinan yang melibatkan perpaduan inspirasi, keahlian puitis, dan pemahaman musik. Proses ini, meskipun bervariasi antar pencipta dan tradisi, umumnya mengikuti langkah-langkah tertentu yang bertujuan untuk menghasilkan karya yang bermakna dan mudah diakses oleh komunitas.
A. Inspirasi dan Tema
Langkah pertama dalam menciptakan himne seringkali dimulai dengan inspirasi. Inspirasi ini bisa datang dari berbagai sumber:
-
Pengalaman Spiritual atau Pribadi
Sebuah momen pencerahan, pengalaman iman yang mendalam, atau pergumulan hidup pribadi seringkali menjadi pemicu untuk menulis himne. Charles Wesley, misalnya, sering menulis himne sebagai respons langsung terhadap pengalaman spiritualnya sendiri atau khotbah yang ia dengar.
-
Teks Suci atau Alkitab
Banyak himne secara langsung diilhami oleh bagian-bagian dari kitab suci, cerita-cerita, Mazmur, atau ajaran-ajaran teologis. Penulis himne berusaha untuk mengemas pesan-pesan ini dalam bentuk yang puitis dan musikal sehingga mudah dihafalkan dan direfleksikan.
-
Peristiwa Sejarah atau Sosial
Himne juga dapat ditulis sebagai respons terhadap peristiwa penting, baik itu perayaan (misalnya, peresmian gereja baru, ulang tahun nasional) atau tragedi (misalnya, masa perang, bencana alam) untuk memberikan penghiburan, harapan, atau panggilan untuk bertindak.
-
Kebutuhan Liturgi
Kadang-kadang, himne ditulis untuk mengisi kebutuhan spesifik dalam liturgi ibadah, seperti himne untuk Perjamuan Kudus, Natal, atau Paskah, yang belum ada atau perlu diperbarui.
Setelah inspirasi ditemukan, tema utama himne mulai terbentuk—apakah itu pujian, pengakuan dosa, syukur, permohonan, atau pengajaran tentang doktrin tertentu.
B. Penulisan Lirik
Penulisan lirik adalah tahap krusial yang membutuhkan keahlian puitis dan teologis:
-
Pengembangan Struktur
Penulis harus memutuskan jumlah bait, metrum (pola suku kata dan penekanan per baris), dan pola rima (misalnya, AABB, ABAB) yang akan digunakan. Metrum yang konsisten sangat penting agar lirik dapat dinyanyikan dengan melodi yang seragam. Pilihan metrum yang umum, seperti Common Meter (8.6.8.6) atau Long Meter (8.8.8.8), memberikan fleksibilitas untuk menggunakan berbagai melodi yang sudah ada.
-
Keterampilan Puitis
Lirik harus puitis, menggunakan bahasa yang indah, figuratif, dan menggugah emosi. Namun, pada saat yang sama, lirik harus jelas, mudah dipahami, dan tidak terlalu rumit. Penggunaan metafora dan simbolisme yang tepat dapat memperkaya makna tanpa membuatnya kabur.
-
Kedalaman Teologis
Dalam himne keagamaan, lirik harus akurat secara teologis dan konsisten dengan ajaran iman yang dianut. Penulis seringkali seorang teolog atau setidaknya memiliki pemahaman yang kuat tentang doktrin. Himne yang baik tidak hanya terasa indah tetapi juga mengajarkan kebenaran yang mendalam.
-
Alur dan Narasi
Lirik himne sering memiliki alur naratif atau perkembangan pemikiran dari satu bait ke bait berikutnya. Bait pertama mungkin memperkenalkan tema, bait-bait berikutnya mengembangkan ide tersebut, dan bait terakhir mungkin berupa klimaks atau kesimpulan yang kuat, seperti doxologi atau panggilan untuk bertindak.
-
Refrain (jika ada)
Jika himne memiliki refrain, lirik refrain harus ringkas, mudah diingat, dan mengandung pesan inti dari himne secara keseluruhan.
C. Komposisi Melodi
Setelah (atau kadang-kadang bersamaan dengan) lirik ditulis, melodi diciptakan. Ada dua pendekatan utama:
-
Melodi Baru
Komposer menciptakan melodi yang sama sekali baru untuk lirik yang sudah ada. Melodi ini harus sesuai dengan metrum dan suasana lirik, mudah dinyanyikan oleh jemaat, dan memiliki kualitas yang menawan. Seringkali, komposer himne akan berusaha menciptakan melodi yang sederhana namun kuat, tanpa terlalu banyak ornamen atau jangkauan vokal yang luas.
-
Adaptasi Melodi yang Sudah Ada
Banyak himne menggunakan melodi (tune) yang sudah populer atau familiar, yang kemudian dipasangkan dengan lirik baru. Ini adalah praktik umum dalam sejarah himne, terutama selama Reformasi Protestan. Misalnya, banyak lirik himne dapat dinyanyikan dengan melodi dari himne lain asalkan metrumnya sama. Ini memudahkan jemaat untuk belajar himne baru karena melodinya sudah dikenal.
Penting bagi melodi untuk tidak "mendominasi" lirik, melainkan berfungsi sebagai wadah yang indah untuk membawa pesan. Melodi harus mendukung ritme alami bahasa dan penekanan kata dalam lirik.
D. Aransemen dan Instrumentasi
Setelah lirik dan melodi dasar terbentuk, himne sering diaransemen untuk berbagai instrumen. Dalam konteks gereja tradisional, ini mungkin berarti aransemen untuk organ atau piano. Dalam konteks kontemporer, ini bisa mencakup gitar, bass, drum, keyboard, dan instrumen lainnya. Aransemen harus memperkaya pengalaman himne tanpa mengaburkan lirik atau melodi inti. Penggunaan harmoni dan akord yang tepat sangat penting untuk menciptakan suasana yang diinginkan.
E. Penerbitan dan Penggunaan
Langkah terakhir adalah memperkenalkan himne kepada komunitas. Ini bisa melalui publikasi dalam buku himne, lembaran musik, atau melalui platform digital. Untuk himne keagamaan, himne kemudian diajarkan kepada jemaat, dipraktikkan oleh pemimpin nyanyian atau paduan suara, dan akhirnya diintegrasikan ke dalam ibadah reguler. Umpan balik dari jemaat dan musisi seringkali membantu dalam penyempurnaan atau penyesuaian himne.
Proses penciptaan himne adalah bukti dari kolaborasi antara inspirasi ilahi dan keahlian manusia, menghasilkan karya-karya yang abadi dan mampu menyentuh jutaan jiwa.
Himne dalam Budaya Populer dan Kontemporer
Meskipun sering diasosiasikan dengan tradisi dan kekhidmatan, himne memiliki jangkauan yang luas dan terus berinteraksi dengan budaya populer serta menemukan relevansinya di era kontemporer. Dampaknya dapat dilihat dalam berbagai aspek, mulai dari musik hingga media.
A. Pengaruh pada Musik Modern
Himne telah menjadi landasan bagi banyak genre musik modern, terutama yang memiliki akar spiritual:
-
Gospel dan Spirituals
Musik gospel Afrika-Amerika secara langsung tumbuh dari tradisi himne dan spirituals yang dinyanyikan oleh budak. Lagu-lagu ini menggabungkan tema-tema himne tradisional dengan ritme yang bersemangat dan ekspresi emosional yang kuat, yang kemudian melahirkan genre seperti blues, jazz, dan rock 'n' roll. Banyak gospel hymns juga mengadopsi struktur responsorial yang berasal dari spirituals.
-
Pop/Rock Kristen Kontemporer (CCM)
Di abad ke-20 dan ke-21, banyak himne tradisional telah diaransemen ulang dengan gaya pop atau rock modern. Selain itu, banyak lagu pujian dan penyembahan kontemporer, meskipun memiliki aransemen dan instrumentasi yang berbeda, masih mempertahankan esensi dan fungsi himne. Mereka sering disebut "himne baru" karena liriknya yang teologis, berulang, dan fokus pada pujian serta ibadah. Artis-artis CCM sering merilis album yang berisi campuran himne klasik yang diaransemen ulang dan lagu-lagu worship original.
-
Musik Sekuler
Bahkan dalam musik sekuler, melodi atau progresi akord dari himne lama terkadang diadaptasi atau diinterpolasi. Beberapa musisi mainstream juga telah meng-cover himne sebagai bagian dari eksplorasi akar spiritual mereka atau sebagai tribut pada karya-karya klasik. Tema-tema universal tentang harapan, iman, dan penebusan yang ditemukan dalam himne juga sering muncul dalam lirik lagu-lagu populer, meskipun tanpa referensi keagamaan eksplisit.
B. Himne sebagai Inspirasi dalam Seni Lain
Pengaruh himne melampaui musik ke berbagai bentuk seni:
-
Sastra
Lirik himne seringkali sangat puitis dan dapat berdiri sendiri sebagai puisi. Banyak penyair dan penulis telah terinspirasi oleh kekayaan bahasa dan kedalaman tema himne. Referensi himne, baik secara langsung maupun tidak langsung, sering muncul dalam novel, puisi, dan drama untuk menciptakan suasana, menyoroti karakter spiritual, atau menyampaikan pesan moral.
-
Film dan Televisi
Himne sering digunakan dalam soundtrack film dan acara televisi untuk menggarisbawahi adegan-adegan penting, khususnya yang berkaitan dengan emosi, spiritualitas, tragedi, atau kebangkitan. Nyanyian himne komunal sering digambarkan untuk menunjukkan persatuan, kesedihan, atau harapan dalam sebuah komunitas. Lagu-lagu seperti "Amazing Grace" atau "Nearer, My God, to Thee" telah muncul di banyak produksi Hollywood.
-
Seni Visual
Tema-tema dari himne dapat menginspirasi seniman visual untuk menciptakan lukisan, patung, atau instalasi. Citra-citra metaforis dalam lirik himne dapat diterjemahkan ke dalam bentuk visual, menangkap esensi pesan spiritual.
C. Relevansi di Era Digital dan Global
Era digital telah membuka jalan baru bagi penyebaran dan apresiasi himne:
-
Online Streaming dan Database
Himne kini dapat diakses dengan mudah melalui platform streaming musik, YouTube, dan database himne online. Ini memungkinkan orang untuk menemukan himne baru, mendengarkan versi yang berbeda, dan mempelajari lirik di mana pun mereka berada. Proyek-proyek digitalisasi juga memastikan bahwa himne-himne lama yang langka tetap tersedia untuk generasi mendatang.
-
Virtual Choirs dan Komunitas Online
Pandemi COVID-19 mempercepat tren paduan suara virtual, di mana individu dari berbagai lokasi merekam bagian mereka dan kemudian digabungkan menjadi satu penampilan. Banyak himne tradisional dan kontemporer telah dihidupkan kembali melalui format ini, menciptakan rasa komunitas global di tengah isolasi fisik.
-
Adaptasi dan Interpretasi Baru
Teknologi digital dan aksesibilitas global memungkinkan musisi dan jemaat untuk mengadaptasi himne ke dalam gaya musik yang berbeda, bahasa baru, dan konteks budaya yang unik. Ini memastikan bahwa himne tetap relevan dan resonan bagi audiens yang beragam.
-
Pengaruh Global
Himne-himne dari satu tradisi atau negara kini dapat dengan mudah diakses dan diadopsi oleh komunitas di belahan dunia lain. Ini menciptakan pertukaran budaya dan spiritual yang memperkaya repertoar himne global.
Dengan demikian, himne, jauh dari menjadi relik masa lalu, terus beradaptasi dan berkembang, membuktikan relevansinya yang abadi dalam membentuk ekspresi spiritual dan budaya manusia di dunia yang terus berubah.
Tantangan dan Masa Depan Himne
Meskipun himne memiliki sejarah yang panjang dan relevansi yang kuat, ia tidak luput dari tantangan di era modern. Namun, di tengah tantangan ini, terdapat pula peluang besar untuk evolusi dan kelangsungan hidupnya. Memahami tantangan ini adalah kunci untuk merancang masa depan himne agar tetap relevan dan bermakna.
A. Tantangan di Era Kontemporer
Beberapa tantangan utama yang dihadapi himne meliputi:
-
Menjaga Relevansi di Masyarakat yang Berubah
Generasi muda saat ini tumbuh dengan genre musik yang sangat berbeda. Banyak himne tradisional mungkin terasa kuno atau tidak relevan secara musikal bagi mereka, baik dari segi melodi, harmoni, atau bahkan bahasa lirik yang kadang terlalu arkais. Gereja atau komunitas lain perlu menemukan cara untuk menjembatani kesenjangan ini tanpa mengorbankan kedalaman teologis himne.
-
Keseimbangan Antara Tradisi dan Inovasi
Ada ketegangan yang konstan antara keinginan untuk melestarikan himne klasik yang dihormati waktu dan kebutuhan untuk memperkenalkan himne baru yang mencerminkan ekspresi budaya kontemporer. Terlalu berpegang pada tradisi dapat membuat himne terasa stagnan, sementara terlalu banyak inovasi dapat menghilangkan identitas inti dan warisan historisnya. Mencapai keseimbangan yang tepat adalah tugas yang sulit.
-
Diversifikasi Budaya dan Inklusivitas
Masyarakat semakin multikultural dan himne yang berasal dari satu tradisi budaya (misalnya, himne Barat-Kristen) mungkin tidak sepenuhnya resonan dengan komunitas dari latar belakang budaya lain. Tantangannya adalah menciptakan himne yang inklusif, merayakan keragaman budaya, dan mampu menyuarakan pengalaman spiritual dari berbagai kelompok, tanpa kehilangan karakteristik inti himne.
-
Penurunan Partisipasi Komunal dalam Nyanyian
Dalam beberapa komunitas, ada tren penurunan partisipasi aktif dalam nyanyian komunal. Hal ini bisa disebabkan oleh kurangnya kepercayaan diri dalam bernyanyi, dominasi musisi profesional, atau preferensi untuk mendengarkan daripada berpartisipasi. Ini mengancam salah satu fungsi inti himne sebagai suara kolektif.
-
Kualitas Lirik dan Teologi
Dengan banyaknya lagu pujian baru yang diproduksi, ada kekhawatiran tentang kualitas lirik dan kedalaman teologisnya. Beberapa kritikus berpendapat bahwa beberapa lagu kontemporer mungkin dangkal secara lirik atau teologis dibandingkan dengan himne klasik, yang dapat mengurangi kemampuan himne untuk mengajar dan membentuk iman.
B. Peluang dan Arah Masa Depan
Di balik tantangan, ada banyak peluang bagi himne untuk terus berkembang dan relevan:
-
Re-interpretasi dan Aransemen Ulang
Himne tradisional dapat dihidupkan kembali melalui aransemen musik yang segar dan kontemporer, yang membuatnya lebih menarik bagi generasi baru tanpa mengubah inti lirik atau melodi aslinya. Banyak musisi dan gereja telah berhasil dalam upaya ini, memperkenalkan kembali himne klasik kepada audiens yang lebih luas.
-
Penciptaan Himne Baru yang Bermakna
Akan selalu ada kebutuhan untuk himne baru yang merefleksikan pengalaman spiritual saat ini dan berbicara kepada isu-isu kontemporer. Penulis himne modern ditantang untuk menciptakan karya yang kuat secara teologis, puitis, dan musikal, dengan tetap mempertahankan karakteristik yang membuat himne mudah diakses dan dinyanyikan oleh jemaat.
-
Fokus pada Pendidikan dan Apresiasi
Mendidik jemaat tentang sejarah, makna, dan nilai himne dapat membantu meningkatkan apresiasi mereka terhadap genre ini. Lokakarya, seminar, dan sumber daya online dapat membantu orang memahami kekayaan warisan himne dan mengidentifikasi himne yang baik.
-
Penggunaan Teknologi untuk Penyebaran dan Pembelajaran
Platform digital, aplikasi himne, dan sumber daya online dapat terus dimanfaatkan untuk menyebarkan himne ke seluruh dunia, memungkinkan akses mudah ke lirik, melodi, dan bahkan panduan nyanyian. Teknologi juga memfasilitasi kolaborasi antar-musisi dan komunitas di seluruh dunia.
-
Pemanfaatan Keragaman Global
Dengan meningkatnya konektivitas global, ada peluang untuk mengintegrasikan himne dari berbagai tradisi dan budaya ke dalam repertoar yang lebih luas. Ini tidak hanya memperkaya pengalaman musikal tetapi juga mempromosikan inklusivitas dan pemahaman antar-budaya dalam konteks spiritual.
-
Himne sebagai Alat Kesejahteraan Mental
Diakui bahwa musik memiliki kekuatan terapeutik. Himne, dengan lirik yang menghibur dan melodi yang menenangkan, dapat terus berfungsi sebagai alat penting untuk kesejahteraan mental dan emosional, memberikan penghiburan, harapan, dan ekspresi emosi yang sehat di masa-masa sulit.
Masa depan himne terletak pada kemampuannya untuk beradaptasi tanpa kehilangan jiwanya, untuk menyapa generasi baru sambil tetap menghormati warisan masa lalu. Selama manusia terus mencari makna, ekspresi spiritual, dan rasa kebersamaan, himne akan terus menggema, dalam berbagai bentuk dan melodi, sebagai suara abadi dari hati yang memuji.
Kesimpulan: Gema Abadi dari Puja Puji Suci
Dari gumaman ritual di kuil-kuil kuno hingga nyanyian penuh semangat di gereja-gereja modern, dari lantunan Mazmur di sinagoge hingga syair-syair sufi di padang pasir, himne telah menjadi salah satu benang merah terkuat yang melintasi sejarah dan kebudayaan manusia. Lebih dari sekadar lagu, himne adalah manifestasi universal dari kebutuhan mendalam untuk mengungkapkan kekaguman, syukur, permohonan, dan koneksi dengan sesuatu yang lebih besar dari diri kita.
Kita telah menjelajahi sejarahnya yang kaya, melihat bagaimana ia berevolusi dari bentuk-bentuk awal yang sederhana hingga menjadi komposisi yang rumit, dan kemudian kembali lagi ke kesederhanaan yang mudah diakses. Kita telah menganalisis struktur puitis dan musikalnya yang dirancang untuk partisipasi komunal dan penyampaian pesan yang mendalam. Kita telah memahami berbagai fungsinya—mulai dari pengajaran teologi dan moral, penyatuan komunitas, ekspresi emosi, hingga penjaga warisan budaya dan pemicu perubahan sosial. Ragam bentuknya, baik dalam konteks keagamaan yang spesifik maupun dalam puji-pujian sekuler terhadap bangsa atau institusi, menunjukkan adaptasi dan resonansi himne yang luar biasa di berbagai aspek kehidupan manusia.
Di era digital dan globalisasi ini, himne menghadapi tantangan untuk tetap relevan namun juga menemukan peluang baru untuk menjangkau audiens yang lebih luas dan merayakan keragaman ekspresi spiritual. Dengan adaptasi yang bijaksana, re-interpretasi yang kreatif, dan komitmen terhadap penciptaan himne baru yang bermakna, himne akan terus memainkan peran vital dalam membentuk spiritualitas individu dan kolektif.
Pada akhirnya, himne adalah gema abadi dari puja puji suci, sebuah melodi yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini, individu dengan komunitas, dan manusia dengan transenden. Ia adalah bahasa universal hati yang terus bernyanyi, terus mencari, dan terus merayakan, memastikan bahwa suara puji-pujian akan selalu menggema di sepanjang zaman.