Berjejal: Antara Kepadatan, Keterkaitan, dan Kehidupan Modern
Kata "berjejal" membangkitkan gambaran yang kuat: padat, rapat, penuh sesak, atau bahkan tumpang tindih. Ini bukan sekadar deskripsi fisik, melainkan sebuah kondisi yang meresapi berbagai aspek eksistensi kita, dari lingkungan urban yang dipenuhi gedung pencakar langit hingga lautan data di dunia digital. Fenomena berjejal ini adalah cerminan dari kompleksitas dan dinamika kehidupan modern, sebuah keniscayaan yang lahir dari pertumbuhan, inovasi, dan interkonektivitas yang terus meningkat. Memahami esensi "berjejal" berarti menyelami bagaimana kepadatan membentuk realitas kita, baik dalam konteks fisik maupun non-fisik, serta bagaimana kita meresponsnya.
Pada tingkat yang paling fundamental, berjejal adalah manifestasi dari terbatasnya ruang atau kapasitas di hadapan kebutuhan atau permintaan yang tak terbatas. Baik itu lahan di kota metropolitan yang terus tumbuh, spektrum frekuensi elektromagnetik yang harus menampung komunikasi global, atau kapasitas perhatian manusia di tengah banjir informasi, berjejal muncul sebagai tantangan sekaligus peluang. Artikel ini akan mengupas tuntas berbagai dimensi dari fenomena "berjejal," mengeksplorasi penyebabnya, dampaknya, serta strategi adaptasi dan mitigasi yang dikembangkan untuk mengelolanya.
Berjejal dalam Dimensi Fisik: Urbanisasi dan Lingkungan
Salah satu arena paling nyata di mana kita merasakan keberadaan yang berjejal adalah di perkotaan. Kota-kota besar di seluruh dunia adalah contoh utama dari kepadatan yang ekstrem, di mana jutaan manusia, bangunan, kendaraan, dan infrastruktur harus hidup dan berfungsi dalam ruang yang relatif terbatas. Urbanisasi global yang pesat telah mendorong pertumbuhan kota-kota ini menjadi mega-metropolis yang terus berjejal, memunculkan berbagai isu kompleks.
Kepadatan Populasi dan Ruang Hunian
Ketika penduduk berjejal di pusat-pusat kota, permintaan akan ruang hunian melonjak drastis. Akibatnya, harga properti melambung tinggi, memaksa banyak orang untuk tinggal di pemukiman padat atau vertikal. Apartemen kecil dan rumah susun menjadi norma, dan di banyak negara berkembang, kawasan kumuh (slum) muncul sebagai akibat dari ketidakmampuan sebagian besar populasi untuk mengakses hunian yang layak di tengah kepadatan yang berjejal. Di balik angka-angka statistik, terdapat cerita jutaan individu yang berjuang untuk mencari ruang pribadi, privasi, dan kenyamanan di tengah hiruk-pikuk yang tak henti.
Fenomena ini bukan hanya tentang jumlah orang per meter persegi, tetapi juga tentang bagaimana kepadatan tersebut mempengaruhi kualitas hidup. Keterbatasan ruang hijau, area publik yang sempit, dan fasilitas umum yang berjejal seringkali menjadi konsekuensi yang tak terhindarkan. Desain urban yang cerdas dan perencanaan tata kota yang berkelanjutan menjadi sangat krusial untuk menciptakan lingkungan yang berjejal namun tetap layak huni dan nyaman. Solusi inovatif seperti pembangunan vertikal yang terintegrasi, taman atap, dan penggunaan ruang multifungsi menjadi kunci untuk mengelola kepadatan ini secara efektif.
Lalu Lintas yang Berjejal
Di kota-kota yang berjejal, kemacetan lalu lintas adalah pemandangan sehari-hari yang menyakitkan. Jalan-jalan dipenuhi kendaraan yang bergerak lambat, emisi gas buang meningkat, dan waktu tempuh menjadi tidak efisien. Sistem transportasi publik seringkali juga berjejal dengan penumpang, terutama pada jam-jam sibuk. Masalah ini bukan hanya membuang-buang waktu dan energi, tetapi juga memiliki dampak ekonomi yang signifikan, mengurangi produktivitas, dan meningkatkan tingkat stres penduduk.
Penyebab utama dari lalu lintas yang berjejal adalah pertumbuhan jumlah kendaraan pribadi yang tidak seimbang dengan kapasitas jalan, serta minimnya alternatif transportasi publik yang efisien dan terjangkau. Pemerintah kota di seluruh dunia terus berjuang mencari solusi, mulai dari pembangunan infrastruktur baru seperti jalan layang dan terowongan, pengembangan sistem transportasi massal (MRT, LRT, bus rapid transit), hingga penerapan kebijakan pembatasan kendaraan atau zona emisi rendah. Ide "kota 15 menit" yang mempromosikan aksesibilitas segala kebutuhan dalam jarak tempuh singkat juga merupakan upaya untuk mengurangi ketergantungan pada perjalanan jauh dan mengurangi kepadatan di jalanan.
Pusat Perbelanjaan dan Ruang Publik
Pusat perbelanjaan, pasar tradisional, dan tempat-tempat hiburan adalah magnet bagi banyak orang, terutama di akhir pekan atau musim liburan. Di sinilah interaksi sosial seringkali berjejal, menciptakan suasana yang ramai dan penuh energi. Bagi sebagian orang, kepadatan ini adalah bagian dari daya tarik, memberikan sensasi dinamisme dan kesempatan untuk bersosialisasi. Namun, bagi yang lain, kondisi berjejal dapat terasa menyesakkan, memicu kecemasan, dan mengurangi kenyamanan.
Dalam konteks ruang publik, taman kota, alun-alun, dan area rekreasi juga dapat berjejal, terutama di kota-kota yang kekurangan ruang terbuka hijau. Ketersediaan ruang yang terbatas ini menekankan pentingnya desain yang efisien dan inklusif, yang dapat menampung beragam aktivitas dan memfasilitasi interaksi positif antar individu. Upaya untuk menciptakan ruang publik yang adaptif dan nyaman di tengah kepadatan urban adalah tantangan desain yang berkelanjutan.
Berjejal dalam Ekosistem Alam
Meskipun sering dikaitkan dengan aktivitas manusia, fenomena berjejal juga ada di alam. Hutan hujan tropis adalah contoh ekosistem yang luar biasa berjejal, di mana ribuan spesies tanaman, hewan, dan mikroorganisme hidup berdampingan dalam ruang yang padat. Akar-akar pohon yang saling melilit, kanopi yang rapat, dan kehidupan yang berlimpah di setiap strata hutan menunjukkan kepadatan yang menakjubkan. Di sini, berjejal bukan hanya tentang persaingan, tetapi juga tentang simbiosis dan saling ketergantungan yang rumit.
Koloni semut atau lebah yang berisi ribuan individu yang bekerja dalam harmoni, migrasi hewan yang melibatkan jutaan individu, atau bahkan pertumbuhan bakteri di cawan petri adalah contoh lain dari berjejal alami. Kepadatan dalam konteks ini adalah kunci untuk kelangsungan hidup spesies, perlindungan dari predator, atau optimalisasi sumber daya. Namun, alam juga menunjukkan batas-batas kepadatan. Jika suatu populasi berjejal melebihi daya dukung lingkungannya, sumber daya akan menipis, penyakit akan menyebar lebih cepat, dan persaingan akan meningkat, yang pada akhirnya dapat menyebabkan keruntuhan ekosistem.
Berjejal di Dunia Digital: Informasi dan Konektivitas
Jika dunia fisik berjejal dengan manusia dan bangunan, dunia digital berjejal dengan informasi, data, dan konektivitas. Era digital telah menciptakan kepadatan informasi yang belum pernah terjadi sebelumnya, mengubah cara kita bekerja, belajar, berkomunikasi, dan bersosialisasi.
Banjir Informasi (Information Overload)
Setiap hari, kita dibombardir dengan jumlah informasi yang berjejal dari berbagai sumber: media sosial, berita online, email, notifikasi aplikasi, dan lain-lain. Otak manusia, yang dirancang untuk memproses informasi dalam jumlah terbatas, kini dihadapkan pada arus data yang tak henti. Fenomena ini dikenal sebagai "information overload" atau banjir informasi, di mana kita merasa kewalahan dan kesulitan memilah informasi yang relevan dari yang tidak penting.
Kepadatan informasi ini dapat menyebabkan kelelahan mental, penurunan fokus, dan bahkan kecemasan. Pekerja pengetahuan seringkali merasa perlu untuk terus-menerus mengikuti perkembangan terbaru, membaca artikel, dan merespons pesan, yang semuanya berjejal menuntut perhatian. Tantangan terbesar di era ini bukanlah akses informasi, melainkan kemampuan untuk menyaring, memproses, dan memahami informasi yang berjejal tersebut secara efektif.
Solusi yang muncul meliputi pengembangan algoritma yang lebih canggih untuk personalisasi dan filtrasi informasi, teknik "digital detox" untuk memberi istirahat pada pikiran, serta edukasi literasi digital yang kuat untuk membantu individu menjadi konsumen informasi yang lebih kritis dan selektif. Kemampuan untuk mengelola informasi yang berjejal ini adalah keterampilan penting di abad ke-21.
Platform Digital yang Berjejal
Platform media sosial, e-commerce, dan aplikasi berbagi video adalah contoh sempurna dari ruang digital yang berjejal. Jutaan pengguna berinteraksi secara bersamaan, mengunggah konten, berkomentar, dan melakukan transaksi. Di Instagram, miliaran foto dan video berjejal saling bersaing untuk perhatian. Di Twitter/X, jutaan tweet membanjiri lini masa setiap detik. Di platform e-commerce, ribuan produk dari jutaan penjual berjejal memperebutkan pembeli. Kepadatan ini menciptakan ekosistem yang sangat dinamis, namun juga sangat kompetitif.
Bagi kreator konten atau bisnis, menonjol di tengah keramaian yang berjejal ini adalah tantangan besar. Mereka harus berinovasi, menciptakan konten yang unik dan menarik, serta memahami algoritma platform agar konten mereka tidak tenggelam. Bagi pengguna, kepadatan ini berarti pilihan yang melimpah ruah, tetapi juga risiko paparan terhadap informasi yang salah, ujaran kebencian, atau konten yang tidak relevan.
Manajemen platform berusaha mengatasi kepadatan ini dengan sistem rekomendasi yang lebih cerdas, alat moderasi konten, dan fitur-fitur yang memungkinkan pengguna untuk mempersonalisasi pengalaman mereka. Namun, sifat dasar dari platform digital adalah terus berjejal, mencerminkan kompleksitas interaksi dan kebutuhan masyarakat global.
Data dan Jaringan yang Berjejal
Di balik antarmuka yang kita lihat, terdapat jaringan infrastruktur digital yang luar biasa berjejal. Kabel serat optik melintasi samudra dan benua, menara seluler berdiri di mana-mana, dan pusat data (data centers) raksasa menyimpan triliunan gigabyte data. Semua ini bekerja secara simultan untuk memastikan konektivitas global yang kita nikmati.
Data yang berjejal di server-server ini adalah jantung dari ekonomi digital. Dari informasi pribadi hingga transaksi keuangan, dari data penelitian ilmiah hingga katalog hiburan, semuanya disimpan dan diakses dalam jumlah yang tak terbayangkan. Mengelola kepadatan data ini membutuhkan teknologi penyimpanan yang canggih, sistem keamanan yang kuat, dan algoritma yang efisien untuk pengambilan data.
Jaringan telekomunikasi itu sendiri juga berjejal dengan sinyal-sinyal. Spektrum frekuensi radio yang terbatas harus dibagi di antara berbagai layanan: telepon seluler, Wi-Fi, radio, televisi, dan lain-lain. Inovasi seperti teknologi 5G dan pengembangan spektrum yang lebih tinggi bertujuan untuk memungkinkan lebih banyak perangkat dan lebih banyak data untuk berjejal secara efisien tanpa mengganggu satu sama lain. Kepadatan di balik layar ini adalah fondasi tak terlihat dari dunia yang terhubung.
Dampak dan Implikasi dari Fenomena Berjejal
Fenomena berjejal, baik di dunia fisik maupun digital, memiliki dampak yang luas dan beragam pada individu, masyarakat, dan lingkungan.
Dampak Psikologis dan Sosial
Kepadatan fisik dan informasi yang berjejal dapat memicu berbagai respons psikologis. Stres, kecemasan, kelelahan, dan perasaan kewalahan adalah keluhan umum di kalangan individu yang terus-menerus terpapar lingkungan yang padat atau informasi yang berlebihan. Ruang pribadi yang minim di kota-kota yang berjejal dapat mengurangi privasi dan memicu perasaan terisolasi, meskipun dikelilingi oleh banyak orang.
Di sisi lain, kepadatan juga dapat memupuk inovasi dan kreativitas. Ketika ide-ide dan individu yang beragam berjejal dan berinteraksi dalam ruang terbatas, terjadi pertukaran gagasan yang dinamis, memicu kolaborasi, dan menghasilkan solusi-solusi baru. Kota-kota yang berjejal seringkali menjadi pusat seni, budaya, dan inovasi teknologi. Interaksi sosial yang padat juga dapat memperkuat ikatan komunitas, terutama di lingkungan yang didesain untuk memfasilitasi interaksi positif.
Dampak Ekonomi
Secara ekonomi, berjejal dapat menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, kepadatan seringkali berkorelasi dengan efisiensi ekonomi. Konsentrasi penduduk dan bisnis di kota-kota yang berjejal menciptakan pasar tenaga kerja yang besar, akses ke pasar yang lebih luas, dan efisiensi dalam penyediaan layanan dan infrastruktur. Ini adalah alasan mengapa kota-kota besar menjadi mesin pertumbuhan ekonomi.
Namun, di sisi lain, berjejal juga menimbulkan biaya ekonomi yang signifikan. Kemacetan lalu lintas menyebabkan kerugian produktivitas. Harga properti yang tinggi membuat biaya hidup di kota-kota yang berjejal sangat mahal. Beban pada infrastruktur publik, seperti transportasi, sanitasi, dan energi, juga meningkat, membutuhkan investasi besar. Oleh karena itu, pengelolaan kepadatan secara efektif adalah kunci untuk memaksimalkan manfaat ekonomi dan meminimalkan kerugian.
Dampak Lingkungan
Lingkungan yang berjejal, terutama di perkotaan, seringkali menghadapi tantangan lingkungan yang serius. Emisi karbon dari lalu lintas dan industri meningkat, kualitas udara memburuk, dan manajemen limbah menjadi lebih kompleks. Kepadatan juga mengurangi ruang hijau, yang penting untuk penyerapan karbon, keanekaragaman hayati, dan kesejahteraan manusia.
Namun, ada argumen bahwa kota-kota yang berjejal, jika dikelola dengan baik, dapat lebih berkelanjutan daripada pola pemukiman yang menyebar (sprawl). Kepadatan memungkinkan penggunaan transportasi publik yang lebih efisien, mengurangi jejak karbon per kapita, dan memfasilitasi penggunaan energi terbarukan secara kolektif. Konsep "kota hijau" atau "kota pintar" bertujuan untuk mengatasi dampak lingkungan dari kepadatan dengan mengintegrasikan teknologi dan praktik berkelanjutan.
Mengelola Kepadatan: Adaptasi dan Inovasi dalam Fenomena Berjejal
Mengingat bahwa fenomena berjejal tampaknya merupakan keniscayaan di banyak aspek kehidupan modern, pertanyaan krusialnya adalah bagaimana kita mengelolanya. Berbagai strategi dan inovasi telah dikembangkan untuk beradaptasi dengan, atau bahkan memanfaatkan, kepadatan yang berjejal ini.
Perencanaan Urban yang Cerdas
Dalam konteks fisik, perencanaan kota yang cerdas adalah kunci untuk mengelola kepadatan yang berjejal. Ini melibatkan:
- Pengembangan Transportasi Publik Massal: Investasi besar-besaran pada MRT, LRT, bus rapid transit untuk mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi.
- Pembangunan Vertikal dan Infill Development: Membangun ke atas dan mengisi ruang-ruang kosong yang ada untuk menampung lebih banyak penduduk tanpa memperluas wilayah kota.
- Penciptaan Ruang Terbuka Hijau: Meskipun berjejal, kota perlu taman, plaza, dan jalur pejalan kaki yang memadai untuk kesejahteraan mental dan fisik penduduk.
- Penggunaan Campuran (Mixed-Use Zoning): Menggabungkan area hunian, komersial, dan rekreasi dalam satu wilayah untuk mengurangi kebutuhan perjalanan jauh.
- Teknologi Smart City: Menggunakan sensor, data, dan AI untuk mengelola lalu lintas, limbah, energi, dan layanan publik lainnya secara lebih efisien di lingkungan yang berjejal.
Literasi Digital dan Manajemen Informasi
Untuk mengatasi banjir informasi yang berjejal, individu dan institusi perlu mengembangkan strategi:
- Keterampilan Filtrasi Informasi: Belajar membedakan sumber terpercaya, mengidentifikasi bias, dan memprioritaskan informasi yang relevan.
- Mindfulness Digital: Praktik disengaja untuk mengurangi waktu layar, membatasi notifikasi, dan fokus pada satu tugas pada satu waktu untuk menghindari kelelahan informasi.
- Sistem Organisasi Data: Menggunakan alat dan teknik untuk mengelola email, dokumen, dan data digital lainnya agar tidak berjejal secara tidak teratur.
- Algoritma dan AI: Mengembangkan dan memanfaatkan teknologi yang dapat menyaring, merangkum, dan mempersonalisasi informasi, meskipun ini juga menimbulkan pertanyaan etis tentang bias algoritma.
Inovasi Teknologi untuk Kepadatan
Teknologi terus berkembang untuk membantu kita mengelola dan memanfaatkan kondisi berjejal:
- Komputasi Awan (Cloud Computing): Memungkinkan penyimpanan dan akses data yang berjejal secara terdistribusi tanpa memerlukan infrastruktur fisik yang besar di setiap lokasi.
- Internet of Things (IoT): Jaringan perangkat yang saling berjejal dan berkomunikasi, mengumpulkan data untuk optimasi dan otomatisasi di lingkungan padat.
- Virtual Reality (VR) dan Augmented Reality (AR): Menawarkan cara baru untuk berinteraksi dengan informasi dan lingkungan, berpotensi mengurangi kebutuhan akan perjalanan fisik atau interaksi langsung yang berjejal.
- Blockchain: Teknologi terdesentralisasi yang dapat mengelola data transaksi yang berjejal dengan aman dan transparan, tanpa bergantung pada satu entitas pusat.
Pergeseran Pola Pikir dan Budaya
Selain solusi teknis dan perencanaan, pergeseran pola pikir juga penting. Konsep seperti minimalisme, konsumsi berkelanjutan, dan fokus pada pengalaman daripada kepemilikan material dapat membantu mengurangi dorongan untuk terus-menerus mengakumulasi barang yang berjejal di ruang fisik kita. Dalam dunia digital, kesadaran akan "digital well-being" dan pentingnya kesehatan mental di tengah lautan informasi yang berjejal menjadi semakin vital.
Masyarakat juga perlu mengadopsi budaya berbagi (sharing economy) untuk memanfaatkan sumber daya yang ada secara lebih efisien. Mobil berbagi, ruang kerja bersama (coworking spaces), dan perpustakaan alat adalah contoh bagaimana kita dapat mengurangi jumlah barang yang berjejal secara individual, namun tetap memiliki akses ke fungsionalitasnya secara kolektif. Ini adalah tentang mengubah perspektif dari kepemilikan individu menjadi akses kolektif, sebuah adaptasi cerdas terhadap realitas yang semakin berjejal.
Masa Depan Fenomena Berjejal: Tantangan dan Harapan
Melihat ke depan, fenomena berjejal kemungkinan besar akan terus menjadi ciri khas kehidupan kita. Populasi global masih terus meningkat, urbanisasi berlanjut, dan laju penciptaan informasi serta konektivitas digital tidak menunjukkan tanda-tanda melambat. Ini menghadirkan tantangan, tetapi juga peluang yang belum terbayangkan.
Tantangan yang Kian Kompleks
Salah satu tantangan terbesar adalah menjaga keseimbangan antara efisiensi yang ditawarkan oleh kepadatan dan kualitas hidup individu. Bagaimana kita dapat memastikan bahwa orang tidak merasa sesak, terisolasi, atau kewalahan meskipun hidup di lingkungan yang berjejal? Tantangan lainnya adalah bagaimana mengatasi kesenjangan yang semakin lebar antara mereka yang dapat beradaptasi dengan baik terhadap kondisi berjejal (misalnya, memiliki akses ke teknologi canggih atau hunian layak) dan mereka yang tertinggal.
Masalah keberlanjutan juga akan menjadi semakin mendesak. Bagaimana kota-kota yang berjejal dapat menjadi netral karbon? Bagaimana infrastruktur digital yang berjejal dapat mengurangi konsumsi energinya? Ini membutuhkan kolaborasi global, inovasi teknologi yang berkelanjutan, dan perubahan kebijakan yang berani.
Secara psikologis, tantangan "berjejal" juga mencakup bagaimana kita mempertahankan fokus dan kedalaman pemikiran di tengah fragmentasi perhatian yang disebabkan oleh informasi yang terlalu padat. Dunia yang berjejal dengan informasi instan dan interaksi singkat berisiko mengikis kemampuan kita untuk refleksi mendalam, analisis kritis, dan koneksi interpersonal yang substansial. Ini adalah tantangan kognitif dan emosional yang membutuhkan respons proaktif dari individu dan masyarakat, mungkin melalui pendidikan yang menekankan kemampuan berpikir kritis dan kecerdasan emosional.
Peluang Inovasi yang Tak Terbatas
Namun, di balik setiap tantangan terdapat peluang. Kondisi berjejal mendorong inovasi. Ketika sumber daya terbatas dan masalah kompleks, manusia dipaksa untuk berpikir kreatif. Ini terlihat dalam arsitektur yang semakin cerdas dalam memanfaatkan ruang, dalam algoritma yang semakin efisien dalam mengelola data, dan dalam solusi transportasi yang semakin terintegrasi.
Kepadatan juga memicu interaksi dan pertukaran ide. Dari pertukaran di pusat kota yang ramai hingga kolaborasi global di platform digital, fenomena berjejal adalah katalis untuk inovasi. Kepadatan orang di perkotaan, misalnya, menciptakan pasar yang besar untuk ide-ide baru dan layanan inovatif, menarik bakat dan modal, yang pada gilirannya mempercepat kemajuan teknologi dan budaya. Ini adalah lingkaran umpan balik positif di mana kepadatan menciptakan kondisi untuk evolusi dan pertumbuhan.
Masa depan mungkin akan melihat perkembangan kota-kota vertikal yang lebih maju, di mana seluruh ekosistem kehidupan dan kerja berjejal dalam satu bangunan raksasa. Atau mungkin kita akan melihat inovasi dalam realitas campuran, di mana dunia fisik dan digital saling berjejal secara seamless, menciptakan pengalaman yang sepenuhnya baru. Pengelolaan sumber daya yang cerdas, mulai dari air, energi, hingga pengelolaan limbah, akan menjadi kunci bagi keberlangsungan hidup di planet yang semakin berjejal ini. Berjejal, pada akhirnya, bukan hanya tentang masalah yang harus dipecahkan, tetapi juga tentang potensi yang belum sepenuhnya terungkap.
Kesimpulan: Menemukan Harmoni dalam Kepadatan yang Berjejal
Fenomena "berjejal" adalah inti dari pengalaman manusia di era modern. Ini adalah kondisi yang tidak bisa dihindari, melainkan harus dipahami, diadaptasi, dan dikelola. Dari kepadatan fisik di kota-kota kita hingga kepadatan informasi di jaringan digital, "berjejal" membentuk realitas kita dalam berbagai cara yang kompleks.
Kepadatan dapat membawa stres, inefisiensi, dan dampak lingkungan. Namun, ia juga merupakan pendorong inovasi, efisiensi ekonomi, dan interaksi sosial yang dinamis. Kuncinya terletak pada menemukan harmoni di tengah kepadatan yang berjejal ini: bagaimana kita dapat menciptakan kota yang padat namun layak huni, bagaimana kita dapat mengelola banjir informasi tanpa kehilangan fokus, dan bagaimana kita dapat membangun koneksi yang bermakna di tengah lautan interaksi digital.
Ini adalah perjalanan tanpa akhir, sebuah evolusi berkelanjutan dalam cara kita mendefinisikan dan merespons ruang, waktu, dan interaksi. Dengan perencanaan yang bijak, inovasi yang berkelanjutan, dan kesadaran kolektif, kita dapat mengubah tantangan "berjejal" menjadi peluang untuk menciptakan masa depan yang lebih efisien, berkelanjutan, dan, pada akhirnya, lebih manusiawi. Fenomena "berjejal" akan terus ada, dan kemampuan kita untuk hidup berdampingan dengannya secara cerdas akan menentukan kualitas peradaban kita.