Dalam riwayat panjang dan bergejolak Tiongkok modern, terdapat nama-nama yang terpahat kuat dalam memori kolektif bangsa, salah satunya adalah He Long. Sosoknya bukan sekadar seorang jenderal atau politikus, melainkan manifestasi dari semangat juang, ketahanan, dan idealisme yang membentuk Republik Rakyat Tiongkok. Kisah He Long adalah narasi epik tentang seorang pria dari latar belakang sederhana yang bangkit menjadi salah satu pemimpin militer terkemuka Partai Komunis Tiongkok (PKT), melewati badai revolusi, perang saudara, dan invasi asing, hanya untuk kemudian menghadapi tragedi pribadi dalam gejolak internal negerinya sendiri.
Untuk memahami He Long, kita harus menelusuri akar-akarnya, masa kecilnya yang keras di provinsi Hunan, sebuah wilayah yang dikenal dengan semangat pemberontakannya. Kita akan melihat bagaimana ia bertransformasi dari seorang "bandit" lokal menjadi komandan pasukan revolusioner, memimpin puluhan ribu prajurit dalam pertempuran-pertempuran krusial. Perjalanan hidup Helong bukan hanya sekadar biografi, melainkan cermin dari dinamika politik, sosial, dan militer Tiongkok dari awal abad ke-20 hingga pertengahan. Ia adalah salah satu "Sepuluh Marsekal" Tiongkok, sebuah gelar kehormatan tertinggi bagi para pahlawan militer, namun jalan hidupnya ditandai oleh kemuliaan dan juga penderitaan yang mendalam. Artikel ini akan mengupas tuntas perjalanan hidup He Long, mulai dari kelahiran hingga warisannya yang abadi, menggali kompleksitas karakternya, kontribusinya yang tak ternilai, serta pelajaran pahit dari pengkhianatan dan kehancuran yang ia alami di ujung hidupnya.
Kehidupan Awal dan Bibit Pemberontakan di Hunan
He Long dilahirkan dengan nama He Wenchang pada tanggal 22 Maret 1896, di daerah Sangzhi, provinsi Hunan. Kelahirannya terjadi di tengah-tengah pergolakan besar yang melanda Tiongkok. Dinasti Qing, yang telah berkuasa selama berabad-abad, sedang berada di ambang kehancuran, dan masyarakat Tiongkok mulai merasakan gelombang perubahan yang radikal. Sangzhi sendiri merupakan daerah pegunungan yang terpencil, dihuni oleh penduduk yang sebagian besar adalah petani miskin. Lingkungan ini membentuk He Long menjadi pribadi yang tangguh, mandiri, dan sangat akrab dengan kerasnya kehidupan pedesaan.
Lingkungan Kelahiran yang Menempa Jiwa
Keluarga He Long bukanlah keluarga kaya atau berpengaruh. Ayahnya adalah seorang petani dan tukang kayu yang sederhana, yang meninggal ketika He Long masih muda. Sebagai anak dari keluarga miskin, He Long tidak memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan formal. Ia hanya sempat bersekolah selama beberapa bulan sebelum terpaksa putus sekolah untuk membantu mencari nafkah. Namun, kurangnya pendidikan formal tidak berarti ia tidak memiliki kecerdasan atau kemampuan belajar. Sebaliknya, ia belajar dari sekolah kehidupan yang jauh lebih keras, mengamati ketidakadilan, kemiskinan, dan penindasan yang dialami oleh rakyat jelata.
Daerah Hunan, khususnya bagian barat laut tempat He Long berasal, memiliki tradisi panjang pemberontakan dan perlawanan terhadap otoritas pusat. Ketiadaan kehadiran pemerintah yang efektif seringkali membuat daerah ini menjadi sarang bandit dan kelompok-kelompok bersenjata lokal yang kerap beroperasi untuk melindungi komunitas mereka atau sekadar bertahan hidup. Dalam lingkungan seperti inilah He Long tumbuh. Ia menyaksikan bagaimana penindasan tuan tanah, korupsi pejabat lokal, dan eksploitasi merajalela, yang secara bertahap menanamkan benih perlawanan dalam dirinya.
Pada usia muda, He Long dikenal karena keberaniannya, kecerdasan jalanan, dan kemampuan bela diri. Ia memiliki fisik yang kuat dan karakter yang karismatik, yang membuatnya cepat dihormati di antara teman-temannya. Sebuah insiden terkenal terjadi ketika He Long berusia sekitar 20 tahun. Ia dan sekelompok rekannya nekat mencuri dua belas pisau dapur dari seorang rentenir yang menindas rakyat. Tindakan ini, yang mungkin terlihat sepele, adalah salah satu simbol awal perlawanan He Long terhadap ketidakadilan. Ia menggunakan pisau-pisau tersebut untuk mempersenjatai dirinya dan teman-temannya, menandai langkah pertamanya ke dalam dunia perjuangan bersenjata.
Dari titik ini, He Long mulai dikenal sebagai pemimpin lokal yang disegani. Ia mengorganisir sekelompok kecil pemuda yang kecewa dengan kondisi sosial, menjadi semacam "bandit baik hati" yang melindungi desa-desa dari penindasan. Kelompoknya seringkali bertindak atas nama keadilan, merampok orang kaya yang korup dan mendistribusikan hasil jarahan kepada kaum miskin. Meskipun label "bandit" mungkin terdengar negatif, dalam konteks Tiongkok pada masa itu, banyak "bandit" yang dilihat oleh rakyat sebagai pahlawan rakyat, yang mengisi kekosongan kekuasaan dan keadilan yang gagal dipenuhi oleh pemerintah pusat.
Pengalaman-pengalaman awal ini sangat vital dalam membentuk karakter dan pandangan politik He Long. Ia belajar tentang kepemimpinan, strategi gerilya, dan pentingnya solidaritas di antara orang-orang yang tertindas. Ia juga memahami betapa rapuhnya kehidupan di bawah rezim yang korup dan betapa kuatnya keinginan rakyat untuk perubahan. Semua ini akan menjadi fondasi bagi peran penting yang akan dimainkannya dalam revolusi Tiongkok yang akan datang.
Dari Bandit Menjadi Pahlawan Revolusi
Perjalanan He Long dari seorang bandit lokal menjadi pahlawan revolusioner adalah salah satu kisah transformasi paling menakjubkan dalam sejarah Tiongkok. Keahlian militernya yang alami, keberaniannya yang tak tergoyahkan, dan karismanya yang kuat menarik perhatian berbagai faksi politik yang muncul setelah jatuhnya Dinasti Qing dan kekacauan yang mengikuti Republik Tiongkok yang baru lahir.
Bergabung dengan Gelombang Revolusi Nasionalis
Pada tahun 1916, He Long bergabung dengan tentara revolusioner yang bersekutu dengan panglima perang setempat, yang kemudian beralih kesetiaan kepada Kuomintang (KMT) pimpinan Sun Yat-sen. Ini adalah titik balik penting dalam hidupnya. Dengan pengalaman gerilya dan kepemimpinannya yang terbukti, He Long dengan cepat naik pangkat. Ia tidak hanya membawa kemampuan bertempur, tetapi juga pemahaman mendalam tentang mentalitas dan kebutuhan rakyat jelata, sesuatu yang seringkali luput dari para komandan yang lebih terdidik.
Pada pertengahan tahun 1920-an, ia telah menjadi komandan divisi yang terkenal, memimpin pasukannya dalam Kampanye Ekspedisi Utara yang dilancarkan oleh Kuomintang untuk menyatukan Tiongkok dan mengalahkan para panglima perang regional. He Long menunjukkan kemampuan strategis dan taktis yang luar biasa, serta keberanian personal di medan perang. Reputasinya sebagai jenderal yang tak kenal takut dan peduli terhadap prajuritnya tersebar luas.
Namun, di balik keberhasilan militer ini, terdapat gejolak ideologis yang semakin intens. KMT, di bawah kepemimpinan Chiang Kai-shek setelah kematian Sun Yat-sen, mulai menekan unsur-unsur komunis dalam barisannya. Aliansi antara KMT dan Partai Komunis Tiongkok (PKT) yang rapuh mulai retak, yang berpuncak pada pembersihan komunis brutal oleh Chiang Kai-shek pada tahun 1927.
Pergeseran Ideologi dan Jalan Komunis
Pembantaian komunis oleh KMT di Shanghai dan kota-kota lain pada bulan April 1927 adalah momen krusial yang memaksa He Long untuk membuat pilihan fundamental. Meskipun ia adalah seorang jenderal senior di KMT dan memiliki karier yang menjanjikan, ia sangat terkejut dan marah dengan kekejaman yang dilakukan terhadap para komunis dan simpatisan mereka. He Long, yang secara pribadi menyaksikan penindasan terhadap kaum miskin, merasakan simpati yang mendalam terhadap cita-cita kesetaraan dan keadilan sosial yang digaungkan oleh PKT.
Meskipun ia sendiri belum menjadi anggota partai komunis, hati nuraninya tidak bisa menerima tindakan KMT. Pada saat itu, ia dipercaya untuk memimpin sebuah resimen KMT yang ditempatkan di Nanchang. Menghadapi ultimatum dari Chiang Kai-shek untuk membasmi komunis di pasukannya, He Long membuat keputusan berani. Ia memutuskan untuk berpihak pada komunis dan memimpin Pemberontakan Nanchang pada 1 Agustus 1927, yang dianggap sebagai kelahiran Tentara Merah, cikal bakal Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok.
Keputusannya untuk membelot ke PKT bukan tanpa risiko besar. Ia meninggalkan posisi yang aman dan prestisius di KMT untuk bergabung dengan sebuah partai yang terlarang dan sedang diburu. Namun, bagi He Long, ini adalah pilihan yang didasarkan pada prinsip dan keyakinan. Setelah Pemberontakan Nanchang yang akhirnya gagal merebut kota secara permanen, ia dan Zhu De memimpin sisa-sisa pasukan mereka dalam perjuangan gerilya yang panjang dan sulit di pedalaman Tiongkok. He Long secara resmi bergabung dengan Partai Komunis Tiongkok pada bulan September 1927, meneguhkan komitmennya pada tujuan revolusioner.
Transformasi He Long dari seorang "bandit" menjadi komandan komunis adalah bukti bahwa ideologi dan keadilan sosial dapat menarik individu dari berbagai latar belakang. Ia membawa serta bukan hanya keahlian militer, tetapi juga pengalaman dan pemahaman tentang akar rumput, yang sangat berharga bagi PKT yang berusaha membangun basis dukungan di kalangan petani. Kisahnya menggarisbawahi daya tarik universal dari janji revolusi di tengah-tengah ketidakadilan yang merajalela.
Perang Saudara, Mars Panjang, dan Perang Tiongkok-Jepang
Setelah bergabung dengan PKT, He Long menjadi salah satu pilar utama dalam pembentukan dan pengembangan Tentara Merah. Ia terlibat dalam dekade-dekade penuh gejolak yang mencakup Perang Saudara Tiongkok melawan Kuomintang, perjalanan epik Mars Panjang, dan Perang Tiongkok-Jepang yang menghancurkan.
Perang Saudara dan Pembentukan Tentara Merah
Setelah Pemberontakan Nanchang, He Long memimpin pasukannya untuk bergabung dengan basis revolusioner di perbatasan Hunan dan Hubei, sebuah daerah yang dikenal sebagai Wilayah Revolusioner Hunan-Hubei-Jiangxi Barat. Di sinilah ia bersama dengan politikus komunis seperti Zhou Yiqun dan Deng Zhongxia, membangun kekuatan militer dan basis politik yang signifikan. Pasukan He Long berkembang pesat, menarik banyak petani miskin dan buruh yang tertindas. Ia dikenal karena komitmennya terhadap disiplin militer yang ketat namun juga perlakuan yang manusiawi terhadap pasukannya, sesuatu yang sangat kontras dengan banyak unit panglima perang lainnya.
Dalam periode ini, He Long menunjukkan kemampuannya sebagai ahli strategi gerilya dan komandan lapangan yang brilian. Pasukannya berhasil bertahan dari serangkaian "Kampanye Pengepungan dan Pemusnahan" yang dilancarkan oleh Kuomintang pimpinan Chiang Kai-shek. Mereka menggunakan taktik "perang rakyat" yang mengandalkan dukungan massa, mobilitas tinggi, dan serangan mendadak untuk mengalahkan pasukan KMT yang secara jumlah dan persenjataan jauh lebih unggul. Keberhasilan ini menempatkan He Long di antara para pemimpin militer paling penting dalam Tentara Merah, sejajar dengan tokoh-tokoh seperti Zhu De, Peng Dehuai, dan Lin Biao.
Mars Panjang: Ujian Terberat He Long
Pada tahun 1934, ketika Wilayah Revolusioner Jiangxi tempat sebagian besar kekuatan utama Tentara Merah berada, terancam runtuh di bawah Kampanye Pengepungan kelima KMT, diputuskan untuk melakukan penarikan strategis besar-besaran yang kemudian dikenal sebagai Mars Panjang. He Long, yang saat itu memimpin Angkatan Kedua Tentara Merah di wilayah Hunan-Hubei, juga diperintahkan untuk memulai Mars Panjangnya sendiri. Mars Panjang Angkatan Kedua ini, meskipun tidak sepopuler Mars Panjang Angkatan Pertama yang dipimpin Mao Zedong, tidak kalah brutal dan heroik.
Di bawah kepemimpinan He Long, Angkatan Kedua menempuh perjalanan yang luar biasa sulit melintasi medan pegunungan yang terjal, rawa-rawa berbahaya, dan sungai-sungai deras di beberapa provinsi Tiongkok Barat Daya, termasuk Hunan, Guizhou, Yunnan, dan Sichuan. Mereka menghadapi pengejaran tanpa henti dari pasukan KMT, serangan suku-suku lokal, kelaparan, penyakit, dan cuaca ekstrem. He Long menunjukkan kepemimpinan yang tak tergoyahkan, menjaga moral pasukannya dan memimpin mereka melewati rintangan yang tampaknya mustahil. Ia dikenal karena kemampuannya untuk mengidentifikasi dan merekrut talenta militer baru dari pedesaan, serta membangun hubungan baik dengan minoritas etnis di sepanjang rute Mars Panjang.
Pada tahun 1936, setelah menempuh ribuan kilometer dan kehilangan sebagian besar pasukannya, Angkatan Kedua He Long akhirnya bertemu dengan pasukan Tentara Merah lainnya di Shaanxi, di barat laut Tiongkok, tempat basis revolusioner baru didirikan. Mars Panjang telah mengurangi jumlah pasukan komunis secara drastis, tetapi juga telah memurnikan kepemimpinan dan mengkonsolidasikan kepemimpinan Mao Zedong. He Long, bersama dengan para pemimpin lainnya, muncul dari Mars Panjang sebagai legenda hidup, simbol ketahanan dan pengorbanan.
Bersatu Melawan Agresi Jepang
Tak lama setelah berakhirnya Mars Panjang, Tiongkok dihadapkan pada ancaman yang lebih besar: invasi penuh oleh Kekaisaran Jepang. Insiden Jembatan Marco Polo pada tahun 1937 memicu Perang Tiongkok-Jepang kedua, yang memaksa Kuomintang dan Partai Komunis untuk membentuk Front Persatuan Kedua demi melawan musuh bersama. Tentara Merah direorganisasi menjadi Angkatan Darat Rute Kedelapan dan Angkatan Darat Baru Keempat di bawah komando nominal KMT, meskipun PKT mempertahankan kontrol operasionalnya.
He Long diangkat menjadi Komandan Angkatan Darat Rute ke-120, salah satu unit utama Angkatan Darat Rute Kedelapan. Ia memimpin pasukannya dalam operasi-operasi gerilya yang ekstensif melawan pasukan Jepang di Tiongkok Utara, khususnya di provinsi Shanxi, Hebei, dan Shandong. Taktik gerilya He Long terbukti sangat efektif dalam mengganggu garis pasokan Jepang, melancarkan serangan kejutan, dan memobilisasi penduduk pedesaan untuk mendukung perjuangan anti-Jepang. Pasukannya membangun basis-basis gerilya di belakang garis musuh, menjadi duri dalam daging bagi Jepang.
Selama periode perang ini, He Long tidak hanya berperan sebagai komandan militer, tetapi juga sebagai administrator dan organisator politik. Ia membantu mendirikan pemerintahan daerah yang didukung PKT di wilayah-wilayah yang dibebaskan, menerapkan reformasi agraria, dan mempromosikan literasi. Keterampilan kepemimpinannya dalam membangun basis massa dan memadukan perjuangan militer dengan agenda sosial-politik sangat krusial dalam memenangkan hati dan pikiran rakyat Tiongkok.
Perang Tiongkok-Jepang adalah ujian besar lainnya bagi He Long. Ia tidak hanya harus melawan musuh asing yang kuat, tetapi juga menavigasi hubungan yang rumit dengan KMT, yang meskipun menjadi sekutu, masih memandang komunis sebagai musuh utama jangka panjang. He Long berhasil menyeimbangkan tantangan-tantangan ini dengan kemampuan dan dedikasinya yang tak diragukan. Ia adalah simbol nyata dari perjuangan rakyat Tiongkok untuk kemerdekaan dan martabat nasional.
Setelah Kemenangan: Pembangunan Republik Rakyat Tiongkok
Dengan berakhirnya Perang Dunia II pada tahun 1945, kekalahan Jepang tidak serta merta membawa perdamaian ke Tiongkok. Sebaliknya, perang saudara antara Kuomintang dan Partai Komunis Tiongkok kembali berkobar dengan intensitas yang lebih besar. He Long kembali memainkan peran penting dalam kemenangan akhir PKT, dan setelah proklamasi Republik Rakyat Tiongkok (RRT) pada tahun 1949, ia mengemban tanggung jawab besar dalam pembangunan negara baru.
Peran dalam Kemenangan Partai Komunis
Selama fase akhir Perang Saudara (1945-1949), He Long bertanggung jawab atas wilayah Tiongkok Barat Laut. Ia mengorganisir dan melatih pasukan, serta mengelola logistik untuk kampanye militer yang penting. Pasukan di bawah komandonya memainkan peran krusial dalam membersihkan sisa-sisa pasukan KMT dan para panglima perang lokal di wilayah tersebut. Meskipun ia tidak secara langsung memimpin pertempuran-pertempuran besar di dataran tengah Tiongkok seperti Lin Biao atau Liu Bocheng, kontribusinya dalam mengamankan wilayah yang luas di barat laut dan mendukung kampanye utama tidak dapat diremehkan.
Kemampuan He Long dalam memobilisasi massa, membangun pemerintahan sipil di wilayah yang baru dibebaskan, dan mengintegrasikan pasukan lokal ke dalam Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) sangat berharga. Ia adalah salah satu pemimpin yang paling dipercaya dan dihormati oleh Mao Zedong, Zhou Enlai, dan Zhu De, karena loyalitasnya yang tak tergoyahkan dan kemampuannya yang terbukti baik di medan perang maupun dalam administrasi sipil.
Kontribusi Pasca-1949: Pembentukan Negara Baru
Ketika Republik Rakyat Tiongkok diproklamasikan pada 1 Oktober 1949, He Long diakui sebagai salah satu arsitek utamanya. Ia dianugerahi gelar Marsekal pada tahun 1955, salah satu dari Sepuluh Marsekal yang dianggap sebagai pahlawan pendiri PLA. Penganugerahan ini adalah pengakuan atas pengabdian seumur hidupnya pada revolusi dan kontribusi militer yang tak ternilai.
Setelah pendirian RRT, He Long mengemban berbagai jabatan penting. Ia ditunjuk sebagai Wakil Ketua Komisi Militer Pusat, sebuah posisi yang sangat berpengaruh dalam mengarahkan kebijakan pertahanan dan militer negara. Selain itu, ia juga menjabat sebagai Ketua Komite Olahraga Negara. Dalam peran ini, He Long sangat antusias dalam mempromosikan olahraga di seluruh Tiongkok, percaya bahwa olahraga tidak hanya penting untuk kesehatan fisik rakyat, tetapi juga untuk membangun semangat kolektif dan disiplin yang dibutuhkan dalam pembangunan bangsa. Ia memainkan peran sentral dalam pengembangan infrastruktur olahraga Tiongkok dan mendorong partisipasi massa dalam aktivitas fisik.
He Long juga terlibat dalam urusan diplomatik dan pembangunan ekonomi. Ia sering menjadi bagian dari delegasi Tiongkok ke luar negeri dan terlibat dalam perencanaan pembangunan industri dan pertanian. Loyalitasnya kepada PKT dan kepada para pemimpin tertinggi seperti Mao Zedong tidak pernah diragukan. Ia adalah sosok yang dikenal dengan integritasnya, kesederhanaannya, dan dedikasinya pada cita-cita komunisme. Dalam periode relatif damai pasca-revolusi, ia terus bekerja keras untuk mengkonsolidasikan kekuasaan PKT dan membangun Tiongkok yang baru dari puing-puing perang dan kemiskinan.
Peran He Long selama periode ini mencerminkan transisi seorang pemimpin militer menjadi negarawan. Ia tidak hanya ahli dalam strategi perang, tetapi juga memiliki visi untuk pembangunan nasional. Ia adalah contoh dari banyak pemimpin revolusioner yang, setelah mencapai kemenangan militer, mengalihkan energi mereka untuk membangun fondasi bagi masa depan Tiongkok. Namun, kedamaian ini tidak bertahan lama, dan tragedi akan segera menimpa pahlawan besar ini.
Tragedi Revolusi Kebudayaan: Kejatuhan dan Penderitaan
Meskipun He Long telah mengabdikan seluruh hidupnya untuk revolusi dan pembangunan RRT, ia tidak luput dari gejolak paling gelap dalam sejarah Tiongkok: Revolusi Kebudayaan (1966-1976). Periode ini adalah masa kekacauan politik yang ekstrem, ketika Mao Zedong melancarkan kampanye untuk membersihkan elemen-elemen yang ia anggap "revisionis" dan "anti-partai," yang pada akhirnya menyebabkan persekusi massal dan kematian tragis bagi jutaan orang, termasuk banyak pemimpin veteran partai.
Target dan Tuduhan Palsu
Pada awal Revolusi Kebudayaan, He Long, yang merupakan seorang Marsekal dan Wakil Perdana Menteri, menjadi salah satu target utama. Meskipun ia selalu dikenal sebagai sosok yang loyal kepada Mao dan PKT, ia dianggap sebagai ancaman oleh faksi-faksi radikal yang dipimpin oleh Lin Biao dan Jiang Qing (istri Mao). He Long dituduh sebagai "pemberontak", "mata-mata", "revisionis", dan "anggota klik Liu Shaoqi dan Deng Xiaoping" — dua pemimpin senior lain yang juga menjadi sasaran utama pembersihan politik.
Tuduhan-tuduhan terhadap He Long seringkali konyol dan tanpa dasar. Ia dituduh merencanakan kudeta militer untuk merebut kekuasaan dari Mao, sebuah tuduhan yang sama sekali tidak sesuai dengan karakternya yang teguh dan setia. Faksi Lin Biao, yang ambisius dan ingin mengkonsolidasikan kekuatan militernya, melihat He Long sebagai hambatan karena posisinya yang tinggi dan pengaruhnya di militer, terutama di antara Angkatan Kedua Tentara Merah yang loyal kepadanya.
Awalnya, He Long berusaha mencari perlindungan dan kejelasan dari Mao Zedong sendiri, namun usahanya sia-sia. Mao, yang tampaknya yakin dengan tuduhan palsu atau setidaknya ingin menggunakan He Long sebagai contoh untuk menakut-nakuti lawan-lawannya, tidak memberikan bantuan. Ini adalah ironi yang menyakitkan: seorang pahlawan revolusi yang telah berjuang bersama Mao selama puluhan tahun ditinggalkan begitu saja di tengah badai politik.
Penderitaan dan Kematian Tragis
Pada akhir tahun 1966, He Long ditangkap secara paksa dan ditempatkan dalam tahanan rumah yang ketat. Ia dan keluarganya diisolasi sepenuhnya, tanpa akses ke perawatan medis yang memadai atau bahkan makanan yang cukup. Pasukannya sendiri, yang setia padanya, tidak berdaya karena atmosfer teror yang mencengkeram Tiongkok.
Penyiksaan mental dan fisik yang dialami He Long selama penahanannya sangat mengerikan. Ia diinterogasi secara brutal, dipaksa untuk mengakui kejahatan yang tidak ia lakukan, dan dicela di depan umum dalam "sidang perjuangan" (struggle sessions) oleh Pengawal Merah. Kesehatan He Long, yang sudah menurun akibat usia dan kerasnya hidup, memburuk dengan cepat. Ia menderita diabetes parah dan tekanan darah tinggi, kondisi yang membutuhkan perawatan medis khusus.
Namun, semua permohonan untuk perawatan medis ditolak. Lingkungan penahanannya yang tidak manusiawi, ditambah dengan stres dan tekanan emosional, mempercepat kehancurannya. Pada tanggal 9 Juni 1969, He Long meninggal dunia dalam tahanan, di usia 73 tahun. Laporan resmi pada saat itu menyatakan bahwa ia meninggal karena "penyakit" tanpa memberikan rincian lebih lanjut, berusaha menyembunyikan fakta bahwa kematiannya adalah hasil langsung dari penganiayaan sistematis selama Revolusi Kebudayaan.
Kematian He Long adalah salah satu dari banyak tragedi yang terjadi selama Revolusi Kebudayaan, yang menunjukkan betapa kejam dan irasionalnya kampanye tersebut. Ini adalah pengingat pahit bahwa bahkan para pahlawan revolusi yang paling setia pun bisa menjadi korban dari mesin politik yang tidak terkendali. Kejatuhan dan kematian He Long adalah noda hitam dalam sejarah PKT, sebuah pengkhianatan terhadap prinsip-prinsip yang ia perjuangkan sepanjang hidupnya.
Rehabilitasi dan Warisan He Long yang Abadi
Setelah berakhirnya Revolusi Kebudayaan pada tahun 1976 dan penangkapan "Kelompok Empat" (faksi radikal yang dipimpin Jiang Qing), Tiongkok memulai periode reformasi dan keterbukaan. Salah satu agenda penting dalam periode ini adalah rehabilitasi bagi para korban ketidakadilan Revolusi Kebudayaan. He Long, bersama dengan banyak pemimpin veteran lainnya, secara anumerta dinyatakan tidak bersalah dan namanya dipulihkan.
Pemulihan Nama dan Penghargaan
Pada tahun 1982, dua belas tahun setelah kematiannya, Komite Sentral Partai Komunis Tiongkok secara resmi mencabut semua tuduhan palsu terhadap He Long dan memulihkan reputasinya sepenuhnya. Sebuah upacara peringatan besar diadakan di Beijing, dihadiri oleh para pemimpin partai dan negara, di mana ia secara resmi dinyatakan sebagai "seorang proletar revolusioner dan pemimpin militer yang hebat." Deng Xiaoping, pemimpin tertinggi Tiongkok pada saat itu dan juga korban Revolusi Kebudayaan, memberikan pujian tinggi kepada He Long, mengakui kontribusi besarnya terhadap revolusi dan menyesali penderitaan yang ia alami.
Rehabilitasi He Long adalah bagian dari upaya yang lebih luas untuk memperbaiki kesalahan masa lalu dan membangun kembali legitimasi PKT. Ini juga merupakan pengakuan bahwa sistem telah melakukan kesalahan besar dan bahwa keadilan harus ditegakkan, meskipun terlambat. He Long kemudian dihormati sebagai salah satu dari Sepuluh Marsekal yang pantas, dan namanya diabadikan dalam museum, buku sejarah, dan film sebagai pahlawan nasional.
"Semangat Helong": Simbol Ketahanan dan Loyalitas
Warisan He Long jauh melampaui gelar dan jabatan. Ia dikenal karena beberapa karakteristik yang membentuk "Semangat Helong":
- Keberanian dan Ketahanan: Dari perjuangan sebagai bandit hingga komandan tentara, ia tidak pernah gentar menghadapi bahaya dan kesulitan. Ia adalah simbol ketahanan dalam menghadapi tekanan yang luar biasa.
- Kesetiaan Tak Tergoyahkan: Meskipun berasal dari latar belakang yang berbeda, He Long mendedikasikan hidupnya pada Partai Komunis Tiongkok dan rakyatnya. Kesetiaannya bahkan tetap utuh meskipun ia dianiaya oleh partai yang ia layani.
- Kesederhanaan dan Kerendahan Hati: He Long dikenal karena gaya hidupnya yang sederhana dan pendekatannya yang dekat dengan rakyat. Ia tidak pernah melupakan akar-akar kelas pekerjaannya.
- Integritas dan Keadilan: Ia adalah seorang pemimpin yang menjunjung tinggi keadilan, melindungi yang lemah, dan menentang penindasan, bahkan jika itu berarti mengorbankan karier atau hidupnya sendiri.
- Visi Pembangunan: Selain keahlian militer, ia memiliki visi untuk pembangunan sosial dan budaya, terbukti dari upayanya mempromosikan olahraga sebagai bagian dari pembangunan bangsa.
Pembelajaran dari Sejarah Hidupnya
Kisah hidup He Long menawarkan beberapa pembelajaran penting:
- Peran Individu dalam Sejarah: He Long menunjukkan bagaimana seorang individu dari latar belakang paling sederhana pun dapat membentuk jalannya sejarah melalui keberanian dan dedikasi.
- Kompleksitas Revolusi: Revolusi tidak hanya tentang pertempuran di medan perang, tetapi juga tentang perjuangan ideologis, politik, dan moral. Kisah He Long menggambarkan sisi terang dan gelap dari proses revolusioner.
- Bahaya Kekuasaan Tak Terkendali: Kejatuhannya selama Revolusi Kebudayaan adalah peringatan keras tentang bahaya kultus individu dan kekuasaan absolut yang dapat menghancurkan bahkan para pelayan negara yang paling setia.
- Pentignya Keadilan dan Rekonsiliasi: Rehabilitasi anumertanya menunjukkan pentingnya untuk mengakui dan memperbaiki ketidakadilan sejarah, meskipun itu membutuhkan waktu yang lama.
Dalam konteks Tiongkok modern, He Long tetap menjadi figur yang dihormati. Kisahnya diceritakan kepada generasi muda sebagai inspirasi tentang pengorbanan dan patriotisme. Stadion olahraga di kampung halamannya di Changsha dinamai menurut namanya, dan banyak monumen didirikan untuk menghormatinya. Warisannya adalah pengingat bahwa pahlawan sejati adalah mereka yang tidak hanya berjuang untuk kemenangan, tetapi juga untuk keadilan dan martabat, bahkan ketika dihadapkan pada kesulitan dan pengkhianatan yang paling parah.
Meskipun He Long telah lama tiada, "Semangat Helong" terus hidup, menginspirasi mereka yang percaya pada kekuatan ketahanan manusia, keberanian dalam menghadapi kesulitan, dan pentingnya berjuang untuk cita-cita yang lebih tinggi, bahkan ketika jalan itu penuh dengan rintangan. Kisahnya adalah epik Tiongkok modern, sebuah testimoni abadi tentang pria luar biasa di masa-masa luar biasa.