Haplologi adalah salah satu proses perubahan fonologis yang paling menarik dan sering luput dari perhatian dalam evolusi bahasa. Sebagai sebuah mekanisme yang bertujuan menyederhanakan pelafalan, haplologi memainkan peran krusial dalam membentuk leksikon dan struktur morfologi dari berbagai bahasa di dunia, termasuk bahasa Indonesia. Proses ini, yang dicirikan oleh penghilangan suku kata berulang, menawarkan jendela unik untuk memahami interaksi antara kemudahan artikulasi dan konservasi makna.
Istilah haplologi (berasal dari bahasa Yunani Kuno haploos yang berarti ‘tunggal’ atau ‘sederhana’, dan logia yang berarti ‘studi’ atau ‘kata’) merujuk pada fenomena fonologis di mana salah satu dari dua suku kata yang berurutan dan identik atau sangat mirip dihilangkan. Konsep ini pertama kali diperkenalkan dan diformulasikan secara sistematis oleh ahli bahasa Amerika, Maurice Bloomfield, pada akhir abad ke-19, meskipun pengamatan terhadap proses ini sudah ada sebelumnya.
Secara esensial, haplologi adalah bentuk disimilasi jarak jauh (distancia dissimilation) yang ekstrem, namun hanya melibatkan elemen yang sama. Tujuannya adalah mengurangi beban kognitif dan artikulatoris yang ditimbulkan oleh pengulangan bunyi yang terlalu dekat. Ketika otak dan organ bicara menghadapi serangkaian bunyi yang identik (misalnya, koko-koko atau logi-logi), seringkali terjadi 'kesalahan efisiensi' yang menyebabkan salah satu pengulangan tersebut dibuang, menghasilkan bentuk yang lebih pendek dan lebih mudah diucapkan.
Haplologi tidak terjadi secara acak. Terdapat beberapa prasyarat fonologis dan struktural yang harus dipenuhi agar fenomena ini muncul dalam evolusi leksikal suatu kata. Syarat utama adalah adanya suku kata berurutan yang identik atau sangat mirip (homorganik). Kemiripan di sini tidak hanya mencakup konsonan dan vokal yang sama, tetapi juga pola tekanan (stress pattern) dan struktur suku kata (CVC, CV, VCV, dll.).
murti-murti menjadi murti).Memahami haplologi memerlukan tinjauan pada dua tingkat analisis: fonologis (bagaimana bunyi berinteraksi) dan psikolinguistik (bagaimana otak memproses dan menghasilkan bahasa). Haplologi adalah manifestasi dari prinsip yang lebih umum dalam fonologi, yaitu prinsip ekonomi bicara (ease of articulation).
Organ bicara manusia secara alami berusaha untuk meminimalkan usaha fisik yang diperlukan untuk menghasilkan ujaran. Mengulang urutan gerakan yang sama secara cepat (misalnya, lidah bergerak ke posisi yang sama untuk suku kata kedua) dianggap tidak efisien. Haplologi berfungsi sebagai jalan pintas motorik, menghindari redundansi gerakan yang tidak menambah informasi semantik baru.
Dalam konteks suku kata yang berulang, pengulangan tersebut menciptakan apa yang disebut tautofoni—bunyi yang berlebihan dan mengganggu. Penghilangan salah satu suku kata adalah mekanisme korektif alami yang menyederhanakan rantai fonemik tanpa mengorbankan pengenalan kata (asumsi bahwa konteks memungkinkan pendengar mengidentifikasi kata yang dipersingkat).
Dari sudut pandang psikolinguistik, haplologi juga terkait erat dengan memori kerja (working memory) dan perencanaan ujaran (speech planning). Ketika seseorang merencanakan kata yang panjang dengan elemen yang berulang, sistem kognitif mungkin memperlakukannya sebagai satu unit daripada dua unit yang terpisah, terutama jika pengulangan tersebut tidak memberikan informasi morfologis baru yang signifikan.
Haplologi mengurangi redundansi dalam penyimpanan leksikal. Kata-kata yang terlalu panjang dan repetitif memerlukan slot memori yang lebih besar dalam kamus mental (mental lexicon). Dengan mengurangi kata dari ABC-ABC menjadi ABC, beban memori dikurangi, yang pada gilirannya meningkatkan kecepatan pengambilan dan produksi kata.
Penting untuk membedakan haplologi dari proses fonologis lain yang juga melibatkan penghilangan bunyi:
Kriteria pembeda utama adalah bahwa haplologi secara spesifik menargetkan penghilangan suku kata utuh yang mirip berurutan, seringkali menciptakan bentuk yang secara historis terlihat seperti peleburan dua elemen identik.
Haplologi dapat diklasifikasikan berdasarkan posisi suku kata yang hilang dan apakah penghilangan tersebut terjadi dalam satu morfem atau antara dua morfem.
Jenis haplologi ini terjadi di dalam akar kata tunggal, di mana pengulangan suku kata bukanlah hasil dari penggabungan dua morfem (seperti prefiks atau sufiks), melainkan merupakan bagian inheren dari struktur leksikal awal. Contoh ini sering kali paling sulit dilacak etimologinya karena bentuk aslinya mungkin sudah sangat kuno.
Contoh klasik dari bahasa Inggris/Latin (meskipun ini sering diperdebatkan):
muri-murali menjadi mural (meskipun ada teori lain).stipendium (gaji, tunjangan) dalam bahasa Latin diduga berasal dari *stipi-pendium, di mana suku kata pi diulang.Ini adalah jenis yang paling umum dan jelas, terjadi ketika dua morfem (misalnya, akar kata dan sufiks, atau dua akar kata dalam kata majemuk) digabungkan, dan batas antar morfem menghasilkan dua suku kata yang identik. Haplologi terjadi tepat di batas ini.
Terjadi ketika proses pembentukan kata (derivasi) atau penandaan gramatikal (infleksi) menciptakan pengulangan. Ini sangat sering terjadi dalam bahasa-bahasa aglutinatif atau fleksional.
Contoh dalam bahasa Yunani/Latin:
Yunani Kuno:
*Amphi-phoreus (Amphi- yang berarti 'di kedua sisi' + phoreus 'pembawa')
Menjadi: Amphoreus (Amphora)
Penghilangan suku kata: 'phi' yang pertama.
Latin:
*Nutri-trix (Nutrire 'memberi makan' + sufiks feminin -trix)
Menjadi: Nutrix (pengasuh wanita)
Penghilangan suku kata: 'tri' yang pertama atau kedua.
Terjadi dalam penggabungan dua kata yang independen menjadi satu unit leksikal baru.
Contoh yang paling terkenal dan sering dikutip adalah dari bahasa Inggris: kata library. Secara etimologis, kata ini berasal dari bahasa Latin librarium (tempat buku). Namun, ada proses yang terjadi di masa lalu yang menghilangkan suku kata ri dari *libra-rarium. Sumber lain yang lebih tua sering merujuk pada mili-liter menjadi militer dalam beberapa konteks dialek, atau ide-ologi yang diucapkan cepat menjadi idologi (meskipun ini lebih ke elisi informal cepat).
Penelitian menunjukkan bahwa suku kata dengan struktur Konsonan-Vokal-Konsonan (CVC) lebih rentan terhadap haplologi dibandingkan suku kata yang lebih sederhana (CV). Hal ini mungkin karena suku kata CVC mengandung lebih banyak informasi fonemik dan artikulasi yang berulang, sehingga penghilangannya memberikan manfaat efisiensi yang lebih besar.
Haplologi bukanlah sekadar fenomena teoritis; ia adalah kekuatan yang telah membentuk ribuan kata di berbagai bahasa. Bagian ini menyajikan studi kasus mendalam dari beberapa bahasa Indo-Eropa dan, khususnya, bahasa Indonesia.
Banyak contoh haplologi dalam bahasa Inggris diserap dari kata-kata Latin atau Yunani yang telah melalui proses penyederhanaan fonologis sebelum atau sesudah masuk ke dalam leksikon Inggris Kuno dan Pertengahan.
1. Tragi-komedi (Tragi-comedy)
Asal: *Tragico-comedia
Bentuk Haplologi: Tragicomedy
Suku Kata Hilang: '-co-' pertama.
2. Morfo-fonologi (Morpho-phonology)
Asal: *Morpho-phonology (pengucapan cepat)
Bentuk Haplologi: Morfonologi (sering dipakai dalam bahasa Indonesia)
Suku Kata Hilang: '-pho-' pertama.
3. Anti-inflamasi (Anti-inflammatory)
Asal: *Anti-inflamatory
Bentuk Haplologi: Antinflamatory (pengucapan cepat oleh penutur)
Suku Kata Hilang: '-i-' atau reduksi penuh suku kata vokal.
Terminologi ilmiah dan teknis, yang sering dibangun dari gabungan morfem Yunani dan Latin, sangat rentan terhadap haplologi karena panjangnya. Ketika dua akar kata digabungkan, haplologi dapat terjadi untuk membuat istilah tersebut lebih mudah diucapkan dan diingat:
Mineralo-logy. Suku kata lo sering dihilangkan (meskipun ini diperdebatkan sebagai haplologi atau simplifikasi aglutinasi).Fisiko-kimia. Meskipun tidak menghilangkan seluruh suku kata, pengucapan cepat seringkali menghasilkan penekanan yang berujung pada peleburan.Bahasa Latin adalah gudang data yang kaya untuk haplologi, terutama dalam pembentukan nama tempat (toponimi) dan kata benda:
Kata idololatreia (pemujaan berhala) dalam bahasa Yunani Kuno menjadi idololatria atau sering dipersingkat menjadi idolatry dalam Bahasa Inggris, dengan penghilangan suku kata lo yang berurutan.
Toponimi klasik sering menunjukkan haplologi ketika dua nama yang mirip digabungkan, meskipun ini lebih sering diklasifikasikan sebagai asimilasi fonologis yang ekstrem.
Contoh Latin yang Lebih Jelas (diadaptasi dari Bloomfield):
Kata Asal: *Numin-ni-fer (membawa nama)
Bentuk Haplologi: Numinifer
Suku Kata Hilang: '-ni-' yang kedua.
Meskipun studi tentang haplologi di Bahasa Indonesia (BI) tidak sekomprehensif dalam bahasa-bahasa Indo-Eropa, proses ini jelas ada, terutama dalam kata serapan dan kata majemuk yang mengalami proses leksikalisasi cepat.
Fenomena haplologi sering terjadi pada kata-kata serapan yang memiliki struktur fonologis yang asing atau terlalu panjang bagi penutur BI.
ka. Di beberapa dialek Melayu yang lebih tua, bentuk penuhnya mungkin lebih panjang, namun bentuk standar kakak menunjukkan penyederhanaan yang drastis.pali-liatif). Suku kata li yang berulang cenderung dileburkan dalam pengucapan standar.Dalam bahasa sehari-hari atau bahasa prokem, haplologi adalah mekanisme penting untuk menciptakan efisiensi dan slang. Meskipun belum tentu dilembagakan dalam KBBI, proses ini aktif:
Pengucapan: *Kata-kata itu
Haplologi Informal: Kata itu
Suku Kata Hilang: '-ka-' atau reduplikasi penuh. (Ini melampaui haplologi dan masuk ke simplifikasi morfologis, namun akarnya sama: menghindari pengulangan yang berdekatan).
Pengucapan: *Psikologi-logi (jargon)
Haplologi Informal: Psikologi (bentuk standar)
Suku Kata Hilang: Reduksi saat penyebutan kata yang merujuk pada bidang ilmu itu sendiri.
Intinya, Bahasa Indonesia, yang memiliki kecenderungan suku kata terbuka (CV), mungkin menunjukkan haplologi dalam bentuk yang lebih halus, seringkali melibatkan penghilangan konsonan lemah atau vokal tak bertekanan di tengah pengulangan suku kata yang lebih kompleks.
Dampak haplologi meluas jauh melampaui sekadar penghilangan bunyi; ia mengubah struktur morfemik kata dan menyulitkan upaya para etimolog untuk melacak akar kata yang sebenarnya.
Ketika haplologi terjadi, batas antara morfem-morfem yang membentuk kata sering kali menjadi kabur atau bergeser. Dalam kata majemuk *ABC-CDE yang menjadi ABCDE (penghilangan C), morfem yang hilang membawa makna yang, meski redundan, mengindikasikan struktur asalnya.
Misalnya, jika kata serapan Latin *Nutri-trix menjadi Nutrix, sufiks feminim -trix tampak seperti sufiks tunggal, padahal secara historis, sufiks itu terdiri dari dua elemen. Haplologi menyembunyikan sejarah morfologis, membuat kata tampak seperti berasal dari akar tunggal yang sederhana, padahal merupakan gabungan kompleks.
Haplologi merupakan 'jebakan' bagi etimolog. Ketika seorang ahli bahasa merekonstruksi proto-bahasa atau bentuk historis suatu kata, mereka harus mempertimbangkan bahwa bentuk yang sekarang mungkin telah dipersingkat melalui haplologi. Jika bentuk kuno tidak diketahui, rekonstruksi mungkin berasumsi bahwa kata tersebut selalu pendek, padahal sebenarnya ia adalah hasil dari reduksi fonologis.
Contoh klasik adalah kata prevent (mencegah). Jika kita tidak mengetahui bentuk aslinya (berasal dari Latin prae-venire), kita mungkin berasumsi bahwa strukturnya selalu sederhana. Namun, kasus yang lebih ekstrem adalah nama-nama penyakit kuno atau istilah botani yang strukturnya telah disederhanakan oleh penutur awam sebelum dilembagakan secara akademis.
Kadang-kadang, haplologi dapat memicu proses yang dikenal sebagai back formation (pembentukan balik). Ketika kata hasil haplologi diterima sebagai bentuk standar, penutur yang tidak menyadari sejarahnya mungkin mencoba membentuk kata kerja atau kata benda baru dari bentuk yang sudah dipersingkat, yang semakin menjauhkan kata tersebut dari akarnya yang repetitif.
Dalam banyak bahasa, reduplikasi (pengulangan morfem penuh untuk menunjukkan pluralitas, intensitas, atau durasi) adalah proses morfologis yang umum. Haplologi dapat dilihat sebagai antitesis atau pembalikan dari reduplikasi.
Namun, haplologi dapat menciptakan kasus reduplikasi semu. Kata yang merupakan hasil haplologi terlihat seperti reduplikasi parsial, padahal itu adalah sisa dari reduplikasi penuh yang dihilangkan sebagian. Misalnya, jika kata *kuning-kuning (sangat kuning) disederhanakan menjadi kuning (yang kemudian harus dibedakan dari kata benda tunggalnya), proses ini dapat membingungkan analisis morfologi.
Meskipun haplologi diterima sebagai proses fonologis yang sah, aplikasinya dalam etimologi dan rekonstruksi sering menjadi subjek perdebatan sengit. Apakah suatu perubahan kata benar-benar haplologi, ataukah hasil dari proses fonologis lain seperti disimilasi, sinkope, atau bahkan kesalahan transmisi (transmission error)?
Banyak kasus yang secara tradisional dicap sebagai haplologi dapat pula dijelaskan melalui disimilasi. Perbedaan utama adalah bahwa disimilasi hanya mengubah (bukan menghilangkan) satu bunyi agar berbeda dari bunyi berdekatan. Jika suku kata yang hilang memiliki konsonan yang sama tetapi vokal yang berbeda, penjelasannya mungkin lebih condong ke disimilasi kompleks. Para ahli fonologi generatif sering mencari penjelasan yang lebih sistematis berdasarkan aturan tata bahasa universal, daripada bergantung pada 'keinginan efisiensi' yang kadang terasa ad-hoc.
Selain itu, kekuatan analogi seringkali disalahartikan sebagai haplologi. Jika sekelompok kata dalam suatu bahasa mengikuti pola suku kata yang pendek, kata baru yang seharusnya panjang dan repetitif mungkin secara analog dipersingkat agar sesuai dengan pola yang ada, bahkan tanpa melalui tahap pengulangan yang sebenarnya.
Kritik yang signifikan datang dari studi psikolinguistik modern. Beberapa ahli berpendapat bahwa yang disebut haplologi hanyalah kesalahan produksi yang terjadi secara acak dalam ucapan cepat (speech errors atau slips of the tongue), yang kemudian secara kebetulan dilembagakan. Jika sebuah kata yang panjang dan jarang digunakan diucapkan dengan cepat, suku kata yang hilang mungkin disebabkan oleh kegagalan motorik sesaat, bukan mekanisme fonologis yang terstruktur.
Namun, pandangan yang dominan adalah bahwa agar kesalahan produksi menjadi haplologi, ia harus:
Kesinambungan historis di mana proses ini ditemukan berulang kali dalam bahasa-bahasa yang tidak terkait menunjukkan bahwa ini lebih dari sekadar kesalahan acak; ini adalah strategi artikulatoris yang universal.
Dalam bahasa seperti Inggris atau Latin yang memiliki penekanan kata yang kuat, beberapa linguis berpendapat bahwa haplologi hanya terjadi ketika suku kata yang hilang adalah suku kata yang tidak bertekanan. Penekanan (stress) berfungsi sebagai 'jangkar' yang memastikan bahwa suku kata yang dipertahankan adalah suku kata yang paling menonjol secara akustik. Debat ini berfokus pada apakah suku kata yang hilang harus berada di posisi tertentu (misalnya, suku kata kedua yang tidak bertekanan dari tiga suku kata).
Di zaman komunikasi digital dan kecepatan informasi, proses penyederhanaan bahasa menjadi semakin cepat. Haplologi, atau fenomena yang mirip, dapat diamati dalam pembentukan singkatan, akronim, dan bahasa gaul (slang) di media sosial dan percakapan sehari-hari.
Meskipun sebagian besar simplifikasi teks adalah masalah ortografi (pengejaan yang dipersingkat), motivasi di baliknya sangat mirip dengan haplologi: efisiensi. Ketika penutur Bahasa Indonesia mengetik cepat, suku kata yang repetitif sering ditiadakan atau disingkat drastis, yang merupakan manifestasi modern dari upaya ekonomi bahasa.
international (diucapkan *intenasional dalam cepat), sering terjadi haplologi informal yang menghilangkan suku kata ter- yang ambigu.Universitas Gadjah Mada menjadi UGM, Kembali Lagi menjadi Kembali (dalam konteks tertentu).Akronim adalah bentuk ekstrem dari simplifikasi leksikal, namun nama merek dagang atau nama perusahaan sering menggunakan haplologi untuk menciptakan nama yang unik namun mudah diucapkan.
Jika sebuah perusahaan ingin menggabungkan Teknologi Komputer, mereka mungkin akan menciptakan nama yang menghindari pengulangan suku kata ko. Misalnya, *Tekno-kom-puter disederhanakan menjadi nama merek TeknoKom atau bahkan Tekter, menghindari pengulangan elemen leksikal yang kaku.
Ketika suatu bahasa meminjam kata dari bahasa lain yang sudah melalui haplologi, prosesnya kadang berulang. Jika Bahasa Indonesia menyerap kata Inggris yang sudah disederhanakan, dan penutur BI merasa kata tersebut masih terlalu panjang atau repetitif, mereka mungkin menerapkan haplologi sekunder. Ini menunjukkan bahwa mekanisme kognitif untuk menghindari pengulangan suku kata adalah universal dan terus-menerus beroperasi, melintasi batas-batas bahasa.
Kekuatan haplologi di era modern adalah bahwa ia tidak hanya dipengaruhi oleh artikulasi fisik, tetapi juga oleh keterbatasan media (misalnya, jumlah karakter di Twitter atau SMS) dan tuntutan kecepatan komunikasi, memperkuat dorongan alami manusia untuk efisiensi leksikal.
Sebuah nuansa penting dalam studi haplologi adalah membedakan antara penghilangan murni (di mana satu suku kata dihilangkan sepenuhnya tanpa meninggalkan jejak) dan peleburan suku kata (di mana elemen-elemen dari kedua suku kata yang berdekatan digabungkan menjadi satu unit baru yang lebih pendek).
Penghilangan murni sering terjadi ketika dua suku kata yang identik berdekatan. Misalnya, *A-BA-BA-C menjadi A-BA-C. Dalam kasus ini, suku kata kedua hilang sepenuhnya, dan suku kata pertama yang bertahan diucapkan dengan fonem yang sama persis seperti aslinya. Contoh klasik Amphora dari *Amphi-phoreus sering dianggap mendekati penghilangan murni dari suku kata phi.
Ini adalah jenis haplologi yang paling 'ideal' dan paling mudah diidentifikasi karena meninggalkan jejak struktural yang jelas dari suku kata yang seharusnya ada.
Peleburan terjadi ketika suku kata yang berdekatan tidak 100% identik, tetapi cukup mirip (homorganik). Alih-alih menghilangkan satu, elemen-elemen dari keduanya dipertahankan tetapi digabungkan menjadi satu suku kata baru yang lebih padat (misalnya, *A-BC-CD-E menjadi A-BCD-E).
Dalam peleburan, fonem konsonan dari suku kata pertama mungkin dipertahankan, dan fonem vokal dari suku kata kedua mungkin dipertahankan, menciptakan suku kata hibrida. Walaupun secara ketat ini mungkin diklasifikasikan sebagai sinkope yang diperkuat oleh disimilasi, hasil akhirnya seringkali fungsional identik dengan haplologi dalam hal pengurangan jumlah suku kata.
Contoh yang diperdebatkan dalam bahasa Latin: *tragico-comedia. Suku kata yang dihasilkan tragicomedia bisa jadi merupakan peleburan suku kata co (dari tragico) dan suku kata co (dari comedia) menjadi satu suku kata co yang lebih pendek, atau penghilangan salah satunya, tergantung pada dialek penutur.
Dalam linguistik historis, haplologi sering dianggap sebagai perubahan bunyi tidak teratur (irregular sound change), yang berarti ia tidak dapat diaplikasikan secara universal atau mekanis pada setiap kasus pengulangan suku kata. Berbeda dengan Hukum Grimm atau Hukum Verner yang berlaku hampir tanpa kecuali, haplologi adalah proses yang terpicu oleh kondisi artikulatoris dan probabilistik. Keberadaan haplologi dalam leksikon suatu bahasa menunjukkan bahwa kemudahan artikulasi terkadang mengalahkan tuntutan keteraturan fonologis.
Untuk seorang linguis yang mempelajari leksikon, setiap klaim haplologi harus disertai dengan bukti leksikal yang kuat dari bentuk asal yang lebih panjang, untuk memastikan bahwa pengurangan suku kata bukanlah hasil dari adopsi dari dialek tetangga yang memang sudah lebih pendek sejak awal.
Haplologi adalah fenomena linguistik yang elegan dalam kesederhanaannya: ia mewakili kompromi abadi antara kebutuhan bahasa akan kejelasan (artikulasi penuh) dan tuntutan penutur akan efisiensi (ekonomi bicara). Sebagai sebuah proses yang telah beroperasi sejak zaman proto-bahasa hingga ke bahasa-bahasa modern, haplologi adalah bukti nyata dari dinamika berkelanjutan dalam evolusi leksikal.
Peran utamanya adalah sebagai penyaring struktural. Ia membersihkan leksikon dari redundansi suku kata yang tidak perlu, terutama di batas-batas morfemik. Tanpa haplologi, banyak kata majemuk dan turunan akan menjadi sangat panjang dan kikuk, menghambat kelancaran komunikasi dan membebani memori leksikal.
Dalam konteks Bahasa Indonesia, meskipun kasus haplologi yang dilembagakan secara ortografis mungkin lebih jarang dibandingkan dalam bahasa-bahasa yang kaya prefiks dan sufiks seperti Latin, proses ini tetap relevan dalam studi serapan kata, pembentukan bahasa gaul, dan analisis fonologi dari kata-kata yang diucapkan dengan cepat di tengah aktivitas komunikatif yang intens. Kemunculan haplologi menunjukkan bahwa Bahasa Indonesia juga patuh pada prinsip ekonomi artikulatoris yang berlaku secara universal.
Studi mendalam tentang haplologi menggarisbawahi pentingnya melihat kata tidak hanya sebagai unit statis, tetapi sebagai hasil akhir dari serangkaian keputusan artikulatoris, kognitif, dan sosial yang telah terjadi selama ribuan tahun. Setiap kata yang lebih pendek adalah monumen kecil bagi upaya penutur di masa lalu untuk mengatakan lebih banyak dengan usaha yang lebih sedikit, menjadikan haplologi sebagai proses yang fundamental bagi kesehatan dan kelangsungan hidup suatu bahasa.
Proses ini, dari akar bahasa Yunani kuno hingga slang media sosial, terus menegaskan bahwa pengulangan yang berdekatan secara fonologis cenderung tidak stabil, dan efisiensi akan selalu menang dalam arena pertarungan evolusi bahasa.
Fenomena haplologi tidak hanya terbatas pada leksikon umum tetapi juga sering mempengaruhi nama diri (antroponimi) dan nama tempat (toponimi), di mana penyederhanaan dibutuhkan untuk penggunaan sehari-hari yang berulang-ulang. Dalam nama-nama geografis, haplologi sering terjadi ketika dua unsur yang mirip digabungkan untuk membentuk nama lokasi yang komposit.
Misalnya, nama tempat di Eropa yang berasal dari kombinasi dua nama yang berakhir dengan suku kata yang mirip, sering dipersingkat oleh penduduk lokal. Jika ada kota bernama *Montpellier-pellier (sebuah contoh hipotetis), tekanan linguistik dari pengulangan yang canggung ini hampir pasti akan menyebabkannya disederhanakan menjadi Montpellier, di mana salah satu suku kata pellier hilang.
Dalam antroponimi, terutama nama-nama yang diwariskan atau panjang, haplologi dapat terjadi dalam penyebutan informal. Jika seseorang bernama Anastasia memiliki nama panggilan yang panjang, atau jika nama belakangnya berulang secara fonologis dengan nama depan, penyederhanaan spontan adalah hal yang wajar. Meskipun nama resmi mungkin tetap, bentuk haplologis menjadi leksikon sosial yang diterima.
Kajian ini menegaskan bahwa haplologi adalah kekuatan linguistik yang meresap ke semua lapisan bahasa, mulai dari fonem terkecil hingga nama-nama resmi yang paling dihormati.
Diagram visualisasi proses haplologi: penghilangan salah satu suku kata yang berurutan dan identik (BA) dari bentuk asalnya (A-BA-BA-C) menjadi bentuk yang lebih efisien (A-BA-C).
Secara keseluruhan, pemahaman mendalam tentang haplologi tidak hanya memperkaya pemahaman kita tentang bagaimana bunyi kata berubah seiring waktu, tetapi juga memberikan wawasan kritis ke dalam interaksi antara fisiologi ucapan manusia dan struktur kognitif yang mendukungnya. Proses ini, yang beroperasi secara konsisten namun tidak teratur, adalah pengingat bahwa bahasa adalah sistem yang hidup, dinamis, dan selalu mencari jalur resistensi yang paling kecil—seringkali dengan mengorbankan pengulangan struktural yang sempurna.